Kamis, 31 Desember 2015

Tahun Depan Bulog Impor 200 Ribu Ton Gula

RABU, 30 DESEMBER 2015

TEMPO.CO, Jakarta - Tahun depan pemerintah melalui Perum Bulog akan mengimpor 200 ribu ton gula. "Itu sudah diputuskan dalam rapat koordinasi di kantor Menko Perekonomian, Senin (28 Desember 2015) lalu," kata Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu saat dihubungi, Rabu, 30 Desember 2015.

Wahyu menyatakan, Bulog sudah siap mendatangkan gula tersebut dari Thailand atau India. Namun perusahaan pelat merah ini masih menunggu penugasan resmi dari Kementerian Perdagangan. "Begitu suratnya keluar, kami langsung bergerak," katanya.

Menurut Wahyu, Bulog tidak hanya berpengalaman mengimpor beras. Perusahaan yang kini dipimpin Djarot Kusumayakti ini sebelumnya juga pernah mengimpor gula. Tahun lalu misalnya, Bulog telah mengimpor sekitar 11 ribu ton gula.

Gula yang diimpor Bulog, menurut Wahyu, tidak akan begitu saja dijual bebas hingga merusak harga pasar. Sebaliknya, Bulog baru akan melepas stoknya ketika ada gejolak harga di pasar sehingga konsumen tidak dirugikan. "Istilahnya, hanya untuk operasi pasar," kata Wahyu.

Senin, 28 Desember 2015, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah memang akan melakukan impor untuk gula pasir dan kedelai. "Kalau gula putih pasir, kita hanya perlu impor berjaga-jaga kalau harga tidak stabil," kata Darmin setelah memimpin rapat koordinasi pangan di kantornya di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta. Nantinya, izin impor Bulog juga akan dievaluasi sesuai kondisi yang berlaku.

PINGIT ARIA

http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/12/30/090731818/tahun-depan-bulog-impor-200-ribu-ton-gula

Rabu, 30 Desember 2015

Bulog Genjot Penyerapan Beras

Selasa, 29 Desember 2015

SURABAYA – Realisasi penyerapan beras yang masih di angka 3,4 juta ton, membuat Perum Bulog membuat target baru.  ”Harus bisa mencapai 3,5 juta ton. Semoga adanya musim hujan, musim  tanam dapat sesuai dengan perkiraan sehingga dalam jangka waktu tiga bulan ke depan sudah bisa panen,'' kata Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Wahyu Suparyono kemarin (28/12).

Salah satu kendala penyerapan beras tahun ini adalah musim kemarau yang cukup panjang dibandingkan tahun kemarin.

Perum Bulog telah melakukan berbagai upaya strategis agar penyerapan maksimal. ''Kami juga sudah membentuk direktorat baru agar penyerapan bisa maksimal. Namanya Direktorat Pengadaan,'' jelasnya.

Wahyu mengatakan, pengadaan dulunya hanya merupakan divisi di bawah Direktorat Pelayanan Publik. Direktorat Pengadaan mulai bekerja akhir tahun ini. Tetapi, mereka baru beroperasi penuh tahun depan. Hal tersebut membuat jumlah direktorat di Perum Bulog yang semula lima menjadi enam direktorat.

''Selain itu, kami sudah mengajukan penyesuaian harga pokok pembelian (HPP) beras kepada pemerintah agar bisa menyerap sesuai dengan harga baru saat musim panen berlangsung,'' ungkapnya.

Menurut Wahyu, pihaknya akan melakukan penyerapan sesuai dengan harga di Instruksi Presiden No 15/Tahun 2015. Dia juga menuturkan, stok beras nasional hingga kini mencapai 1,4 juta ton. ''Angka tersebut bisa mencukupi kebutuhan beras nasional selama lima bulan ke depan,'' katanya.

Bulog juga telah mengonversi beras medium ke premium tahun depan. Penyerapan beras premium tahun ini mencapai 700 ribu ton. Total penyerapan di Bulog Divisi Regional Jawa Timur sampai saat ini mencapai 850 ribu ton. Sebesar 750 ribu ton merupakan beras medium. Sisanya, 100 ribu ton, adalah beras premium. (vir/c15/tia/pda)

http://www.jpnn.com/read/2015/12/29/347374/Bulog-Genjot-Penyerapan-Beras-

Bulog Klaim Belum Satu Kilopun Beras Impor Masuk Pasar

Selasa, 29 Desember 2015

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Direktur Pengadaan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Wahyu menegaskan belum ada sedikitpun beras impor yang masuk ke pasar.

"Sampai saat ini belum ada satu kilogram pun beras impor yang keluar dari gudang kami," tegas Wahyu yang ditemui di sela Sosialisasi Kemitraan dan On Farm Bulog tahun 2016 di Makassar, Selasa (29/12).

Wahyu mengatakan perintah untuk mengimpor beras dilakukan untuk menjamin cadangan pangan, dan hanya dikeluarkan apabila dalam situasi pasar yang tidak terkendali.

"Total izin yang kami peroleh untuk mengimpor 1,5 juta ton, sampai bulan Maret, tetapi sampai saat ini baru 300 ribu ton yang masuk ke gudang kami," katanya.

Menurut Wahyu, Bulog lebih berfungsi sebagai stabilisator harga. "Kami menguasai dan menyimpan beras untuk digunakan melayani kebutuhan masyarakat dan mendukung berbagai program pemerintah seperti beras untuk masyarakat prasejahtera," paparnya.

Sementara untuk Sulsel, Wahyu mengatakan sejak dulu tidak ada beras impor yang masuk ke provinsi ini. "Sulsel ini daerah dengan surplus beras terbesar, tidak mungkin beras impor masuk ke sini," katanya.

Beras impor, menurut Wahyu hanya diperuntukkan bagi daerah-daerah minus, seperti Papua dan NTT.

Sebelumnya, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo menjamin tak akan ada beras impor yang beredar di Sulsel, karena beras produksi lokal mampu menutupi kebutuhan konsumsi sekitar delapan juta jiwa penduduk di daerah itu.

"Sampai saat ini belum ada beras impor yang dilempar ke Sulsel, bahkan kalau ada beras impor yang beredar di pasar, sebaiknya ditelusuri dari mana, apakah legal atau illegal?" ujarnya.

Karena itu, masyarakat Sulsel diminta agar tidak perlu risau dengan masuknya beras impor.

Sumber : antara

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/12/29/o047pp219-bulog-klaim-belum-satu-kilopun-beras-impor-masuk-pasar

Senin, 28 Desember 2015

Mendag: 2016 RI Masih Impor Pangan

Senin, 28 Desember 2015

Kupang, CNN Indonesia -- Menteri Perdagangan Thomas Lembong menyatakan, pemerintah sulit menghindari impor pangan pada tahun 2016 untuk menjaga ketersediaan dan meredam kenaikan harga di pasar dalam negeri.

"Neraca perdagangan tahun 2015 kita surplus cukup besar sehingga masih ada ruang untuk impor pangan. Kita harus menjaga keseimbangan supaya neraca jangan terlalu amblas, di sisi lain jangan sampai harga pangan melonjak," kata Mendag di sela-sela persiapan Perayaan Natal Nasional di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Minggu (27/12).

Thomas mengatakan, surplus perdagangan pada tahun 2015 mencapai US$7 miliar hingga US$9 miliar.

Menteri Perdagangan mengatakan belum puas dengan kondisi dan tren kenaikan harga pangan dalam negeri yang saat ini terjadi, dan untuk mengatasinya impor bahan pangan tidak bisa dihindari.

Thomas menambahkan langkah ini bertujuan untuk penguatan stok dan memenuhi kebutuhan domestik, serta menunggu peningkatan produktivitas sektor pertanian dalam beberapa tahun kedepan.

"Presiden dan Wakil Presiden sudah menyatakan beberapa kali bahwa swasembada pangan itu tujuan jangka menengah. Kita perlu waktu untuk 'menyerang' masalah dari akar atau fundamentalnya seperti pembangunan waduk, jalur irigasi dan memperbaiki logistik," kata Thomas.

Thomas mengatakan, bahan pangan yang akan diimpor pada tahun 2016 antara lain adalah beras, daging sapi berupa sapi bakalan dan gula mentah.

Indonesia merencanakan mengimpor sapi sebanyak700-800 ribu ekor, sementara gula mentah di atas tiga juta ton.

"Ini angkanya masih belum final. Sementara untuk beras, saya yakin akan ada kebutuhan impor lagi di luar impor 1,5 juta ton yang disepakati pada September 2015," kata Tom.

Tom menjelaskan, jumlah impor beras pada tahun 2016, saat ini masih dihitung di kantor Menteri Koordinator Perekonomian dan bekerja sama dengan Perum Bulog.

Pemerintah Jokowi memutuskan memutuskan untuk mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam sebanyak kurang lebih 1,5 juta ton pada 2015. Bahkan, pemerintah juga mencari negara pemasok lain seperti Pakistan akibat keterlambatan dalam pengambilan keputusan importasi beras tersebut.

Rencana impor beras tersebut disebabkan adanya pergeseran musim tanam akibat El Nino.

Saat ini beras impor belum mencapai satu juta ton sehingga masih akan ada kiriman beras pada kuartal pertama tahun 2016, akan tetapi Thomas yakin masih akan diperlukan impor beras untuk memperkuat dan menjaga stok bahan pokok ini.

Pemerintah sebelumnya mengakui, tata niaga khususnya yang terkait dengan distribusi belum sepenuhnya memuaskan, sehingga akan ada upaya untuk mendistribusikan impor pangan tersebut langsung ke masyarakat.

Beberapa waktu lalu, pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam sebanyak kurang lebih 1,5 juta ton. Bahkan, pemerintah juga mencari negara pemasok lain seperti Pakistan yang dikarenakan keterlambatan dalam pengambilan keputusan importasi beras tersebut.

Sementara berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, pada Kamis (26/11), harga rata-rata nasional beras kualitas medium sebesar Rp10.620,59 , sementara pada Sabtu (26/12), harga bahan pokok tersebut mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp10.675,37 per kilogram.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik, pada Oktober 2015 lalu, rata-rata harga beras kualitas medium di tingkat penggilingan mengalami kenaikan sebesar 0,24 persen, menjadi sebesar Rp8.960,96 per kilogram, dan pada September 2015 tercatat sebesar Rp8.939,61 per kilogram. (ANTARA/yns)

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151227211740-92-100585/mendag-2016-ri-masih-impor-pangan/

Harga pangan naik, Bulog dituding tak maksimal

Senin, 28 Desember 2015

JAKARTA. Hubungan Kementerian Pertanian dan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) kembali memanas. Pencetusnya: apalagi kalau bukan kenaikan harga pangan jelang akhir tahun sekarang ini.

Hampir seluruh komoditas pangan yang ditugaskan pemerintah kepada Bulog mengalami kenaikan harga pada akhir tahun ini, yakni mulai dari harga beras, daging sapi, dan hortikultura seperti cabai merah dan bawang merah.

Kementerian Pertanian (Kemtan) menuding Bulog tidak gesit dalam membeli produksi pangan dari petani dan kalah bersaing dengan perusahaan swasta.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Spudnik Sujono kepada KONTAN pekan lalu mengaku kecewa karena harga cabai merah dan bawang merah naik sekitar 40% di pasaran. Padahak, hitungan Spudnik, Kemtan telah menggenjot produksi pangan pada tahun ini, namun Bulog tak mampu menyerap dengan baik.

Rapor merah dalam penyerapan pangan ini membuat Kepala Badan Ketahanan Pangan Kemtan Gardjita Budi mengusulkan agar peran Bulog dalam kerangka pembentukan Badan Pangan Nasional (BPN) menjadi pelaksana pangan saja.

"BPN menjadi regulator, fungsi pelaksana di tangan Bulog," ungkap Gardjita.

Tak ingin bermasalah

Tak ingin kena cap gagal, Bulog mengaku telah menjalankan fungsi dan peran sesuai penugasan. Direktur Pengadaan Bulog Wahyu memengaku Bulog telah berupaya semaksimal mungkin bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya yang diberikan pemerintah. Bulog semisal, menggandeng 3.996 mitra yang tersebar di seluruh Indonesia.

Namun, penyerapan komoditas di luar beras, sesuai dengan Rencana dan Kerja Anggaran Perusahaan Perum Bulog (RKAP), tak dapat dilakukan Bulog.

Bulog membutuhkan penugasan pemerintah. Itulah sebabnya, Bulog tida bisa asal membeli karena berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. "Kalau bergerak tanpa RKAP, kami bisa salah nanti karena penugasan tertulis tidak ada," ujarnya.

Bulog mengaku, hingga kini belum mendapatkan Peraturan Presiden terkait tugas penyerapan sejumlah komoditas seperti jagung, daging sapi, dan hortikultura.

http://industri.kontan.co.id/news/harga-pangan-naik-bulog-dituding-tak-maksimal

Sabtu, 26 Desember 2015

Indonesia Selalu Impor Beras, Ini Sebabnya

Sabtu, 26 Desember 2015

Impor beras terjadi karena produksi beras nasional tak selalu terserap Bulog dengan maksimal

Suara.com - Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori mengatakan bahwa angka produksi beras Indonesia sudah cukup tinggi bahkan bisa menghasilkan surplus. Masalahnya, produksi beras yang dihasilkan petani Indonesia tidak bisa terserap oleh Perum Bulog secara maksimal untuk menjadi cadangan beras nasional.

"Jadi masalahnya di Indonesia, angka produksi padi yang tinggi dari para petani tidak selalu berkorelasi dengan angka keterserapan gabah nasional oleh Bulog. Ketika Bulog tak mampu menyerap gabah secara maksimal dan cadangan beras kita menipis, impor beras terpaksa dilakukan," kata Khudori saat dihubungi Suara.com, Jumat (25/12/2015).

Kondisi ini disebabkan Bulog dibatasi oleh Instruksi Presiden (Inpres) yang mengatur Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Sementara pengusaha beras swasta mampu membeli gabah dengan kualitas bagaimanapun dengan harga berapapun. Akibatnya banyak petani di Indonesia lebih memilih menjual gabahnya kepada pedagang beras ketimbang kepada bulog. "Sebab kalau merujuk angka produksi beras, sejak 5 tahun lalu kita ini sebetulnya sudah surplus," ujar Khudori.

Namun Khudori menegaskan bahwa sebetulnya impor beras di Indonesia tidak besar, hanya 3 - 4 persen dari kebutuhan konsumsi beras secara nasional. Walau demikian, Khudori mengakui pemerintah harus membuat terobosan untuk memaksimalkan keterserapan gabah nasional oleh Bulog. "Karena faktanya di Yogyakarta saja, ada 3 pedagang besar bisnis beras. Masing-masing orang tersebut, mampu menyerap gabah nasional dalam setahun lebih besar dari kemampuan serap Bulog dalam setahun. Jadi ini memang yang harus dibenahi," jelas Khudori.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, masalah impor beras selalu menjadi perdebatan sengit. Pihak yang pro berargumen bahwa kebijakan impor beras diperlukan untuk menjaga ketahanan pangan serta stabilitas harga beras nasional. Namun pihak yang kontra menentang kebijakan ini dengan alasan Indonesia sebagai negara agraris mampu memproduksi beras untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri tanpa harus bergantung impor beras. Impor beras dianggap sebagai cara menghilangkan kedaulatan pangan Indonesia.

Terakhir pemerintah akhirnya mengimpor beras dari Vietnam pada November 2015 sebanyak 1,5 juta ton. Wapres Jusuf Kalla beralasan kekeringan pada Agustus hingga November 2015 memicu mundurnya masa panen gabah sehingga persediaan beras untuk tahun depan berkurang.

http://www.suara.com/bisnis/2015/12/26/123106/indonesia-selalu-impor-beras-ini-sebabnya

Bulog minta surat penugasan penyerapan komoditas

Sabtu, 26 Desember 2015

JAKARTA. Perum Bulog kerap mendapatkan serangan dari Kementerian Pertanian (Kemtan) akhir-akhir ini. Serangan-serangan tersebut ditujukan kepada Bulog karena dinilai lelet dalam mengeksekusi pembelian berbagai komoditas pangan di lapangan.

Sebab Kemtan mengklaim pasokan pangan sebenarnya cukup untuk konsumsi dalam negeri, tapi Bulog tidak gesit dalam membeli produk tersebut sehingga kalah dari swasta. Terkait serangan tersebut, Direktur Pengadaan Bulog Wahyu membantahnya. Ia mengatakan Bulog telah berupaya semaksimal mungkin bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

Bulog menggandeng 3.996 mitra yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun untuk penyerapan komoditas di luar beras, sesuai dengan Rencana dan Kerja Anggaran Perusahaan Perum Bulog (RKAP), Bulog tidak dapat bergerak sendiri, tapi butuh penugasan dari pemerintah. Itulah sebabnya, Bulog tidak bisa asal membelinya karena berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

"Kalau kami bergerak tanpa RKAP maka kami bisa salah nanti. Jadi bukan karena Bulog tidak siap, kami siap mengerjakannya. Tapi bagaimana bisa kalau penugasan tertulis saja tidak ada," ujar Wahyu kepada KONTAN Rabu (13/12).

Selain itu, Bulog juga belum mendapatkan Peratuarn Presiden (Perpres) terkait tugas yang harus dijalankan. Bila perpres itu sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo, maka Bulog akan bergerak cepat.

"Kalau Perpres sudah diteken, penugasan komoditas apa saja kami siap kerjakan," imbuh Wahyu.

Terkait keluhan Dirjen Hortikultura Spudnik Sujono yang menilai Bulog kalah dengan perusahaan swasta dalam menyerap produk-prodok Hortikultura, Wahyu bilang hal itu tidaklah benar. Ia bilang sejak awal negara ini dibentuk pemain swasta itu sudah ada.

Selain itu, pada tahun 2015, di dalam RKAP Bulog tidak ada tanggungjawab untuk menyerap produk-produk hortikultura kecuali itu ada penugasan tertulis dari pemerintah kepada Bulog. Selain itu, Wahyu juga menjawab tudingan Kemtan yang menilai Bulog hanya mau bekerjasama dengan pengusaha besar di daerah.

"Dari 3.996 mitra Bulog, sebanyak 99% adalah perusahaan kecil," tutur Wahyu.

http://industri.kontan.co.id/news/bulog-minta-surat-penugasan-penyerapan-komoditas

Rabu, 23 Desember 2015

Korupsi Rp1,3 Miliar, Manajer Bulog Ditahan

Selasa, 22 Desember 2015

Tersangka Nowo Ismanto (tengah, kemeja putih berkacamata) digelandang petugas Kejati Jatim menuju mobil tahanan, Selasa (22/12/2015). (Metrotvnews.com/MK Rosyid)

 Tersangka Nowo Ismanto (tengah, kemeja putih berkacamata) digelandang petugas Kejati Jatim menuju mobil tahanan, Selasa (22/12/2015). (Metrotvnews.com/MK Rosyid)

Metrotvnews.com, Surabaya: Nowo Ismanto, 54, tersangka kasus korupsi pengadaan beras di Sub Drive Bulog Kabupaten Ponorogo, ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Setelah diperiksa selama tujuh jam, Nowo langsung ditahan dan dimasukkan ke mobil tahanan Kejati Jatim.

Saat diperiksa, tersangka didampingi kuasa hukumnya. Tersangka yang mengenakan kemeja putih, diperiksa sejak pukul 10.00 WIB. Saat digelandang petugas menuju mobil tahanan, tersangka hanya tertunduk sambil menutup wajahnya dan tak berani melihat sorot kamera wartawan.

Kasi Penerangan Hukum Kejati Jatim Romy Arizyanto mengatakan, Nowo Ismanto adalah tersangka pengadaan beras miskin (raskin) dan pengadaan beras pasaran umum. Total kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp1,3 miliar.

“Tersangka dijerat pasal 1 ayat (1), pasal 2,3 dan 8 UU Tipikor tahun 2001 atas perubahan  UU Tipikor Nomor 20 tahun 1999,” katanya, di Surabaya, Selasa (22/12/2015).

Romy menjelaskan, modus dari korupsi ini, tersangka tidak menyetorkan uang pengadaan gabah yang dibeli dari petani di Kabupaten Ponorogo. Namun, oleh pria yang menjabat sebagai Manager Unit Pengadaan Gabah dan Beras (UPGB) Sub-Drive Bulog Ponorogo ini, uang pembelian beras tidak disetorkan kepada petani.

“Total kerugian negara sekitar Rp1,3 miliar. Itu digunakan tersangka untuk memperkaya diri dengan digunakan membeli mobil dan kepentingan pribadi lainnya,” jelas Romy setelah proses penahanan.
SAN

http://jatim.metrotvnews.com/read/2015/12/22/462889/korupsi-rp1-3-miliar-manajer-bulog-ditahan

Selasa, 22 Desember 2015

Kementan Tuding Bulog Kurang Gesit

Selasa, 22 Desember 2015

JAKARTA (SK) – Be­berapa harga bahan kebutuhan pokok merangkak naik mulai dari bawang, cabai hingga daging menjelang hari Natal dan Tahun Baru 2016. Kementerian Pertanian menuding kenaikan harga itu terjadi akibat Bulog kalah bersaing dengan tengkulak.

Dirjen Hortikultura Kementan Spudnik Sujono menegaskan, kenaikan harga barang kebutuhan pokok sepekan terakhir bukan semata-mata dipengaruhi oleh gangguan pada sisi suplai atau ketersediaan pasokan.

”Dari sisi produksi nggak ada masalah. Saya tanya ke pedagang di pasar induk, kenapa harga naik? Mereka jawab karena suplai terganggu akibat musim hujan,” katanya dalam paparannya kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (21/12).

Menurut dia, jawaban pedagang tersebut dinilai hanya dibuat-buat. ”Saya sudah keliling ke semua sentra produksi bawang, cabai, semua aman. Saya bilang ke pedagang bahwa produksi aman, tapi mereka bilang musim hujan bikin barang sulit diangkut,” ujarnya.

Masalah angkutan, menurut Spudnik, bisa disiasati dengan ditutup terpal atau yang lainnya. ”Hanya soal teknis. Eh, tapi begitu tersudut, mereka bilang, bolehlah Pak, sekali-sekali pedagang dan petani merasakan kenaikan harga. Ini bukti kalau sebenarnya mereka memang mencari momentum untuk menaikkan harga,” katanya.

Spudnik menilai harga yang terbentuk di tingkat pedagang lebih merupakan kewenangan kementerian dan lembaga lain, seperti Perum Bulog dan Kementerian Perdagangan untuk mengendalikannya. ”Jadi, bukan dari sisi produksi, melainkan lebih kepada situasional, yaitu menjelang Natal dan Tahun Baru,” ujarnya.

Meski demikian, menurut dia, kenaikan harga yang terjadi sekarang ini masih dalam batas wajar. Spudnik menilai Bulog kalah bersaing dengan pihak swasta dalam menyerap produksi bahan pangan dari petani.

”Para tengkulak berani nebas (beli) sebelum panen. Sementara Bulog kurang gesit,” katanya.

Berdasarkan data pasar di Kementerian Perdagang­an, rata-rata harga bawang merah secara nasional membubung tinggi dari sekitar Rp20.000 per kilogram (kg) pada awal bulan, kini naik menjadi Rp 32.000 per kg. Demikian pula harga cabai merah kriting, mengalami kenaikan dari rata-rata Rp20.000 per kg menjadi Rp38.000 per kg.

Dari sisi produksi, sentra utama bawang merah Jawa Barat menghasilkan 3.321 ton selama Desember, sementara produksi Januari akan meningkat menjadi 57.871 ton seiring dengan panen raya. Sentra Jawa Tengah menghasilkan 46.994 ton bawang merah sepanjang Desember dan diperkirakan melonjak jadi 66.033 ton pada Januari 2016.

Spudnik kembali menyebutkan, dari sisi produksi tidak ada masalah. Kenaikan harga terjadi karena kebutuhan menjelang Natal dan Tahun Baru yang meningkat.

Selain itu, kenaikan harga produk hortikultura juga bisa disebabkan di satu rantai tata niaga saja seperti adanya pemrosesan di sejumlah pasar. Kalau sebelumnya harga bawang sekitar Rp11.000 – Rp15.000 per kg di tingkat petani, maka setelah diproses seperti pengeringan, harganya melonjak menjadi sekitar Rp30.000 per kg-Rp32.000 per kg.

Ia mengatakan, saat ini harga bawang merah di tingkat petani sekitar Rp19.000 per kg, tapi di pasar harganya bisa mencapai sekitar Rp26.000/kg.

Sebagai ujung tombak produksi pangan, Spudnik mengaku menerapkan manajemen suplai, yakni dengan mencocokkan lama tanam dengan tingkat kebutuhan.

”Misalnya, untuk kebutuhan bulan Maret 2016, berarti harus tanam bulan Desember 2015. Kebutuhan bulan Februari 2016 harus tanam bulan November 2015 dan seterusnya,” ujar dia.

Dengan cara ini, diharapkan kebutuhan bawang setiap bulannya bisa terpenuhi sesuai keperluan. Dengan pasokan yang pas, lonjakan harga pun tidak akan terjadi. Ia mengatakan, penanaman bawang maupun cabai tidak bisa dilakukan serentak satu kali untuk kebutuhan tiga bulan.

”Karena, kalau ditanam serentak, akan terjadi kelebihan pasokan ketika panen. Harganya pasti anjlok. Sementara bulan berikutnya karena nggak ada yang tanam, pasokan nggak ada, harga jadinya melonjak. Ini yang kita hindari. Kalau ada manajemen suplai, naik turun harga tidak akan drastis seperti sekarang,” papar dia.

Disadarinya, penerapan manajemen suplai bukan hal yang mudah dilakukan. Butuh kerja sama berbagai pihak, terutama aparat di daerah, dari mulai pemerintah daerah hingga Dinas Pertanian.

”Kalau pusat sendiri yang menjalankan, nggak akan bisa. Jadi, perlu bantuan sosialisasi terutama oleh mereka yang di daerah. Karena mereka, kan, yang bersentuhan langsung dengan para petani,” katanya. (adi)

http://www.suarakarya.id/2015/12/22/kementan-tuding-bulog-kurang-gesit.html

Bulog Akui Gagal Capai Target Penyerapan Beras

Senin, 21 Desember 2015

Bisnis.com, BANDUNG - Perum Bulog mengakui penyerapan beras sepanjang 2015 gagal mencapai target yang ditetapkan sebanyak 4 juta ton. Hingga November 2015, Bulog mampu membeli beras dari petani sebanyak 70%.

Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu mengatakan, tidak maksimalnya penyerapan beras selama 2015 karena Bulog tidak bisa memaksimalkan penyerapan pada saat panen raya. Karena hingga Juni realisasi pengadaan hanya 1,3 juta ton. Juni-November bisa realisasi 1,4 juta ton.

"Harusnya dalam pengalaman Bulog untuk mengamankan pangan nasional minimal 70% kami lakukan di musim panen," katanya, kepada wartawan di Bandung, Senin (21/12/2015).

Pada tahun depan, Bulog diperintah agar menyerap beras minimal sebanyak 4 juta ton. Sedangkan target gabah sebanyak 1,25 juta ton. Khusus untuk Jabar, penyerapan ditargetkan sebanyak 650.000 ton.

"Sebetulnya dari target tidak naik. Tapi dari realisasi sampai dengan November 2015 realisasi pengadaan hanya 70% dari target 2015, memang naik," ucapnya.

Tugas Bulog, pada tahun depan akan lebih berat lagi karena mereka pun harus mengamankan 11 komoditas pangan lainnya seperti beras, jagung, kedelai, daging sapi, gula, ayam, telur, cabai, bawang, terigu dan minyak goreng.

"Kami yakin bisa berhasil menjalankan tugas itu karena kami akan memanfaatkan mitra pengadaan kami. Selain itu, hanya Bulog yang diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan impor 11 komoditas tersebut," paparnya.

http://bandung.bisnis.com/read/20151221/5/547130/bulog-akui-gagal-capai-target-penyerapan-beras

Jumat, 18 Desember 2015

Bulog akan Perbaiki Sistem Pengadaan Beras

Kamis, 17 Desember 2015

Metrotvnews.com, Semarang: Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu menuturkan Perum Bulog berupaya memperbaiki sistem pengadaan beras agar penyerapan bisa lebih optimal.

"Banyak yang harus dipersiapkan dan diperbaiki, selain itu sistem kerja sama juga harus diperbaiki," katanya dikutip dari Antara, di Semarang, Kamis  (17/12/2015).

Pihaknya berharap ada sikap kooperatif dari mitra Bulog di seluruh Indonesia agar mengirimkan beras ke gudang Bulog sesuai dengan syarat yang sudah ditentukan.

"Jangan beras yang sudah busuk dikirimkan ke kami, itu kan namanya merugikan. Pada dasarnya di Bulog tidak boleh ada beras dengan kualitas jelek," katanya.

Selain itu, pihaknya juga berharap nantinya bisa diberlakukan fleksibilitas harga. Dengan begitu, berapapun harga beras yang berlaku di pasaran tidak menghambat Bulog untuk melakukan penyerapan.

"Fleksibilitas harga maksudnya adalah harga berapapun bisa dibeli, jadi Bulog bisa menyesuaikan harga yang berlaku di pasaran," katanya.

Sementara itu, terkait dengan target penyerapan beras oleh Bulog secara nasional pada tahun depan sebanyak 4 juta ton, menurut dia, diharapkan, 70 persen dari target tersebut dapat direalisasikan pada kurun waktu dari
Januari-Juni.

Sedangkan sisanya diperoleh melalui musim panen gadu yaitu dari Juli hingga akhir tahun.

Dia mengatakan target 2016 sama dengan target penyerapan pada tahun ini. Untuk realisasi penyerapan hingga saat ini diakuinya baru mencapai 70 persen.

Menurut dia, pencapaian baru 70 persen karena Bulog kehilangan momentum panen raya pada tahun ini. Sekadar diketahui, penyerapan baru dimulai April karena menunggu HPP sedangkan panen raya terjadi sebelum April.

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/12/17/461376/bulog-akan-perbaiki-sistem-pengadaan-beras

Ganjar Minta Bulog Jadi 'Tengkulak'

Kamis, 17 Desember 2015

Semarang - Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) diminta Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP menjadi 'tengkulak' resmi pemerintah dalam membeli hasil panen petani, khususnya beras. Bulog dapat menggunakan dana komersil untuk membeli beras, termasuk beras premium.

Hal tersebut disampaikan Ganjar saat membuka acara Sosialisasi dan Sinergitas Kemitraan dalam rangka Mendukung Keberhasilan Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri Tahun 2016 di Gedung Serba Guna Perum Bulog Divre Jawa Tengah, Kamis (17/12). Peran Bulog sebagai 'tengkulak' resmi, menurut gubernur, untuk melindungi petani dari tengkulak-tengkulak liar yang sering memainkan harga beras.

"Suruh gunakan dana komersil, suruh Bulog juga membeli beras-beras premium. Bulog juga sudah punya Bulogmart yang bisa dipakai untuk memasarkan sendiri. Artinya, Bulog bisa dijadikan semacam tengkulak tapi tengkulak resmi," katanya.

Ganjar mengatakan, jika Bulog bisa mengoptimalkankan pengadaan gabah/ beras petani, maka harga beras petani bisa dijaga dan produktivitasnya bisa ditingkatkan. Di lain pihak, para petani bisa menghitung secara matematis jumlah keuntungan yang didapat dari hasil panen mereka.

"Kalau harga panen bisa kita jaga, petani secara matematis bisa menghitung. Luasan saya segini, saya tanam ini, besok saya jual kira-kira dengan harga minimum segini, maka saya akan dapat untung segini," terangnya.

Ditambahkan, saat ini fakta di lapangan juga menunjukkan masih banyak petani yang tidak dapat merasakan hasil panennya karena ada oknum-oknum nakal yang justru mengimpor beras di tengah-tengah panen raya. Selain itu, adapula yang memainkan beras Bulog untuk diputar-putar di pasaran atau dikenal dengan istilah 'Beras Piknik'

"Suplai ke Bulog, habis itu (beras Bulog) dijual. Kualitasnya sedikit buruk, tidak ada yang mau makan di jual lagi ke pasar. Dari pasar dijual lagi ke orang-orang yang menadah kemudian dijual lagi. Beras pikniknya seperti itu," tandas Ganjar.

Dalam kesempatan yang sama, Ganjar menyampaikan tengah berusaha membuat sistem yang dapat memantau komoditas pangan di Jawa Tengah. Sistem tersebut akan memuat luas lahan, komoditas yang ditanam dan kapan komoditas tersebut ditanam maupun dipanen. Jika sistem tersebut dapat terwujud, maka peredaran komoditas pangan di Jawa Tengah dapat diatur untuk didistribusikan di daerah lain yang membutuhkan.

Sementara itu, Kepala Bulog Divre Jawa Tengah Usep Karyana mengatakan pada tahun depan pihaknya berorientasi memberikan kontribusi kepada provinsi lain yang tidak mampu memenuhi produksi beras. Bahkan tidak menutup kemungkinan, dengan surplus beras 3,6 juta ton di tahun 2015, Jawa Tengah dapat melakukan ekspor beras ke negara-negara tetangga.

"Sebagai sentra produksi, ke depan di tahun 2016 semangatnya tidak hanya mandiri, tapi orientasinya mudah-mudahan akan bisa memberikan kontribusi kepada provinsi lain," katanya.

Usep juga menargetkan uang yang beredar dalam rangka pengadaan gabah dan beras petani akan mencapai Rp 6 miliar dengan asumsi mampu menyerap beras petani sebesar 750 ribu ton beras.

(Humas jateng)
http://jatengprov.go.id/id/berita-utama/ganjar-minta-bulog-jadi-tengkulak

Kamis, 17 Desember 2015

Sudah 2 Tahun Tak Ada Raskin di Kulon Progo

Rabu, 16 Desember 2015

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Berbeda dengan wilayah lainya, di Kabupaten Kulon Progo tidak akan ditemukan raskin alias beras miskin.

Di kabupaten ini yang beredar adalah rasda atau beras daerah. Beras ini tidak didatangkan dari luar daerah atau luar negeri, melainkan hasil para petani lokal Kulon Progo.

"Raskin itu kan menyakitkan ya. Kenapa, karena saat itu berasnya banyak impor, dari Vietnam, India, lama di perjalanan dan disimpan jadi apek," kata Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo saat ditemui Kompas.com di rumah dinasnya, Rabu ( 16/12/2015).

Hasto mengungkapkan, sebenarnya hasil panen di Kulon Progo cukup memenuhi kebutuhan raskin.

Dalam setahun secara total Kulon Progo menghasilkan 125.000 ton beras. Sementara untuk kebutuhan raskin hanya 7.000 ton.

"Kenapa tidak ambil beras sendiri. Kan cukup," dia menegaskan.

Manfaat dengan membeli beras lokal Kulon Progo juga banyak. Pertama, uang diterima para petani lokal dan Bulog, tidak ke negara lain.

Kedua, kualitas beras terjaga dan selalu baru karena jarak dari pusat produksi dengan jalur distribusi sangat dekat.

Lewat program "Bela dan Beli Kulonprogo" pria kelahiran 26 Maret 1951 ini lantas melakukan komunikasi dengan para petani.

Dia kemudian merancang pelatihan tentang bagaimana cara memproduksi dan mengemas beras berkualitas bagus, tidak patah-patah.

"Setelah mahir, Desember 2013 kita MoU dengan Bulog. Intinya raskin kami ganti dengan rasda," tambah Hasto.

Di masa depan, lanjut Hasto, pemerintahannya akan terus berusaha meningkatkan hasil panen beras.

Ia juga berencana membuat usulan ke Bulog agar kebutuhan raskin di kota Yogyakarta diambil dari beras produksi Kulonprogo.

Selain itu, demi mewujudkan kemandirian Hasto mewajibkan para PNS di Kulonprogo setiap bulan membeli beras dari petani lokal.

"Ada beras PNS, di sini ada 8.000 pegawa. Per bulan wajib membeli 10 kilogram dari petani lokal Kulon Progo," pungkasnya.

Bulog Perketat Beras

Rabu, 16 Desember 2015

JAKARTA (SK) – Kualitas beras harus tetap dijaga. Karena itu, Perum Bulog akan memperketat beras yang masuk ke gudang hingga sampai di tangan penerima bantuan beras masyarakat sejahtera (rastra).

Direktur Pengadaan Perum Bulog, Wahyu di Jakarta, Selasa mengatakan, selama ini pihaknya mendapat tuduhan kualitas beras yang Bulog salurkan untuk bantuan rastra tidak layak konsumsi atau buruk.

“Memang ada beberapa kasus. Karena itu harus dievaluasi, dari mana asalnya beras tersebut, siapa mitra yang memasok dan bagaimana kondisinya. Jadi ini yang kami harus jawab ke masyarakat sekarang ini,” kata Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu, di Jakarta, Selasa (15/12).

Menurut Wahyu, dalam pengadaan gabah/beras banyak menghadapi masalah, misalnya, masih ditemukan beras tidak sesuai standar masuk ke gudang Bulog, mitra kerja tidak aktif dan royal, sistem pemerikasaan kualitas tidak standar.

Kendala lainnya, lanjutnya, jumlah petugas yang melakukan pengawasan terhadap kualitas gabah/beras tidak cukup jumlah dan kualitas, infrastruktur juga tidak memadai dan harga di lapangan yang kerap terjadi gejolak.

Oleh karena itu, menurut Wahyu, pihaknya akan membuat standarisasi proses pemeriksaan sebelum masuk ke gudang dan disimpan Bulog, untuk menjaga kualitas beras agar tetap baik hingga ke tangan masyarakat penerima.

“Pertanyaan ini yang harus dijawab. Jadi kami perbaiki kualitas SDM yang melakukan pemeriksaan. Karena itu, kami buat sistemnya,” ujarnya. (sab)

http://www.suarakarya.id/2015/12/16/bulog-perketat-beras.html

Rabu, 16 Desember 2015

Dirut Bulog Benarkan Indonesia akan Impor Beras dari Pakistan

Rabu, 16 Desember 2015

MerahPutih Keuangan - Direktur Utama (Dirut) Bulog Djarot Kusumayakti membenarkan pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Perdagangan Indonesia Thomas Lembong, melakukan penandatanganan Momerandum of Understanding (MoU) bersama Pemerintah Pakistan mengenai rencana impor satu juta ton beras dari negara tersebut.

Kata Djarot, impor beras baru dapat dilakukan jika pemerintah membutuhkan tambahan beras yang mendesak karena produksi beras dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan nasional.

"Jadi istilahnya dia (pemerintah Pakistan) memberi komitmen. Kalau sewaktu-waktu pemerintah Indonesia membutuhkan beras, dia (pemerintah Pakistan) bisa menyuplai sebanyak 1 juta ton. Tapikan impor beras yang kemarin (1,5 juta ton dari Vietnam dan Thailand) saja belum selesai, " ujar Djarot ketika dihubungi merahputih.com di Jakarta, Selasa (15/12).

Djarot menambahkan sesuai dengan kebijakan yang berlaku saat ini, impor beras dapat dilakukan oleh Bulog jika untuk keperluan mendesak. Misal tiba-tiba adanya kenaikan harga, el-nino atau bencana lainnya yang tak terduga. Namun tidak menutup kemungkinan beras yang rencananya diimpor dari Pakistan itu juga dapat dilakukan oleh importir beras.

"Karena kitakan tidak tahu kebijakan ke depan akan seperti apa," sambungnya.

Hingga saat ini, cadangan beras yang ada di Bulog mencapai sekitar 900.000 ton. Jumlah tersebut diyakini mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga Januari 2015.

Adapun enam provinsi yang menjadi tumpuan produksi beras di seluruh Indonesia, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan.

Perlu diketahui sebelumnya, media lokal Pakistan menyebutkan negara itu disebut akan mengekspor beras ke Indonesia maksimal 1 juta ton dan MoU pembelian sudah ditandatangani oleh Mendag Thomas Lembong dan Dubes Pakistan untuk Indonesia M Aqil Nadeem. (rfd)

http://news.merahputih.com/keuangan/2015/12/16/dirut-bulog-benarkan-indonesia-akan-impor-beras-dari-pakistan/35651/

Tahun Depan, Bulog Jadi Importir Tunggal Jagung dengan Kuota 2,4 Juta Ton

Rabu, 16 Desember 2015

Jakarta -Pemerintah sudah memutuskan kuota impor jagung pada 2016, dengan volume 2,4 juta ton. Berbeda dari yang sebelumnya, impor akan dilakukan seluruhnya oleh Perum Badan Usaha Logistik (Bulog).

"Sudah diputuskan. Volumenya sekitar 30% dari kebutuhan, yaitu 200.000 ton per bulan atau 2,4 juta per tahun," ujar Panggah Susanto, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, usai rapat koordinasi di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (16/12/2015)

Keputusan tersebut, menurutnya sudah mempertimbangkan angka produksi dalam negeri, yaitu 70% dari total kebutuhan.

"Jagung rata-rata kita impor 30% dari kebutuhan, rata-rata 70% sudah dari dalam negeri," imbuhnya.

Bulog akan menjadi importir tunggal jagung. Lewat keputusan ini, nantinya perusahaan yang ingin mendapatkan jagung, harus membeli ke Bulog. ‎Hal ini ditujukan sebagai bentuk pengawasan pemerintah terhadap komoditas jagung.

"Sudah diputuskan.‎ Impornya oleh Bulog, kalau sebelumnya masing-masing perusahaan‎," tegas Panggah.

Meski demikian, perlu diperhatikan juga harga jagung yang berlaku di level internasional. Diharapkan ‎Bulog tidak kemudian merugi akibat pergerakan harga.

"Memang nanti indikasinya harga. Kemudian kalau harga naik terlalu tinggi bahwa ketersediaan barang nggak ada. Akhirnya nanti indikasinya itu," ungkapnya.


http://finance.detik.com/read/2015/12/16/161628/3097552/4/tahun-depan-bulog-jadi-importir-tunggal-jagung-dengan-kuota-24-juta-ton

Revaluasi, Aset Bulog Bisa Bertambah Minimal Rp 2 Triliun

Jakarta - Perum Bulog belum memutuskan apakah akan mengikuti program revaluasi aset yang sedang didorong oleh pemerintah. Perusahaan pelat merah tersebut masih mengkaji manfaat dilakukannya revaluasi aset bagi perusahaan. Namun demikian, apabila Bulog melakukan revaluasi atas gudang-gudang yang dimilikinya, maka nilai aset BUMN tersebut bisa bertambah minimal Rp 2 triliun. Selain gudang, aset Bulog juga berupa tanah, bangunan, dan juga mesin penggilingan.

Direktur Keuangan Perum Bulog Iryanto Hutagaol mengatakan, selama ini pajak yang dibebankan untuk melakukan revaluasi sekitar 10%, namun pemerintah akan memberikan insentif dengan menurunkannya menjadi hanya 3%. "Kami sedang kaji manfaatnya untuk Bulog secara lebih detil, tertarik atau tidak belum diputuskan. Kalau revaluasi parsial, akan ada tambahan aset Rp 2 triliun, itu baru dari gudang. Tapi kalau normal pajaknya 10%, kemudian menjadi 43%, tentu dalam sebuah perencanaan pajak itu adalah opportunity," kata Iryanto menjawab Investor Daily, kemarin.

Pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid V guna mmeperkuat stabilitas ekonomi nasional. Salah satu di antaranya adalah pengurangan tarif pajak penghasilan (PPh) untuk perusahaan yang melakukan revaluasi aset. Revaluasi aset berlaku untuk BUMN maupun swasta dan individu yang melakukan pembukuan usaha. Bila pengajuan proposal revaluasi sebelum 31 Desember 2015, tarif PPh final revaluasi berkurang dari 10 menjadi 3%. Jika diajukan pada periode 1 Januari-30 Juni 2016, tarifnya 4% sedangkan jika diajukan 1 Juli-31 Desember 2016, tarif 6%.


Pertanian Masih Terpuruk

Rabu, 16 Desember 2015

Apa yang membedakan pembangunan pertanian, khususnya pangan, pada satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, dengan era pemerintahan-pemerintahan sebelumnya?

Kalau melihat dari strategi pencapaiannya, tidak jauh berbeda. Pola lama masih terus digunakan. Pemerintah masih mengandalkan anggaran besar melalui berbagai program subsidi/bantuan sebanyak-banyaknya, memberi insentif harga dengan memaksa harga komoditas pertanian naik di tingkat petani dan pada saat yang sama memberatkan konsumen dan pelaku usaha lain, serta mengambil jalan pintas memangkas impor sekadar mengejar pencapaian swasembada semu.

Kalaupun ada pembeda lebih pada skala bantuannya. Bila era sebelumnya berbagai program bantuan dalam volume kecil, sekarang jauh lebih besar. Misalnya, bantuan alat dan mesin pertanian dari 4.000 unit naik menjadi 80.000 unit.

Pembeda lain yang menonjol dan berorientasi pembangunan pertanian dan pangan jangka panjang adalah perbaikan jaringan irigasi tersier dalam skala besar, serta rencana pembangunan waduk lengkap dengan jaringan irigasinya.

Capaian 2015

Pencapaian yang diraih dalam pembangunan pertanian nasional pada 2015 masih perlu dipertanyakan. Argumentasi yang dibangun bertumpu pada kenaikan nilai tukar petani yang sejatinya belum mencerminkan tingkat kesejahteraan petani secara utuh, dan penghematan devisa negara untuk impor produk pertanian.

Bonus lain dari pembangunan pertanian dan pangan yang serba mau instan adalah terjadi kegaduhan di semua lini, keluhan dari para pelaku usaha, naiknya harga-harga komoditas pertanian-pangan dan merosotnya daya saing produk pertanian, seperti perunggasan, jagung, beras, daging sapi, gula, susu, komoditas hortikultura, kakao, juga karet.

Saat memasuki 2015 masyarakat kelas menengah-bawah semakin berat mengadapi tekanan hidup. Harga beras pada awal 2015 naik tinggi hingga 30 persen, dan tetap tinggi sampai akhir tahun ini sekalipun produksi beras 2015 diperkirakan Badan Pusat Statistik naik signifikan. Beras kualitas medium juga sejak awal November 2015 mulai langka di pasaran.

Jagung yang merupakan bahan baku utama pakan ternak, karena 50 persen bahan pakan berasal dari jagung, pada 2015 harganya meroket. Kenaikan harga jagung 40-50 persen, bahkan sempat menyentuh Rp 5.000 per kilogram, jauh di atas harga jagung dunia yang hanya Rp 3.000.

Kondisi sama dialami peternak ayam petelur. Tekanan harga jagung tinggi membuat mereka berupaya keras menaikan harga telur di tingkat peternak. Meski sudah kompak, tetap saja harga telur sulit diangkat. Lagi-lagi daya beli masyarakat tak mampu menyelamatkan mereka. Peternak ayam petelur sekarang dihantui kebangkrutan.

Sepanjang 2015 dan sejatinya sejak 2013, harga daging sapi cenderung tinggi tidak terkendali. Di tingkat konsumen harga daging sapi tembus Rp 120.000 per kg. Pasca Lebaran mulai turun, tetapi tetap tinggi berkisar Rp 100.000-Rp 110.000 per kg. Kondisi pertanaman kedelai belum menjadi perhatian. Komoditas yang menjadi andalan asupan protein masyarakat kelas bawah selain telur ini semakin tertatih-tatih.

Kebutuhan kedelai naik pesat baik untuk bahan baku tempe, tahu, tauco, kecap maupun untuk konsumsi langsung dan bahan baku susu kedelai, yang usahanya banyak didominasi skala kecil-menengah. Daya saing komoditas kedelai juga maakin payah. Impor kedelai semakin besar dari waktu ke waktu.

Gula juga terus mengalami persoalan. Produksi gula tidak pernah beranjak dari 2,6 juta ton per tahun, padahal kebutuhan gula nasional sudah mencapai 5 juta ton. Untuk konsumsi langsung, usaha UMKM maupun industri makanan-minuman, farmasi, dan kebutuhan industri lain. Komoditas susu sapi tidak pernah mengalami perbaikan. Populasi sapi perah dalam negeri terus menurun. Kontribusi susu sapi dalam negeri terus menurun, sekarang tinggal 15-20 persen dari total kebutuhan nasional. Pada era Orde Baru kontribusi itu hampir mencapai 50 persen. Sapi potong mempunyai harapan dengan adanya tol laut, tetapi belum teruji.

Komoditas kakao dan karet juga terpuruk. Kalaupun ada yang bisa dibanggakan hanyalah minyak sawit. Namun, itu bertahan lebih karena para pemainnya, perusahaan skala besar, memiliki modal dan daya juang tinggi untuk terus mempertahankan pasar dunia. Perkebunan kelapa sawit rakyat tidak begitu banyak mendapat sentuhan pemerintah dan juga terpuruk.

Kapasitas produksi

Masalah utama komoditas pertanian Indonesia terutama pangan adalah rendahnya kapasitas produksi. Keterbatasan kapasitas produksi ini memicu komoditas pertanian kalah bersaing di semua tingkatan.

Kecuali sawit, harga komoditas pertanian Indonesia kalah bersaing dari negara lain. Harga beras dua kali lipat dari Vietnam, begitu pula dengan gula dari Thailand. Harga jagung kita Rp 2.000 per kg lebih tinggi dari jagung impor. Begitu pula harga kedelai dalam negeri juga lebih tinggi dari kedelai impor. Juga harga daging sapi Rp 20.000-Rp 30.000 per kg lebih mahal dari harga dunia.

Pendek kata hampir semua komoditas pertanian Indonesia, kecuali minyak sawit, kalah bersaing. Komoditas pertanian selain dikonsumsi langsung masyarakat juga menjadi bahan baku industri. Karena harga kalah bersaing, industri pengguna otomatis juga kalah bersaing. Begitu pula dengan produk olahannya.

Skala usaha tani rumah tangga pertanian mutlak harus ditingkatkan. Pembangunan pertanian dan pangan Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan usaha tani skala kecil yang bertumpu pada skala pengelolaan lahan padi, jagung, kedelai yang hanya 0,5 hektar per rumah tangga petani dan juga tidak bisa bertumpu pada kepemilikan sapi potong/perah rakyat yang hanya 1-2 ekor per rumah tangga, kepemilikan ayam pedaging dan petelur 2.000 ekor. Namun, harus dalam skala usaha tani yang ekonomis.

Poin utama untuk meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan skala usaha tani, dan petani harus menjadi pemain utama. Untuk komoditas pertanian/pangan peningkatan skala usaha hanya bisa dilakukan dengan menambah areal baku lahan pertanian, dan skala kepemilikan atau pengolahan usaha pertanian oleh para petani. Menambah jumlah ternak peliharaan, dan efisiensi di semua lini.

Pada satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, masalah peningkatan kapasitas produksi petani belum menjadi perhatian. Pemerintah terjebak dalam segala kebijakan berbentuk subsidi atau bantuan, yang tidak memberi jaminan perbaikan pertanian dalam jangka panjang, rentan terjadi penyimpangan, kental nuansa politik serta melenceng dari Nawacita dan cita-cita hidup berbangsa.

(HERMAS E PRABOWO)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/151216kompas/#/9/

Selasa, 15 Desember 2015

Ini Cara Bulog Perbaiki Kualitas Beras untuk Warga Miskin

Selasa, 15 Desember 2015

Jakarta - Perum Bulog akan memperketat beras yang masuk ke gudang guna menjaga kualitas beras tetap baik hingga di tangan penerima bantuan beras masyarakat sejahtera (rastra). BUMN tersebut akan membuat standardisasi proses pemeriksaan beras sebelum masuk ke gudang dan disimpan Bulog, sehingga kualitas beras tetap baik hingga ke tangan masyarakat penerima. Standar baru akan diterapkan mulai tahun depan.

Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu mengatakan, selama ini pihaknya mendapat tuduhan kualitas beras yang Bulog salurkan untuk bantuan rastra tidak layak konsumsi atau buruk. "Memang ada beberapa kasus. Karena itu harus dievaluasi, dari mana asalnya beras tersebut, siapa mitra yang memasok dan bagaimana kondisinya. Jadi ini yang kami harus jawab ke masyarakat sekarang ini," katanya saat Sosialisasi Pengadaan Tahun 2016 di Jakarta, Selasa (15/12).

Dia mengakui, dalam pengadaan gabah/beras banyak menghadapi masalah, misalnya, masih ditemukan beras tidak sesuai standar masuk ke gudang Bulog, mitra kerja tidak aktif dan royal, sistem pemeriksaan kualitas tidak standar. Kendala lainnya, jumlah petugas yang melakukan pengawasan terhadap kualitas gabah/beras tidak cukup jumlah dan kualitas, infrastruktur juga tidak memadai dan harga di lapangan yang kerap terjadi gejolak.

Karena itu, Bulog akan membuat standarisasi proses pemeriksaan sebelum masuk ke gudang dan disimpan Bulog, untuk menjaga kualitas beras agar tetap baik hingga ke tangan masyarakat penerima. "Pertanyaan ini yang harus dijawab. Jadi kami perbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) yang melakukan pemeriksaan. Karena itu, kami buat sistemnya," ujarnya.

Wahyu mengungkapkan, proses yang dilalui yakni beras dari mitra kerja harus diperiksa tim khusus, di ruang khusus yang tertutup, sehingga tidak ada kontak langsung dan kolusi dengan pemilik barang. Selama ini pemeriksa beras berada di gudang, sehingga pemilik barang bisa bertemu langsung dengan pemilik barang. "Ini salah satu perubahan dalam proses pemeriksaan kualitas beras Bulog. Kami akan mulai ketat dalam pemeriksaan. Tim pemeriksa juga tidak bisa berkomunikasi dengan yang punya barang. Kebijakan ini akan kami mulai tahun depan," tuturnya.

Menurut Wahyu, ke depan gabah maupun beras tidak bisa keluar masuk gudang Bulog dari satu daerah ke daerah lain. Karena itu jika satu tempat/gudang tidak bisa masuk karena tidak memenuhi standar, maka di seluruh Indonesia tersebut tidak akan bisa masuk. Selama ini, karena pemerikasaan tergantung SDM yang di gudang, maka kerap terjadi beras yang tidak masuk di salah satu gudang, bisa masuk ke gudang lain di wilayah yang berbeda. "Karena itu persoalan lain yang kami perbaiki adalah petugas pengadaan dan pemeriksa. Selama ini memang SDM kita tidak cukup jumlah dan kualitas," ujarnya.

Kebijakan lain yang akan diterapkan Perum Bulog guna menjaga kualitas, menurut Wahyu, beras yang masuk atau disimpan di gudang dalam kemasan 15 kilogram hanya untuk keperluan penyaluran dua bulan, sisanya dalam kemasan 50 kg. "Kalau kita menyimpan beras dalam kemasan 15 kg dalam jumlah banyak seperti sekarang ini sulit dikawal dan dipertanggungjawabkan kualitasnya. Apalagi kita juga tidak pernah tahu asal-usul beras tersebut," katanya.

Dengan cara itu diharapkan akan lebih terjaga kualitasnya, ujarnya, apalagi ke depan, sebelum beras tersebut disalurkan akan dilakukan reproses lagi guna membersihkan kotoran seperti batu, kemudian baru dikemas dalam karung 15 kg. "Memang akan ada tambahan biaya bagi mitra kerja. Jangan takut, Bulog yang akan bayar. Semua ini untuk menjawab keluhan terhadap kualitas beras Bulog. Kami sekarang konsen terhadap kualitas," katanya.

Sementara itu untuk mengatasi kendala infrastruktur, pihaknya akan membantu memperbaiki kemampuan penggilingan padi yang menjadi mitra Bulog. Kerja sama dengan mitra Bulog nantinya juga akan dilengkapi beberapa persyaratan administrasi, termasuk kemampuan produksi, data pembelian gabah ke petani, petani dimana, luasannya berapa. Selama ini, Bulog tidak pernah mengetahui asal-usul gabah/beras yang disetor mitra BUMN tersebut, karena itu jika kualitas berasnya kurang baik, maka sulit untuk dilakukan penelurusan asal-usulnya. "Ini untuk menjawab bahwa kita membeli gabah/beras di petani. Target kami tahun depan tidak ada lagi rakyat terima beras yang di bawah sandar," tegas Wahyu.

Tri Listiyarini/TL

http://www.beritasatu.com/ekonomi/331851-ini-cara-bulog-perbaiki-kualitas-beras-untuk-warga-miskin.html

Senin, 14 Desember 2015

Gerak Makelar Daging Dipersempit

Senin, 14 Desember 2015

Kapal Pengangkut Sapi Bisa Menurunkan Biaya Hingga 85 Persen

Presiden Joko Widodo mulai menerapkan kebijakan swasembada daging dengan mendatangkan sapi dari Nusa Tenggara Timur (NTT), sehingga bisa menurunkan harga yang sering dipermainkan para makelar.

JAKARTA-Presiden Jokowi di Jakarta, pekan lalu menyambut kedatangan kapal pengangkut sapi dari NTT. Kapal yang mengangkut 353 ekor sapi tersebut berangkat dari NTT pada Minggu 6 Desember Pkl 01.00 WITA dan tiba di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada Jumat pagi.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang ikut mendampingi Presiden mengatakan kapal pengangkut sapi diharapkan bisa mempersempit ruang para makelar. Sebab, di daerah produsen, ada pihak tertentu yang ingin membeli langsung sapi dari peternak dengan harga yang lebih tinggi. Melihat gelagat itu, Kementan bergerak lebih cepat untuk menggagalkannya.

“Melalui jalur tol laut ini harga daging sapi di DKI Jakarta di tingkat konsumen menjadi lebih murah yakni berkisar 65-75 ribu per kg dari sebelumnya di atas 100 ribu per kg,”kata Amran.

Lebih lanjut Mentan menjelaskan, di samping menurunkan biaya angkut sapi pemerintah dengan daerah-daerah produsen telah membenahi 13 pos tarif yang selama ini dianggap sebagai pemicu melambungnya harga sapi.

Dia pun berharap dengan penambahan jumlah kapal pengangkut sapi tahun depan makin banyak lagi efek positif terhadap harga daging sapi di DKI.

“Dengan satu kapal saja sudah ada pengaruhnya apalagi dengan lebih dari satu kapal,”pungkasnya.

Presiden Joko Widodo dalam kesempatan itu mengatakan, kapal pengangkut sapi itu memangkas biaya sekitar 85 persen dari biaya angkut sebelumnya. Jika sebelumnya menelan biaya sekitar 1,8-2 juta rupiah per ekor maka kali ini menurun hingga 320 ribu ekor.

“Jadi, kapal pengangkut ini dapat menekan biaya angkut dari sebelumnya sangat mahal menjadi lebih terjangkau,” kata Jokowi.

Sapi-sapi itu diangkut dengan menggunakan Kapal Motor Camara Nusantara 1 yang di memiliki 500 ruang untuk sapi serta berstandar internasionakarena menggunakan fasilitas AC.

Dalam perjalanannya dari Kupang, NTT ke Jakarta sapi-sapi itu dikawal oleh petugas kesehatan hewan sehingga lebih terawat dan beratnya tidak menurun.

Adapun ke-353 ekor sapi itu berjenis Bali jantan dengan rata-rata memiliki bobot 250-350 kilo gram (kg) dan diperkirakan rata-rata mampu memproduksi daging per ekor sebesar 125 kg.

Pengadaan sapi dari NTT ke DKI Jakarta dilakukan oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) melalui Dolog yang selanjutnya dikirim ke kandang ternak lokal milik Bulog untuk dilakukan pemulihan selama dua hari. Setelah itu baru didistribusikan untuk dipotong.

Beberapa pejabat yang turut mendampingi Presiden dalam kesempatan itu antara lain Menko Pemberdayaan Bidang Pembangunan dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Menteri Perindustrian Saleh Husin. Selain itu hadir juga Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Panglima TNI Gatot Nurmayanto, Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, Dirut Bulog Djarot Kusumayakti, Dirut Pelindo II Persero)R.J. Lino, dan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Syarkawi Rauf. ers/E-9

http://koran-jakarta.com/?40043-%EF%BB%BFgerak-makelar-daging-dipersempit

Harga Sapi Terlalu Rendah

Senin, 14 Desember 2015

Pengusaha Ternak NTT Tidak Ingin Lanjutkan Kerja Sama dengan Bulog

KUPANG, KOMPAS — Pengusaha dan peternak di Nusa Tenggara Timur tidak ingin melanjutkan kerja sama dengan Bulog jika Bulog tetap membeli sapi dari NTT Rp 35.000 per kilogram timbang hidup tiba di Jakarta. Harga ini mengakibatkan harga sapi di tingkat peternak turun dari Rp 30.000 per kilogram menjadi Rp 25.000 per kg.

Apabila pemerintah tetap membeli sapi dari NTT sebesar Rp 35.000 per kg timbang hidup tiba di Jakarta, pengusaha dan peternak di NTT tidak akan menggunakan kapal khusus ternak yang diadakan pemerintah untuk mengirim sapi dari NTT ke Kalimantan, Sulawesi, dan kota lain di Jawa. Ketua Himpunan Pengusaha Ternak Sapi dan Kerbau NTT Daniel di Kupang, Minggu (13/12), mengatakan, pengusaha akan menggunakan kapal jenis lain seperti yang dilakukan selama ini.

"Kalau pemerintah menaikkan harga menjadi Rp 40.000 per kg sapi hidup, berlaku setelah sapi tiba di Jakarta, kerja sama dilanjutkan. Akan tetapi, kalau pemerintah tetap berada pada posisi Rp 35.000 per kg, kami hentikan kerja sama ini. Kalau pemerintah kemudian menekan pengusaha dan peternak dengan tidak mengeluarkan izin pemberangkatan ternak antara pulau ke daerah lain, persoalan berbuntut panjang," kata Daniel.

Rencana awal, pengiriman sapi perdana ke Jakarta dengan kapal khusus ternak sebanyak 500 ekor. Namun, karena belum sepakat dengan harga yang ditetapkan pemerintah, pengusaha hanya mengirim 300 ekor sapi. Sapi tersebut sudah diserahterimakan di Jakarta pada Jumat (11/12).

Sebagaimana diberitakan, pemerintah melalui Kementerian Pertanian memfasilitasi pengiriman sapi potong dari NTT dengan kapal khusus ternak sapi yang disubsidi negara. Harga daging sapi diharapkan bisa lebih rendah menjadi Rp 72.000 hingga Rp 76.000 per kg karena biaya angkut dengan kapal ternak menjadi lebih murah.

Wis Kase, pengusaha ternak asal Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, sangat kecewa dengan proses jual beli sapi dari NTT oleh pemerintah setelah kehadiran kapal khusus ternak. Harga Rp 35.000 per kg sapi hidup tersebut sama sekali tidak menguntungkan pengusaha.

Untuk mendatangkan sapi dari desa-desa di Timor Tengah Utara ke Kota Kupang saja mengeluarkan biaya Rp 1,5 juta per truk atau dari Kefamenanu ke Kupang Rp 1 juta per truk isi 10 ekor sapi. Belum lagi pungutan di setiap pos penjagaan polisi sebesar Rp 5.000 per truk.

Jika selama perjalanan ke tempat tujuan terdapat 10 pos penjagaan polisi, pengusaha mengeluarkan biaya Rp 50.000. Sementara itu, khusus di Pos Perbatasan Wini-Oecussi, Timor Leste, pungutan itu mencapai Rp 200.000 per truk dengan alasan untuk pengamanan perbatasan.

"Tiba di Karantina Kupang, ternak itu harus diberi makan, dan bertahan sampai satu pekan untuk pemeriksaan kesehatan. Saat itu, bobot sapi perlahan mulai menyusut meski diberi makan," kata Wis Kase.

Penyusutan

Wis Kase mengatakan, jika harga Rp 35.000 per kg itu berlaku di Kupang, kemudian diangkut dengan kapal khusus ke Jakarta, tidak dipersoalkan. Namun, karena harga Rp 35.000 per kg itu berlaku di Jakarta, pengusaha rugi besar karena sapi-sapi itu mengalami penyusutan cukup drastis selama perjalanan meski pemerintah menyatakan kapal ternak itu menyediakan pakan yang tidak akan membuat bobot sapi menurun.

Direktur Yayasan Mitra Tani Mandiri Timor Vinsen Nurak mengatakan, selama ini, peternak menjual sapi hidup dengan harga Rp 30.000 per kg kepada pengusaha lokal. Namun, dengan kehadiran kapal khusus ternak, harga sapi di tingkat peternak turun menjadi Rp 25.000 per kg.

"Peternak di bawah yayasan ini enggan beternak jika pemerintah tetap mempertahankan harga itu. Mengapa pemerintah selalu menjadikan petani pada posisi tawar yang rendah, di pihak lain pemerintah mendorong kesejahteraan peternak," katanya.(KOR)

http://print.kompas.com/baca/2015/12/14/Harga-Sapi-Terlalu-Rendah

Tekan Harga Beras, Bulog Intervensi ke Pasar-pasar

SENIN, 14 DESEMBER 2015

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perusahaan Umum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan telah melakukan intervensi pasar untuk beras di beberapa daerah di Indonesia. Intervensi ini dilakukan lantaran ada pergerakan harga beras di daerah-daerah tersebut.

"Hampir di seluruh Indonesia, misalnya di Kepulauan Riau, Jambi, sebagian Sumatera sudah, ke kawasan timur, bahkan ke Papua sudah," kata Djarot saat dihubungi Tempo, Jakarta, Minggu, 13 Desember 2015.

Djarot mengatakan Bulog setiap hari memonitor pergerakan harga beras di daerah. Pergerakan ini dilaporkan oleh perwakilan Bulog di daerah dan kemudian dianalisis di pusat. Selain itu, hampir setiap minggu pihaknya juga melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah.

Setelah dilanda El Nino selama beberapa bulan terakhir, Djarot memperkirakan untuk sawah tadah hujan jika baru menanam pada Desember. Maka diperkirakan baru akan melakukan panen sekitar April 2016 . Karena itu, selama jeda waktu Januari hingga Maret, Bulog harus terus memantau pergerakan harga dan pasokan di lapang.

Djarot mengatakan pada jeda waktu ini Bulog akan memantau apakah persediaan cukup atau tidak. Jika tidak, maka harus diperhitungkan berapa suplai yang bisa disediakan oleh masyarakat. Nantinya juga akan diperhitungkan berapa yang mampu dikeluarkan oleh Bulog.

Menurut dia, masih kurangnya data produksi di masing-masing wilayah membuat Bulog harus bergerak cepat apabila ada pergerakan harga. Untuk melakukan intervensi saat ini Bulog juga memperhitungkannya dari data harga. Hal ini dimaksudkan agar intervensi yang dilakukan tidak terlambat.

Saat ini stok beras ada sekitar 1,2 juta ton. Ini belum dikurangi dengan konsumsi pada Desember ini yang diperkirakan akan menghabiskan sekitar 7 juta ton beras. Sehingga, akan ada 500 ribu ton beras di akhir tahun. Namun, stok juga akan dibantu dengan 700 ribu ton beras impor dari Thailand dan Vietnam. Ditambah 800 ribu ton beras yang nantinya akan dikirimkan antara Januari hingga Maret tahun depan.

MAWARDAH NUR HANIFIYANI

Menegakkan Kedaulatan Petani Kita

Minggu, 13 Desember 2015

Menjadi petani, terutama petani padi, rasanya makin sulit. Ketika harga padi atau beras naik sedikit saja, pemerintah melalui Departemen Perdagangan dan Bulog buru-buru membanjiri pasar dengan beras murah, yang sebagian besar berasal dari beras impor. Tetapi, saat panen raya tiba dan harga anjlok, pemerintah dan Bulog tak sigap menyerap produksi petani. Petani yang posisi tawarnya lemah harus menghadapi sendiri para tengkulak bermodal kuat.

Niat pemerintah membantu petani dengan menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) pada masa panen raya pun tak banyak membantu. Pasalnya, seperti pernah kita lihat, HPP juga bisa jadi justru di bawah harga pasar.

Dengan HPP seperti itu, tentu saja Bulog ogah membeli produksi petani. Sebab, sebagai perum yang misinya juga mengais laba, Bulog tak boleh membeli beras atau padi di atas HPP. Apalagi harga beras di pasar dunia juga cenderung lebih rendah dari dalam negeri. Logika dagang Bulog tentu memilih mengimpor beras ketimbang bersusah payah menyerap produksi petani.

Perubahan Paradigma

Makanya, jangan harap Bulog mau membeli secara langsung padi petani. Apalagi membeli gabah basah yang harus mereka olah sendiri menjadi gabah kering atau beras. Ini mustahil dilakukan, kecuali ada perubahan paradigmatis di kalangan Bulog dan pembuat kebijakan pemerintah umumnya.

Kenapa? Sebab, diakui atau tidak, paradigma yang mewarnai cara berpikir Bulog dan para pembuat kebijakannya selama periode pemerintahan yang lalu ialah paradigma ketahanan pangan (food security). Menurut paradigma dari FAO (organisasi pangan dunia) yang amat pro-perdagangan ini, tak soal bagaimana pangan diproduksi dan darimana berasal. Yang penting ketersediaan pangan alias stok beras nasional mencukupi.

“Mereka bukan memikirkan bagaimana meningkatkan produksi beras dan diversifikasi pangan, tapi justru memanjakan kita dengan produk-produk pangan impor yang lebih murah, karena memang di negara-negara asal komoditas pangan ini memperoleh subsidi besar,” ucap pengamat ekonomi pertanian Indef, Iman Sugema, (Suara Karya, 29/3).

“Mereka bukan memikirkan bagaimana meningkatkan produksi beras dan diversifikasi pangan, tapi justru memanjakan kita dengan produk-produk pangan impor yang lebih murah, karena memang di negara-negara asal komoditas pangan ini memperoleh subsidi besar,” ucap pengamat ekonomi pertanian Indef, Iman Sugema"

Dalam konteks ketahanan pangan inilah budidaya pertanian ala revolusi hijau dan impor pangan murah menjadi relevan. Revolusi hijau bertujuan mendongkrak produksi pangan dengan program intensifikasi pertanian, yang dulu dikenal sebagai Bimas atau Panca Usaha Tani. Program ini awalnya memang mampu mengatrol produksi pangan, seperti dirasakan Indonesia dengan swasembada beras pada 1994.

Namun, revolusi hijau lambat laun menjadi malapetaka, karena membuat petani makin tidak berdaulat dalam lapangan pertanian. Revolusi hijau menjadikan kaum tani kian tergantung input pupuk dan obat kimia serta bibit unggul produksi perusahaan besar (MNC). Sementara kesuburan tanah juga kian buruk dan menurun produktivitasnya akibat asupan bahan kimiawi tanpa henti.  Jadi, swasembada beras pada 1994 bukan berarti kita berdaulat dalam hal pangan.

Sebaliknya, kedaulatan pangan (food sovereignty) mengacu hak suatu negara dan petani menentukan kebijakan pangannya sendiri dengan memprioritaskan produksi lokal guna memenuhi kebutuhan sendiri. Selain itu, juga menjamin tersedianya tanah subur, air, benih, termasuk kredit bagi buruh tani dan petani kecil serta melarang praktek perdagangan dengan cara dumping (Tejo Pramono, 2005).

Yang dimaksud hak menentukan kebijakan pangan ialah para petani sendiri yang memilih cara produksi, jenis teknologi, hubungan produksi, sistem distribusi, hingga masalah keamanan pangan. Jadi, dengan kedaulatan pangan diharapkan petani punya kemandirian dalam proses produksi pangan, tak lagi tergantung kepada pengusaha. Bahkan juga tidak lagi tergantung pada pemerintah dan Bulog. Sebab, dengan kedaulatan pangan, petani bisa menjadi wirausahawan kecil yang mandiri.

Ramah Lingkungan & Berkelanjutan

Kedaulatan pangan juga merupakan program pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan (ecological and sustainable agriculture). Maka tak mengherankan jika banyak LSM mendukung ide kedaulatan pangan sebagai pengganti model ketahanan pangan yang dinilai merugikan petani.

Pengalaman Kuba membuktikan, program kedaulatan pangan mampu menyelamatkan negeri itu dari kesulitan. Akibat krisis yang dihadapinya pasca Uni Soviet ambruk, Kuba memutar kiblat kebijakan ekonomi dari berorientasi ekspor (outward looking) menjadi mementingkan kebutuhan dalam negeri (inward looking), terutama pangan.

Dari pengalaman Kuba bisa disarikan bahwa untuk menyelenggarakan program kedaulatan pangan dibutuhkan perubahan kebijakan sektor pertanian, khususnya pangan, yang meliputi tiga hal (Any Sulistyowati, 2003).

Pertama, perubahan teknologi. Model kedaulatan pangan mengadopsi pola alternatif, yakni pertanian organik, yang memaksimalkan pemakaian sumber daya lokal. Termasuk dengan gerakan menanam kembali spesies padi lokal, penerapan sistem multikultur atau diversifikasi pangan, minimalisasi asupan luar seperti pestisida dan pupuk kimia, dan penyediaan sarana pendukung seperti bioteknologi yang berbasis masyarakat.

Kedua, perubahan produksi. Ini dilakukan dengan pembagian lahan pertanian dan pemanfaatan lahan tidur untuk usaha tani. Ditambah dengan mengintroduksi pertanian perkotaan yang memanfaatkan pekarangan penduduk.

Ketiga, perubahan distribusi, yang antara lain dengan membuka pasar khusus produk pertanian dan penjualan langsung dari petani kepada konsumen guna memotong jalur distribusi yang panjang.

Pengalaman Indonesia

Di negeri kita, upaya ke arah model kedaulatan pangan ini relatif berhasil dicoba oleh Pemkab Bantul DIY dan Sragen, Jawa Tengah. Di Sragen, misalnya, pertanian organik menjadi program unggulan pemerintah daerah di sana. Jumlah kelompok tani organik pun bertambah signifikan. Semula 29 kelompok (639 petani) saat program dimulai (2001), menjadi 247 kelompok (1.721 petani) pada 2004. Total lahan padi organik terus bertambah, dari 232 hektar (2001) menjadi 1.973 hektar (2004). Hasilnya, jumlah produksi padi organik melonjak tajam. Jika pada 2001 dihasilkan 1.187 ton gabah kering giling (GKG), tiga tahun berselang nyaris 11 ribu ton GKG.

Maka, Pemkab Sragen pun berani mencanangkan visi Sragen menjadi sentra beras organik terbesar di Tanah Air pada 2010. Mereka mengerahkan penyuluh lapangan dan membentuk perusahaan pengolahan dan pemasaran pasca panen untuk menampung produksi petani.

Walhasil, kendati tanpa Bulog atau HPP sekalipun, petani organik Sragen bisa meningkatkan kesejahteraannya. Soalnya, harga jual padi organik selalu di atas padi nonorganik. Sementara biaya produksinya justru lebih rendah, lantaran petani cukup memakai kotoran hewan sebagai pupuk dan ekstrak dedaunan setempat sebagai obat hama. Padi organik juga lebih aman dikonsumsi lantaran bebas dari residu pupuk maupun pestisida kimia.

"Pemkab Sragen pun berani mencanangkan visi Sragen menjadi sentra beras organik terbesar di Tanah Air pada 2010. Mereka mengerahkan penyuluh lapangan dan membentuk perusahaan pengolahan dan pemasaran pasca panen untuk menampung produksi petani. Walhasil, kendati tanpa Bulog atau HPP sekalipun, petani organik Sragen bisa meningkatkan kesejahteraannya"

Bagaimana dengan petani di daerah lain, di mana pemerintah lokal belum berminat memberdayakan petani melalui program kedaulatan pangan?

Jika demikian, saatnya petani tak lagi berharap banyak kepada pemerintah, apalagi pemerintah pusat. Pemerintah pusat saat ini jelas hanya peduli untuk menjadikan beras sebagai komoditas politik yang harus dijaga ketat fluktuasi harganya, demi menjaga angka inflasi. Nasib petani sendiri yang terpuruk dari tahun ke tahun, dari generasi ke generasi, tak pernah dijadikan tolok ukur pembuatan kebijakan.

Karena itu, petani harus mampu mengorganisir diri sendiri dan menegakkan kedaulatan pangan dalam kelompoknya sendiri. Dalam hal ini termasuk menyisihkan sebagian hasil panennya untuk konsumsi sendiri, sehingga jika harga beras melambung pada masa paceklik, mereka tak perlu kelabakan atau malah kelaparan.

Setelah itu, perlu disusul kerja sama lintas kelompok tani dan secara bersama mengimplementasikan ide kedaulatan pangan dalam kenyataan. Para petani dapat belajar ke kelompok-kelompok tani di Sragen, misalnya, yang menyelenggarakan kursus singkat pola pertanian organik.

Dengan berdaulat, pilihan kaum tani bukan lagi menanam padi sebanyak mungkin seperti imbauan penguasa, tapi hanya menanam padi sejauh menguntungkan. Jika bertani padi tak lagi menguntungkan, bahkan cenderung merugi jika semua komponen produksi dihitung rinci, saatnya para petani berani memilih: menanam padi secara organik atau bertani jenis tanaman lain yang lebih menjanjikan masa depan.

Sudah saatnya petani memperjuangkan nasibnya sendiri dan menegakkan kedaulatannya!

Aria Bima
Anggota DPR RI 2014-2019 (F-PDIP)

Sabtu, 12 Desember 2015

Kepala Bulog Tersangka Korupsi Rp 1,3 M

Sabtu, 12 Desember 2015

SURABAYA (Indonesia Pagi) - Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menetapkan Kepala Unit Pengelolaan Gabah Beras (UPGB) di Bulog Ponorogo, Nowo Usmanto, sebagai tersangka dugaan korupsi di UPGB Bulog Ponorog. Kerugian negara ditaksir sebesar Rp 1,3 miliar.

Kepala Penyidikan Pidana Khusus (Kasidik Pidsus) Kejati Jatim Dandeni Herdiana membenarkan hal itu. Menurutnya, penetapan tersangka merupakan hasil dari pemeriksaan saksi-saksi dan penambahan alat bukti yang didapat penyidik. Dari hal itu, selanjutnya penyidik melakukan pendalaman dan didapati nama Nowo Usmanto sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kasus ini.

“Kepala UPGB di Bulog Ponorogo, Nowo Usmanto telah kami tetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi yang terjadi di UPGB Bulog Ponorogo,” tegas Kasidik Pidsus Kejati Jatim Dandeni Herdiana, kemarin.

Dijelaskan Dandeni, sampai saat ini penyidik masih menetapkan satu orang tersangka dalam kasus ini. Selanjutnya penyidik akan memeriksa saksi-saksi yang akan diperuntukan bagi tersangka. “Saksi-saksi masih sama seperti yang kami periksa dahulu. Bedanya saksi saat ini dibutuhkan untuk memberikan keterangan terkait tersangka,” katanya.

Adapun saksi yang akan dipanggil, lanjut Dandeni, mereka adalah para petani dan pihak-pihak di UPGB Grupit Sub Drive Bulog Ponorogo. Selain itu, pihaknya juga akan memanggil pihak Bank BRi yang mengurusi rekening atas kasus ini.

Ditanya perihal perhitungan kerugian Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim. Mantan Kasi Intel Kejari Purwakarta ini mengaku belum melakukan koordinasi dengan BPKP Jatim.

“Kami masih berencana untuk meminta bantuan BPKP Jatim dalam menghitung kerugian keuangan Negara dari kasus ini,” ungkap Dandeni.

Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim mengatakan, kasus yang diduga melibatkan UPGB di Bulog Ponorogo ini, terdapat dua modus. Pertama, modusnya adalah Unit UPGB Bulog Ponorogo menerima gabah dan beras dari petani. Sayangnya, Bulog tidak membayar uang hasil panen dari petani sebesar Rp 1,3 miliar. n bd

http://surabayapagi.com/index.php?read~Kepala-Bulog-Tersangka-Korupsi-Rp-1,3-M;3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812982962203e3f8971ed928cec6963a64b49d192

Jumat, 11 Desember 2015

Kepala BKF Dorong Program Raskin Diganti Jadi Bantuan Tunai

Kamis, 10 Desember 2015

Nusa Dua, CNN Indonesia -- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyatakan akan mendorong perubahan mekanisme pemberian subsidi beras untuk rakyat miskin atau yang biasa dikenal program raskin menjadi bantuan tunai (cash transfer). Metode penyaluran uang tunai ini dinilai lebih efisien dan tepat sasaran ketimbang mendistribusi raskin yang membutuhkan tenaga dan biaya.

"Di 2016 kami belum menyentuh subsidi pangan, termasuk Raskin. Mungkin 2017 kami cari bagaimana memperbaiki ketepatan sasaran untuk subsidi pangan. Kalau  menurut saya, yang paling tepat ya cash transfer," ujar Kepala BKF Suahasil NAzara di sela Forum Fiskal Internasional di Nusa Dua, Bali, Kamis (10/10).

Suahasil mengatakan, besar atau kecil nilai subsidi tunai itu relatif tergantung garis kemiskinan. Sedangkan ketepatan sasaran adalah syarat mutlak di dalam penyaluran subsidi.

Untuk itu, menurutnya perbaikan distribusi subsidi perlu diperbaiki agar lebih tepat sasaran. Subsidi pangan dalam bentuk Raskin, kata Suahasil efektifitasnya dinilai kurang oleh Bank Dunia dalam menurunkan tingkat kemiskinan.

"Sekarang Raskin rata-rata yang diterima (Rumah Tangga Sasaran) 5-6 kilogram. Bagaimana memperbaikinya, padahal yang dialokasikan pemerintah itu 15 kilogram," tuturnya.

Kendati demikian, Kepala BKF belum bisa memastikan kapan wacana ini bisa terealisasi. "Kalau menurut kajian teman-teman akademik, memberikan cash jauh lebih efisien dari pada mengotong-gotong beras. Tapi di 2016 belum berubah, masih Raskin," tuturnya.

Selain mendorong perubahan mekanisme pemberian subsidi, Suahasil bilang Pemerintah juga telah menugaskan PT PLN (Persero) untuk mengurangi jumlah sambungan listrik bersubdi dari 44,6 juta sambungan menjadi tinggal 24 juta sambungan.

Ini mengingat alokasi subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 hanya mencapai Rp 38 triliun atau hampir separuh dari APBNP 2015 di angka Rp 73 triliun.

"PLN lagi cari cara  mengurangi jumlah sambungan bersubsidi dari 44,6 juta sambungan menjadi 24-25 juta. Tapi pasti akan berkurang," imbuh Suahasil.
(dim/dim)

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151210202134-78-97416/kepala-bkf-dorong-program-raskin-diganti-jadi-bantuan-tunai/

Pemerintah Teken MoU Impor Beras Dari Pakistan, Bulog Sebut Belum Ada Intruksi

Kamis, 10 Desember 2015

Bisnis.com, JAKARTA – Perum Bulog mengaku belum mendapatkan informasi terkait penandatanganan kesepakatan (MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Pakistan mengenai rencana impor beras dari negara tersebut.

Oleh sebab itu, Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan dia belum mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk dapat merealisasikan impor beras dari Pakistan.

“Saya ga tahu soal MoU, karena bukan dengan saya, dengan Mendag. Dilakukan MoU supaya saat dibutuhkan, sudah ada. Sejauh ini belum ada perintah ke Bulog ,” kata Djarot di Jakarta, Kamis (10/12/2015).

Seperti diberitakan media lokal Pakistan, negara itu disebut akan mengekspor beras ke Indonesia maksimal 1 juta ton dan MoU pembelian sudah ditandatangani oleh Mendag Thomas Lembong dan Dubes Pakistan untuk Indonesia, M Aqil Nadeem.

Sebelumnya, Indonesia pun telah menyepakati impor dengan negara tetangga yaitu Thailand dan Vietnam, yang realisasinya sudah mencapai 350.000 ton. Menurut Djarot, Bulog menargetkan realisasi impor sebesar 700.000 ton hingga akhir tahun ini.

http://industri.bisnis.com/read/20151210/12/500551/pemerintah-teken-mou-impor-beras-dari-pakistan-bulog-sebut-belum-ada-intruksi

Kamis, 10 Desember 2015

Dirut Bulog: Ada pihak ingin kuasai aset Bulog

JAKARTA. Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengungkapkan ada pihak-pihak dengan segala kepentingannya ingin menguasai aset Bulog.

Sejalan dengan perkembangan zaman, ujar Djarot, gudang-gudang ataupun aset Bulog yang dulunya dibangun di wilayah-wilayah di luar ataupun pinggiran kota pelan-pelan masuk dalam wilayah perkotaan.

Demikian juga aset yang dulunya belum masuk dalam kawasan pengembangan, sekarang masuk dalam kawasan pengembangan sebuah kota.

"Dengan posisi aset gudang Bulog yang saat ini masuk di wilayah strategis atau masuk wilayah perkotaan tentunya ada pihak-pihak dengan segala kepentingannya menginginkan aset Bulog untu mereka kuasai dengan berbagai cara. Bahkan mereka menggunakan jalur hukum untuk menguasai aset tersebut," katanya dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara Perum Bulog dengan Kementeri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Senin (7/12).

Nota Kesepahaman yang ditandatangi Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti dengan Menteri ATR/Kepala BPN Fery Mursyidan Baldan itu mengenai Legalisasi dan Penanganan Permasalahan Aset Bulog.

Selain itu, menurut Djarot, persoalan lain terkait aset Bulog yakni ada yang statusnya atas haknya masih berupa girik atau hak pakai sehingga membutuhkan legalisasi/sertifikasi untuk meningkatkan status haknya.

Dengan nota kesepahaman atau MOU tersebut, menurut dia, maka diharapkan Kementerian ATR/BPN dapat memberikan dukungan dalam percepatan legalisasi aset tanah Bulog.

Selain itu, lanjutnya, memberikan perlindungan dan bantuan penyelesaian atas aset tanah Bulog yang akan diduduki secara tidak sah oleh pihak lain.

Sementara itu Menteri ATR/Kepala BPN Fery Mursyidan Baldan menyatakan, pihaknya mendukung upaya percepatan legalisasi aset tanah Bulog, mengingat perusahaan negara tersebut memiliki peran penting dalam ketahanan pangan serta kedaulatan pangan.

"Salah satu (langkah mendorong) kedaulatan pangan ketika gudang-gudang Bulog terproteksi (status haknya)," kata Fery.

Terkait dengan hal itu, menurut dia, pihaknya bersama Perum Bulog akan membentuk tim bersama guna menginventarisasi aset maupun gudang BUMN pangan tersebut.

Diharapkan dalam satu hingga dua tahun ke depan inventarisasi aset maupun gudang Bulog tersebut dapat diselesaikan sehingga nantinya mudah untuk melakukan legalisasi.

Saat ini Bulog memiliki gudang sebanyak 1.550 unit dengan kapasitas tampung sekitar empat juta ton tersebar di seluruh Indonesia termasuk daerah-daerah terpencil. Aset gudang tersebut secara massif mulai dibangun sejak tahun 1970an.

http://industri.kontan.co.id/news/dirut-bulog-ada-pihak-ingin-kuasai-aset-bulog

Ferry Mursyidan Dukung Penataan Aset Bulog

Jakarta - Menteri ATR/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan mendukung sepenuhnya langkah Perum Bulog yang hendak menata ulang aset-aset miliknya, terutama tanah, dengan melakukan legalisasi atas aset-aset tersebut. Pencatatan administrasi kepemilikan atas aset dan tanah menjadi penting guna meminimalkan peluang penguasaan aset tersebut oleh pihak lain yang tidak berkepentingan.

Ferry mengatakan, pihaknya akan membentuk tim bersama untuk menyelesaikan permasalahan terkait aset dan lahan milik Perum Bulog. Selain itu, pihaknya akan menerbitkan surat yang menegaskan status aset dan lahan Bulog tidak akan berubah. Meski ada perubahan nama Bulog dari sebelumnya adalah LPND menjadi Perum. "Kami akan memverifikasi berdasarkan informasi dan laporan dari Bulog, yang mana saja asetnya. Mana saja yang belum diadministrasikan. Kami akan bentuk tim bersama," kata Ferry usai penandatanganan nota kesepahaman penataan aset antara Perum Bulog dan Kementerian ATR/BPN di Jakarta, Senin (7/12).

Ferry mengatakan, pihaknya juga bekerja sama dengan kementerian dan institusi lainnya dalam upaya verifikasi dan legalisasi aset tanah. Selama ini, kementerian atau institusi tersebut cenderung abai mencatatkan kepemilikan atas aset atau tanah secara administrasi yang berlaku. Di sisi lain, Kementerian ATR/BPN terus mendorong pemahaman atas pentingnya pencatatan administrati kepemilikan atas aset dan tanah.

Waspadai Musim Hujan dan Kendala Panen

Rabu, 9 Desember 2015

JAKARTA, KOMPAS — Musim tanam serentak padi di musim hujan 2015 mundur. Dampaknya, panen raya padi 2016 juga akan mundur. Meski panen raya tidak berlangsung saat puncak musim hujan 2016, penanganan pascapanen pengeringan padi harus lebih baik agar panen raya nanti memberikan tambahan pendapatan bagi petani.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Sutarto Alimoeso, Rabu (9/12), di Jakarta. Sutarto juga berpengalaman menjadi Direktur Utama Perum Bulog dan Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan).

Pada saat menjadi Dirjen Tanaman Pangan Kementan, peningkatan produksi padi Indonesia tertinggi dalam sejarah. Begitu pula saat menjadi Dirut Bulog, Bulog mencapai pengadaan beras tertinggi sepanjang sejarah.

Berbekal pengalamannya itu, Sutarto mengatakan, dalam kondisi iklim ideal, musim tanam padi serentak dimulai Oktober-November. Pada 2015 ini, tanam serentak padi baru dimulai minggu kedua Desember.

Karena musim tanam padi serentak mundur 1-1,5 bulan, panen raya padi 2016 juga akan bergeser dari yang seharusnya Januari-Februari 2016 menjadi Maret-April 2016.

Karena mengalami pergeseran, risiko kesulitan penanganan pascapanen seperti pengeringan padi tidak sesulit saat kondisi iklim normal. "Bayangkan apabila panen raya berlangsung Januari-Februari 2016 saat hujan berlangsung setiap hari," katanya.

content

content

content

content

Meski begitu, bukan berarti masalah pengeringan padi bisa diabaikan. Pemerintah tetap harus fokus menangani masalah teknis pengeringan padi.

Dalam konteks ini, revitalisasi penggilingan padi sangat diperlukan. Revitalisasi bukan semata mengganti mesin penggilingan lebih modern, tetapi melengkapinya dengan lantai jemur. Sebab, ini akan sangat efektif menjaga kualitas gabah dan beras.

Dengan menjaga kualitas gabah dan beras tetap bagus, harga jual gabah dan beras bisa tinggi sehingga memberikan pendapatan yang lebih bagi petani.

Di luar masalah lantai jemur dan alat pengeringan padi, pemerintah juga harus mempersiapkan instrumen pengendalian harga gabah/beras yang lebih baik agar harga tidak jatuh.

Berkaca dari pengalaman pengadaan beras 2015, Perum Bulog sudah harus mengatur strategi dari sekarang. Misalnya terkait dengan perkiraan harga gabah/beras pada panen 2016, apakah masih akan terjangkau dengan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras yang ada sekarang.

Hal yang juga harus diingat semakin banyak pemain besar dalam bisnis penggilingan padi dan perdagangan beras, yang berpotensi "mempermainkan" gabah/beras saat panen raya sehingga Bulog tidak akan bisa melakukan pembelian.

"Kalau tidak lagi terjangkau, solusinya apa? Harus sudah dipersiapkan sekarang," katanya. Termasuk dalam strategi pengadaan apakah akan memanfaatkan mitra kerja penggilingan besar saja atau penggilingan menengah dan kecil dengan membangun "jaringan semut".

Apabila memungkinkan, Bulog bisa mulai melakukan pengadaan gabah/beras Februari 2016. Pada April-Mei 2016 Bulog bisa membeli beras 40.000 ton per hari. Dengan demikian, dalam rentang Februari-Mei 2016, total pengadaan beras Bulog harus sudah di atas 2 juta ton setara beras agar stabilisasi harga bisa dilakukan. "Itu hanya bisa dilakukan kalau semua dipersiapkan dengan baik. Jangan sampai saat panen raya harga gabah/beras sangat rendah, tetapi ketika panen raya sudah selesai Bulog tidak dapat beras," ujar Sutarto.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menargetkan luas areal tanam padi pada musim tanam Oktober 2015- Maret 2016 seluas 9 juta hektar. Dengan rata-rata produktivitas tanaman padi 5,2 ton per hektar, artinya pada periode tanam tersebut akan panen 50 juta ton gabah kering giling.

Mentan optimistis target luas tanam akan tercapai karena iklim lebih baik dan cenderung normal. Perbaikan jaringan irigasi tersier 90 persen dari program, bantuan alat dan mesin pertanian 80.000 unit atau naik 20 kali lipat dari tahun sebelumnya.

http://print.kompas.com/baca/2015/12/09/Waspadai-Musim-Hujan-dan-Kendala-Panen

Beras Komersial Bulog Akhirnya Dikonversi ke PSO

Rabu, 09 Desember 2015

Jakarta - Pemerintah akhirnya menyetujui sebanyak 650 ribu ton beras komersial Perum Bulog dikonversi menjadi beras untuk pelayanan publik (public service obligation/PSO). Pemerintah akan membeli beras tersebut sesuai harga pembelian pemerintah (HPP), hanya saja pembayaran selisih harga akan dilakukan setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, dalam rapar koordinasi terbatas (rakortas) pangan di Jakarta, Senin (7/12) malam, pemerintah memutuskan agar beras komersial milik Bulog dijadikan sebagai stok pemerintah. Bulog akan menjual sesuai harga HPP. “Setelah diperikaa BPK, pemerintah akan membayar selisih dari harga. Langkah tersebut dilakukan untuk mengantisipasi dampak El Nino 2015,” kata Djarot di Jakarta, baru-baru ini.

Bulog mengakui, hingga akhir Desember ini Bulog masih membeli beras dari petani dengan potensi sekitar 2-3 ribu ton per hari. Saat ini, Bulog memiliki stok sebesar 1,2 juta ton beras, termasuk di dalamnya beras komersial. Pada saat bersamaan, sebanyak 330 ribu ton beras asal Vietnam telah masuk ke Indonesia. Beras impor tersebut bagian dari penugasan atas Bulog untuk membeli sebanyak 1 juta ton dari Vietnam dan 500 ribu ton dari Thailand.

Djarot mengatakan, posisi stok saat ini cukup dan akan terus dijaga hingga akhir tahun. Meski dengan syarat, kekeringan akibat El Nino tidak berlanjut dan hujan mulai merata agar air tanah mencukupi. Dengan demikian, petani mulai bisa menanam. Diharapkan juga tidak ada fenomena La Nina dan bencana alam. “Kalau itu terkabul, posisi stok Bulog diharapkan aman hingga panen raya 2016. Stok untuk awal tahun depan memang agak rendah, sekitar 1 juta ton koma sekian. Tapi kan masih ada panen sedikit-sedikit. Kami beli, untuk tambal sulam," kata Djarot.

Dia menjelaskan, saat ini Bulog memiliki beras PSO, komersial, dan impor dengan total sebanyak 1,5 juta ton. Dalam perhitungan Bulog, angka tersebut cukup sampai akhir tahun. Hingga akhir tahun ini, beras impor akan masuk 700 ribu ton dan saat ini Bulog memiliki 650 ribu ton beras komersial. “Hingga akhir Desember 2015, kami melakukan operasi pasar (OP) dan kegiatan penyaluran lain. Mungkin kekurangan PSO sekitar 150-250 ribu ton. Dikurangi dari yang 1,35 juta ton, berarti sampai akhir tahun ada sekitar 1,2 juta ton. Pada panen raya tahun depan, kami siap, sehingga stok bisa banyak," jelas Djarot.

http://www.beritasatu.com/industri-perdagangan/329460-beras-komersial-bulog-akhirnya-dikonversi-ke-pso.html

Aset Bulog, Dulu Di tengah Sawah Kini Di tengah Kota

Rabu, 9 Desember 2015

JAKARTA (Pos Kota)-Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengungkapkan, banyak pihak yang mengincar aset Bulog yang berupa areal pergudangan yang tersebar dimana-mana. Mereka ‘mengintip’ celah kelemahan untuk bisa menguasai aset tersebut dengan berbagai cara.

“Aset Bulog banyak yang berupa lahan untuk pergudangan yang dibeli sekitar tahun 1970-an. Tidak sedikit lahan tersebut yang belum disertifikatkan,” kata Djarot seusai MoU dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursidan Baldan.

Menurut dia, saat dibeli lahan untuk pergudangan tersebut berada di sekitar lahan persawahan. Namun seiring perkembangan jaman tidak sedikit dari gudang tersebut kini berada di tengah kota akibat sawahnya telah beralih fungsi menjadi kawasan permukiman dan perkantoran.

Akibatnya lahan yang sebelumnya berharga murah dan berada di daerah pinggiran kini berubah menjadi mahal karena berada di tengah kota. Tentu sangat wajar jika banyak yang tergiur untuk bisa menguasainya.

Apalagi setelah mengetahui masih banyak aset Perum Bulog tersebut yang status kepemilikannya masih berupa girik atau hak pakai. Dengan mencari-cari kelemahannya mereka berusaha menggunakan berbagai cara termasuk jalur hukum untuk bisa menguasai aset tersebut.

Karena itulah untuk mengamankan aset-asetnya yang tersebar di mana-mana Perum Bulog menjalin kerjasama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) untuk meningkatkan status kepemilikan lahannya menjadi sertifikat hak milik. Dengan adanya nota kesepahaman atau MOU tersebut diharapkan Kementerian ATR/BPN dapat memberikan dukungan dalam percepatan legalisasi aset tanah Bulog.

Sementara itu Menteri ATR/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, pihaknya mendukung upaya Perum Bulog untuk memperkuat legalisasi aset-asetnya yang berupa lahan pergudangan. Langkah ini diharapkan bisa membuat Bulog lebih fokus dalam menjalankan tugas sebagai stabilisator harga pangan.

Sebagai langkah awal antara Perum Bulog dan Kementerian ATR/BPN segera menginventarisir aset-aset Bulog yang tersebar di sejumlah daerah. Untuk itu akan dibentuk tim gabungan yang akan menginventarisir aset dilanjutkan dengan peningkatan status kepemilikannya jika status lahannya sudah clear.

(faisal/sir)
http://poskotanews.com/2015/12/09/aset-bulog-dulu-di-tengah-sawah-kini-di-tengah-kota/

Senin, 07 Desember 2015

Tata Aset, Bulog Gandeng Kementerian Agraria

Senin, 07 Desember 2015

Jakarta - Perum Bulog dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/ Mou) bersama dalam rangka legalisasi dan penanganan pernasalahan aset tanah perusahaan pelat merah tersebut. Melalui MoU tersebut, Kementerian ATR diharapkan memberikan dukungan pembinaan, monitoring, evaluasi, dan tindakan guna mendukung percepatan legalisasi aset tanah Bulog.

Penandatangan dilakukan oleh Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti dan Menteri ATR Ferry Mursyidan Baldan di Jakarta, Senin (7/12). Saat ini, Perum Bulog memiliki 1.550 unit gudang berkapasitas sekitat 4 juta ton. Aset yang mulai dibangun sejak 1970-an tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Infrastruktur tersebut untuk menopang peran Bulog untuk pengadaan gabah atau beras sekitar 3-4 juta ton setiap tahunnya.

Dalam siaran pers yang dilansir Bulog, dengan MoU tersebut diharapkan memberi perlindungan dan bantuan untuk percepatan penyelesaian atas aset Bulog yang diduduki secara tidak sah oleh pihak lain. Dalam catatan Bulog, saat ini terdapat beberapa aset yang status atas haknya masih berupa girik atau hak pakai. Karena itu, dibutuhkan legalisasi atau sertifikasi untuk menaikkan statusnya. “Posisi sejumlah gudang Bulog yang berlokasi di wilayah strategis potensial hendak dikuasai oleh pihak-pihak tertentu dengan berbagai cara. Bahkan, menggunakan jalur hukum untuk menguasai aset tersebut. Di sinilah legalisasi aset diperlukan,” tulis siaran pers tersebut.

http://www.beritasatu.com/ekonomi/328379-tata-aset-bulog-gandeng-kementerian-agraria.html

Bulog Serius Garap Bisnis Hulu Pangan

Minggu, 06 Desember 2015

Jakarta - Perum Bulog berniat menyeriusi bisnis hulu pangan mulai tahun depan. Perusahaan pelat merah tersebut akan terjun langsung dalam budidaya tanaman (on farm), baik secara mandiri maupun dengan mejalin kemitraan. Upaya ini merupakan bagian dari strategi Perum Bulog untuk menggenjot pengadaan gabah/beras atau komoditas pangan lainnya dari dalam negeri.

Direktur Komersial Perum Bulog Fadzri Sentosa mengungkapkan, saat ni kegiatan on farm masih dalam tahap riset dan pengembangan (R&D) yang dilakukan di tiap divisi regional (divre). Lahan yang dikelola pun masih sangat terbatas, misalnya 8 hektare (ha) di kawasan Cibitung dan ini akan ditingkatkan menjadi 20 ha pada tahun depan. “Mulai tahun depan, kami akan lebih serius masuk ke lini bisnis on farm, baik terjun langsung maupun melalui kemitraan, maunya dikembangkan seluas 1.000 ha setiap tahunnya,” ungkap Fadzri, baru-baru ini.

Pada 2016, kata dia, Bulog menargetkan bisa melakukan pengadaan dari dalam negeri sebanyak 4 juta ton dengan 1 juta ton di antaranya merupakan beras komersial. Untuk mencapai hal tersebut, salah satu yang dilakukan Bulog adalah dengan menggarap program on farm. “Kami memiliki 12 program transformasi Bulog, yang pertama adalah dengan lebih turun ke sawah (on farm). Bisa sendiri atau bahkan dengan melakukan sinergi dengan BUMN lain,” jelas dia.

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti pernah mengatakan, pihaknya akan masuk ke sektor hulu pangan dengan mengembangkan usaha tani pola on farm. Usaha itu mencakup kegiatan budidaya komoditas padi, kedelai, jagung, cabai merah, bawang merah, dan komoditas lainnya yang potensial dilakukan oleh Perum Bulog dengan menggunakan pola mandiri, kemitraan, dan sinergi.