Kamis, 30 April 2015

Pemerintah Belum Punya Pedoman Penyaluran Tepat Sasaran

Kamis, 30 April 2015

JAKARTA, KOMPAS — Walaupun sudah 16 tahun menjalankan, pemerintah dinilai belum mempunyai pedoman khusus pembagian beras untuk rakyat miskin. Tanpa pedoman khusus, praktik penyaluran bantuan beras untuk rakyat miskin tidak tepat sasaran, tidak tepat waktu, dan tidak tepat jumlah.

"Pedoman ini sangat penting karena pembagian raskin (beras untuk rakyat miskin) melibatkan banyak institusi dari tingkat pusat ataupun di daerah," kata Juru Bicara Badan Pemeriksa Keuangan Yudi Ramdan Budiman di Jakarta, Rabu (29/4).

Penyaluran raskin yang menyangkut 15 juta rumah tangga penerima manfaat dengan nilai Rp 18,8 triliun pada 2014 seharusnya dilakukan dengan sistem dan mekanisme yang bisa digunakan di setiap institusi. Dengan demikian, setiap pihak yang terkait mengetahui siapa mengerjakan apa.

"Organisasi pelaksana raskin ini sangat banyak, dari Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Bulog, hingga pemerintah daerah dengan berbagai tingkatan. Tim koordinasi yang dibentuk ternyata belum punya gambaran pekerjaan sehingga sering kali keputusan yang diambil kurang tepat," kata Yudi.

Persoalan lain, pemutakhiran data yang tidak jalan. Data untuk pembagian raskin tahun 2014 ternyata memakai data tahun 2011. Data yang ada tidak divalidasi sehingga pembagian bantuan itu tidak tepat sasaran. Seharusnya, pemda melakukan pemutakhiran data dan melaporkan secara berjenjang ke tingkat yang lebih tinggi.

Data yang tidak tepat berakibat penerimaan beras yang tidak sesuai jumlah. Seharusnya setiap rumah tangga menerima 15 kilogram beras per bulan. Namun, karena jumlah rumah tangga yang miskin bertambah, jatah beras tidak mencukupi. Akhirnya, setiap rumah tangga menerima beras kurang dari 15 kilogram.

"Pembagian raskin ini sangat penting karena bisa menekan inflasi. Ketika November-Desember 2014, raskin tidak dibagikan, harga beras melonjak sehingga terjadi inflasi," ujar Yudi.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati berpendapat, data yang tak akurat merupakan persoalan mendasar di semua program sosial pemerintah, bukan hanya pada raskin. Masalah terbesar meliputi pengadaan, pola distribusi, dan koordinasi. Untuk pengadaan, misalnya, sejauh ini beras yang dibagikan selalu mempunyai keragaman jenis dan harga. Cerita yang beredar bahkan menyebutkan beras tidak layak konsumsi.

"Rantai itu belum pernah dievaluasi pemerintah sehingga pembagian raskin yang buruk selalu terulang. Pemerintah seharusnya mulai menyusun standar baku pengadaan, pola distribusi, dan koordinasi atau penanggung jawab pembagian," kata Enny.

(ARN/MED)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150430kompas/#/18/

Komisi IV meminta Bulog perhatikan kualitas raskin

Rabu, 29 April 2015

Palu (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Ibnu Mustazam meminta Badan Urusan Logistik memperhatikan kualitas beras untuk masyarakat miskin di Palu, Sulawesi Tengah.

"Saya minta Bulog menjaga dan meningkatkan kualitas raskin yang disalurkan kepada masyarakat miskin setiap tahunnya," katanya di lokasi gudang beras Bulog di Kelurahan Tondo, Kecamatan Palu Timur, Selasa.

Dalam kunjungannya bersama rombongan Komisi IV DPR RI yang membidangi Pertanian, Kehutanan, Pangan, Perikanan, dan Kelautan, Ibnu bertanya kepada sejumlah warga penerima raskin soal kualitas beras yang mereka terima dari Bulog.

"Saya mau tanya dan jawab dengan jujur apa bapak dan ibu pernah menerima jatah raskin kualitasnya jelek," katanya.

Spontan saja dijawab warga penerima raskin. "Kami belum pernah menerima jatah raskin kualitas jelek. Berasnya cukup bagus," kata Nyonya Stevani, seorang penerima raskin di Kelurahan Tondo.

Ia berharap Bulog sebagai salah satu BUMN yang dipercayakan pemerintah untuk membeli gabah, beras dan menyalurkan raskin di daerah-daerah, termasuk Sulteng untuk tetap memperhatikan soal kualitas raskin.

Bulog Akui Ada Beras tidak Berkualitas

Rabu, 29 April 2015

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pelayanan Publik Bulog Lely Pelitasari mengakui bahwa, di beberapa Titik Distribusi memang ditemukan beras raskin yang waktu penyimpanannya sudah melebihi batas sehingga memiliki kualitas buruk. Apabila hal ini ditemukan, Bulog memberikan jaminan untuk mengganti stok beras tersebut dengan yang baru dan berkualitas baik dalam jangka waktu 2x24 jam.

“Tugas Bulog menyalurkan beras dari gudang ke Titik Distribusi, ketika ditemukan beras dengan kualitas tidak bagus di Titik Distribusi sebenarnya merupakan kewenangan pemerintah daerah setempat,” kata Lely kepada Republika, Rabu (29/4).

Lely mengatakan, pada 2014 Bulog menyalurkan beras raskin sebanyak 2,75 juta ton dengan ukuran 15 kilogram per kantong. Dari jumlah tersebut, Bulog mencatat jumlah beras dengan kualitas tidak baik yang dikembalikan dan diganti hanya sekitar kurang dari 0,5 persen. Meski jumlahnya sedikit, Bulog tetap melakukan upaya perbaikan dan perawatan gudang di sejumlah divre.

Menurut Lely, ada sejumlah kasus yang menyebabkan beras raskin berkualitas tidak baik. Diantaranya penyimpanan di Titik Distribusi yang terlalu lama yakni lebih dari satu tahun, serta terkena hujan selama dalam perjalanan dari gudang. Lely mengatakan, untuk tetap mempertahankan kualitas beras yang baik, pada tahun ini Bulog melakukan regulasi yang agak ketat dalam pembelian beras sehingga diharapkan tidak ada lagi keluhan di lapangan.

“Kami telah melakukan monitoring kualitas beras setiap dua pekan dan tahun ini intensitasnya ditingkatkan menjadi setiap satu pekan oleh internal quality control Bulog,” kata Lely.

Lely mengatakan, pada Januari 2015 Bulog telah meminta bantuan dari surveyor independen untuk melakukan survei terhadap kualitas beras di gudang tingkat provinsi. Survei dilakukan sebelum beras dikeluarkan untuk disalurkan kepada Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat. Menurut Lely, sebenarnya sebelum beras disalurkan Bulog telah melakukan pedoman pengecekan yang dilakukan oleh Tim Koordinator provinsi/kabupaten.

Pengecekan dan pengawasan tersebut sudah dilakukan mulai Oktober  2014, berdasarkan kajian dan rekomendasi yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Sementara itu, terkait data penerima raskin ditetapkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan berdasarkan data terpadu dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Badan Pusat Statistik. Lely mengatakan, Bulog tinggal menerima dan menjalankan tugas pendistribusian raskin sesuai data yang telah ditetapkan.

Kemungkinan Program Raskin Bersyarat

Rabu, 29 April 2015

SATUHARAPAN.COM – Program raskin berulang kali menjadi perhatian publik, termasuk menjadi perhatian Bank Dunia, ADB, OECD, Bappenas, dan KPK, menyangkut keefektifan dan efisiensinya. Isu tersebut selalu muncul sehingga Pemerintah perlu berulang kali menyempurnakan program ini.

Raskin diperkenalkan sejak krisis ekonomi tahun 1998, sebagai bentuk jaring pengaman sosial bagi rumah tangga miskin (RTM). Saat ini beberapa negara menerapkan in kind transfer program, pemberian dalam bentuk natura, seperti raskin. Sebagian besar negara menggunakan cash transfer program, pemberian dalam bentuk uang tunai. Beberapa negara mengaplikasikan conditional cash transfers (CCTs) atau bantuan langsung tunai yang bersyarat.

Skema bersyarat ini populer di berbagai negara berkembang karena di samping mengurangi kemiskinan juga mendorong penerima manfaat untuk melakukan investasi SDM dalam bentuk kesehatan dan pendidikan anak-anak mereka. Majalah the Economist (Juli 2010), dalam tulisan berjudul “Anti Poverty Programmes: Give the Poor Money”, mengungkapkan tentang keberhasilan conditional-cash transfer dalam mengurangi angka kemiskinan di berbagai negara berkembang, seperti Filipina, Kirgistan, Brasil, Pakistan, Bangladesh, Haiti, dan Kamboja.

Demikian bagusnya sehingga megapolitan New York pun mengadopsi program ini. Program itu diklaim dapat membantu jutaan orang miskin di seluruh dunia.

Di lain pihak, Bank Dunia dan ADB berpendapat, transfer dalam bentuk natura (seperti raskin) menimbulkan biaya mahal dan berisiko tinggi terhadap penyimpangan. Boleh saja mereka berpendapat seperti itu, namun kita tahu bahwa raskin mempunyai keunggulan-keunggulan yang sangat spesifik dan tidak tergantikan.

Program raskin mempunyai berbagai potensi manfaat. Pertama, aspek mikro: Program Raskin mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga, memperbaiki konsumsi gizi mikro, memperkecil poverty gap RTM, meningkatkan kemampuan RTM untuk peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan permodalan usahanya.

Kedua, aspek makro: Program Raskin merupakan outlet bagi beras pembelian di pasar domestik oleh Bulog (terkait erat dengan kebijakan perberasan nasional yaitu pembelian beras petani, program stabilisasi harga, dan kebijakan stok penyangga), mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan (karena 2/3 penerima raskin berdomisili di pedesaan), berperanan tidak langsung dalam stabilisasi harga beras antartempat dan antarwaktu, menciptakan dampak distribusi pendapatan baik antarsektor, antarwilayah, maupun antarkelompok pendapatan, serta mengurangi angka kemiskinan.

Pergeseran dari raskin menjadi bantuan dalam bentuk uang tunai tentu akan berimplikasi pada kebijakan pangan pemerintah. Akan terjadi perubahan yang tidak mudah. Kalau pemerintah memang ingin mempertahankan raskin, timbul pertanyaan: apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi raskin? Apakah mungkin raskin dilengkapi dengan persyaratan, sehingga dapat berdampak lebih luas untuk peningkatan kesejahteraan RTM?

Transfer Pendapatan Bersyarat

Conditional Cash Transfer Program (CCTP), disebut oleh the Economist sebagai ‘the world’s favourite new anti-poverty device’ (cara untuk mengatasi kemiskinan yang paling favorit di dunia), merupakan skema pembagian uang kepada penduduk sangat miskin dengan persyaratan tertentu.

Persyaratan tersebut terkait dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Persyaratan yang diterapkan dapat berupa prosentase minimum kehadiran anak-anak mereka di sekolah, atau jika bayi-bayi mereka telah divaksinasi.

Program ini diklaim mampu mengurangi kemiskinan, memperbaiki distribusi pendapatan, dan dapat diselenggarakan dengan biaya murah. Karena dikaitkan dengan program pendidikan dan kesehatan, CCTP ini  juga diklaim dapat menciptakan generasi penerus yang lebih baik. Di Bangladesh, Kamboja, dan Pakistan, skema itu dilaporkan mampu mendorong partisipasi anak-anak perempuan bersekolah.

Namun, penerapan program ini bukan tanpa kelemahan. Di Brasil, CCTP dianggap bias karena lebih efektif di pedesaan daripada di perkotaan. Program ini dianggap lebih efektif di pedesaan karena mampu memberikan insentif bagi keluarga miskin untuk memperoleh pangan, air bersih, pendidikan dasar, dan fasilitas kesehatan. Di kota, program transfer uang ini kurang efektif karena terganggu besarnya angka kejahatan, tingginya penyalahgunaan narkotika, besarnya angka perceraian keluarga, dan meluasnya praktik buruh anak-anak.

Di Indonesia, pemberian dalam bentuk uang, seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai, belum bersifat conditional) dapat terganggu keefektifan karena penerimaan dalam bentuk uang tidak selalu dimanfaatkan oleh RTM penerima manfaat untuk tujuan-tujuan yang produktif. Tidak selalu digunakan untuk memperbaiki kualitas kesehatan, pendidikan, dan permodalan sehingga dampak kesejahteraannya dipertanyakan. Yang sudah dilengkapi dengan persyaratan adalah Program Keluarga Harapan dan PNPM Generasi Sehat dan Cerdas.

Apa Tambahan Manfaat Raskin Jika Bersifat Konditional?

Presiden Haiti, Réne Préval, pernah memberikan penghargaan kepada koperasi susu yang berhasil menerapkan program bantuan natura bersyarat. Koperasi tersebut mensyaratkan anak-anak keluarga miskin penerima bantuan harus masuk sekolah. Ternyata penambahan persyaratan dalam program bantuan dalam bentuk natura dapat dilakukan dengan baik. Skema itu dapat juga diterapkan untuk raskin.

Jika terdapat penambahan persyaratan yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan,  program Raskin juga akan mendorong peningkatan kualitas SDM penerima manfaat. Dengan kualitas SDM lebih baik, maka akan terjadi perbaikan produktivitas SDM sehingga program raskin akan lebih efektif memberikan kontribusi bagi pengentasan kemiskinan dengan dampak kesejahteraan dan dampak distribusi pendapatan yang lebih baik.

Dengan SDM yang lebih kompetitif, keluarga penerima raskin mampu memperoleh pendapatan lebih besar, dan meraih kesejahteraan yang lebih baik. Peningkatan kesejahteraan akan menghilangkan status miskinnya. Keluarga tersebut tidak lagi hidup di bawah garis kemiskinan dan exit strategy dapat terwujud. Dengan kualitas pendidikan dan kesehatan yang lebih baik, dapat terwujud generasi penerus yang lebih produktif dan kompetitif.

Dengan lingkup program raskin yang sangat luas, dengan jumlah RTM penerima manfaat sekitar 15,4 juta yang tersebar di seluruh Tanah Air, manfaat penambahan persyaratan tersebut tentu akan sangat besar. Namun, konsep Raskin Bersyarat ini bukan hal yang sederhana, dan tidak mudah. Jika diterapkan, program raskin akan lebih “mahal” karena akan menimbulkan implikasi dalam bentuk tambahan anggaran, tambahan beban pekerjaan administrasi, dan tambahan beban pekerjaan bagi pelaksana lapangan. Karena tidak mudah dan tidak sederhana, penerapan dalam bentuk pilot project di beberapa daerah dapat dilakukan pada tahap awal.

Mohammad Ismet PhD adalah Wakil Rektor Bidang Kerjasama, Universitas Cokroaminoto Yogyakarta; Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha Perum Bulog, 2007-2009; dan Staf Ahli Bulog, 2009-2011.

http://www.satuharapan.com/read-detail/read/kemungkinan-program-raskin-bersyarat

Rabu, 29 April 2015

Bulog belum Maksimal Serap Gabah

Rabu, 29 April 2015

Tanpa kesigapan langkah Bulog, upaya petani menyejahterakan diri lewat kerja keras menjadi sia-sia.

PEMKAB Sukoharjo kerepotan mene rima keluhan petani yang merasa ti dak terbantu saat harga gabah jatuh, seiring belum maksimalnya Bulog dalam menyerap gabah hasil panen raya yang beberapa hari ke depan sudah usai.
“Pada pertengahan April lalu, petani masih bisa senyum tipis karena harga gabah masih bisa bertahan di kisaran Rp3.700. Tetapi, ketika belakangan harga makin merosot sampai Rp3.400, mestinya Bulog bergerak cepat menerima gabah petani sesuai HPP terbaru,“ ujar Kepala Dinas Pertanian Sukoharjo, Netty Harjianti, kemarin.

Ia berharap Bulog mendengarkan keluhan petani yang berupaya menghindari ceng keraman tengkulak, yang terus mempermainkan harga gabah hingga terjun bebas mendekati angka Rp3.000. Lembaga stabilisasi harga beras ini diharapkan turun menjemput gabah atau beras petani sesuai HPP.

Tanpa kesigapan langkah Bulog, upaya petani menyejahterakan diri lewat kerja keras menjadi sia-sia. “Padahal peningkatan per hektare bisa capai 2 ton lebih. Tapi kalau harga jatuh, ya sama saja kesejahteraan petani juga terhambat,“ imbuh Netty.

Pemkab Sukoharjo hanya bisa menolong petani dengan menggunakan dana talangan daerah untuk membeli gabah petani sesuai HPP guna keperluan lumbung pangan daerah. Namun, kemampuan pembelian tidaklah begitu besar, sehingga kalau Bulog bersinergi secara maksimal, harapan petani untuk sejahtera akan tercapai.

Di Lampung, upaya Bulog untuk menyerap gabah dan beras mendapat pujian dari Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi).

Menurut Ketua Perpadi Lampung, Medi Istianto, dengan harga pasar saat ini yang jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP), Bulog tidak hanya melakukan upaya jemput bola, tetapi juga banyak melakukan sosialisasi. Di antaranya tentang Inpres Nomor 5/2015. “Upaya yang dilakukan Bulog ini sangat luar biasa dan membanggakan,“ kata Medi, kemarin.

Langkah Bulog untuk mencapai target serapan padi dan gabah sendiri, kata Medi, memang sangat berat. Banyak petani yang menjual gabah ke pihak lain dengan harga di atas HPP.

Guru Besar Fakultas Pertanian UGM Profesor Mashuri pun tidak menepis bahwa saat ini Bulog menghadapi tantangan yang sangat besar. Berbagai tantangan tersebut membuat Bulog mau tidak mau harus berjuang ekstra keras dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.Gagal panen Di Nusa Tenggara Timur, sedikitnya 541 hektare tanaman padi di enam desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan, dilaporkan gagal panen akibat kekeringan. Enam desa itu ialah Tuafanu, Kiufatu, dan Tonineke di Kecamatan Kualin, dan Desa Polo, Bena, dan Oebelo di Kecamatan Amuban Selatan.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Timur Tini Thadeus minta pemerintah daerah segera melakukan intervensi, terutama membagikan beras kepada petani.

Di Jawa Timur, sebagian petani sejumlah kecamatan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo di Kabupaten Bojonegoro mulai menanam padi pada musim tanam (MT) ke dua ini. Hal ini dilakukan karena curah hujan sepanjang kawasan setempat masih tergolong tinggi.

Selain itu, debit permukaan Sungai Bengawan Solo juga masih melimpah sehingga tidak dikhawatirkan bakal mengalami puso.“Ya, sepekan ini kami mulai mengolah lahan untuk persiapan tanam,“ ungkap Fahim, petani Desa Ngablak, Kecamatan Dander, kemarin. (NV/PO/YK/FL/N-1) widjajadi@mediaindonesia.com

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2015/04/29/ArticleHtmls/Bulog-belum-Maksimal-Serap-Gabah-29042015024005.shtml?Mode=1#

DPR MINTA BULOG TINGKATKAN KUALITAS RASKIN

Selasa, 28 April 2015


WE Online, Palu - Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Ibnu Mustazam meminta Badan Urusan Logistik memperhatikan kualitas beras untuk masyarakat miskin di Palu, Sulawesi Tengah.

"Saya minta Bulog menjaga dan meningkatkan kualitas raskin yang disalurkan kepada masyarakat miskin setiap tahunnya," katanya di lokasi gudang beras Bulog di Kelurahan Tondo, Kecamatan Palu Timur, Selasa (28/4/2015).

Dalam kunjungannya bersama rombongan Komisi IV DPR RI yang membidangi Pertanian, Kehutanan, Pangan, Perikanan, dan Kelautan, Ibnu bertanya kepada sejumlah warga penerima raskin soal kualitas beras yang mereka terima dari Bulog. "Saya mau tanya dan jawab dengan jujur apa bapak dan ibu pernah menerima jatah raskin kualitasnya jelek," katanya.

Spontan saja dijawab warga penerima raskin. "Kami belum pernah menerima jatah raskin kualitas jelek. Berasnya cukup bagus," kata Nyonya Stevani, seorang penerima raskin di Kelurahan Tondo.

Ia berharap Bulog sebagai salah satu BUMN yang dipercayakan pemerintah untuk membeli gabah, beras dan menyalurkan raskin di daerah-daerah, termasuk Sulteng untuk tetap memperhatikan soal kualitas raskin. "Jangan sampai ada perima beras subsidi mendapat raskin, lalu tidak bisa dikonsumsi karena kualitas jelek," kata dia.

Sementara Kepala Perum Bulog Sulteng, Maruf mengatakan semua raskin yang disalurkan kepada rumah tangga sasaran (RTS) kualitasnya dijamin bagus. "Kalaupun ada yang kurang bagus itu paling banyak satu-dua karung dan segera diganti dengan beras yang bagus," katanya.

Bulog Sulteng, kata Mar'uf selama ini dalam menyalurkan raskin kepada RTS di 13 kabupaten dan kota selalu melakukan pengecekan terlebih dahulu sebelum beras disalurkan. "Kami juga selalu mengimbau warga untuk segera mengembalikan jatah raskin kalau kualitasnya jelek dan langsung diganti saat itu juga," kata dia. Pagu raskin di Sulteng 2015 mencapai 36.000 ton. (Ant)

http://wartaekonomi.co.id/read/2015/04/28/55258/dpr-minta-bulog-tingkatkan-kualitas-raskin.html

Serapan Rendah, Mentan Minta Bulog Optimalkan Jaringan Semut

Selasa, 28 April 2015

Jakarta, GATRAnews - Menteri Pertanian Amran Sulaiman meminta Perum Bulog agar lebih kreatif dalam melakukan pengadaan beras dalam rangka menjaga supaya harga gabah petani tidak terjun hingga di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan pemerintah. Berdasarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2015, HPP untuk gabah kering panen (GKP) adalah Rp 3.700/kg.

Pengadaan beras Bulog hingga 28 April 2015 ini baru 450 ribu ton. Jumlah ini tergolong minim bila dibandingkan serapan beras pada periode Januari-April tahun lalu yang mencapai 900 ribu ton. Padahal, Mentan Amran telah meminta Bulog menyerap hingga 4,5 juta ton beras tahun ini.

Di sisi lain, berdasarkan hasil kunjungan Mentan ke sejumlah daerah, didapati bahwa harga gabah telah merosot sampai di bawah HPP. Karena itu, Bulog harus cepat turun ke lapangan untuk menyerap gabah petani dengan harga sesuai HPP agar para petani tak merugi. "Harga GKP mulai dari di Batubara (Sumut), Palembang (Sumsel), Lampung Utara (Lampung), Tulang Bawang (Lampung), Yogyakarta, Klaten (Jawa Tengah), itu rata-rata Rp 3.200-3.500/kg," tutur Amran usai Dialog Pemantapan Swasembada Beras di Kantor Perum Bulog, Jakarta, Selasa (28/5).

Penyerapan yang dilakukan oleh Bulog di lapangan memang masih belum maksimal karena terkendala kualitas gabah dan beras yang tidak sesuai ketentuan Inpres. Sebagai contoh, berdasarkan Inpres No.5/2015, HPP berlaku untuk GKP dengan kadar air maksimum 25 persen, sementara banyak beras petani yang kadar airnya di atas 25 persen, bahkan di atas 30 persen.

Namun, menurut Amran, Bulog harusnya bisa menyiasati masalah tersebut melalui kerjasama dengan penggilingan-penggilingan berskala kecil. Gabah-gabah yang masih basah bisa saja ditingkatkan kualitasnya di penggilingan-penggilingan padi yang memiliki banyak alat pengering (dryer). "Kadar air kan bisa disiasati, harus kreatif menyerap produksi petani, jangan menunggu mereka," dia menegaskan.

Bila hanya mengandalkan pengadaan dari penggilingan besar saja, Bulog akan kesulitan. Karena itu, jaringan semut Bulog perlu lebih dioptimalkan. "Kerjasama dengan penggilingan kecil. Bulog harus bekerja keras, kan punya jaringan semut, harus lebih dioptimalkan," Amran mengimbuhkan.

Bila serapan beras rendah, Bulog tidak akan bisa memiliki stok yang cukup untuk mejaga stabilitas harga beras. Amran mengaku telah berkoordinasi dengan Menteri BUMN Rini Soemarno untuk meningkatkan kinerja Bulog. "Serapan Bulog harus ditingkatkan lagi, saya sudah komunikasi dengan Menteri BUMN," pungkasnya.

Penyerapan Beras Bulog Belum Maksimal

Selasa, 28 April 2015


 Metrotvnews.com, Jakarta: Hingga akhir April, beras yang telah diserap Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) baru sekitar 450 ribu ton, masih setengah dari penyerapan di periode yang sama pada tahun lalu.

"Penyerapan periode yang sama di tahun lalu sekitar 900 ribu ton. Itu karena penyerapan sudah dilakukan sejak bulan Februari. Untuk tahun ini penyerapan baru dilakukan pada akhir Maret setelah keluar Inpres 5 Tahun 2015 pada tanggal 17 Maret," ujar Direktur Pelayanan Publik Bulog Lely Pelitasari di Jakarta, Selasa (28/4/2015).

Lely menegaskan, Bulog akan melakukan berbagai cara untuk meningkatkan penyerapan beras dari petani oleh Bulog. "Kita akan cari ke daerah-daerah yang selama ini belum pengadaan seperti di Lampung. Ada daerah yang belum tersentuh karena lokasinya jauh dari gudang kita," tukasnya.

Selain itu, Bulog akan mengupayakan tempat penggilingan yang belum menjadi mitra kerja Bulog untuk bekerja sama. Kemudian, Bulog juga membuat gudang jarak jauh sehingga beras-beras yang diserap tidak perlu langsung dibawa ke gudang induk Bulog dan bisa disimpan di gudang-gudang milik penggilingan.

"Penggilingan yang punya gudang sendiri bisa disimpan di gudang-gudang mereka dengan aturan-aturan yang ada di kita. Itu bisa menghemat ongkos dan menjadi kompensasi harga beras yang mungkin tidak pas dengan harga pembelian pemerintah (HPP)," cetusnya.

Hambatan tidak maksimalnya penyerapan beras karena kadar air yang melebihi 25 persen sehingga harus dikeringkan agar bisa memenuhi standar untuk masuk ke gudang-gudang Bulog. "Itu dibutuhkan dryer (pengering) yang menjadi kesulitan di lapangan. Alat-alat pengering Bulog terbatas. Lebih banyak mitra penggilingan yang punya," ucap dia.

Hingga akhir bulan Mei mendatang, Lely mengatakan, target serapan Bulog untuk mencukupi kebutuhan enam bulan ke depan dengan asumsi kebutuhan per bulan sebesar 250 ribu ton.

Sementara itu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan pemerintah telah menambah anggaran untuk merevitalisasi sebanyak 1.380 penggilingan kecil. Pada tahun lalu, anggaran untuk penggilingan sebesar Rp41 miliar dan meningkat menjadi Rp600 miliar di tahun ini.

"Apabila revitalisasi ini berhasil, maka Indonesia tidak perlu impor. Losses dalam penggilingan dan pengeringan beras per tahun sebanyak 3,3 juta ton. Apabila bisa dikurangi menjadi hanya 2 juta ton, maka kita sudah bisa swasembada beras tanpa perlu impor," katanya.

Amran mengimbau Bulog agar lebih jeli dan kreatif dalam menyerap produksi beras petani. Terkait masalah tingginya kadar air, masih bisa disiasati dengan melakukan kerja sama bersama penggilingan-penggilingan kecil yang ada.

Lebih lanjut, Amran mengatakan hambatan utama dalam melakukan swasembada pangan adalah maraknya irigasi yang rusak dan sudah terjadi bertahun-tahun. Ada sekitar 3 juta ha lahan pertanian yang rusak akibat buruknya irigasi yang ada.

Menurutnya, perbaikan irigasi dan penyaluran pupuk tepat waktu dapat meningkatkan produksi padi sekitar 3-4 juta ton. "Itu akan kami selesaikan tidak lebih dari dua tahun," pungkasnya.
WID

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/04/28/120253/penyerapan-bulog-belum-maksimal

Selasa, 28 April 2015

Soal Hidup atau Mati

Pidato  Presiden Republik Indonesia yang ditujukan kepada segenap pemuda-pemudi di seluruh Indonesia, terutama sekali pemuda-pemudi sekolah menengah, pada waktu hendak meletakkan batu-pertama dari pada Gedung Fakultet Pertanian di Bogor pada tanggal 27 April 1952 [dicopy dari Almanak Pertanian 1953 hal: 11 – 20; di-EYD-kan oleh Winarso D Widodo]


Saudara-saudara sekalian,
Merdeka!

Saya diminta untuk meletakkan batu-pertama dari pada Gedung Fakultet Pertanian, Universitet Indonesia. Permintaan itu, saya hendak menyampaikan beberapa kata lebih dahulu. Dengan sengaja pidato saya ini saya tuliskan, agar supaya merupakan risalah yang nanti dapat dibaca dan dibaca lagi dan dibaca lagi oleh pemuda-pemudi kita bukan saja dari sekolah tinggi ini, tetapi dari seluruh tanah-air kita. Malah, sekarangpun saya mengarahkan kata kepada pemuda-pemudi di seluruh Indonesia itulah. Sebab, apa yang hendak saya katakan itu, adalah amanat penting bagi kita, amat penting – bahkan mengenai soal mati-hidupnya bangsa kita dikemudian hari. Karena itu, pidato saya ini agak panjang, dan perletakan batu-pertama dari pada Gedung Fakultet Pertanian tak dapat kulakukan pada saat yang dirancangkan.

Ya, pidato saya mengenai mati-hidup bangsa kita dikemudian hari, oleh karena soal yang hendak saya bicarakan itu mengenai soal persediaan makanan rakyat. Cukupkah persediaan makan rakyat kita dikemudian hari? Kalau tidak, bagaimana caranya menambah persedian makanan rakyat itu? Peristiwa sebagai yang kita hadiri sekarang ini, ialah: perletakan batu-pertama dari pada suatu sekolah tinggi pertanian, adalah satu kesempatan yang baik untuk menyampaikan kata-kata langsung kepada pemuda-pemudi kita berkenaan dengan soal yang amat penting itu, kepada pemuda-pemudi, yang dalam tangan merekalah mati-hidupnya bangsa kita dikemudian hari.

Pemuda-pemudi! Engkau sekarang hidup dalam satu jaman yang penuh dengan soal-soal, satu jaman yang penuh dengan problem. Salah satu dari pada problem-problem makanan rakyat. Engkau telah mengalami sendiri: di waktu yang akhir-akhir ini surat-kabar surar-kabar dan tuturan-tuturan di kampung-kampung penuh dengan kata-kata: “harga beras naik gila-gilaan”, “disana-sini ada mengancam bahaya kelaparan”, “di desa ini dan di desa itu ada orang makan bonggol pisang”, “di daerah itu dan di daerah sana ada terdapat hongeroedeem”, “di dukuh anu ada orang bunuh diri karena tak mampu memberi makanan kepada anak-isterinya”, dan lain-lain tuturan sebagainya lagi. Dan sebagaimana biasa, selalu ada saja seorang yang dikambing-hitamkan, yang harus memikul segala kesalahan, atau segerombolan orang-orang yang dikambing-hitamkan karena disangka telah berbuat segala kesalahan. Terutama sekali orang-orang yang duduk dalam badan-badan pemerintahan harus bersedia menjadi kambing-hitam itu, yang di kepalanya diturunkan segala hujan-hujan tuduhan yang segar-segar, yakni harus bersedia dijadikan orang yang selalu dihantam, yang kepalanya seperti “kop van jut”.

Siapa yang sebenarnya salah? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita selidiki beberapa kenyataan yang mengenai persediaan beras. Menurut statistik 1940, bangsa kita didalam satu itu rata-rata, dus tiap-tiap orang, memakan 86 kg beras. Ini belum terhitung jagung, belum terhitung ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacangan, dan lain-lain sebagainya lagi!

Kalau kita memakai angka tahun 1940 itu sebagai dasar, berapa beraskah yang kita butuhkan untuk sekarang? Sekarang dijumlahkan rakyat kita ialah 75.000.000 jiwa. Maka beras yang kita butuhkan untuk memberi tiap-tiap orang 86 kg beras setahun ialah : 75.000.000 × 86 kg == 6.450.000.000 kg , atau dengan sebutan lain : 6,45 milyun ton [milyun = juta - wdw]. Yang kita butuhkan. Sekali lagi: yang kita butuhkan, sekarang. Tetapi: Berapa persediaan beras kita sekarang? Artinya: Berapa jumlah produksinya sawah-sawah kita, ladang-ladang kita? Jumlah produksi sawah-sawah kita dan ladang-ladang kita, kalau dibandingkan dengan tahun 1940, tidak mundur, tetapi jumlah itu toh tidak mencukupi kebutuhan: hasil padi kita setahunnya sekarang hanya 5.5 milyun ton lebih sedikit. Padahal kebutuhan hampir 6.5 milyun ton! itulah sebabnya kita kekurangan beras. Itulah sebabnya kita tiap2 tahun harus membeli beras dari luar. Dari Siam, dari Saigon, dari Burma. Ini tahun saja kita harus mencari beras 700.000 ton, atau 700.000.000 kg. Dan ketekoran kita makin lama makin bertambah.

Engkau mengetahui: bangsa kita selalu bertambah jumlah. Ditahun-tahun yang akhir ini ditanah-air kita tiap-tiap tahunnya dilahirkan bayi 2.000.000 orang, dan ditiap-tiap tahunnya meninggal dunia 1.200.000 orang. Ini berarti Indonesia bertambah penduduk tiap-tiap tahun 800.000 orang. Sekarang! Tidak lama lagi tambahnya penduduk Indonesia tiap tahunnya bukan 800.000 orang, tetapi 1.000.000 orang. Dan tidak lama lagi 1.000.000 orang ini menjadi 1¼ milyun orang, 1½ milyun orang, 1¾ milyun orang, 2 milyun orang! Tambahnya penduduk amat cepat, tetapi tambahnya produksi beras amat pelan. Maka tiap-tiap tahun, met de regelmaat van een klok, tiap-tiap tahun, zonder ampun, tiap-tiap tahun, mau tidak mau, mengaduh atau tidak mengaduh, kita menghadapi problem kekurangan beras : sekarang 700.000 ton, besok 800.000 ton, besok lagi 900.000 ton, besok lagi 1.000.000 ton !

Itupun kalau kita setiap orangnya makan sekadar sebanyak makanan kita sekarang, dan tidak lebih. Padahal, sudah cukupkah makanan kita sekarang ini per orangnya, untuk bisa menjadi satu bangsa yang sehat dan kuat?

Mari saya ambil angka-angka tahun 1940. Didalam tahun itu jumlah makanan di Indonesia, kalau dibagi rata-rata antara rakyatnya, menjadi: 86 kg beras, jagung 162 kg, ubi kayu 30 kg, ubi jalar. Bilamana angka-angka ini diperhitungkan dalam nilai kalori, maka jumlah kalori yang dimakan oleh satu orang setahun ialah 624.960, atau 1712 kalori seorang sehari. Dus kalau kita sudah senang dengan 1712 (bundarnya 1700) kalori seorang sehari saja, kita sudah menghadapi tekort beras tiap-tiap tahun sekarang 700.000 ton, nanti 800.000 ton, nanti lagi 1.000.000 ton!

Sudahkah kita senang dengan 1700 kalori seorang sehari sebagai dalam tahun 1940 itu? Kemarin dulu aku suruh menanya kepada Dr. Purwosudarmo, sekretaris Panitia Negara Perbaikan Makanan, dan kalori dimakan oleh bangsa Indonesia seorang sehari sekarang, dan berapa kalori seharusnya untuk menjadi satu bangsa yang sehat dan kuat. Beliau menjawab: 1850 kalori seorang sehari sekarang, dan harus dijadikan 2250 kalori seorang sehari di kemudian hari. Maka aku mulai menghitung. Tidak lama 8 tahun itu, yaitu sekadar satu jumlah tahun yang engkau butuhkan untuk menjadi pemuka-pemuka praktis dalam masyarakat. 1960! Aku taksir jumlah penduduk Indonesia pada waktu itu ±83.000.000 jiwa, yaitu 8.000.000 lebih dari pada sekarang. 8.000.000 orang ini harus juga kita beri makan 624.960 kalori, yaitu 1712 kalori satu orang sehari. Kalau banyaknya kalori buat satu orang satu tahun kita biarkan sekian saja, yaitu 624.960 tidak kita tambah, maka buat 8.000.000 orang itu harus kita adakan persediaan kalori 8.000.000 × 624.960 kalori = ±5.000.000.000.000 kalori. Beberapa beraskah ini? Ketahuilah: 100 gram beras merupakan 340 kalori. Maka kalau engkau hitung, engkau akan mendapat: 5.000.000 milyun kalori itu berarti ± 1.5000.000 milyun gram beras, atau ± 1.500 milyun kg beras, atau ± 1.5 milyun ton beras.

Coba pikirkan:
Sekarang saja sudah tekort 0,7 milyun ton beras. Didalam tahun 1960 akan tekort 0,7 milyun ton beras + 1,5 milyun ton beras = 2,2 milyun ton beras! Itupun: kalau kalori makanan rakyat kita perbiarkan pada 1712 kalori seorang sehari! Panitia Negara Perbaikan Makanan minta 2250 kalori seorang sehari! Engkau barangkali ingin mengetahui angka-angka kalori makanan rakyat di negeri-negeri lain? Perhatikan! Menurut perhitungan Food and Agriculture Organization, orang makan tiap hari: di India 2121 kalori – di Burma 2348 kalori – di Cuba 2918 kalori – di Malaya 2337 kalori – di Ceylon 2167 kalori – di Indo China 2127 kalori, semuanya lebih banyak dari pada Indonesia! Didalam angka-angka itu dimasukkan juga kalori dari bahan-bahan gajih. Berapa kalori yang dimakan orang kulit putih? Di negeri Belanda setiap hari orang makan 2958 kalori, di Australia 3128 kalori, di Amerika 3249 kalori!

Pemuda-pemudi Indonesia, apakah perbiarkan bangsamu hidup dari ±1700 kalori seorang sehari? Tidak? Engkau ingin cita2 Panitia Negara Perbaikan Makanan terlaksana! Dus 2250 kalori seorang sehari? Hitunglah sendiri, kalau begitu, berapa jumlah beras kita harus tambahkan kepada persediaan makanan rakyat, buat tahun 1960, yang berpenduduk 83.000.000 jiwa itu! Mari kita hitung:

2250 kalori seorang sehari, dus 550 kalori lebih dari pada sekarang.
Buat 75.000.000 penduduk yang sekarang sudah ada itu saja, ini berarti minta tambahan kalori: 75 milyun × 550 × 365 (1 tahun = 365 hari) = ± 15.000.000 milyun kalori. Dan buat 8 milyun penduduk yang bertambah itu, dibutuhkan:8 milyun × 2250 × 365 = ± 6.500.000 milyun kalori ditambah 6.500.000 milyun kalori = 21.500.000 milyun kalori. Dihitung dalam beras – 100 gram beras = 340 kalori – ini berarti 100/340 × 21.500.000 milyun gram beras = 6.300.000 milyun gram = 6,3 milyun ton. Menjadi:  kalau kita mengingini bangsa kita dalam tahun 1960 makan 2250 kalori seorang sehari, maka produksi makanan kita harus kita tambah dengan 6,3 milyun ton setahun, dalam bentuk beras, atau aequivalentnya beras. Bagaimana kalau kita beri bentuk lain dari pada beras? Malah lebih lagi dari 6,3 milyun ton! Dalam bentuk jagung 6,3 milyun ton itu menjadi ± 7 milyun ton. Dalam bentuk ubi jalar ± 15 milyun ton. Dan dalam bentuk ubi kayupun ± 15 milyun ton!

Dan kalau tidak kita tambah produksi? Kalau tidak kita tambah produksi, maka tiap – tiap orang hanya akan makan  ± 1547 kalori saja. Maka banyak orang akan kelaparan. Maka keadaan kita akan makin kocar – kacir. Maka kejadian2  yang menyedihkan yang telah kita alami sekarang ini akan terjadi terus – terusan secara permanent, bahkan permanent in het kwadraat dan menyedihakan in het kwadraat: hongeroedeem akan terdapat dimana – mana; penyakit2 lain akan menjalar karena badan lemah kekurangan resistensi: keamanan akan terganggu terus – menerus tidak putusnya; orang akan bunuh – membunuh perkara beras; prestasi kerja akan merosot serendah – rendahnya mala petaka kebinasaan akan menjadi hantu yang bersinggah di milyunan rumah.

Mengertikah engkau bahwa kita sekarang ini menghadapi satu bayangan hari kemudian yang amat ngeri, bahkan satu todongan pistol “mau hidup atau kah mau mati”, satu tekanan tugas “to be or not to be”? didalam tahun 1960 nanti tekort kita sudah akan 6,3 milyun ton,- berapa milyun ton nanti dalam tahun 1970 kalau penduduk kita sudah menjadi 90 – 95 milyun dan berapa lagi dalam tahun 1980 kalau penduduk kita lebih dari 100 milyun? Engkau, pemuda – pemudi, engkau terutama harus menjawab pertanyaan itu, sebab hari kemudian adalah harimu, alam kemudian adalah alammu, - bukan alam kami kaum tua yang vroeg of laat akan di panggil pulang kerakhmattullah. Engkau tidak dapat memecahkan soal ini sekadar dengan sikap cynisme, seperti sikapnya setengah pemimpin – pemimpin diwaktu sekarang, yang hanya bisa menuduh, hanya bisa mencela, hanya bisa mencari dan mendapatkan orang – orang yang dicapnya, kambing hitam, dan dititiri kepalanya sebagai kop van jut. Tidak, soal makanan rakyat ini tidak dapat dipecahkan dengan cynisme, dengan sekadar menuduh, dengan sekadar mencemooh. Sebab kesulitan soal ini terletak obyektif kepada ketidak-seimbangan antara produksi dan konsumsi, antara persediaan yang ada dan jumlah mulut yang memakannya, dan tidak subyektif karena durhakanya sesuatu orang. Tiap tahun, zonder kecuali, zonder pauze, zonder ampun, soal beras ini akan datang – dan akan datang crescendo – makin lama makin hebat – makin lama makin sengit – makin lama makin ngeri – selama tambahnya penduduk yang cepat itu tidak kita imbangi dengan tambahnya persediaan bahan makanan yang cepat pula!

Maka, pemuda-pemudi, dapatkah persediaan bahan makanan itu kita tambah?

Persediaan bahan makanan itu dapat kita tambah! Tetapi tidak sekadar dengan cynisme, tidak sekadar dengan “main politik”, melainkan dengan bekerja keras atas dasar mengerti jalan – jalannya memecahkan problem yang sulit ini. Persediaan bahan makanan itu dapat kita tambah:

Pertama : dengan berikhtiar memperluas daerah pertanian kita.
Kedua : dengan menggiatkan (meng-intensivir) usaha pertanian kita, khusus dengan seleksi dan pemupukan. Dua jalan ini harus kita tempuh! Marilah kita kupas sekadarnya :

Kemungkinan memperluas daerah pertanian kita – artinya: menambah luasnya sawah-sawah kita dan ladang-ladang kita, masih mungkin, tetapi janganlah orang kira kemungkinan itu tiada batasnya. Di Jawa kemungkinan itu hampir tidak ada lagi. Di Sumatera, di Kalimantan, di Sulawesi, di Seram, dan lain-lain pulau lagi, kemungkinan itu masih ada tetapi janganlah orang mengira bahwa tiap tempat yang sekarang tertutup hutan, atau tiap tempat yang masih kosong, adalah baik buat pertanian. Ya, Sumatera dan Kalimantan penuh dengan rimba-rimba raya yang luasnya “pitung pandeleng”, tetapi hanya sebagian saja dari rimba-rimba itu tanahnya baik buat bercocok tanam. Penyelidikan “Balai Penyelidikan Tanah (Bodemkundig Instituut) sementara menunjukan angka-angka sebagai berikut :
Luas Sumatera                       47.360.000 ha
Luas Kalimantan kita              53.950.000 ha
Luas Sulawesi                        18.900.000 ha
Luas Irian kita                         38.000.000 ha
Jumlah luas empat pulau ini    158.210.000 ha
Berapa ha dari 150.000.000 ini yang baik buat pertanian? Ternyata sebagian dari tanah itu, dengan pandangan selanyang-pandang saja, terang tidak memberi harapan baik buat pertanian ialah, oleh karena kwalitet tanahnya bentuk topografinya, (keadaan airnya) tidak sesuai dengan syarat-syaratnya pertanian. Maka dengan mengecualikan tanah-tanah yang selanyang-pandang saja sudah nyata tidak baik buat pertanian itu, telah dipetakanlah atau sekadar di tinjau sejumlah tanah di Sumatera 5.359.000 ha, di Kalimantan kita 740.000 ha, Sulawesi 669.000 ha, di Irian kita 965.000 ha, total 7.733.000 ha, tetapi dari 7.733.000 ha inipun ternyata tidak semua betul-betul baik bagi pertanian. Yang betul-betul baik ternyata hanyalah sedikit lebih dari 1.000.000 ha, atau hanya 14%.

Memang ada lagi disamping tanah-tanah tersebut, sejumlah tanah gambut (veengronden) yang luasnya bermilyun-milyun ha, yang sampai kini belum diusahakan untuk pertanian dan mungkin dapat dipakai untuk pertanian, tetapi di Indonesia tanah-tanah itu masih sama sekali satu hal yang belum diselidiki kemungkinan-kemungkinannya, satu “terra incognita” yang masih gelap bagi kita, meskipun di Amerika dan Eropah orang sudah mencapai hasil pertanian yang baik diatas tanah-tanah yang demikian itu.

Alhasil: luasnya daerah pertanian di Indonesia ini masih dapat lagi dengan sedikitnya 1 milyun ha, kalau tidak 1½  milyun ha, atau baranghkali 2 milyun ha. Tanah-tanah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian itu memang menunggu transmigran-transmigran kita, menunggu pacul dan bajak, tractor-tractor dan mesin-mesin pengetam padi, menunggu pekerja-pekerja, yang dibawah pimpinan pemuda- pemudi kita, bersama-sama dengan mereka membanting tulang dan mengulurkan urat, mencucurkan keringat habis- habisan sesuai dengan firman Allah “inamaal usri yusra”, - “in het zweet uws aanscijns zult gij uw brood verdienen”

Kecuali dengan memperluas daerah pertanian kita, maka sebagai kukatakan tadi, harus ditempuh pula jalan lain untuk menambah persediaan makanan kita.

Jalan lain itu ialah mengintensivir usaha pertanian kita, khusus dengan seleksi dan pemupukan. Jalan lain itu malahan harus kita usahakan pula bener-bener. Oleh karena kemungkinan untuk menambah luasnya daerah Sawah kita – perhatikan: Sawah, artinya Sawah basah – adalah terbatas sekali. Sawah berarti Air, dan air memang tidak selalu ada untuk pengairan yang sempurna. Luas sawah di Indonesia sekarang ini adalah + 4½ milyun ha, antaranya 3.384.000 ha di Pulau Jawa. Di Jawa diantara tahun 1931 dan 1940 luasnya sawah hanyalah bertambah dengan 100.000 ha atau tak lebih dari 3%, dan saya kira maximumnya, memang sudah hampir tercapai.

Mengintensivir pertanian kita, itulah amat penting. Perhatikan misalnya hasil baik yang kita capai dengan usaha seleksi dilapangan padi basah. Dulu kita belum kenal dengan jenis padi basah yang sekarang kita namakan Bengawan. Tetapi berkat usaha Ilmu Pertanian, dengan jalan kawin-mengawinkan bermacam-macam jenis, akhinya terdapatlah satu jenis yang dinamakan padi Bengawan, yang betul-betul padi yang “allround”: ia kebal terhadap penyakit mentek, ia punya kwalitet beras adalah baik, ia punya nasi enak sekali rasanya dimakan, ia punya jumlah produksi lebih tinggi daripada padi yang kita kenal sebelum itu. Ia memberikan hasil-tambah rata- rata 8 quintal padi se-ha-nya, atau 4½  quintal beras se-ha-nya. Berapa luasnya sawah yang sudah nyata dapat ditanami dengan padi Bengawan itu? Jumlah ini menurut penyelidikan ialah 1.000.000 ha yang dapat ditanami dengan satu jenis lain, yang juga banyak produksinya, meskipun tidak sebanyak padi Begawan itu. Maka menurut perhitungan, cara menanam padi hasil seleksi itu saja kita dapat memperoleh tambahan 1.080.000 ton padi, atau 600.000 ton beras satu jumlah yang amat lumayan sekali. Tetapi kenyataan yang menjadi hambatan ialah, bahwa pada umumnya sesuatu jenis padi mempunyai daya menyusuaikan diri yang amat kecil, mepunyai aanpassingsvermogen yang amat kecil. Jenis padi yang memuaskan di sesuatu daerah, belum tentu memuaskan bila ditanam di suatu daerah yang lain. Jenis padi harus di-perdaerahkan lebih dulu. Sebelum padi Bengsawan itu bisa disiarkan di seluruh kepulauan Indonesia, maka perlulah lebih dulu Balai-balai seleksi daerah diberpuluh- puluh tempat. Dan disamping pusat-pusat penyelidikan daerah itu, maka haruslah pula diadakan Organisasi untuk menyebarkan hasil-hasil dari pusat-pusat penyelidikan daerah itu langsung kepada petani-petani. Dibutuhkanlah pusat-pusat Bibit setempat, zaad hoeve-zaadhoeve yang masing-masing meliputi keluasan 10.000 ha atau 15.000.ha sawah. Petani-petani harus dibangunkan perhatianya oleh pusat-pusat ini, harus diinsafkan, di-“semangatkan” dengan propaganda, dengan penyuluh, dengan Demonstrasi, petani-petani harus dilepaskan dari jenis-jenis padi yang kurang manfaat, dibawa kepada jenis-jenis baru yang lebih manfaat, dibawa kepada jenis-jenis baru yang lebih baik. Ini semuanya bukan pekerjaan kecil. Ini semuanya meminta waktu dan ini semuanya meminta keringat. Jumlah pusat-pusat yang demikian itu pada masa sekarang ini masih amat terbatas sekali, padahal paling sedikitnya dibutuhkan 250 pusat- setempat, kalau bisa 300 pusat setempat.

Kalau kita bekerja keras, maka boleh diharapkan bahwa dalam waktu ± 6 tahun, dengan jalan demikian, sesuatu jenis yang baik dapat disebarkan antara petani-petani diseluruh Indonesia, sehingga produksi padi diseluruh Indonesia bertambah banyak. Insafkah engkau Pemuda-pemudi, betapa pentingya minat kepada pengetahuan-pertanian bagi bangsa yang kekurangan makanan sebagai kita ini?

Disamping seleksi, aku tadi menyebutkan pemupukan. Juga dengan Pemupukan kita dapat menambah produksinya Padi-padi basah kita, terutama sekali pemupukan dengan pupuk-tiruan (Kunstmest) fosfat, dalam bentuk dubbel Superfosfat atau enkel Superfosfat, ternyatalah amat menaikkan tingkat Produksi. Ada sawah yang dengan pupuk fosfat itu bertambah hasil 5 quintal se-ha, bahkan ada yang memberikan hasil tambah 10 quintal se-ha. kita sekarang telah mengetahui, bahwa luasnya daerah sawah-sawah kita amat "dankbar" kepada pupuk dubbel Superfosfat adalah beratus-ratus ribu ha sawah seperti misalnya daerah-daerah tuf atau margel atau laterit di Banten Utara, Jakarta Barat, daerah Cihea antara Cianjur dan Bandung, daerah Cirebon Timur, Cirebon Barat, Jogya Barat, Solo Timur Laut, Madiun Utara, Kediri Utara, Pasuruan Bangil, daerah Purwodadi, Lusi – Randublatung, Bojonegoro, Lamongan, Madura, daerah Rapang di Sulawesi Selatan, daerah Bone dan Sulawesi Tengah, dan banyak lagi daerah-daerah lain, yang semua total jumlahnya tak kurang dari 700.000 ha sawah, yang, jikalau kita bekerja mati-matian memupuknya, dengan pupuk- tiruan fosfat, total akan memberi hasil tambah tidak kurang dari 360.000 ton beras tiap-tiap tahunnya. Tetapi pemupukan itupun belum berjalan sebagaimana mestinya.

Dus: Dengan menanam jenis padi yang lebih manfaat, hasil- seleksi, kita dapat memperoleh hasil-tambah 600.000 ton beras; dengan pemupukan sawah-sawah margel atau tuf atau laterit dengan pupuk fosfat kita dapat memperoleh hasil-tambah 360.000 ton. Jumlah total: 960.000 ton, atau bulatnya 1 milyun ton. Sedangkan jumlah tambahan beras yang kita butuhkan untuk menyelamatkan 83.000.000 orang dalam tahun 1960 dengan dasar 1700 kalori seorang sehari saja ialah, sebagai kuuraikan dimuka tadi itu, 1½ milyun ton, dus masih kekurangan lagi 1/2 milyun ton. Dan jikalau kita masih bercita-cita menaikkan arbiedsprestatie rakyat kita dengan memberikan makanan kepadanya 2250 kalori seorang sehari, maka ketekoran kita itu malah masih 6,3 milyun ton satu milyun ton = 5,3 milyun ton!

Dari uraian saya diatas ini ternyatalah, bahwa tidak ada, Way Out mutlak untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dari bahaya kelaparan dan bahaya kemusnahan, bilamana kita hanya menempuh jalan yang pada masa sekarang ini lazim diusahakan, yakni hanya jalan seleksi dan hanya jalan pemupukan bagi sawah-sawah yang sudah ada, dan ikhtiar memperluas daerah pertanian berupa sawah, yang sebagai ternyata dimuka tadi, tidak mungkin kita perluaskan lagi secara besar-besaran. Tidak, kita harus menempuh jalan lain juga, jalan yang hingga kini masih dianak tirikan, yakni jalan mencurahkan perhatian kita juga pada pertanian di tanah kering, di tanah ladang. pertanian pada tanah sawah memang masih penting bagi kita, tetapi jelaslah bahwa pertanian disawah itu saja, tidak memberikan Way Out mutlak kepada kita. Kita harus mencurahkan perhatian kita secara simultan ya kesawah ya keladang. kita harus belajar tidak memandang remeh kepada ladang. Kita harus berubah menjadi satu bangsa yang baru, juga diatas lapang pertanian. Kita harus, mau tidak mau, menempuh jalan yang di seluruh dunia ditempuh orang Eropah dan Amerika hidup di pertanian kering, kenapa kita tidak memperhatikan pula pertanian kering, kita yang kini mengetahui bahwa pertanian padi basah saja tidak memberi Way Out mutlak. Ketahuilah, bahwa pertanian rakyat ditanah kering lebih luas dari pada pertanian di sawah-sawah. Ini bukan saja satu kenyataan yang didapatkan di luar Jawa, tetapi juga satu kenyataan di Jawa sendiri, yang telah penuh-sesak-padat penduduknya itu. Sedangkan di Jawa luasnya sawah ± 3.384.000 ha, maka luasnya tanah kering yang diusahakankan untuk pertanian adalah ± 4.500.000 ha. Diluar Jawa, luasnya Pertanian tanah kering adalah ± 3.500.000 ha. Total tanah Pertanian kering Diseluruh Indonesia adalah ± 8.000.000 ha.

Alangkah besarnya persediaan makanan kita, kalau 8.000.000 ha ini dapat kita berikan produksi yang lebih tinggi! Disini ditanah-tanah kering  inilah ,letaknya “Way Out” mutlak yang kita cari! Tetapi apa lacur? Satu corak yang mencirikan pertanian di ladang ialah , bahwa oleh pengusahanya sama sekali tidak dilakukan syarat-syarat untuk mempertahankan kesuburan tanah. Satu-satunya usaha menyuburkan tanah ialah terdiri dari menanduskan (memberokan) tanah itu beberapa tahun lamanya sehingga tanah-kering tersebut ditumbuhi lagilah oleh belukar atau hutan ringan, yang kemudian ditebang pula untuk diperladang. Ketambahan lagi tanah-tanah kering itu tidak saja kehilangan kesuburanya, tetapi diduga diserang oleh, bahaya erosi, sehingga pada akhirnya daerah demikian itu merupakan satu Tanah mati, satu “stervend land” yang menyedihkan sekali.

Cara pertanian yang demikian itu tak dapat dipertanggung-jawabkan lagi! Cara-caranya harus diubah demikian rupa, sehingga kehilangan zat-zat tanah yang perlu buat tanaman dapat dihentikan, dan tubuh tanah dipelihara, sehingga kesuburan pulang kembali. Jangan menganggap remeh hal ini! Sebab, bilamana kita tidak dapat mengembalikan kesuburan tanah-tanah ladang ini sehingga dapat ditanami lagi dengan tanaman-tanaman makanan secara manfaat, bilamana kita perbiarkan stervend land tetap stervend land, dan ladang-ladang stervend land, maka perlengkapan bahan makanan bangsa kita niscaya akan roboh sama sekali, akan lebur, akan hancur, ialah oleh karena “way out mutlak” kita dalam persediaan makanan rakyat adalah justru terletak dalam tanah-tanah kering itu .

Dapatkah tanah kering menjadi sumber kemanfaatan? Dapat, pemuda-pemudiku, dapat!

Asal kita, terutama sekali kamu, generasi muda, suka “Aanpakken” soal ini dengan tetep, maka kita tak perlu berkecil hati! Kemungkinan dalam teknis dan ilmu pertaniankan telah besar sekali! Tiga puluh tahun yang lalu, propinsi Noord Brabant dan Valuwe di negri belanda yang tanahnya pasir yang amat miskin itu, hanyalah dapat menghasilkan sedikit boekweit dan kentang dan rogge. Hanya biri-biri kurus saja diternakan disana dalam jumlah yang kecil-kecil. Sekarang berkat teknik pertanian tanahnya tak kurang suburnya. Semua tanaman dapat dihasilkan di situ, Bunga-bunga yang indah menyegarkan mata, sapi-sapi yang segemuk sapi Friesland terdapat disana dalam jumlah yang besar-besar. Ini semua hasil penyelidikan yang dilakukan oleh pelbagai balai-penyelidikan dalam waktu 10-15 tahun. Berkat rajinnya anak-negerinya, Berkat tepatnya cara pengolahan tanah, berkat pemakaian pupuk-tiruan secara besar-besaran, maka mereka dapat mengatasi kesukaran-kesukaran dalam menyelamatkan dirinya dari bahaya kelaparan.

Mengapa kita di Indonesia tidak nanti dapat bertindak sedemikian juga? Kita dapat bertindak sedemikian juga, dapat, dan aku tidak ragu-ragu akan hal itu, asal kamu, generasi muda, suka bertindak, asal kamu suka belajar, asal kamu nanti suka menjadi pelopor.

Pertanian tanah-kering kita ini dapat kita bikin menjadi sungguh-sungguh manfaat, dengan melakukan empat ikhtiar yang kusebutkan dibawah ini:
Pertama: Kita harus melakukan pemupukan. Tanah-tanah-ladang kita harus dipupuk, baik dengan pupuk kandang, maupun dengan pupuk tiruan. Pupuk kandang dibutuhkan, bukan saja oleh karena pupuk inilah yang termurah bagi petani, tetapi juga oleh pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tubuh-tanah. Kalau pupuk ini masih kurang, tambahkan denga pupuk hijau. Dan kalau inipun masih kurang, pakailah pupuk tiruan. Jangan berkata bahwa pupuk tiruan mahal! Satu-satunya “way out” inikan harus kita tempuh, kalau kita sebagai bangsa tidak mau mati. Lagi pula- semua pupuk-pupuk- tiruan yang di perlukan untuk tanah-tanah kering kita itu, yaitu pada umumnya: Zwavelzure ammonia, kaliumsulfat, dan dubbel suferfosfat, dapat dibikin di negeri kita sendiri dari bahan-bahan yang ada di negeri kita sendiri. Ini sudah kita selidiki. Maka kalau kita membikin pupuk-pupuk itu di negeri kita sendiri tak perlu kita membelinya dari luar negeri. Tak perlu kita tergantung dari keadaan deviezen lagi. Tak perlu kita tergantung dari keadaan politik di negara orang. Dan kita lantas dapat menjalankan Pemupukan tanah-tanah-kering kita secara besar-besaran. Ratusan ribu ha, Milyun-milyunan ha tanah kering menjadi tanah yang menghasilkan produksi. Hancur-leburlah hantu kemiskinan zat dalam tanah-tanah kering kita itu!
Kedua: kita harus menjalankan seleksi, khusus bagi tanah kering, alangkah masih kosongnya Usaha seleksi bagi tanah-kering itu! Tentang seleksi padi-gogo dapat dikemukakan, bahwa hal itu kini selalu diabaikan, selalu dianak-tirikan. Semua tenaga sampai kini dicurahkan kepada seleksi pada sawah, padi basah. Walaupun barangkali tidak mungkin menciptakan satu jenis pada gogo baru yang sama sekali tanah kemarau, yaitu sama sekali droogteresistent, namun toh kemungkinan untuk mendapatkan satu jenis-baru yang mendekati kebutuhan ini, tidak masuk dalam lapangan kemustahilan. Dan selain dari pada padi? Jenis kedele, jenis kacang tanah, jenis jagung, jenis canthel dan tanaman lain yang bermanfaat bagi hidupnja rakyat, pun masih mengandung kemungkinan untuk diperbaiki lagi dengan jalan seleksi. Tanah-kering harus di tanami dengan tanaman yang tahan kering, dan nilai-khasiatnya harus dibuat sederajat dengan nilai-khasiat padi, misalnya jagung, jawawut, kedele, kacang tanah, dan lain-lain sebagainya lagi. Penggiatan seleksi bagi tanaman-tanaman tahan-kering ini teranglah satu keharusan yang harus lekas kita penuhi !
Ketiga: kita harus Memperlipatgandakan Perhewanan ternak. Perternakan adalah satu syarat mutlak untuk pertanian di tanah kering. Dari mana datangnya pupuk kandang, kalau tidak dari ternak? Dari mana tenaga-tenaga penarik – trekkrachten – Untuk perusahaan Pertanian itu, kalau tidak dari sapi atau kuda? Kecual itu, adanya ternak memecahkan soal lalu-lintas, sehingga soal penggangkutpun ikut terkupas oleh karenanya pula, dan terutama kuda  mendinamiskan manusia! Belum kita sebut disini manfaat besar yang datang dari perternakan berkenan dengan kebutuhan zat putih-telur (eiwit) dalam makanan rakyat! Telur ayam, telur itik, daging ayam, daging itik, daging kambing, daging sapi, dan lain-lain sebagainya, membuat tubuh manusia menjadi sehat dan kuat. Didalam pemakaian zat putih-telur yang berasal dari hewan, Indonesia menduduki satu tempat yang teramat rendah. Hanya rata-rata 4 gram kita makan seorang sehari! Sedangkan di Siam orang makan zat putih-telur 21 gram seorang sehari di Malaya 14 gram seorang sehari, di Indo China 17 gram seorang sehari, di India 9 gram seorang sehari, di Filipina 25 gram seorang sehari, di Cuba 29 gram seorang sehari, di Burma 32 gram seorang sehari. Sejak penjajahan Belanda yang beratus-ratus tahun itu, kita telah menjadi satu bangsa yang selalu sedikit makan zat putih dari hewan dan karenanya kita telah mejadi stau bangsa yang lemah badan dan kurang dinamis. Di jamannya Sultan Agung Hanyokrokusumo, maka menurut ceritanya Riycklof van Goes, seorang Belanda yang menghadap di Keraton Sultan Agung di Kerta, di Ibukota Mataram itu tiap hari disembelih orang 500 ternak yang besar-besar. Dan lihatlah dalam sejarah: Pada waktu itu bangsa kita satu bangsa yang dinamis yang tangkas, yang ulet, yang berani, yang gemar bekerja.
Keempat : Mekanisasi. Ini salah satu yang telah lama kucitakan dan idam-idamkan. Pada umumnya luasnya pertanian di Jawa tidak melebihi 1 ha buat tiap-tiap petani, dan 1 ha ini adalah terlalu sedikit, terlalu banyak untuk mati “Te weinig om  van televen, te veel om van te sterven”. Didaerah Kolonisasi di luar Jawa  pun petani rata-rata hanya mempunyai sawah tidak lebih dari 1½ a 2 ha. Berapa sebenarnya harusnya milik tanah untuk hidup cukup, hidup sentausa? Kalau tanah itu cukup subur, seperti halnya dengan tanah-tanah yang sekarang didapatkan di luar Jawa, maka milik itu sebenarnya harus sedikitnya 10 ha buat tiap-tiap petani. Tetapi sebaliknya, kalau ia diberi 10 ha, maka ia tak mempunyai cukup tenaga untuk mengelola tanahnya itu. Dengan sepasang sapi dan dengan bantuann anak istrinya serta seorang bujang, ia paling banyak dapat menggarap 5 ha tanah. Di Limburg (Negeri Belanda) Petani rata-rata mempunyai 20 ha, yang ia kerjakan dengan keluarganya serta seekor kuda besar, dan di samping itu ia mempunyai 2-3 ekor sapi, 3-4 ekor babi, 100 ekor ayam. Bagaimanakah kita memecahkan soal kita ini, kalau kita mengingati, bahwa kita kekurangan sapi, kekurangan kerbau, kekurangan kuda? Tidakkah mungkin mekanisasi – kalau mungkin secara kollektif – membawa pemecahan dalam soal ini?
Untuk mencoba pertanian secara mekanis, didaerah Kendari (Sulawesi) ada siap-sedia 15.000 ha tanah kering yang datar dengan struktur tanah yang cukup enteng untuk digarap dengan mesin. Pembahagian hujan seluruh tahun disana adalah demikian ratanya, sehingga dua kali setahun daerah itu dapat menghasilkan panen padi-gogo yang lumayan. Tidakkah baik kita coba Pertanian mekanis disana itu?

Pemuda-pemudi, akupun sering melayangkan angan-anganku mengenai pertanian di tanah Jawa. Bilakah seorang pemuda atau pemudi Indonesia ahli ilmu pertanian mendapatkan  satu Jenis padi kering – padi kering, bukan padi basah, yang rasa nasinya tidak kurang lezat dari misalnya padi Bengawan yang kebal segala penyakit, yang dapat memberi panen dua kali setahun? Ah, kalau Jenis padi-kering yang demikian itu terdapat, kalau impedance ini terwujud, kalau segala padi basah bisa kita ganti dengan padi-kering yang all-round itu, satu revolusi besar dapat kita jalankan di lapangan pertanian padi! Kita bisa bikin petani – petani kita “collective minded”, kita bisa buang segala pematang – pematang atau galangan – galangan, kita coret sebagian terbesar dari pengeluaran-pengeluaran untuk irigasi yang berpuluh-puluh milyun, kita bisa bekerja dengan tractor-tractor dan mesin-mesin  pengetam kita bisa bekerja chemis besar-besaran, kita bisa pergunakan tenaga petani yang berlebih untuk kerajinan-tangan atau nijverheid, kita bisa lemparkan banyak sekali tenaga kerja kedalam industriliasasi di daerah-daerah kita yang harus di industrialisir! Betapa hebatnya akibat revolusi pembangun yang demikian itu! Produksi bahan makanan akan terbang naik keatas, nijverheid akan tumbuh dimana-mana, industrialisasi akan tidak kekurangan tenaga manusai, dan mental, dalam kedudukan jiwa, bangsa Indonesia akan berubah, akan bangkit sama sekali! Hilanglah nanti segala sifat kepelanan, hilanglah segala sifat tak berdaya yang menghinggapi petani-kecil, hilanglah segala kemak-kemikan japa-mantra dan kukus kemenyan dan sesajen, hilanglah segala sifat jiwa kepedesaan, tumbuhlah jiwa kebrayaan dan kerayaan yang luas, tumbulah jiwa natie yang lebar tumbulah jiwa Negara yang melangkahi segala batas-batasnya desa dan lembah dan gunung dan lautan. Terbangunlah satu bangsa  Indonesia baru yang badanya sehat-kuat karena cukup persediaan makan, yang jiwanya dinamis – tangkas – perkasa karena terlepas dari ikatan-ikatan lama yang membelenggunya ribuan tahun !

Pemuda-pemudi sekalian! Pidato ku hampir habis agak lama aku minta perhatianmu, tetapi tidak terlalu lama, oleh karena soal yang kubicarakan ialah soal hidup atau mati, camkanlah dan perhatikanlah: pada masa sekarang ini, Indonesia menghadapi satu bahaya kelaparan yang tiap-tiap tahun datang kembali, tiap-tiap tahun tambah besar, dan cepat akan merupakan satu bencana, satu malapetaka, kalau tidak kita tanggulangi secara tepat. Bahwa Indonesia pada sekarang ini terpaksa membeli beras dari luar negeri sebanyak 6 a 700.000 ton, besok 800.000 ton, lusa 900.000 ton ; bahwa disana-sini timbul penyakit hongerodeem; bahwa ditanah-air kita yang indah-permai ini ada anak-anak kecil yang diangkut kerumah sakit oleh karena periuk nasi dirumah adalah kosong, itu adalah sebenarnya satu tanda ketidak-mampuan, “brevet van onvermogen” dari pada generasi sekarang yang tak mampu mengenal dan memecahkan soal. Sebagai “mode” didatangkanlah pelbagai ahli dari  luar negeri, yang ya memang ahli, tetapi yang disini masih harus belajar lebih dahulu. Tetapi ya, generasi sekarang biarlah generasi sekarang. Tetapi engkau, engkau, pemuda-pemudi di seluruh Indonesia, yang sekarang duduk di bangku bangku SMA, engkau adalah generasi baru. Engkau adalah generasi yang akan datang! Engkaulah yang bertanggungjawab atas nasib bangsamu di masa depan. Kita kekurangan kader bangsa, terutama di lapangan pertanian dan peternakan. Aku bertanya kepadamu: sedangkan rakyat Indonesia akan mengalami celaka, bencana, malapetaka dalam waktu yang dekat kalau soal makanan rakyat tidak segera dipecahkan, sedangkan soal persediaan makanan rakyat ini bagi kita adalah soal hidup dan mati,--  kenapa dari kalangan-kalanganmu begitu kecil minat untuk studie ilmu pertanian dan ilmu perhewanan? Kenapa buat tahun 1951/1952 yang mendaftarkan diri sebagai mahasiswa bagi fakultet pertanian hanya 120 orang, dan bagi fakultet kedokteran hewan hanya 7 orang? Tidak, pemuda-pemudiku, studie ilmu pertanian dan kehewanan tidak kurang penting dari studie lain-lain, tidak kurang memuaskan jiwa yang bercita-cita dari pada studie yang lain-lain. Camkan, sekali lagi camkan, --- kalau kita tidak “aanpakken” soal makanan rakyat ini secara besar-besaran secara radikal dan revolusional, kita akan mengalami malapetaka.

Secepat mungkin kita harus membangunkan kader bangsa di atas lapangan makanan rakyat kalau mungkin laksana cendawan di musim hujan. Secepat mungkin kita membutuhkan paling sedikit 350 insinyur pertanain, 150 ahli kehutanan, ratusan ahli seleksi, ratusan ahli pembanteras hama, ratusan ahli pemupuk, ratusan ahli tubuh – tanah ratusan ahli irrigasi – pertanian – rakyat, ratusan ahli kehewanan, --- dokter-dokter hewan dan ahli-ahli pemeliharan ternak. Daftarkanlah dirimu nanti menjadi mahasiswa fakultet pertanian dan fakultet kedokteran hewan! Jadilah pahlawan pembangunan! Jadikanlah bangsamu ini bangsa yang kuat, bangsa yang merdeka dalam arti merdeka yang sebenar-benarnya! Buat apa kita Bicara tentang “politik bebas” kalau kita tidak bebas dalam urusan beras, yaitu selalu harus minta tolong beli beras dari bangsa-bangsa tetangga? kalau misalnya peperangan dunia ke-III meledak, entah besok entah lusa, dan perhubungan antara Indonesia dan Siam dan Burma terputus karena tiada kapal pengangkutan, --- dari mana kita mendapat beras? Haruskah kita mati kelaparan? Buat apa kita membuang deviezen bermilyun-milyun tiap-tiap tahun untuk membeli beras dari negara lain, kalau ada kemungkinan untuk memperlipatganda produksi makanan sendiri? Segala ikhtiar-ikhtiar kita menekan harga-harga barang di dalam negeripun – sebagai yang telah kita alami – selalu akan kandas, selalu akan sia-sia, selama harga beras periodik membubung tinggi, karena harga beras memang menentukan harga barang yang lain-lain. Politik bebas, prijsstop, keamanan, masyarakat adil dan makmur, “mens sana in corpore sano”, --- semua itu menjadi omong kosong belaka, selama kita kekurangan bahan makanan selama tekort kita ini makin lama makin meningkat selama kita hanya main cynisme saja dan senang cemooh-mencemooh, selama kita tidak bekeja keras, memeras keringat mati-matian menurut plan yang tepat dan radikal. Revolusi pembangunan harus kita adakan. Revolusi Besar diatas segala lapangan, Revolusi Besar dengan segera, tetapi paling segera diatas lapangan persediaan makanan rakyat. Dan kamu pemuda-pemudi di seluruh Indonesia, kamu harus menjadi pelopor dan pahlawan revolusi pembangunan itu! Janganlah bangsa menyesal di hari yang akan datang.

Denga ucapan itulah, saja nanti meletakan batu pertama dari gedung fakultet pertanian ini.

Sekian ! Terima kasih !

http://ngelmu-urip.blogspot.com/2011/01/soal-hidup-atau-mati.html

Bulog Meulaboh Targetkan Pengadaan Beras 3.000 Ton

Senin, 27 Apr 2015

MedanBisnis - Banda Aceh. Perum Bulog subdivisi regional Meulaboh, Provinsi Aceh menargetkan pengadaan beras dalam negeri di daerah itu pada tahun 2015 sebanyak 3.000 ton guna memenuhi kebutuhan pangan di kawasan setempat.
"Saat ini tim terus bekerja untuk membeli hasil panen milik petani dan Insya Allah target itu akan tercapai," kata Kepala Subdivisi Regional Perum Bulog Meulaboh M Junaidi, dihubungi di Banda Aceh, Sabtu (25/4). Ia menjelaskan pengadaan beras dalam negeri yang ditargetkan pada tahun 2015 sebelumnya mencapai 6.000 ton dan direvisi menjadi 3.000 ton untuk tahun itu, karena tingginya harga beli di pasaran.

Junaidi menyebutkan harga beli beras di perusahaan milik pemerintah tersebut sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk beras sebesar Rp7.300 per kg. Menurutnya, realisasi pengadaan beras yang di lakukan Kasubdivre Meulaboh hingga April telah mencapai 700 ton. Pengadaan yang dilakukan itu salah satunya untuk memenuhi kebutuhan beras masyarakat miskin di kawasan itu.

Ia mengatakan pengadaan beras yang dilakukan perusahaan plat merah itu di Meulaboh akan terus bertambah dan diperkirakan akan lebih banyak lagi pada musim gadu. "Kami berharap pada musim gadu nanti target pengadaan beras dalam negeri tahun 2015 akan tercapai," katanya.

Subdivre Perum Bulog Meulaboh membawahi empat kabupaten yakni Aceh Barat, Aceh Jaya, Nagan Raya dan Simeulue. Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Aceh pada tahun 2015 menargetkan pengadaan beras dalam negeri di provinsi berpenduduk sekitar 4,5 juta jiwa itu sebanyak 40.000 ton. (ant)

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2015/04/27/160563/bulog-meulaboh-targetkan-pengadaan-beras-3000-ton/#.VT7FDtLtmko

Bulog Bali Terima Hibah Mobil 'Warung Sembako TPID' dari BI

Senin, 27 April 2015

Bulog Bali Terima Hibah Mobil 'Warung Sembako TPID' dari BI

Penyerahan satu unit mobil warung sembako TPID kepada Ketua Perum Bulog Bali, oleh Ketua TPID Bali Ketut Sudikerta di depan kantor Bank Indonesia Kantor Wilayah Bali 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Dewi Setyowati, memberikan 1 unit mobil kepada Perum Bulog Divre Bali, usai melakukan high level meeting dengan seluruh jajaran Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Bali, Senin (27/4/2015) di kantor BI, Renon, Denpasar.
“Mobil ini, walaupun bekas namun kondisinya sangat bagus, kami hibahkan sebagai satu upaya mobilisasi guna mengendalikan inflasi di Provinsi Bali,” ujarnya saat penyerahan.
Mobil bertuliskan ‘Warung Sembako TPID’ ini akan berfokus pada mobilisasi untuk stabilisasi harga, khususnya pada komoditas bahan pangan utama di Provinsi Bali.
Lanjutnya, penetapan sasaran, pemantauan, dan pengendalian inflasi demi tercapainya inflasi yang rendah dan stabil sesuai target nasional dan target daerah Bali tahun 2015, yakni dikisaran 4-5 persen.
Sementara itu, Kepala Perum Bulog Bali, I Wayan Budita, sangat mengapresiasi pemberian mobil ini.
“Kami dari pihak bulog, pemberian mobil ini juga merupakan tantangan untuk ke depannya mampu mengendalikan harga-harga dengan tugas pokok bulog,” katanya.
Operasionalnya, kata dia, dimanapun ada informasi harga bergejolak, pihaknya akan datang. (*)

HKTI sarankan harga gabah gunakan HET

Senin, 27 April 2015

Jakarta (ANTARA Lampung) - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia menyarankan harga gabah tidak lagi menggunakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) namun kembali menggunakan harga dasar serta harga eceran tertinggi.

"HPP adalah kebijakan liberal, jadi kembalikan saja kepada harga dasar dan harga eceran tertinggi," kata Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang juga Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon usai peringatan ulang tahun HKTI di Jakarta, Senin.

Menurut dia, jika kembali kepada harga dasar dan harga eceran tertinggi maka Bulog wajib membeli gabah ketika harganya terlalu rendah dan jika harga terlalu tinggi maka pemerintah dapat melakukan intervensi.

"HPP ini tidak ada kewajiban untuk pemerintah menyerap gabah ketika harga jatuh," kata dia.

Dia juga mengatakan pemerintah harus bersatu dalam menyelesaikan masalah pertanian itu. Apalagi, pada akhir tahun ini, Indonesia sudah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN.

"Pada saat masuk masa Masyarakat Ekonomi ASEAN jangan sampai Indonesia hanya menjadi pasar produk pertanian negara tetangga, seperti Thailand, Vietnam, bahkan Myanmar," kata dia.

Saat ini harga Gabah Kering Panen adalah Rp3.700 per kilogram di tingkat petani atau Rp3.750 per kilogram di penggilingan.

Harga Gabah Kering Giling Rp4.600 per kilogram di penggilingan dan Rp4.650 perkilogram di gudang Bulog.(Ant)

http://www.antaralampung.com/berita/281100/hkti-sarankan-harga-gabah-gunakan-het

Senin, 27 April 2015

Tak Sesuai Spesifikasi, Beras Mitra Bulog Ditolak Berulang Kali

Senin, 27 April 2015

Pati, Antara Jateng - Perum Bulog Sub Divisi Regional II Pati, Jawa Tengah, berulang kali menolak beras hasil penyerapan (membeli) mitra Bulog yang dinilai tidak sesuai spesifikasi yang ditentukan, kata Kepala Perum Bulog sub-Divre II Pati Khozim.

"Hal itu, kami lakukan untuk menjaga kualitas beras Bulog agar lebih baik dibanding sebelumnya," ujarnya di Pati, Senin.

Apalagi, lanjut dia, harga pokok pembelian (HPP) beras yang dijadikan dasar merupakan yang terbaru, yakni Rp7.300/kg, sedangkan sebelumnya hanya Rp6.600 per kilogram.

Sementara HPP gabah kering giling (GKG), kata dia, juga naik menjadi Rp4.650/kg dari sebelumnya Rp4.200/kg dan gabah kering panen (GKP) ditetapkan sebesar Rp3.700/kg dari sebelumnya Rp3.300/kg.

Artinya, lanjut dia, mitra Bulog juga diharapkan ikut menyesuaikan kualitas beras yang disetorkan harus lebih baik lagi.

Berdasarkan standar operasional yang dimiliki Bulog, kata dia, pengecekan beras dari mitra tidak hanya dilakukan secara sampling, melainkan seluruh beras yang ada dicek.

Apabila ditemukan beras yang tidak sesuai ketentuan, kata dia, akan ditolak.

Selama ini, lanjut dia, sudah berulang kali menolak beras mitra Bulog karena dari kiriman satu truk ternyata yang dianggap sesuai persyaratan Bulog hanya beberapa karung beras, sedangkan lainnya terpaksa ditolak.

Biasanya, lanjut dia, beras yang berada di tumpukan paling atas merupakan beras yang kondisinya cukup bagus, sedangkan bagian bawah ada yang tidak sesuai persyaratan sehingga pengecekan dilakukan secara menyeluruh.

"Tahun ini kami memang menjanjikan kualitas beras dari Bulog lebih baik dari sebelumnya," ujarnya.

http://www.antarajateng.com/detail/tak-sesuai-spesifikasi-beras-mitra-bulog-ditolak-berulang-kali.html

Dirgahayu HKTI

Senin, 27 April 2015

HARI ini, 42 tahun silam, tepatnya 27 April 1973, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dibentuk sebagai wadah kerukukan tani yang dimaksudkan untuk mewadahi banyak organisasi petani di Tanah Air. Itikad 42 tahun lalu tersebut mencuat karena teramat banyaknya organisasi tani yang menurut pemerintah perlu disatusuarakan. Demi pembangunan nasional yang ingin melepaskan diri dari ketergantungan akut sistem pangan nasional Indonesia terhadap importasi pangan global.
Bersama banyak faktor lain yang mendukung upaya menuju swasembada beras seperti Bimas-Inmas, penyuluhan pertanian, Insus, pembangunan waduk dan irigasi, benah kelembagaan, dan sebagainya. Penyatuan organisasi tani dalam pemerintahan yang monolitik-sentralistik saat itu dipandang sebagai cara jitu memudahkan pengelolaan pembangunan pertanian nasional. Apapun implikasinya, melalui pendekatan dimaksud mobilisasi petani telah sukses dilakukan.
Kulminasinya, 11 tahun kemudian tercapailah swasembada beras, 1984. Tentu amat monumental bahwa prestasi swasembada dimaksud ditandai dengan anugerah penghargaan FAO kepada Presiden RI dalam upacara perhelatan Harlah ke-40 lembaga pangan sedunia tersebut di Roma, 14 Nopember 1985. Keswasembadaan, terutama beras telah menjadi pilihan utama program pembangunan dalam konfigurasi politik pemerintahan selanjutnya.
Hari ini, ketika Republik sudah sampai pada Presiden ke-7, Pemerintahan Jokowi tidak juga melepaskan urusan keswasembadaan beras. Karena posisi strategis yang tidak pernah melemah, kalau tidak bisa disebut justru makin menguat karena berkaitan dengan ancaman kelaparan global. Sementara, secara finansial nilai uang minimal terkait swasembada beras yang setara konsumsi tahunan 31 juta ton beras, lebih dari Rp 226,3 triliun, berdasarkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras menurut Inpres 5/2015 sebesar Rp 7.300/kg.
Sekian lama pemerintahan reformasi berjalan, selama itu pula nyaris tidak terjadi benah infrastruktural. Pembangunan waduk, penataan sistem irigasi dan sejenisnya, boleh dikatakan tidak ada selama 17 tahun belakangan. Kemerosotan kinerja persawahan tentu menyertai. Mengawali Pemerintahan Jokowi, dicanangkanlah kembali pendekatan infrastuktural yang memang sangat diperlukan. Tentu saja pendekatan-pendekatan lain turut serta pula untuk mendukungnya secara simultan bagi terwujudnya swasembada beras 2018.
Alasannya, keswasembadaan pangan, utamanya beras, memang sebuah keharusan Indonesia. Kecuali diperlukan guna melandasi kedaulatan pangan, keswasembadaan dibutuhkan sebagai kendali, tidak hanya bagi stabilitas pangan, tetapi sekaligus bagi stabilitas perekonomian nasional. Hal ini mengingat keterkaitan erat kinerja pangan yang selalu terukur dalam relasi empat hal: pertama, gerakan harga pasar pangan yang harus menjamin stabilitas; kedua, daya beli publik yang sangat terbatas; ketiga, kesejahteraan petani yang menurut UU 19/2013 harus dilindungi; dan keempat peta konsumsi mayoritas rakyat banyak yang didominasi konsumsi pangan.
Perihal terakhir, tentang cunsumption bundle, peta konsumsi yang didominasi pangan, tentu terkait erat dengan tingkat kesejahteraan rakyat, dan sekaligus memiliki implikasi tersendiri dalam pengelolaan kinerja ekonomi makro. Apapun yang terjadi terhadap pasar pangan, karena dominasi konsumsi ini akan sangat berpotensi mempengaruhi stabilitas nilai uang, inflasi maupun deflasi.
Hal sebaliknya sudah barang tentu harus dicermati. Ketika terjadi perubahan kinerja perekonomian yang berpotensi memicu inflasi, (inflationary), seperti naiknya harga bahan bakar minyak (BBM), merosotnya nilai tukar rupiah, dan sebagainya, maka dominasi pangan dalam peta komsumsi, semakin menonjol, dan pengaruhnya terhadap kemerosotan nilai uang semakin kentara. Manakala pasar pangan 'kesetrum' inflasi meski sekadar sebagai penerus saja, remittance maka potensi inflationary pangan akan menjadi-jadi. Dengan akibat luar biasa bagi konsumen dan produsen pangan, dan pada gilirannya bagi perekonomian nasional.
Perspektif strategis inilah sebetulnya yang harus dicermati dengan hati-hati dalam pengelolaan pangan karena keterkaitan massifnya bagi masyarakat, produsen dan konsumen. Tanpa kehati-hatian pengelolaan, niscaya rakyat tani miskin (RTM), dan sektor pangan akan senantiasa diposisikan sebagai bemper inflasi dan tumbal stabilitas perekonomian.
Solusi fiskalnya harus strategis. Dengan tiadanya kesesuaian dukungan fiskal yang memadai, sungguh tidak bisa dipahami RTM dan organisasi tani mana pun. Andaikata dalam menghadapi gejala inflationary, pemerintah cenderung bersikap bahwa semua barang bisa dan boleh naik harganya, semaunya, kecuali produk pangan.

Prof Dr M Maksum Machfoedz
(Penulis adalah Ketua PB NU, Guru Besar UGM)

http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/3987/dirgahayu-hkti.kr

Hingga April, Bulog Serap 400 Ribu Ton Beras Petani

Minggu, 26 April 2015

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di momen panen raya 2015, Badan Urusan Logistik (Bulog) telah melakukan penyerapan beras petani sebanyak 400 ribu ton per April. Proses penyerapan akan terus dilakukan hingga tercapai target sebanyak 2,75 ribu ton hingga akhir tahun.
Penyerapan tersebut merupakan amanat dari pemerintah kepada Bulog guna menjaga agar harga beras dan gabah petani tidak jatuh, sekaligus menjaga pasokan beras nasional agar harganya di pasaran terkendali.

"Sampai saat ini penyerapan masih terus dilakukan di masing-masing divisi regional Bulog masing-masing daerah se-Indonesia," kata Direktur Pelayanan Publik Bulog Lely Pelitasari kepada Republika, Ahad (26/4).
Strateginya, teman-teman Bulog di daerah bekerja sama dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) serta mitra lainnya untuk memudahkan proses pembelian dan penyimpanan beras.

Menyiasati kawasan pertanian yang jauh dari gudang Bulog, kata Lely, penyerapan beras dilakukan dengan pembukaan gudang jarak jauh di mana beras Bulog disimpan di gudang dekat penggilingan.
"Karena ada beberapa daerah yang jarak antara penggilingan petani dengan gudang kita jauh, kalau mereka ngangkut ke gudang kita ongkosnya mahal, jadi dibuka gudang baru dekat penggilingan," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mewanti-wanti agar distribusi beras segera dibenahi. Dalam pantauannya pada pertengahan April di 10 kabupaten di Jawa Tengah dan empat kabupaten di Jawa Timur, masih ditemukan petani yang menjual beras di bawah HPP.  Itu artinya, ada indikasi kalau beras tersebut tidak diserap Bulog melainkan oleh tengkulak.

"Makanya solusinya sederhana, beras harus benar-benar diserap oleh Bulog, amanat Presiden, dalam panen raya ini Bulog harus menyerap hingga 4,5 juta ton," kata Mentan.
Disebutkannya, panen raya beras pada Maret 2015 yakni sebanyak 2,4 Juta ton sementara di April hingga saat ini jumlahnya mencapai 1,9 Juta ton. Dari jumlah produksi tersebut, Bulog harus sigap melakukan penyerapan agar tugas tersebut tidak diambil alih tengkulak.

Ia pun menyinggung soal teknis distribusi yang tak lantas membuat keuntungan untuk petani, spesifiknya dari segi harga. Pantauannya pula per hari ini, harga gabah petani berada di kisaran Rp 3.500. Jika digiling menjadi beras, maka per kilo harganya Rp 5 ribu. "Kalau ngambil untung 30 persen, harganya Rp 7.200," katanya.

Maka, jika harga di kota Rp 10 ribu, kata dia, maka ada seratus persen margin yang dinikmati oleh yang orang yang tak terbakar matahari dan lumpur sawah alias dinikmati non petani. Makanya, pemasaran pun mestinya dibenahi dengan melibatkan Kementerian Perdagangan.

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/04/26/nneslo-hingga-april-bulog-serap-400-ribu-ton-beras-petani

Bulog Papua Minta Pemprov Beli Kapal Khusus Angkut Beras

Minggu, 26 April 2015

JAYAPURA - Distribusi beras ke sejumlah daerah di Papua kerap terhambat. Bulog Divisi Regional (Divre) Papua dan Papua Barat berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua dapat membeli kapal yang dikhususkan untuk mengangkut beras hasil produksi petani di Kabupaten Merauke.

"Kalau bisa Pemprov Papua beli kapal kargo yang jalurnya khusus melayani Papua saja, dari kawasan selatan ke utara," ujar Kepala Divre Bulog Papua dan Papua Barat Arif Mandu, di Jayapura, Minggu (26/4/2015).

Ia mengatakan, besarnya hasil produksi beras di Kabupaten Merauke yang sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan beras di beberapa kabupaten lainnya, terhambat pada masalah transportasi.

"Memang transportasi menjadi kendala utama, kalau kita mau kirim beras Merauke ke utara, Kota Jayapura itu kan melingkar dan selama ini tidak ada jalur kapal itu. Jadi pernah kita melakukan pengiriman ke Fak-Fak, Sorong, Manokwari sampai ke Biak pada 2014, itu ada 40 ribu ton kita geser dari Merauke, jadi kapal dari Merauke itu ke Surabaya dulu, baru dari Surabaya ke arah utara Papua," tuturnya.

Solusi lain untuk memenuhi kebutuhan beras di seluruh wilayah Papua, khususnya di bagian utara, ucap Mandu, adalah dengan membagi wilayah produksi ke beberapa kabupaten di kawasan tersebut.

Hanya saja, hingga kini luasan lahan yang digarap masih kecil dan belum mampu menutupi besaran kebutuhan yang ada.

"Nabire juga ada, tapi pengadaan kita di Nabire masih kecil, seperti di 2014 kita cuma dapat 250 ton, tertinggi kita dapat 500 ton. Di sana luas lahan masih kecil," jelasnya.

Karenanya, ujar Mandu, perlu dilakukan kajian lebih dalam untuk menemukan lokasi potensial untuk memenuhi kebutuhan beras bagi Papua, khususnya di wilayah utara.

"Selain Nabire mungkin ada daerah lain, apakah Sarmi atau Membramo Raya, ini memang perlu survei dan penelitian lebih lanjut. Ini supaya ada dua sentra produksi yang angkanya cukup signifikan mengingat luas Papua yang begitu besar dan hal ini bisa mengatasi masalah transportasi yang selama ini menghambat," ujarnya.

(mfa)

http://economy.okezone.com/read/2015/04/26/320/1140273/bulog-papua-minta-pemprov-beli-kapal-khusus-angkut-beras

Sabtu, 25 April 2015

Jemput Bola ke Petani, Langkah Bulog Diapresiasi

Sabtu, 25 April 2015
   
INILAHCOM, Jakarta - Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) mengapresiasi upaya Bulog menyerap gabah dan beras dari para petani.

Menurut Ketua Perpadi Lampung, Medi Istianto, dengan harga pasar saat ini yang jauh di ata Harga Pembelian Pemerintah (HPP), Bulog tidak hanya melakukan upaya jemput bola namun juga banyak melakukan sosialisasi. Di antaranya tentang Inpres Nomor 5 tahun 2015.

"Upaya yang dilakukan Bulog ini sangat luar biasa dan membanggakan," kata Medi dalam keterangan persnya, Jumat (24/4/2015).

Menurutnya, langkah Bulog untuk mencapai target serapan padi dan gabah sendiri sangat berat. Sebab adanya perbedaan harga akan membuat petani menjual kepada pihak di luar Bulog, karena Bulog tidak bisa membeli dengan harga di atas HPP.

Apalagi di Lampung, misalnya, banyak sekali berkeliaran para spekulan yang membeli gabah dari petani dengan cara ijon.

"Kami saja yang perusahaan penggilingan merasakan benturan dengan para pembeli ijon, apalagi Bulog. Tentu kendala yang mereka hadapi lebih besar. Tetapi di tengah kondisi seperti itulah, Bulog memperlihatkan upaya yang luar biasa. Sesulit apapun tantangan yang dihadapi, mereka terus berusaha memacu penyerapan," katanya.

Medi mengatakan, Bulog sudah menjemput bola hingga ke perusahaan penggilingan padi. Atas hal itu dirinya mengapresiasi langkah tersebut, karena Bulog tidak hanya bekerja sama dengan perusahaan besar, namun juga dengan penggilingan-penggilingan kecil yang memiliki peralatan dan modal terbatas.

Medi mengaku tidak semua beras bisa diserap Bulog. Karena sesuai Inpres Nomor 5 tahun 2015 tersebut, salah satu syarat kualitas yang harus dipenuhi adalah kadar air 14 persen. Di tengah cuaca yang tidak menentu, dimana hujan sering turun, tak jarang beras yang dihasilkan justru memiliki kadar air 15 persen-15,5 persen.

"Ini kendala buat penggilingan, karena Bulog tidak bisa menyerap beras dengan kadar air tinggi. Makanya kami berharap, ada bantuan perlatan oven untuk mempercepat proses pengeringan. Tidak usah terlalu besar, cukup yang berukuran 15-20 ton," kata Medi.

Guru Besar Fakultas Pertanian UGM Profesor Mashuri tidak menepis bahwa saat ini Bulog menghadapi tantangan yang sangat besar. Berbagai tantangan tersebut, membuat Bulog mau tidak mau harus berjuang ekstra keras dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Mereka harus punya usaha yang lebih tinggi dan harus lebih gigih," katanya.

Mashuri menambahkan, setidaknya terdapat tiga hal yang membuat perjuangan Bulog lebih berat. Pertama, karena penetapan HPP yang agak terlambat. Jika saja HPP ditetapkan sejak awal, tentu Bulog bisa lebih cepat bergerak. Kedua, adanya isu bahwa tidak boleh impor.

Menurutnya, isu tersebut sangat merugikan Bulog dan berpotensi mengundang spekulan. Dan, ketiga, adanya usulan sebelum ini tentang penghapusan raskin.

"Semua kondisi tersebut sangat merugikan bagi Bulog dan berimbas sampai sekarang," katanya. [fad]

http://nasional.inilah.com/read/detail/2198973/jemput-bola-ke-petani-langkah-bulog-diapresiasi

Ini Tiga Tantangan Berat Bulog

Sabtu, 25 April 2015

JAKARTA - Bulog harus berjuang ekstra keras dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini lantaran tantangan yang dihadapi Bulog saat ini sangat berat.

”Mereka harus punya usaha yang lebih tinggi dan harus lebih gigih,” kata Guru Besar Fakultas Pertanian UGM Profesor Mashuri kepada wartawan, kemarin. Dia menambahkan, setidaknya terdapat tiga hal yang membuat perjuangan Bulog lebih berat.

Pertama, karena penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang agak terlambat. Jika saja HPP ditetapkan sejak awal, tentu Bulog bisa lebih cepat bergerak. Kedua, adanya isu bahwa tidak boleh impor.

Menurutnya, isu tersebut sangat merugikan Bulog dan berpotensi mengundang spekulan. Dan, ketiga, adanya usulan sebelum ini tentang penghapusan raskin. ”Semua kondisi tersebut sangat merugikan bagi Bulog dan berimbas sampai sekarang,” katanya.

Dalam konteks itu, Mashuri menegaskan, pemerintah seharusnya memberi dukungan yang lebih besar kepada Bulog. Apalagi di tengah masyarakat yang masih menghendaki kondisi harga beras stabil, bukan harga yang semata-mata ditentukan harga pasar.

Dalam kaitan itu pula, Mashuri menilai bahwa usulan Mendagri Tjahjo Kumolo bahwa Bulog akan dibubarkan, sebagai usulan yang tidak masuk akal.

“Itu kan ngalor ngidul. Ingin ke utara, tetapi berjalan ke Selatan. Inginnya harga stabil, namun malah Bulog akan dibubarkan. Bagaimana mungkin. Kan Bulog yang memiliki peran dalam stabilisasi harga,” kata Mashuri.

Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Lampung Medi Istianto mengatakan, dengan harga pasar saat ini yang jauh di atas HPP, Bulog tidak hanya melakukan upaya jemput bola namun juga banyak melakukan sosialisasi, salah satunya tentang Inpres No 5/2015. ”Upaya yang dilakukan Bulog ini sangat luar biasa dan membanggakan,” katanya.

Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengharapkan Bulog bisa menyerap beras petani sebanyak-banyaknya. "Tahun ini Presiden Jokowi meminta agar Bulog menyerap beras petani hingga 4,5 juta ton atau naik hampir 100 persen," ujarnya.

Amran mengatakan, perkembangan produksi beras di masa-masa awal musim panen ini memang masih fluktuatif, pada Maret sudah ada produksi beras 2,4 juta, selama April sudah ada 1,9 juta ton. (rko)

http://www.jpnn.com/read/2015/04/25/300242/Ini-Tiga-Tantangan-Berat-Bulog

Bulog Tangerang Lampaui Target Pengadaan Beras Lokal

Jumat, 24 April 2015

indopos.co.id - Kerja keras semua tim satgas dalam mencapai target pengadaan beras lokal musim tanam (MT) 2015 di Subdvre Badan Urusan Logistik (Bulog) Tangerang, Banten, membuahkan hasil.

Sampai tanggal 23 April 2015 ini, Bulog Tangerang sudah berhasil mencapai pengadaan beras sebanyak 3.518.910 kg dari hasil panen petani yang ada di Tangerang, dari target yang ditetapkan oleh Bulog pusat bulan April sebanyak 4.410 ton  ton setara beras. Hal ini diungkapkan kepala Subdivre Bulog Tangerang Hj Dian Sri  Hardiyani kepada indopos.co.id di Serang, Jumat (24/4).

“Keberhasilan Bulog Tangerang mencapai target pengadaan ini adalah, berkat kerja keras semua tim yang langsung turun ke penggilangan kecil dan titik panen petani,” ungkap Dian.

Ia menjelaskan, target pengadaan tahun ini yang semula ditetapkan 16 ribu ton setara beras dinaikkan menjadi 23 ribu ton setara beras, dengan perhitungan panen di wilayah kerjanya masih ada, ditambah adanya instruksi dari presiden Jokowi untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri.

Untuk mencapai target pengadaan dalam negeri tahun ini, Subdivre Bulog Tangerang membentuk sebanyak banyaknya Satgas pengadaan dalam negeri (ADA DN) yang turun ke titik titik panen dan penggilingan beras di Tangerang untuk menyerap beras dari petani.

"Panen padi di Tangerang saat ini masih mampu menambah perolehan pengadaan untuk mencapai target yang sudah ditetapkan.Sebab saat ini saja, pengadaan sudah terealisasi mencapai 3.518.910  ton setara beras, dan pembelian beras masih terus berjalan selama masih ada panen,” katanya seraya menambahkan, pihaknya membeli beras dengan harga Rp 7.300 per kg sampai di gudang Bulog, sesuai dengan HPP yang ditetapkan oleh pemerintah

Dalam memcapai target pengadaan beras dari mitra kerja tersebut, Bulog terus melakukan pembinaan kepada semua jaringan Subdivre Tangerang, terutama kepada mitra penggilingan kecil dengan kerjasama yang sinergis dan harmonis.

Mengenai perolehan pengadaan beras, saat ini disimpan di gudang milik Bulog Sub Divre III Tangerang di Gudang Bulog Baru (GBB) Cikande 1,2,3 Serang dan GBB Sangiang,Tangerang.

Lebih jauh Dian menambahkan, beras lokal hasi pengadaan petani Banten itu akan disalurkan untuk Raskin (beras untuk orang miskin) Tangerang dengan alokasi sebanyak 3.167.415 kg per bulan.

  “Subdivre Tangerang akan terus berupaya agar kebutuhan raskin di wilayah Tangerang dapat dipenuhi dari hasil pengadaan petani Banten,” pungkasnya.(yas)

http://www.indopos.co.id/2015/04/bulog-tangerang-lampaui-target-pengadaan-beras-lokal.html

Jumat, 24 April 2015

Bulog Didesak Serap Beras Premium

Jumat, 24 April 2015

diminta mengoptimalkan penyerapan beras premium.Pasalnya, pasar beras premium selama ini semakin diminati masyarakat dan masih banyak dikuasai oleh pihak swasta.
“Selama ini Perum Bulog lebih banyak berperan pada penyerapan beras petani kualitas medium untuk raskin dan operasi pasar, tapi kini petani meminta Bulog juga bisa menyerap beras premium,“ kata Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir di Surabaya, Jawa Timur, kemarin.

Menurutnya, Bulog jangan hanya menyerap beras jenis medium, tetapi juga beras premium. Dengan begitu, beras premium tidak hanya dikuasai oleh pihak swasta. Dengan masuknya Bulog di kelas beras premium, harga bisa menjadi lebih stabil karena tidak terlalu dikuasai oleh swasta. Apalagi, permintaan beras premium juga semakin meningkat.

Selama ini Bulog dianggap terlalu terpaku pada tugasnya terkait public service obligation (PSO), yang mengemban amanah untuk menjaga stabilitas harga beras di tingkat produsen.

Namun, potensi bisnis komersial masih disampingkan.Selama ini bisnis komersial hanya berkisar 10%. Idealnya, kata Winarno, bisnis komersial bisa berkisar hingga 30% agar Bulog juga tertolong secara pendapatan dan tidak bergantung pada suntikan modal negara.

“Beras premium yang dimak sud ialah beras kualitas tinggi yang berasal dari dalam negeri, jangan kemudian diartikan beras premium dari luar negeri,” ujar Winarno.

Pengadaan beras premium dalam negeri Bulog dapat diperoleh melalui pembelian langsung dari penggilingan padi dan beras lokal unggulan produk Unit Penggilingan Gabah Beras (UPGB) Bulog. Dari Kupang, Bulog Divisi Regional (Divre) Nusa Tenggara Timur (NTT) sampai kemarin telah menyerap beras petani sebanyak 30 ton. Jumlah itu masih minim jika dibandingkan dengan target penyerapan beras selama 2015 sebanyak 15.000 ton.

“Bulog sudah melakukan kontrak dengan petani di sejumlah daerah untuk pengadaan beras,” kata Humas Bulog Divre NTT Marselina Radja.

Sementara itu, target penyerapan pangan di Bulog Subdivisi Regional (Subdivre) Banyumas, Jawa Tengah, direvisi. Sebelumnya prognosis penyerapan pangan mencapai 85 ribu ton hingga akhir 2015, tetapi kini dipangkas menjadi 62 ribu ton.

(FL/PO/LD/N-2)




TOLAK IMPOR BERAS DEMI KEDAULATAN PANGAN DAN PRODUTIVITAS PETANI (II)

Bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.


Bahwa tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah, nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat ekonomi pedesaan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan


Kedaulatan pangan merupakan hak sebuah negara dan petani untuk menentukan sendiri kebijakan pangannya dengan memprioritaskan produksi pangan lokal untuk kebutuhan sendiri, menjamin penguasaan petani atas tanah subur, air, benih, termasuk pembiayaan untuk para buruh tani dan petani kecil, serta melarang adanya praktek perdagangan pangan dengan cara dumping.


Bahwa kenaikan harga beras di beberapa wilayah Indonesia, dalam beberapa minggu ini cukup mencengangkan. Operasi pasar (OP) beras yang dilakukan pemerintah tidak mungkin bisa menjadi andalan karena hanya bersifat pemadam kebakaran. Rencana pemerintah untuk kembali melakukan impor beras sebanyak 500 ribu ton pada tahun ini harus ditolak karena bertentangan dengan upaya membangun kedaulatan pangan bangsa dan bertentangan dengan upaya mensejahterakan petani.


Bahwa kebijakan impor beras tersebut bertentangan dengan tujuan pembentukan negara, yang antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum. Tugas negara untuk menyediakan pangan dengan harga terjangkau bagi rakyat miskin. Mayoritas rakyat Indonesia tinggal dipedasaan sehingga desa harus menjadi pusat pertumbuhan ekonomi khususnya disektor pertanian.


Terhadap rencana impor beras yang akan dilaksanakan pada bulan Maret tahun ini ditemukan fakta sbb:

· Kontrak impor beras 500 ribu ton antara Perum Bulog dengan Vietnam Shoutherm Food Corporations (Vinafood II) diduga merugikan negara sebesar Rp. 140 miliar.

· Harga impor beras yang dibeli dari Vinafood ternyata lebih mahal dari yang ditawarkan Pakistan dan China.

· Bulog membeli dari Vinafood 308 dollar/ton sedang Cina dan pakistan menawarkan US$ 208 dolar/ton dengan tenggang waktu pembayaran 6 bulan sampai satu tahun.

· Beras yang masuk ke Indonesia ternyata bukan hanya dari Vietnam saja tetapi didatangkan dari Thailand dan India, ini berarti Vinafood menjadi calo karena dia juga membeli beras dari Thailan dan India untuk memenuhi kontrak beras dengan Indonesia.


Bahwa kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras menjadi ritual tahunan yang merugikan petani, khususnya terhadap hal-hal sebagai berikut:

· Impor beras pemerintah selalu diikuti dengan impor beras ilegal yang jumlahnya cukup besar.

· Impor beras secara psikologis menekan harga domestik

· Impor beras tidak memberi kepastian usaha dan insentif kepada petani dan tidak ada kepastian berapa harga gabah setelah panen.

· Impor beras tidak berpihak dalam membantu kegiatan ekonomi dipedesaan dan justru mensubsidi petani negara lain

· Dampak positif atas kebijakan larangan impor antara lain telah mendorong minat produksi, mendorong kenikan harga ditingkat petani, dan mendorong ekspor beras ke Afrika dan Arab Saudi sekitar 52.000 ton pada bulan April 2005 dan pada tahun 2006 pemerintah memiliki komitmen untuk melanjutkan dan meningkatnkan kebijakan pangan pada tahun-tahun sebelumnya yang antara lain melanjtkan larangan impor beras.


Rekomendasi:

· Perlu dibangun gerakan penolakan impor beras disetiap daerah melalui kelompok-kelompok tani secara sinergis dan simultan.

· Perlu segera dibangun ormas tani yang kuat atau penguatan secara keorganisasian terhadap kelompok tani disetiap daerah guna menguatkan posisi strategis petani dalam memperjuangkan hak-haknya. Organisasi/kelompok tani yang dibuat ditujukan untuk mewujudkan suatu sistem produksi, konsumsi, distribusi dan pasar pangan yang berpihak pada kedaulatan rakyat, perlindungan pasar dalam negeri dari impor murah (dumping).

· Perlu dibangun apresiasi terhadap daerah-daerah yang mempunyai surplus produksi sebagai bentuk penghargaan dan pembangunan motivasi para petani untuk terus berproduks.

· Terhadap Tanah, Air dan Benih

– Menuntut pembaruan agraria sejati yang memfokuskan pada distribusi terhadap rakyat tanpa tanah dan kemungkinan bagi para petani untuk memiliki hak atas tanah mereka.

– Tanah untuk petani : Tanah seharusnya menjadi milik rakyat kecil dan tak bertanah, bukan milik tuan tanah dan perusahaan besar.

– Tanah dan air harus dimiliki oleh komunitas lokal dengan menghargai sepenuhnya terhadap hukum adat dan hak-hak terhadap penggunaan sumberdaya lokal dan tradisional mereka.

– Memiliki hukum positif saja tidak cukup, di dalam lingkup internasional banyak negara yang memiliki hukum agraria tetapi tidak diimplementasikan.

– Perempuan harus memiliki hak yang setara dalam hal akses terhadap lahan dan air.

– Menolak privatisasi sumberdaya air (seperti prinsip-prinsip yang tertuang dalam UU No.7/2004) ; Pemerintah harus melindungi para petani di dalam penyediaan akses irigasi yang gratis untuk proses produksi.

– Kita seharusnya dilindungi dari polusi sumberdaya air oleh industri dan pertanian yang menggunakan bahan kimia (pupuk dan pestisida kimia), khususnya pada sistem produksi beras.

– Benih merupakan jantung dari sistem pertanian, dan basis dari kedaulatan pangan. Untuk itu tolak proses paten benih, tolak segala bentuk, sistem ataupun teknologi yang mencegah petani untuk menyimpan, mengembangkan dan mereproduksi benih sendiri.

– Mendorong hak untuk reproduksi dan pertukaran benih oleh rakyat dan untuk rakyat. Benih tidak boleh didistribusikan oleh perusahaan transnasional dan pemerintah, karena mereka akan menjadikan petani hanya sebagai konsumen dari rantai produksi benih.

– Menolak GMOs (rekayasa genetika untuk makhluk hidup) dan melarang produksi dan perdagangannya pada benih pertanian, karena prinsipnya yang tidak berkelanjutan.

· Terhadap sistem produksi pangan

– Petani harus mendapat jaminan keuntungan atas usaha produksi pangan, khususnya pada saat panen puncak.

– Mempromosikan produksi pangan yang berkelanjutan seperti pertanian alami dan organik; dengan input yang lebih rendah dan menghasilkan output yang lebih baik kualitasnya.

– Mendorong revitalisasi pengetahuan tradisional untuk sistem produksi beras yang berkelanjutan.

– Menyadari pentingnya kedaulatan pangan dalam hal ekologi dan alam dalam rangka mengurangi kemiskinan, melindungi ekosistem dan pelestarian tanah, keanekaragaman hayati, peningkatan kondisi kesehatan dan peningkatan kualitas air dan bahan pangan dengan harga yang terjangkau.

– Membuat kriteria kualitas pangan yang sesuai kebutuhan dan keinginan rakyat.

– Menekan pemerintah untuk memberikan dukungan terhadap organisasi-organisasi yang mempromosikan pertanian yang berkelanjutan dan untuk mempersiapkan kebijakan formal untuk mempromosikan sistem produksi pangan yang berkelanjutan.

· Terhadap aktivitas dan proses pasca panen

– Pemerintah harus menyediakan program-program pelayanan yang mendukung produksi dan produktivitas tanah. Pemerintah juga harus memfasilitasi aktivitas pasca panen.

– Perbaikan infrastruktur,

· Terhadap perdagangan

– Memastikan harga yang layak; dan pemerintah harus menjamin harga dengan memberikan subsidi untuk menutupi biaya produksi dan juga untuk mendapatkan keuntungan yang cukup yang sesuai dengan biaya kebutuhan hidup para petani.

– Meminta pemerintah untuk memberikan subsidi untuk mempromosikan produksi pangan yang berkelanjutan dan memastikan bahwa subsidi tidak untuk perusahaan trans-nasional dan produsen besar apalagi untuk negara lain.

– Pemerintah harus mendukung petani yang memproduksi pangan untuk kebutuhan dalam negeri.

– Hasil pertanian dalam negeri seharusnya diatur sedemikian rupa untuk mencegah surplus, dalam rangka menghindari dumping produk ekspor.

– Menolak impor beras dan mendorong negara dapat memproduksi beras yang cukup untuk konsumsi mereka sendiri. Seringkali, impor beras adalah proses dumping dari surplus produksi yang membanjiri pasar domestik dan pada akhirnya membunuh petani.

Menyadari bahwa impor beras adalah salah satu ekses dari liberalisasi perdagangan, untuk itu liberalisasi perdagangan pangan yang dilakukan oleh WTO dan Kesepakatan Perdagangan Bebas (FTA) harus ditolak. Dan dengan tegas menuntut agar WTO keluar dari urusan pangan dan pertanian.



Ir. Hasto Kristiyanto, MM

Anggota DPR Komisi VI PDI Perjuangan

Daerah Pemilihan 7 Jawa Timur

Gedung MPR DPRRI Nusantara I Lantai 8, Ruang.806

Jl.Jend.Gatot Subroto Jakarta

Telp.021-5756303 Faks.021-5756305,

Email: Hasto1966@yahoo.co.id

https://hastopdiperjuangan.wordpress.com/category/tolak-impor-beras/