REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi pertanian dari Perhimpuan Ekonomi Pertanian (Perhepi), Noer Soetrisno mempertanyakan kesiapan Badan Urusan Logistik (Bulog) menjadi importir jagung pakan ternak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20/M-DAG/PER/3/2016 tentang Ketentuan Impor Jagung.
Menurutnya pada saat pemberlakuan pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) seperti saat ini, hal yang diperlukan adalah paradigma baru bahwa ekspor dan impor merupakan hal yang wajar.
"Dengan MEA yang sudah terbuka ini, apakah Bulog masih seperti dulu atau tidak. Nah, ini yang kita belum tahu," katanya.
Noer menilai pada saat diberlakukannya era pasar terbuka seperti MEA, cara berpikir yang harusnya dibangun oleh pemerintah adalah Indonesia itu memiliki hamparan yang sangat besar.
Daerah di Tanah Air itu ada yang terletak di utara dan selatan khatulistiwa. Inilah yang kemudian menyebabkan musim tanam juga berbeda. Berkaitan dengan situasi tersebut, menurutnya ekspor maupun impor bukan lagi menjadi sebagai sesuatu yang harusnya ditakuti.
Pada era semacam ini yang harusnya dipikirkan bukan lagi terbatas pada persoalan surplus atau tidak surplus namun lebih mengarah pada neraca perdagangannya.
"Sekarang ini MEA sudah dibuka. Salah satu instrumennya adalah tarif. Di sinilah bagaimana (Bulog) bisa mengaturnya. Apakah Bulog bisa bersaing?" ujarnya.
Berkaitan dengan peran yang diberikan pemerintah menjadi importir jagung pakan ternak, Noer mengatakan, tentunya Bulog harus dapat memikirkan implikasi berupa pembiayaan yang muncul.
Sejauh ini dari hasil pengalaman yang ada, penerapan kebijakan importir tunggal kerap kali tidak bisa menjamin harga yang mampu kompetitif.
Selama ini, lanjut dia, Bulog tidak terjun dalam hal jual beli. Begitu juga dengan pembelian produksi dalam negeri. Melainkan beli dari luar (impor) yang kemudian disalurkan ke perajin tahu dan tempe pada kasus kedelai.
"Selama ini, jagung untuk pakan ternak tidak ditangani pemerintah, dan sudah ada upaya-upaya sendiri dari pihak swasta untuk stabilisasi harga. Nah, kita belum tahu bagaimana kedudukan Bulog dalam hal ini," jelasnya.
Noer juga mempertanyakan apakah Permendag yang baru tersebut merupakan hasil kajian yang panjang atau hanya karena sebelumnya terjadi lonjakan harga sesaat.
"Dulu jagung juga pernah ditangani oleh Bulog, tetapi hanya mengatur mengenai harga penjualan dan tidak pada pembelian dan sebagainya. Impor juga tidak diatur," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar