Sabtu, 28 Februari 2015

Beras Makin Buas

Jumat, 27 Februari 2015

IRONIS. Hingar-bingar dan euforia program swasembada beras nasional yang bergairah dicanangkan Kabinet Kerja, terinterupsi serius oleh makin buasnya harga beras. Harga beras kini semakin tidak terkendali. Hal ini tampak dari mbedhalnya harga secara liar, mencapai 30%. Harga dasar beras yang acuannya Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 6.600 perkilogram beras menurut Inpres 2/2012 tentang Perberasan dan harga beras global sekitar US$ 500 perton, ternyata semakin dijauhi secara nyata oleh harga pasar hari-hari ini. Karena harganya meloncat-loncat: Rp 9.500, Rp Rp 10.000, Rp 10.500. Bahkan melampaui angka Rp 11.000 untuk beberapa kawasan.
Sudah barang tentu ini menimbulkan persoalan pangan yang tidak sederhana bagi kelompok masyarakat berdaya beli terbatas. Sementara itu, bagi petani produsen, tingginya harga pasar sama sekali bukanlah rezeki bagi mereka sebagai produsen utama karena kejadiannya jauh di luar masa jual pada umumnya. Harga naik petani makin miskin karena mereka pas menjadi net consumers. Jelas sekali perbedaan harga ini bukanlah keberuntungan mereka, produsen maupun konsumen. Semuanya menjadi korban dari eskalasi tidak terkendalinya harga beras. Kalau dua pihak ini korban, lantas siapa yang memperoleh keuntungan harga mbedhal ini?
Untuk melacaknya, rasanya bisa diawali dengan pemetaan permasalahan mulai dari memperbandingkan harga yang terjadi antara harga dunia dan HPP, dengan harga pasar pada hari ini. Besaran disparitas harga domestik normal dengan harga global dan HPP bisa mencapai 30%. Tentu itu merupakan sumber utama rente ekonomi untuk bisa dipermainkan para pemburunya. Konon permainan harga ini menjadi kambing hitam yang dilontarkan oleh para petinggi negara, sebagai sumber masalah kedua, mafia pangan.
Masalah ketiga, kenaikan harga disebabkan karena peledakan permintaan akibat berhentinya sementara bantuan raskin. Realita ini terjadi akibat terjebaknya kebijakan dalam wacana antara: beras dan uang tunai yang makan waktu. Kelambanan pengambilan keputusan telah berakibat eskalasi harga karena siapa pun butuh makan beras, ada ataupun tidak ada raskin. Keempat, kritik yang berkenaan dengan kapasitas Bulog yang terbatas dalam pengendalian harga dan distribusi sebagai akibat dari cadangan atau stok yang terbatas.
Faktanya, memang terdapat empat soal besar sekaligus: harga-stok-raskin-mafia, yang saling mendukung krisis beras kali ini. Beda harga yang tidak terkira antara harga dunia dan harga lokal telah menjadi inspirasi rente luar biasa. Selisih harga antara Rp 2.000-Rp 3.000 perkilogram, untuk konsumsi beras tahunan RI 31 juta ton, sudah setara dengan Rp 62 triliun-Rp 93 triliun. Ini bisa berujud rente antarmusim, rente antarkawasan, dan rente importasi yang mudah diakali para pemburu, rent seekers. Akan tetapi, apakah kita begitu saja mencaci maki pemburu?
Hakikatnya, pemburu kesempatan ekonomi sampai rente sesungguhnya adalah sebuah kewajaran syahwat usaha dalam sejarah perekonomian. Munculnya implikasi kebangsaan dan kesejahteraan tentu harus menempatkan sebab-musabab pemicu rente yang harus dijinakkan. Untuk kasus perberasan nasional, ketika beda harga tinggi, ketika stok dan distribusi terbatas dan tidak mampu mengatasi lokalitas produksi antarwaktu dan antartempat, serta ketika permintaan publik meledak akibat kelambatan raskin, sudah bisa dipastikan kesempatan mengais keuntungan akan semakin nyahwati, merangsang, normal maupun rente.
Tentu pengaitan ini bukanlah pembelaan terhadap para mafia pangan. Sama sekali bukan. Akan tetapi mengingatkan kepada siapa pun penyelenggara negara, bahwa dengan teriak: 'mafia-mafia', sampai teriak 'ganyang mafia!' sekalipun, tidak akan pernah ada gunanya kecuali mengganyangnya dengan kerja dan kerja. Mengendalikan sebab-musabab di sebalik suburnya mafia dan kartel pangan, melalui penegakan power ekonomi yang sesungguhnya dalam pengendalian harga.
Harus dicatat bahwa kali ini terjadi pada perberasan nasional. Setelah fajar menyingsing mungkin dialami oleh kedelai dan tahu-tempe, dan lusa bisa jadi menimpa daging sapi. Begitu senantiasa ketika kita hanya berteriak. Hanya kerja itulah solusi seksama pengendalian harga pangan melawan mafia.

Prof Dr M Maksum Machfoedz (Penulis adalah Ketua PBNU, Guru Besar FTP UGM)

http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/3833/beras-makin-buas.kr

Jumat, 27 Februari 2015

Lagi tentang Mafia Beras

Jumat, 27 Februari 2015

KENAIKAN harga beras selama 2-3 pekan terakhir memang tidak biasa.

Di Ibu Kota, merujuk Pasar Induk Cipinang telah terjadi lonjakan harga mencapai 30% hanya dalam dua minggu. Lonjakan harga tersebut bersifat anomali karena diduga baru pertama kali ini terjadi sepanjang pengalaman para pedagang beras sejak zaman Orde Lama sampai sekarang.

Untuk beras paling murah (IR2) naik dari Rp 8.500 menjadi Rp 11 ribu per kilogram (kg) dan kualitas IR1, dari Rp 9.500 menjadi Rp 12 ribu per kg. Sementara untuk kelas premium, dari Rp 10 ribu menjadi Rp13 ribu per kg. Bukan hanya Jakarta, kota-kota lain di seluruh Indonesia juga mengalami kenaikan harga beras yang cukup tajam sekitar Rp 1.000-Rp 2.000 per kg.

MKelihat fenomena tersebut, timbul dua pandangan yang berbeda, yakni pertama, pandangan pemerintah yang diwakili oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel. Kenaikan harga yang tidak wajar dianggapnya dipicu dari motif. Para mafia ini memainkan harga beras agar pemerintah terpaksa membuka keran impor sehingga ada peluang keuntungan. Hal ini disampaikannya di depan pelaku usaha dan para pakar ekonomi di Gedung Auditorium Utama Kementerian Perdagangan, Jakarta (23/2).

Pernyataan Mendag tersebut tentu punya alasan yang kuat karena bukan mustahil kenaikan harga yang terjadi karena kelangkaan yang sengaja dibuat (kelangkaan artifisial) dalam rangka berburu rente. Kita tahu harga beras Thailand dan Vietnam di pasar internasional berkisar Rp 4 ribu per kg. Beras serupa jika dijual di dalam negeri menjadi Rp 7.400 per kg atau ada rente ekonomi sebesar Rp 3.400 per kg.

Alasan lainnya kejanggalan dalam sistem distribusi beras di Jakarta. Sejak Desember 2014 hingga Januari 2015, Bulog telah menggelar operasi pasar sebanyak 75 ribu ton yang digelontorkan kepada pengelola Pasar Cipinang, PT Food Station, dengan harga gudang Rp 6.800.

Dari harga tersebut, kata Mendag, seharusnya pedagang menjual kepada konsumen dengan harga Rp 7.400 per kg. Namun, nyatanya tidak ada pedagang yang menjual beras dengan harga itu. Padahal, dengan menjual Rp 7.400 per kilogram, kata Mendag, pedagang sudah untung Rp 600 per kg. Mendag menduga ada yang melakukan penimbunan beras. (Tempo.co 21/2).

Di samping itu, pemerintah juga telah menemukan adanya delivery order (DO) yang dipesan oleh pedagang beras di Cipinang pada 1-18 Februari 2015. Jumlahnya mencapai 1.800 ton beras. Padahal, Bulog sudah tidak melakukan operasi pasar untuk ke Pasar Induk Cipinang sejak 1 Februari. Mendag juga sempat menemukan kasus beras operasi pasar Bulog yang dioplos di Cakung, Jakarta Timur, pada 18 Januari 2015.

Harus intervensi

Berbeda dengan pemerintah, bagi para pedagang, kenaikan harga yang anomali saat ini ialah sesuatu yang wajar. Hal itu karena memang suplai lagi menyusut karena musim paceklik masih berlangsung. Panen raya baru akan dimulai Maret nanti. Indikatornya mudah, yakni dengan melihat jumlah beras yang masuk ke Pasar Induk Cipinang.

Dalam keadaan normal, beras yang masuk berjumlah 3.000 ton, sedangkan saat ini menyusut 50% (1.500 ton). Artinya, tidak benar kelangkaan yang terjadi karena adanya mafia beras. Kelangkaan tersebut bagi para pedagang ialah kelangkaan alamiah akibat berkurangnya suplai.

Tentu kita berharap pemerintah sebagai representasi negara yang harus mengatasi masalah kelangkaan beras ini. Pemerintah bisa melakukan intervensi dalam dua hal. Pertama, intervensi pasar dengan menginstruksikan Bulog di seluruh Indonesia untuk melemparkan stok beras yang mereka miliki ke pasar dalam rangka menekan harga sampai pertengahan Maret saat panen raya tiba.

Hal ini penting dilakukan untuk memberikan ekspektasi pasar bahwa benar pemerintah punya kekuatan stok yang memadai untuk stabilisasi harga. Dengan demikian, itu bisa menghilangkan perilaku pihak-pihak yang ingin memanfaatkan kelangkaan beras di pasar untuk kepentingan perburuan rente.

Kedua, jika kelangkaan itu ialah kelangkaan artifisial yang ilegal seperti karena penimbunan dan pengoplosan yang merugikan masyarakat, pemerintah harus menindaknya. Kemendag bekerja sama dengan polisi dan BIN untuk mengusut pelaku-pelaku yang diduga sebagai mafia beras tersebut.

Tidak selayaknya pejabat-pejabat berwenang beropini tentang keberadaan mafia beras saat harga komoditas penting ini melonjak tajam, tetapi tidak pernah berhasil membuktikan siapa mereka dan menindak serta menghilangkan perilakunya. UU No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan memberikan wewenang penuh pada pemerintah untuk melakukan penindakan terhadap perilaku, seperti manipulasi informasi dan penimbunan persediaan bahan pokok (Pasal 30 dan Pasal 29 ayat 1).

Bahkan, menghukum perilaku yang sedemikian dengan sanksi pidana yang cukup berat dengan pidana lima tahun atau denda Rp50 miliar bagi mereka yang terbukti melakukan penimbunan dan penjara empat tahun atau denda Rp10 miliar, bagi mereka yang melakukan manipulasi data dan informasi persediaan bahan kebutuhan pokok.

http://news.metrotvnews.com/read/2015/02/27/364091/lagi-tentang-mafia-beras

Jika Dipecat dari Gubernur DKI, Ahok Lamar Jadi Kabulog ke Jokowi

Jumat, 27 Februari 2015

Jakarta - Hubungan antara DPRD DKI dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kembali memanas gara-gara dana 'siluman' di APBD 2015. Ahok yang tengah menghadapi hak angket di DPRD, mengaku tak takut jika dipecat.

Ahok mengatakan, jika dirinya harus dipecat, dia akan melamar jadi Kepala Bulog kepada Presiden Joko Widodo.

"Dipecat, Gue lamar jadi Kabulog, Gue beresin masalah beras semua," kata Ahok usai bertemu Jokowi di Istana Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (27/2/2015).

Jokowi yang pernah jadi tandem di DKI, merupakan bekingnya. Sehingga dia yakin punya peluang menjadi pejabat di pemerintahan Jokowi. "Dari dulu juga Gue dibeking presiden," katanya.

"Dampak kalau dipecat, saya melamar jadi KaBulog saja," katanya.

Kenapa memilih Kepala Bulog? "Ya beresin nasi dong. Paling penting kan nasi. Kita orang melayu yang paling penting perut," katanya sambil tertawa.

http://news.detik.com/read/2015/02/27/142637/2844983/10/jika-dipecat-dari-gubernur-dki-ahok-lamar-jadi-kabulog-ke-jokowi

Harga Beras Melambung, DPR akan Bentuk Pansus

Jumat, 27 Februari 2015

JAKARTA, (PRLM).- Melambungnya harga beras yang drastis sampai 30 persen sekarang ini seharusnya menjadi warning (peringatan) bagi pemerintah dalam menjaga kedaulatan pangan.

Kenaikan yang 30 persen itu sudah pada tingkat membahayakan bagi suatu negara dan ancamannya lebih berbahaya kepada rakyat.

Apalagi kasus beras ini hampir terjadi setiap tahun. Terus berulang-ulang dan sistemik. Kenaikan harga terjadi sebulan menjelang panen.

Oleh karena itu, DPR akan segera membentuk Pansus beras dan pupuk terkait dugaan adanya kartel atau mafia beras dan pupuk, yang menyulitkan petani selama ini.

Mengantisipasi kenaikan harga, tidak perlu impor, karena Indonesia tidak kekurangan stok.

“Saya melihat ada tangan-tangan yang tidak terlihat untuk pengkondisian untuk melakukan impor, setiap menjelang panen raya pada Maret dan April mendatang. Untuk itu, agar harga gabah dan beras tidak jatuh di musim panan raya itu, maka pemerintah harus tolak impor beras,” tegas Ketua Kelompok Komisi IV (Kapoksi) FPKB DPR RI Daniel Djohan dalam dialektika demokrasi ‘Melambungnya harga beras, siapa yang bermain?” bersama anggota Komisi VI DPR RI dari Golkar Muhammad Sarmuji dan pemerhati pertanian Jan Prince Permata di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (26/2/2015).

Menurut Daniel, yang harus dilakukan oleh Bulog adalah menindak oknum pemerintah dan swasta juga operasi pasar untuk mengetahui jumlah stok beras.

Operasi pasar itu tidak dilakukan main-main, yang hanya mengandalkan pengusaha besar. Sebab, pengusaha besar itu sebagian merupakan bagian dari kartel, yang mengendalikan harga.

“Bulog harus andalkan Kopas (koperasi pasar) dan kios-kios kecil di pasar, karena tak mungkin akan menimbun beras,” ujarnya.

Persoalan yang terjadi selama ini, lanjut Daniel, pedagang kecil itu kalau minta ke depot logistik (Dolog) berasnya malah ditahan dibilng tak ada, sehingga mereka kembali ke pasar induk yang harganya sudah dikendalikan oleh pengusaha besar.

Oleh karena itu Dolog harus mendistribusikan stok beras itu ke pedagang kecil dan harganya harus dikendalikan oleh Bulog.

“Kalau harga sudah ditetapkan, pengawasnya kepala pasar yang sehari-hari bertugas di pasar mengawasi, dan yang melanggar harus mendapat sanksi, maka harga dan distribusi beras aman,” tambahnya.

Thailand kata Daniel, sudah menawarkan beras per Kg Rp 4.000,- tapi itu beras afkiran, sisa tahun lalu. Oleh karena itu kata Daniel, kalau ada oknum Bulog yang melakukan penyimpangan, maka Dirut Bulog yang baru Lenny Sugihat, bisa membereskan berbagai penyimpangan itu. Bulog mendapat PMN Rp 3 triliun, sedangkan pupuk mendapat subisidi Rp 32 triliun.

“Jadi, seharusnya Bulog langsung bertanggungjawab kepada Presiden RI, yang bisa menyubsidi petani dari hulu untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Harga beras pun tidak bisa diserahkan ke pasar, karena pangan sebagai kebutuhan dasar yang harus dikendalikan oleh negara,” jelas Daniel.

Sarmuji mengakui jika melambungnya harga beras saat ini tidak masuk akal, karena stok di Bulog menumpuk. Di Surabaya Selatan untuk wilayah Mojokerto, Jombang, dan sekitarnya misalnya, stok beras di Bulog itu bahkan cukup untuk 18 bulan. Tapi, kenapa harga beras terus naik? Padahal, Jatim sebagai daerah penyumbang 20 persen kebutuhan beras nasional. Itu berarti ada pihak-pihak yang memainkan harga.

“Ya, pedagang besar, pemain besar. Tapi, soal siapa? Intelejen tahu itu,” jelas politisi Golkar itu.

Kenapa bisa dimainkan, karena menurut Sarmuji, fungsi Bulog tidak jalan. Apalagi menjelang panen raya ini seharusnya stok beras itu dikeluarkan akhir Desember 2014 lalu.

“Bukannya akhir Februari 2015 ini, sehingga saat panen raya pada Maret nanti Bulog bisa membeli gabah atau beras dari petani, sekaligus bisa melakukan stabilisasi harga. Hanya saja Bulog tak bisa melakukan operasi pasar kecuali diminta oleh Menteri Perdagangan RI,” tuturnya.

Mestinya kata Sarmuji ketika harga beras itu naik sampai 10 persen, maka pemerintah langsung melakukan operasi pasar, namun karena fungsi Bulog tidak berjalan, maka harga beras terus melambung. Padahal, Bulog bisa membuat outlet di pasar-pasar yang sudah memiliki jalur distribusi.

“Jadi, kita memang harus membenahi Bulog. Untuk itu, kita mendukung Pansus beras maupun pupuk yang akan dilakukan lintas komisi DPR RI nanti,” pungkasnya.

Sementara itu Prince Permata menegaskan, jika yang sulit itu kejujuran, di mana harga itu indikator yang paling tepat untuk mengukur kejujuran tersebut adalah harga. Anehnya Presiden Jokowi yang katanya rajin blusukan, ternyata kebobolan harga beras.

“Jadi, kalau dengan 8 juta ton beras nasional akan aman, tapi buktinya pemerintah kecolongan. Saya khawatir ini bukan soal Bulog, kartel atau mafia beras, melainkan soal kapasitas pemerintah. Mengapa? Buktinya, sewaktu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presiden, hal itu bisa diatasi. Maka, ini berarti problem ketidakmampuan negara dalam mengantisipasi harga terkait kedaulatan pangan sebagaimana dijanjikan Jokowi sebagai Nawacita dan Trisakti Bung Karno,” ungkapnya.

Pada prinsipnya kata Permata, pemerintah itu harus seperti pedagang, dia harus hadir di sawah maupun di pasar agar mengetahui betul kondisi perberasan yang sesungguhnya. Baik mengenai terkait stok, menjelang panen raya, harga dan sebagainya. (Sjafri Ali/A-88)***

http://www.pikiran-rakyat.com/node/317830

Ketua DPR Minta Presiden Berantas Mafia Beras

Jum'at, 27 Februari 2015

RMOL. Ada sejumlah indikasi penyebab harga beras melambung 30 persen dari harga pasaran dalam beberapa hari terakhir. Salah satunya, adalah masalah distribusi yang terhambat di tengkulak-tengkulak beras.

Begitu kata Ketua DPR RI Setya Novanto saat ditemui di Gedung Nusantara III Komplek Senayan, Jakarta (Jumat, 27/2).

"Jadi memang ini masalah mengenai distribusi dimana presiden saat sedang mengawasi terus dan harus mengamputasi dari distribusi yang dilakukan tengkulak-tengkulak," ujarnya.

Indikasi lain adalah masalah tanam di Indonesia yang kurang perhatian. Pasalnya, lanjut Setya, masalah tanam menyebabkan Indonesia masih impor beras dari negara lain dalam jumlah yang besar.

"Masalah tanam harus diperhatikan karena situasi sekarang kita masih impor. Nah kita harapkan impor kita kurangi terus. Daerah-daerah centra pertanian kita hidupkan kembali supaya bisa menggerus terus dalam hal impor pertanian itu," lanjutnya.

Politisi Golkar ini juga meminta kepada pemerintah untuk memberikan perhatian khusus adanya indikasi mafia beras yang memainkan harga pasaran.

"Ya ini yang harus kita berantas karena ini menyangkut kehidupan rakyat, yang jangan sampai ini," tandasnya. [rus]

http://politik.rmol.co/read/2015/02/27/193448/Ketua-DPR-Minta-Presiden-Berantas-Mafia-Beras-

Komisi IV: Oknum Bulog Suka Oplos Beras

Kamis, 26 Februari 2015

Metrotvnews.com, Jakarta: Presiden Joko Widodo memerintahkan Badan Urusan Logistik (Bulog) mengatasi harga beras yang melonjak tinggi. Namun masih ada oknum bulog yang melakukan tindakan curang dengan mengoplos beras raskin.

"Masih terjadi permainan di dalam Bulog. Ada oknum bagian penyimpanan melakukan kecurangan mengoplos beras raskin dengan beras lain, kemudian dijual murah," kata Anggota Komisi IV DPR RI F- PKB, Daniel Johan, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/2/2015).

Namun dia bersyukur, selama Bulog dipimpin oleh Lenny Sugihat, perusahaan BUMN itu mulai ada perbaikan dan aktif memberantas permainan oknum yang nakal. “Untuk mengawasi pelaksanaan operasi pasar yang dilakukan Bulog, Pemerintah Daerah harus menjadikan petugas pasar sebagai pengawas. Jika tidak, oknum Bulog dikhawatirkan berbuat curang saat operasi pasar,” ujarnya.

Daniel berharap pansus pangan segera dibentuk, agar kenaikan harga bahan pokok dapat ditekan. “Pemerintahan Jokowi-JK harus mengeluarkan kebijakan menekan kenaikan harga bahan pokok utama Indonesia. Bentuk pansus beras dan pansus pupuk untuk kedaulatan pangan,” katanya.
FZN

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/02/26/363631/komisi-iv-oknum-bulog-suka-oplos-beras

Bulog Disarankan Buat Kios di Pasar

Kamis, 26 Februari 2015

Metrotvnews.com, Jakarta: Operasi pasar Badan Urusan Logistik (Bulog) dinilai sangat dibutuhkan saat harga bahan pokok, seperti beras, sedang melonjak tinggi. Bahkan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyarankan Bulog untuk tidak menurunkan tim saat harga sudah naik saja.

Selain menurunkan tim Operasi Pasar, Bulog juga disarankan untuk membuat outlet atau kios di pasar-pasar. Selain mempermudah untuk memantau harga, operasi pasar juga cepat berjalan jika sudah ada outlet di pasar-pasar.

"Bulog itu harus ada outlet di pasar agar operasi pasar bisa dilakukan dengan cepat," kata Anggota Komisi VI F-Golkar, Sarmuji, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/2/2015).

Sekadar informasi, Bulog berencana melakukan operasi pasar di 79 pasar sekitar Jabodetabek. Pasar Johar Baru, Pasar Tanah Tinggi, dan Pasar Manggarai, merupakan beberapa target pasar yang akan disasar operasi pasar Bulog.

Namun, berdasarkan pantauan Metrotvnews.com, dan pengakuan Kepala Pasar di pasar tersebut, operasi pasar saat ini belum berjalan.
AHL

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/02/26/363668/bulog-disarankan-buat-kios-di-pasar

Kamis, 26 Februari 2015

DPD Usul Bulog Kembali Jadi Badan Stabilitas Harga Pokok

Kamis, 26 Februari 2015

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Harga kebutuhan pokok terutama beras masih dirasakan mahal. Terkait hal itu, Badan Urusan Logistik (Bulog) diminta untuk kembali menjadi lembaga yang bisa mengendalikan harga beras di tingkat produsen dan konsumen.
"DPD mengusulkan Bulog dikembalikan menjadi badan stabilisasi harga pokok, termasuk beras, gandum, gula, jangan jadikan lemba hanya untung, tapi juga harus transparan," kata Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (26/2/2015).
Dirinya mengatakan, Bulog seharusnya berada dibawah Kementerian Dalam Negeri. Pasalnya, Bulog harus bisa bertanggung jawab dalam menjaga stabilitas harga bahan pokok.
"Karena (Kemendagri) yang tahu persis berapa kebutuhan dalam negeri, Bulog hanya menjaga stabilitas nasional. Harus dikembalikan fungsinya sebagai buffer stok dan juga menstabilkan harga," kata Irman.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman berjanji bakal mengembalikan lonjakan harga beras di pasaran kembali normal.
Menurut Amran, lonjakan harga beras tidak seharusnya terjadi, mengingat harga gabah kering di tingkat petani, hingga saat ini masih barada di kisaran Rp 4.500 hingga Rp 4.600 perkilogramnya. Kenaikan harga beras ini terjadi akibat ulah para spekulan, yang mempermainkan distribusi. Karena itu, pihaknya akan mengambil tindakan tegas, terhadap para mafia beras.
Mentan juga menegaskan telah menginstruksikan Bulog untuk menggelar operasi pasar beras, di sejumlah daerah, untuk mengendalikan harga beras yang melonjak.

http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/02/26/dpd-usul-bulog-kembali-jadi-badan-stabilitas-harga-pokok

Bulog Persilakan Gudang-gudangnya Diaudit

Kamis, 26 Februari 2015

JAKARTA, KOMPAS.com - Dirut Perum Badan Urusan Logistik (Bulog), Lenny Sugihat mempersilakan Kementerian Perdagangan mengaudit gudang-gudang Bulog. Hal ini menyusul komitmen Mendag, Rachmat Gobel untuk melakukan audit gudang-gudang beras yang ada di seluruh Indonesia.

"Kalau itu kan merupakan kewenangan Kementerian Perdagangan jadi silakan saja," kata Lenny dalam acara Operasi Penyaluran Raskin dan Operasi Pasar Secara Serentak di gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) Divre Jakarta-Banten hari ini, Jakarta Utara, Rabu (25/2/2015).

Lenny menambahkan, audit yang akan dilakukan oleh Kemendag, berlaku untuk seluruh gudang beras tidak hanya yang milik Bulog. "Sudah ada Permendag yang dimana seluruh pemilik gudang wajib mendaftarkan gudang-gudangnya ke Departemen Perdagangan. Saya pikir bukan hanya gudang Bulog saja. Kemudian diatur stok cukup untuk 3 bulan, dengan tujuan menghindari penimbunan. Jadi tidak ada perbedaan perlakuan ke Bulog," tambah Lenny.

Lenny menegaskan, pihaknya selalu melakukan kontrol secara berkala terhadap gudang-gudang beras milik Bulog. "Kami memiliki 1.575 gudang yang secara periodik dipelihara dan kalau ada yang rusak diperbaiki," kata Lenny.

Sebelumnya dalam acara yang sama, Gobel mengatakan akan meminta Kepala Bulog untuk melakukan audit gudang-gudang beras yang ada. Dimana saat ini terhitung ada 14.000 gudang beras milik pedagang di seluruh Indonesia.

"Yang jelas, sudah minta kabulog untuk audit keseluruhan mulai dari proses pengambilan keputusan dikeluarkan sampai penunjukkan pedagang sampai kemana barang disalurkan," kata Gobel.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/02/26/110100126/Bulog.Persilakan.Gudang-gudangnya.Diaudit

Menumpas Mafia Beras

Kamis, 26 Februari 2015

SEKALI lagi logika seperti dijungkirbalikkan di negeri ini. Itu terjadi dengan melambungnya harga beras di hampir seluruh wilayah, padahal stok beras dikatakan cukup. Harga beras yang tidak turun sejak Agustus tahun lalu makin mencekik Februari ini. Harga beras menengah yang semula Rp9.000 per kilogram naik menjadi Rp12.000 per kilogram. Harga beras premium melambung dari Rp11.000 per kilogram menjadi Rp15.000 per kilogram. Kenaikan harga beras di kisaran 25%-30% itu jelas di luar kewajaran.

Siklus rutin kenaikan harga yang terjadi setiap Desember sampai panen raya pada Februari atau Maret biasanya hanya 10%-15%. Tanda tanya besar lalu muncul karena pemerintah mengatakan stok beras Bulog mencapai 1,4 juta ton, atau masih cukup hingga masa panen. Stok beras berlimpah juga telah terjadi sejak 2012, yang juga sebagai akibat surplus produksi. Karena itu, langkah pemerintah mengadakan operasi pasar dengan penyaluran beras 300 ribu ton patut diapreasiasi. Meski begitu, logika naiknya harga yang bengkok belum bisa diluruskan.

Musabab yang lebih jelas ada pada temuan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yang menyatakan bahwa kelangkaan beras yang memicu kenaikan harga hanya akal-akalan para pemburu rente.  Gol utama mereka ialah agar pemerintah menutup kelangkaan dengan membuka keran impor beras. Modus busuk tersebut makin subur akibat lemahnya kebijakan tata niaga impor. KPPU juga sudah mencium ada kelompok pedagang besar yang menjadi biang kerok 'tsunami' harga beras tersebut. Meskipun jumlah mereka hanya 5-8 orang, tangan mereka menggurita karena tiap-tiap orang memiliki banyak perusahaan.

Kartel tersebut dapat diibaratkan tikus yang membuat gelontoran beras selalu bocor bagaimanapun banyaknya. Bahkan, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel pun heran pasokan beras 75 ton dari Bulog sejak awal tahun seperti menguap tak jelas ke mana. Skenario dari para kartel makin sempurna karena kenaikan harga di tingkat grosir mau tidak mau diikuti pedagang eceran. Efek domino itulah yang sesungguhnya menjadi kekuatan mereka selain penimbunan. Karena itu, langkah pemerintah untuk tidak membuka keran impor beras sangat tepat. Namun, itu belum cukup.

Stabilitas harga beras yang berkesinambungan hanya bisa terjadi jika pemerintah juga melakukan perbaikan dan pengawasan distribusi. Fakta bahwa operasi beras di pasar induk lebih banyak diselewengkan bukan persoalan sepele. Maka, operasi beras secara langsung kepada konsumen merupakan pilihan terbaik. Selain itu, pemerintah sudah sepatutnya memperbaiki tata niaga impor. Seperti diungkapkan KPK, perbaikan itu bukan hanya mengkaji ulang peraturan perundangan, melainkan juga berdasarkan data valid.

Celakanya, soal data itu pula yang selama ini kerap bermasalah. Data produksi padi nasional, misalnya, kerap dilaporkan tidak pernah turun signifikan. Padahal, alih fungsi lahan pertanian sudah sangat gila-gilaan. Kerancuan makin menjadi-jadi terutama terkait dengan angka konsumsi beras 139 kg per tahun yang bukan berbasiskan hasil survei. Menumpas mafia beras bukanlah pekerjaan ringan. Sebagaimana galibnya para mafia, mereka akan melawan dengan berbagai cara. Karena itu, pemerintah tak boleh lengah, apalagi ciut nyali.

http://news.metrotvnews.com/read/2015/02/26/363268/menumpas-mafia-beras

DPR Minta KPPU Telusuri Mafia Beras

Rabu, 25 Februari 2015

JAKARTA, KOMPAS.com - Mitra kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yakni Komisi VI meminta agar KPPU segera menelusuri dugaan kartel beras yang dihembuskan pemerintah. DPR menilai kenaikan harga beras saat ini sudah sangat meresahkan masyarakat dan di luar batas.

Anggota DPR Komisi VI Eka Satra mengatakan telah meminta KPPU untuk segera melakukan penyelidikan terkait adanya mafia beras yang memainkan harga. "DPR menduga ada permainan harga beras di antara para pedagang, karena itu perlu diselidiki oleh KPPU," ujar Eka kepada Kontan, Rabu (25/2/2015).

Eka mengatakan, KPPU harus membuat laporan atas investigasi mereka soal penelusuran dugaan peranan mafia di balik kenaikan harga beras ini kepada DPR pasca masa reses berakhir nanti. Komisi VI juga segera menjadwalkan rapat dengan KPPU membahas temuan terkait dugaan kartel tersebut.

Menurut Eka, sewajarnya kenaikan harga beras terjadi di musim-musim tertentu seperti hari raya dan perayaan-perayaan lainnya. Namun saat ini, justru harga beras naik tanpa penyebab yang berarti.

Komisioner KPPU Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan telah mendapatkan permintaan dari DPR untuk melakukan penelusuran kenaikan harga beras. KPPU segera bertindak untuk menelusi ada tidaknya dugaan mafia beras tersebut. (Noverius Laoli)

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/02/25/155144226/DPR.Minta.KPPU.Telusuri.Mafia.Beras?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktkwp

Bongkar Mafia, Gobel Audit Penyaluran Beras

Kamis, 26 Februari 2015

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Rachmat Gobel akan mengaudit penyaluran beras untuk menemukan indikasi mafia beras. Audit ini dilakukan mulai dari pengambilan keputusan, daerah operasi, hingga akhir penyaluran beras itu.

"Saya minta ke Sucofindo atau ke Surveyor, saya lupa, untuk melakukan audit seluruhnya," kata Gobel di Istana Negara, Rabu, 25 Februari 2015.

Menurut Gobel, terdapat potensi besar keberadaan mafia beras yang memanfaatkan jalur penyaluran beras pemerintah kepada masyarakat. Selain itu, Gobel juga meminta kepada Direktur Umum Bulog untuk mengaudit gudang beras. "Saya sudah minta sesegera mungkin (audit ini selesai)."

Audit keseluruhan dilakukan agar alur penyaluran beras yang dilakukan mafia dapat ditelusuri. Gobel ingin menelisik adanya potensi mafia setelah mengetahui alur beras oplosan yang sempat dia temukan pada gudang pedagang beras. Padahal, beras yang dioplos tersebut adalah beras pemerintah yang dikeluarkan untuk menstabilkan harga dan dijual dengan harga yang telah ditentukan.

Gobel enggan menyebut pelaku mafia beras sebelum hasil audit keluar. Hasil audit itu akan menggambarkan peta sistem distribusi yang dibuat oleh mafia beras. "Yang jelas ada penyimpangan di situ, ada penyimpangan kita lihat," kata Gobel. "(Dengan audit ini) nanti bisa ketahuan bagaimana dia punya sistem distribusi jadi kita bisa tahu."

Gobel mengancam memberi sanksi kepada mafia beras tersebut. Tidak menutup kemungkinan hukuman pidana juga diberikan berdasarkan tingkat pelanggarannya. "Tapi nanti kita lihat isinya (kesalahannya) seperti apa," kata Gobel.

Selain itu, Gobel juga bekerja sama Kepolisian dan TNI untuk mengatasi mafia beras agar operasi beras yang dilakukan oleh Bulog tidak mengalami kebocoran.

http://www.tempo.co/read/news/2015/02/26/090645409/Bongkar-Mafia-Gobel-Audit-Penyaluran-Beras

Bulog Siap Gunakan PMN untuk Serap Beras Panen Raya

Kamis, 26 Februari 2015
Bulog Siap Gunakan PMN untuk Serap Beras Panen Raya

Jakarta, CNN Indonesia -- Masa panen raya beras yang akan datang pada Maret dan April 2015 telah diantisipasi Perum Bulog. Direktur Utama Bulog Lenny Sugihat mengaku akan mengoptimalkan penggunaan dana penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 3 triliun untuk menyerap sebanyak mungkin beras dari petani.

“Dana PMN yang diperoleh Bulog selain untuk modal kerja juga akan digunakan untuk pengadaan beras. Sekitar 417 ribu ton beras bisa kami beli dari petani dengan menggunakan PMN saja,” kata Lenny di Gudang Bulog di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (25/2).

Lenny menegaskan, Bulog mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang menyatakan Indonesia tidak akan mengimpor beras menjelang panen raya tersebut. Oleh karena itu, Lenny mengaku akan terus berkoordinasi dengan pejabat Bulog di daerah untuk melakukan pembelian dari sentra-sentra produksi beras.

“Satgas beras kami sejak 16 Februari lalu terus melakukan operasi pasar. Sudah 72 titik pemukiman di Jabodetabek dilakukan operasi pasar yang hasilnya efektif,” katanya.

Karena rutin melakukan operasi pasar, Lenny mengakui saat ini gudang Bulog di Kelapa Gading dengan kapasitas 209 ribu ton tidak terisi penuh sebab belum dilakukan pengadaan.

“Kalau mau di audit ya silahkan saja, itu kewenangan Menteri Perdagangan. Kan juga sudah ada peraturan terkait stok gudang untuk tiga bulan. Aturan itu untuk semua gudang, bukan hanya Bulog. Kami terus mengawasi semua gudang,” jelasnya.

Tak Urusi Mafia

Lenny mengaku enggan mengomentari isu oligopoli beras yang disebut banyak pengamat dilakukan oleh para mafia beras. “Mafia bukan urusan kami, bagi Bulog yang penting beras pemerintah sampai ke masyarakat dan pasokan terpenuhi. Kami kerjakan sesuai perintah Pak Jokowi,” ujarnya.

Sebelumnya Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Hasil Sembiring mengatakan dari sisi produksi pertanian yang menjadi tanggung jawabnya, hasil panen dari sawah para petani di seluruh Indonesia sampai April 2015 diperkirakan bisa mencapai 20,9 juta ton.

Rinciannya, produksi beras pada Januari 2015 sebanyak 1,9 juta ton, Februari sebanyak 4 juta ton, Maret diperkirakan mencapai 7 juta ton, dan April dipercaya bisa menghasilkan 7 juta-8 juta ton beras.

Sementara, konsumsi beras di masyarakat per bulan hanya mencapai 2,5 juta ton sampai 2,6 juta ton. Atau secara total hanya berjumlah 10,4 juta ton sampai April 2015.

“Jadi stok Bulog sebenarnya juga masih banyak. Saat ini saya sedang berada di gudang Bulog di Sulawesi Utara, yang stoknya cukup selama tujuh bulan. Jumlah tersebut cukup banyak dan dari sisi produksi tidak ada masalah,” ujar Hasil melalui pesan singkat, Selasa (24/2). (gen)

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150225123521-92-34731/bulog-siap-gunakan-pmn-untuk-serap-beras-panen-raya/

Kadin Minta Peran Bulog Kembali Diefektifkan

Kamis, 26 Februari 2015

Metrotvnews.com, Jakarta: Kenaikan harga beras yang terjadi sepanjang Februari ini membuat rakyat kecil menjerit, utamanya pedagang. Pasalnya, kenaikan harga beras sebesar enam persen membuat pendapatan para pedagang menurun drastis.

Melihat hal tersebut, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto angkat bicara. Menurut dia, kenaikan tersebut akibat peran Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai pengendali harga kebutuhan pokok tak berfungsi secara maksimal.

"Bulog difungsikan kembali agar lebih efektif sebagai penyangga (pengendali harga kebutuhan pokok). Dulu kan seperti itu, ketika harga naik, (Bulog) sebar (beras ke pasar). Bulog harus punya stok (beras)," ujar Suryo, saat ditemui dalam acara Sustainable Business Awards Indonesia, di Hotel Shangri-La, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 1, Jakarta Pusat, Rabu (25/2/2015) malam.

Ia menambahkan, kenaikan harga beras terjadi karena tidak seimbangnya antara demand (permintaan) dan supply (pasokan). Di pasaran saat ini, sebut dia, karena permintaan beras tinggi sedangkan pasokan beras berkurang.

"Permintaan tinggi pasokan kurang, tidak lancar, intinya di situ. Saya harap pemerintah melalui Bulog menjamin agar harga beras stabil dengan mengembalikan fungsi Bulog," papar Suryo.

Terkait mafia beras, Suryo berharap pemerintah tak selalu mencari kambing hitam dalam kenaikan harga beras. "Seharusnya kenaikan harga beras jangan ke mafia atau politis," pungkas Suryo.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel menuding adanya mafia beras di balik melambungnya harga beras belakangan ini. Pasalnya, sejak Desember 2014 hingga Januari 2015 lalu, Badan Urusan Logistik (Bulog) sudah melakukan operasi pasar dengan menggelontorkan 75 ribu ton beras ke Pasar Cipinang.

Hal ini membuat Racmat akan melakukan evaluasi yang dilanjutkan dengan audit distribusi dalam dua bulan ke depan. Tujuannya, untuk memastikan beras yang sampai ke tangan masyarakat dijual sesuai dengan ketetapan pemerintah.

Rachmat menegaskan tak akan mengimpor beras. Menurut dia, panen raya diperkirakan berlangsung pada Maret dan cadangan beras akan mencukupi dengan membenahi jalur distribusi ke masyarakat.
AHL

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/02/26/363295/kadin-minta-peran-bulog-kembali-diefektifkan

Rabu, 25 Februari 2015

Redam Kenaikan Harga Beras, Bulog Salurkan Raskin

Rabu, 25 Februari 2015

PURWOKERTO, suaramerdeka.com - Untuk meredam gejolak harga beras di pasar tradisional, Bulog Subdivre VI Banyumas mendistribusikan beras untuk keluarga miskin (raskin). Jatah raskin dua bulan (Januari-Februari) disalurkan sekali pada bulan ini.

Menurut Kepala Bulog Subdivre VI Banyumas, Rudi Amran, distribusi raskin pada Februari untuk meringankan biaya pangan, terutama konsumsi beras yang harganya terus melambung.

“Penyaluran raskin ini diharap dapat mengendalikan harga beras di pasar,” katanya saat ditemui di gudang bulog, Rabu (25/2).

Ia menambahkan stok beras di gudang bulog saat ini mencapai sekitar 30 ton. Jumlah itu masih mencukupi kebutuhan masyarakat sampai Juni, jadi masyarakat diharapkan tidak khawatir.

“Kami telah mendistribusikan beras untuk masyarakat di Kabupaten Bayumas, Purbalingga, Banjarnegara dan Cilacap sekitar 8 ribu ton,” katanya.

Disinggung, apakah gejolak harga beras di pasar memungkinkan bulog menggelar operasi pasar, Rudi menjelaskan bahwa pelaksanaan operasi pasar beras membutuhkan koordinasi dengan pemerintah daerah.

Meskipun demikian, bulog optimistis bahwa panen padi yang akan dilaksanakan pada April dapat meningkatkan penyerapan setara beras ke gudang bulog.

“Tahun ini target penyerapan setara beras mencapai 85 ribu ton. Sampai Juni realisasi penyerapan bisa mencapai 60 persen karena sudah masuk panen raya,” katanya.

(Puji Purwanto/ CN33/ SM Network)

http://berita.suaramerdeka.com/redam-kenaikan-harga-beras-bulog-salurkan-raskin/

Kemendag gandeng TNI-Polri berantas mafia beras

Rabu, 25 Februari 2015

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menggandeng TNI dan Polri untuk memberantas mafia beras agar tidak terjadi kebocoran termasuk saat operasi pasar.

"Kami bekerja sama dengan Kapolri dan Panglima TNI (Jenderal TNI Moeldoko,red) bagaimana memberantas mafia beras ini," kata Rachmat Gobel saat di Gudang Bulog DIvre DKI Jakarta, Rabu.

Ia akan melakukan tindakan hukum dan pencabutan ijin jika ditemukaan pengusaha menaikkan harga dan penimbunan beras milik pemerintah.

"Jika ditemukan menyalurkan beras atau menahan beras akan ditindak. Kami sudah berikan sinyal jangan main-main, jika tidak diindahkan akan ditindak karena membuat keresahan," kata Rachmat Gobel.

Selain memberantas mafia beras, lanjutnya, maka pihaknya akan melakukan operasi pasar beras melalui Bulog.

"Operasi pasar terus dilakukan Bulog agar harga yang ditentukan pemerintah bisa sama ketika sampai ke masyarakat," katanya.

Rachmat juga menegaskan pihaknya menggandeng TNI-Polri untuk mengawasi operasi pasar ini agar tidak ada kebocoran.

Mendag mengungkapkan ada 1.600 ton beras yang disiapkan Bulog Divre DKI Jakarta untuk wilayah Jabodetabek dengan harga Rp7.400 per kilogram.

"Ini untuk DKI saja dan ini diikuti oleh semua daerah berdasarkan perintah Wapres (Jusuf Kalla) mencapai 300 ribu ton seluruh Indonesia," ungkap Rachmat Gobel.

http://www.antaranews.com/berita/481901/kemendag-gandeng-tni-polri-berantas-mafia-beras

Mafia Beras Mesti Ditindak Tegas

Rabu, 25 Februari 2015

Warga Jakarta dan sekitarnya, yang baru saja reda kecemasan akan banjir, kini kembali berhadapan dengan persoalan klasik, yakni melonjaknya harga beras. Betapa tidak, harga beras premium yang semula hanya 9.500 per kilogram kini menjadi 12.350 rupiah per kilogram atau naik sekitar 30 persen. Kenaikan juga terjadi untuk harga beras medium yang naik rata-rata sekitar 20 persen di pasaran, seperti beras jenis IR 4 yang awalnya 8.500 rupiah per kilogram kini menjadi 10.200 rupiah per kilogram.

Sejumlah kalangan menilai kenaikan harga beras tersebut tidak lazim. Sebab, stok beras di gudang Bulog cukup banyak. Selain itu, pasokan dari sentra beras cukup aman sekalipun sedikit terganggu dengan adanya banjir.

Saat musim paceklik, biasanya harga beras naik antara 10 hingga 15 persen. Kalau sudah naik 20 hingga 30 persen, pasti ada sesuatu yang harus diungkap. Serta merta pula Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, menganggap kenaikan harga beras di Jakarta dipicu motif bisnis para mafia beras. Menurut Gobel, para mafia ini memainkan harga beras agar pemerintah terpaksa membuka keran impor sehingga ada peluang keuntungan.

Memang ada beberapa penyebab kenaikan harga beras tidak normal di Jakarta saat ini. Pertama terkait dengan keterlambatan musim panen. Saat ini merupakan periode transisi antara musim paceklik dan panen raya. Panen baru akan terjadi pada periode Maret hingga Juni 2015. Masa transisi antara musim paceklik dan panen seperti saat ini menjadi celah bagi para mafia beras untuk memainkan harga. Pasokan yang mulai terbatas dari sentra produksi ke pasar membuat harga beras rawan dipermainkan atau menjadi sarana spekulasi para pedagang.

Kedua, soal operasi pasar (OP) yang dilakukan Perum Bulog sebelumnya masih satu pintu oleh para pedagang besar seperti ke Pasar Induk Cipinang, namun cara ini tak efektif meredam harga beras, justru muncul praktik pengoplosan. Kemudian mulai Februari Perum Bulog langsung melakukan OP ke masyarakat tanpa melalui pedagang. Dampaknya harga beras justru melonjak.

Ketiga, Bulog tidak membagikan beras untuk masyarakat miskin (raskin) pada periode November-Desember 2014. Hal itu tentunya berpengaruh pada permintaan beras yang melonjak signifikan dan mengurangi stok beras di Bulog. Keempat, diduga ada permain di dalam perdagangan beras seperti yang disampaikan oleh Rachmat Gobel soal praktik mafia beras.

Ya, menurut kabar, ada sekitar lima hingga delapan pedagang beras berskala besar yang mampu memengaruhi harga beras nasional. Jika pemain beras berskala besar ini berkolusi dan menahan distribusi beras ke masyarakat, otomatis pasar akan terpengaruh. Harganya bisa naik signifikan.

Rupanya para pemburu rente mulai merasa terganggu dengan program pemerintah meningkatkan produksi beras nasional. Rezeki mereka yang selama ini banyak diperoleh dari impor agaknya bakal tergerus jika Indonesia swasembada beras.

Di sinilah pentingnya konsistensi pemerintah pada program kemandirian pangan. Untuk itu, pemerintah belum perlu melakukan impor beras karena stok beras di Bulog cukup untuk menstabilkan harga di pasar. Apalagi, impor komoditas beras akan merugikan harga di tingkat petani dan memperlemah daya saing beras lokal.

Lebih dari itu, memberantas mafia impor beras sangat mudah jika pemerintah konsisten dengan janjinya meningkatkan produksi beras nasional. Artinya, pemerintah juga harus tegas kepada mereka-mereka yang selama ini memanfaatkan kelengahan pemerintah di dalam membangun pertanian yang sehat.a

Pemerintah juga harus transparan dalam menindak mereka-mereka yang terbukti merusak pasar beras nasional. Penindakan hukum kepada mafia beras bakal memberikan efek jera dan menghapus praktik jahat pemburu rente. Penegakan hukum pada pelaku kejahatan pertanian akan memacu petani untuk meningkatkan produksi pangan. Intinya adalah petani harus dilindungi secara hukum oleh negara.


Penegakan hukum kepada pelaku kejahatan pertanian akan memacu petani untuk meningkatkan produksi pangan. Intinya adalah petani harus dilindungi secara hukum oleh negara.

http://www.koran-jakarta.com/?28764-mafia%20beras%20mesti%20ditindak%20tegas

Menggugat Harga Beras

Rabu, 25 Februari 2015

Kenaikan harga beras 30 persen dalam sebulan terakhir di sejumlah daerah di Indonesia memperlihatkan terjadi kelangkaan pasokan di pasar.
Harga beras kualitas medium di pasar-pasar Jakarta naik dari Rp 9.000 per kilogram menjadi Rp 12.000, sementara beras kualitas premium dari Rp 11.000 menjadi Rp 15.000. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menuding kenaikan harga beras karena ulah pedagang. Sementara itu, operasi pasar Bulog belum memberi hasil berarti.

Melihat kenaikan harga beras saat ini harus menyeluruh. Awal musim hujan di Jawa sebagai sentra padi nasional datang terlambat sehingga musim tanam dan panen padi juga mundur. Panen diperkirakan mulai tengah Maret.

Dalam hukum ekonomi, kenaikan harga disebabkan kelangkaan pasokan. Belum turunnya harga beras dapat berarti Bulog kurang agresif membanjiri pasar, stok Bulog memang kurang, sekaligus pasokan beras dari petani kurang. Bagi rakyat, terutama yang berpenghasilan tetap dan tidak pasti dari kelompok ekonomi menengah-bawah, beras masih menjadi sumber pengeluaran penting. Kenaikan harga beras akan memengaruhi daya beli rumah tangga yang sebetulnya selama ini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi nasional.

Harga beras yang tinggi ternyata juga tidak menguntungkan petani padi. Sebagian besar mereka tidak lagi memegang padi karena telah dijual saat panen. Saat ini posisi petani adalah konsumen.

Hal itu pula yang mendasari pembentukan Bulog, yaitu menjaga stabilitas harga pangan pokok, terutama beras. Pada saat panen, Bulog membeli gabah agar harga tidak jatuh dan petani mendapat harga wajar. Saat menunggu panen, harga beras juga terkendali karena Bulog melepas cadangannya ke pasar. Dengan demikian, petani dan pekerja di perkotaan dapat membeli beras dengan harga terjangkau.

Peran sebagai penstabil harga harus kembali dijalankan Bulog justru karena pemerintah berniat swasembada beras. Upaya swasembada tidak cukup hanya dengan memperbaiki saluran pengairan, memperbanyak waduk dan bendungan, serta memberikan benih dan alat pertanian.

Sensus Pertanian 2013 yang dilanjutkan tahun 2014 memperlihatkan, biaya usaha tani tanaman padi sawah 73,4 persen dari pendapatan per hektar. Biaya terbesar untuk tenaga kerja dan jasa pertanian, yaitu 48,3 persen, lalu disusul sewa lahan. Mengelola stabilitas harga dan meningkatkan produksi beras harus memakai pendekatan agribisnis terpadu dari hilir hingga hulu. Pemerintah perlu memastikan petani memperoleh semua yang dibutuhkan, mulai dari modal (kredit) untuk biaya tenaga kerja dan sewa lahan, mendapat bimbingan bercocok tanam (penyuluh yang andal), hingga mendapat jaminan harga.

Mengurus beras bukan sekadar meningkatkan produksi dan budidaya, melainkan juga menyangkut stabilitas sosial-ekonomi dan janji kampanye Presiden.

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150225kompas/#/6/

Impor Beras Tak Dipilih

Rabu, 25 Februari 2015

Operasi Pasar Dilakukan di Sejumlah Daerah


JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah tidak akan melakukan impor beras. Hingga saat ini, Perum Bulog masih memiliki stok beras 1,4 juta ton sehingga masih mencukupi sampai saatnya panen pertama tahun ini yang sudah dimulai dan akan terus bertambah hingga beberapa bulan ke depan.
”Bulan ini akan disalurkan 400.000 ton untuk menekan harga. Bulan depan disalurkan 500.000 ton,” ujar Jusuf Kalla di sela-sela kunjungan kerja ke kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal di Jakarta, Selasa (24/2).

Menurut Kalla, selain Perum Bulog masih memiliki stok beras, impor beras tidak perlu dilakukan karena Maret mendatang sudah mulai panen raya. Hingga Mei nanti, Perum Bulog ditargetkan akan menyerap 3 juta ton beras sebagai cadangan.

”Harga beras jangan terlalu tinggi, tetapi juga jangan rendah karena merugikan petani kita,” kata Kalla.

Di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Menteri Pertanian Amran Sulaiman memastikan pihaknya tidak akan membiarkan impor beras dilakukan untuk mengatasi gejolak harga beras di pasaran.

Sementara itu, meski operasi pasar dan beras untuk rakyat miskin (raskin) sudah disalurkan ke sejumlah lokasi distribusi di Jakarta. Salah satunya di Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Namun, hal itu belum dapat menurunkan harga beras eceran di pasar.

Sim Kim An, Sekretaris Rukun Warga (RW) 004, Kelurahan Bali Mester, Jatinegara, mengatakan, pihaknya sudah mendistribusikan 600 kilogram raskin. Akan tetapi, hingga Selasa, harga beras pun masih bertahan tinggi.

Edi Sutrisno, pedagang beras eceran di Pasar Jatinegara, mengatakan, belum ada tanda-tanda penurunan harga beras, bahkan semakin meningkat. Setiap hari, sejak akhir Januari lalu, harganya terus meningkat.

Iman Paryanto (42), warga Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, Jakarta, menuturkan, dirinya rela berkeliling kawasan Jakarta Utara untuk mencari beras murah karena di daerahnya tidak ada operasi pasar. ”Harga beras mahal dan itu pun sulit ditemukan apalagi beras di bawah harga Rp 11.000 per kilogram,” ujarnya.

Iwan Setiawan, pedagang beras di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mengatakan, kenaikan harga beras kali ini terasa sekali. ”Sebelumnya tidak pernah naik sampai Rp 2.000. Saya heran apa penyebabnya,” ujarnya.

Digelontor
Perum Bulog Provinsi Maluku berencana menggelontorkan 7,5 ton beras ke sejumlah pasar di Ambon, Rabu ini. Langkah
tersebut dilakukan untuk menekan harga beras di pasar yang terus melambung dua pekan terakhir.

Rabu ini, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Perum Bulog Divisi Regional Jatim juga menggelar operasi pasar untuk mengantisipasi lonjakan harga beras. Operasi pasar dilakukan di 209 lokasi di 38 kabupaten/kota dan dalam waktu yang belum ditentukan.

Sementara itu, operasi pasar yang digelar Kementerian Perdagangan dan Perum Bulog sejak 16 Februari masih belum efektif menurunkan harga beras. Hal itu terjadi karena beras yang digelontorkan untuk operasi pasar masih sedikit.

Menurut mantan Direktur Utama Perum Bulog sekaligus Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Sutarto Alimoeso, langkah pemerintah menggelontorkan raskin 300.000 ton belum akan efektif menurunkan harga beras di pasar yang telanjur naik tinggi.

Penyaluran raskin dapat menekan kenaikan harga beras, tetapi tidak bisa menurunkan secara signifikan tanpa dibarengi operasi pasar dalam jumlah yang cukup.

(B03/B04/FRN/NIK/DIA/DEN/ACI/EGI/REK/UTI/WIE/MAS/RWN/NAD/LAS/CAS)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150225kompas/#/17/

Aria Bima: Harus Ada Efek Jera untuk Mafia Beras

Selasa, 24 Februari 2015

 SOLO, KOMPAS.com - Desakan bagi pemerintahan Joko Widodo untuk menindak tegas para mafia beras mulai bermunculan dari berbagai tokoh politik. Salah satunya anggota Komisi VI DPR RI, Aria Bima, saat menjalani masa reses di Solo, Jawa Tengah.

Di hadapan para wartawan, Aria Bima mendesak Presiden Joko Widodo harus melakukan pengawasan ketat di setiap tahapan distribusi beras, mulai dari Bulog hingga ke pengecer karena rentan permainan para mafia beras.

Politisi PDI-P tersebut menganggap saatnya Presiden Jokowi memberikan efek jera kepada para mafia beras yang membuat sengsara petani dan rakyat. Aria Bima mengakui adanya permasalahan di distribusi beras yang membuat harganya naik hingga Rp 12.000 per kilogram. Padahal, kata dia, stok beras di Badan Urusan Logistik (Bulog) sekitar 1,2 juta ton, masih mencukupi untuk kebutuhan rakyat.

"Stok berasnya itu saat ini sekitar 1,2 juta, itu kan cukup, tapi harga kok bisa naik, itu masalahnya di distribusi," katanya, Selasa (24/2/2015).

Aria menyoroti adanya permainan di tingkat distribusi oleh para penimbun atau kartel beras di Indonesia. Ia pun mengingatkan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memberikan efek jera kepada mafia beras tersebut dengan melibatkan aparat kepolisian.

"Sudah ada identifikasi, karena kita melakukan fungsi pengawasan bersama Dirjen Pengawasan Barang dan Jasa, sudah mengendus adanya permainan faktor mafia distribusi pangan ini. Karena ini ranah tindakan hukum, maka kita ajak aparat hukum agar secara maksimal menerapkan efek jera kepada pelaku dengan sanksi hukum. Ini sudah kita tekankan kepada pemerintah Joko Widodo lewat rapat di Komisi VI," katanya.

Aria menambahkan, pemberantasan mafia beras tidak akan behasil tanpa keseriusan pemerintah, khususnya Departemen Perdagangan untuk menindak secara hukum para pelaku. Aria Bima juga menambahkan bahwa dalam kurun waktu 5-10 tahun terakhir ini tidak ada tindakan tegas dari pemerintah terkait oknum penimbun beras. Oleh karena itu, menurut dia, Joko Widodo harus mampu mewujudkan Nawa Cita untuk melindungi rakyat dari para mafia pangan dan mafia lainnya yang merugikan rakyat.

"Yang perlu dilakukan adalah memutus rantai distribusi sehingga para mafia dapat diberantas, khususnya distribusi beras, seperti Menteri Susi memberantas mafia ikan," tandasnya.

http://regional.kompas.com/read/2015/02/24/20203461/Aria.Bima.Harus.Ada.Efek.Jera.untuk.Mafia.Beras.

Selasa, 24 Februari 2015

Wong Cilik 'Teriak' Soal Harga Beras, Jokowi Akan Blusukan ke Gudang Bulog

Selasa, 24 Februari 2015

Jakarta -Besok, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan blusukan mengecek melihat stok beras di gudang-gudang beras Perum Bulog. Hal ini terkait melonjaknya harga beras beberapa pekan terakhir khususnya di Jakarta, yang membuat pelaku usaha 'wong cilik' seperti warteg 'teriak'.

"Besok Pak Presiden akan melihat kondisi perberasan di lapangan. Meninjau ke gudang Bulog," ungkap Menko Perekonomian Sofyan Djalil di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (24/2/2015)

Pemerintah sebelumnya telah melakukan operasi pasar beras (OP) namun tak efektif meredam harga. Selain itu, akan ada penyaluran beras untuk masyarakat miskin (raskin) sebesar 300.000 ton.

"Pak Jokowi ingin lihat saja bagaimana penyaluran Bulog. Akan menunjukkan apa yang akan dilakukan. Termasuk gelontor beras 300.000 ton raskin," jelasnya.

Sofyan optimistis dengan kebijakan pemerintah dan masuknya panen di bulan April dan Mei akan mendorong penurunan harga beras. Stok beras di Bulog saat ini 1,4 juta ton.

"Pemerintah gelontorkan sebanyak mungkin yang dibutuhkan. Sehingga kebutuhan di pasar terpenuhi. Dan bulan depan sudah mulai panen walaupun belom panen raya. Tapi April akan terjadi," terang Sofyan.

Ia menjamin, para pedagang yang berspekulasi terhadap harga beras akan mengalami kerugian. Alasannya pemerintah akan salurkan beras sebanyak-banyaknya.

"Spekulan akan rugi kalau pertahankan beras kalau pemerintah suplai beras. Biarkan mereka berpikir pemerintah tak akan serius suplai beras," imbuhnya.


(mkl/hen)

http://finance.detik.com/read/2015/02/24/174626/2841885/4/wong-cilik-teriak-soal-harga-beras-jokowi-akan-blusukan-ke-gudang-bulog?991101mainnews

Indef: Dorong Impor, 'Mafia Beras' Coba Mainkan Harga

Selasa, 24 Februari 2015

Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menduga lonjakan harga beras terjadi karena ada mafia yang bermain untuk mendorong pemerintah melakukan kebijakan impor.

"Ini ulah mafia di tingkat distributor besar, bukan di pedagang eceran di pasar. Mereka sengaja (menimbun) dengan harapan pemerintah melakukan impor beras," ujar Direktur Indef Henny Sri Hartarti di kantornya, Selasa (24/2).

Enny mengaku heran dengan fenomena harga beras yang naik pada saat ini di tengah tren penurunan harga komoditas global dan kondisi pasok yang relatif tidak bermasalah. Dia melihat persaingan pasar yang tidak sehat karena ulah spekulan yang mencoba memanfaatkan momentum penghapusan kebijakan subsidi beras untuk rakyat miskin (Raskin).

"Ketika semua komoditas di pasar internasional turun, termasuk beras, kenapa harga beras di dalam negeri justru naik. Dan ini sudah terjadi sejak pertengahan Januari 2015," tuturnya.

Untuk itu, Enny mengatakan Indef memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah untuk menyiapkan instrumen stabilisasi harga kebutuhan pokok. Selain itu, pemerintah juga harus mengembalikan Perum Bulog sebagai lembaga penyangga pasokan dengan menyerap beras dari petani pada tingkat harga di bawah harga pasar.

"Pertanyaannya sekarang Perum Bulog serap beras dari petani atau distributor? Kalau dari distributor, bagaimana bisa menstabilkan harga karena pasti beras yang diserap  harganya di atas harga pasar dan dengan status Perum, Bulog perlu mendapatkan keuntungan," tuturnya.

Efek ke Inflasi

Enny Sri Hartarti menuturkan beras merupakan bahan pokok yang punya andil paling besar terhadap pengeluaran masyarakat dibandingkan dengan komoditas lain. Selain akan berdampak signifikan terhadap inflasi, kenaikan harfga beras juga akan berpotensi menggerus daya beli masyarakat.

"Kalau sudah begini, hati-hati dengan kebijakan pengentasan kemiskinan," tuturnya.

Menurut Enny, beras merupakan komoditas yang biasa digunakan sebagai instrumen politik untuk menekan pemerintah atau memperjuangkan kepentingan kelompok tertentu. Bahkan, sejak zaman Orde Baru, beras dijadikan instrumen politik pemerintah untuk menjaga stabilisasi harga melalui peran Bulog sebagai lembaga penyangga pasok.

"Makanya pemerintah harus menyikapinya dengan kebijakan yang hati-hati, karena ini untuk jangka menengah dan panjang. Jangan terburu-buru menetapkan impor," katanya. (ags/gen)

Mafia Beras

Selasa, 24 Februari 2015

Saat ini harga beras melambung tinggi. Di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, beras IR harganya Rp 11.500 per kilogram. Kementerian Perdagangan menilai, harga beras yang melambung dan distribusi yang tak tepat sasaran adalah ulah mafia beras.
Mafia beras bukan hanya pedagang, melainkan juga orang dalam Perum Bulog. Oleh karena itu, pemerintah akan memberantasnya (Kompas, 21/2).

Kegaduhan politik dalam negeri beberapa bulan terakhir ini telah menguras energi bangsa. Masyarakat merasakan kehadiran pemerintah nyaris nihil ketika harga berbagai kebutuhan pokok meroket. Upaya mencari solusi terhadap permasalahan yang timbul sangat lamban dan kurang menyentuh akar permasalahan. Menyangkut masalah beras, misalnya, upaya pemerintah dalam stabilisasi harga ternyata gagal.

Pemerintah telah melakukan operasi pasar khusus (OPK) beras di seluruh Tanah Air. Volume OPK beras itu berjumlah 230.000 ton dengan rumah tangga sasaran (RTS) mencapai 15,5 juta. Setiap  RTS mendapatkan alokasi 15 kilogram dengan harga tebus Rp 1.600 per kilogram. Namun, upaya yang ditempuh pemerintah itu tidak kunjung membawa hasil, harga beras masih tetap stabil tinggi hingga sekarang.

Modus lama
Isu tentang mafia beras seperti yang disampaikan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel sebenarnya bukan hal baru. Modus pengoplosan beras Bulog dengan beras lain seperti yang dijumpai Menteri Perdagangan saat inspeksi mendadak di kawasan pergudangan Cakung, Jakarta Timur, merupakan modus yang sudah lama kita dengar.

Bukan hanya itu, pengalaman empiris menunjukkan pelaksanaan operasi pasar murni (OPM) beras di sejumlah daerah justru menyuburkan tindakan aji mumpung (moral hazard). Hal itu bisa terulang dan terulang lagi karena lemahnya pengawasan dari otoritas pemerintah.

Dasar pelaksanaan OPM beras tahun ini adalah Surat Menteri Perdagangan Nomor 1278/ M-DAG/SD/2014 tanggal 3 Desember 2014 tentang Pelaksanaan OP Beras dengan Menggunakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Sesuai ketentuan, harga eceran tertinggi (HET) OP beras Rp 7.400 per kilogram (Jawa) dan Rp 7.500 per kilogram (Luar Jawa).

Namun, dalam praktik di lapangan, seperti diungkap Direktur Utama Perum Bulog Lenny Sugihat, beras itu dijual dengan harga jauh di atas HET, Rp 8.200- Rp 8.300 per kilogram. Selisih harga antara beras OP dan beras di pasar yang tidak terlalu signifikan membuat beras OP tidak diminati masyarakat. Beras OP yang notabene disubsidi pemerintah tersebut akhirnya ditampung oknum-oknum yang tidak berhak menerima.

Untuk meminimalkan terjadinya tindakan moral hazard, upaya stabilisasi harga beras lebih baik dilakukan dengan cara mempercepat dan memperbesar volume penyaluran raskin. Alasannya, pertama, ada atau tak ada OP, raskin tetap harus disalurkan kepada kelompok sasaran. Musim paceklik seperti sekarang merupakan saat paling tepat karena nilai manfaatnya lebih dirasakan masyarakat. Sebaliknya, pada puncak panen raya volume penyaluran raskin dikurangi atau bahkan ditiadakan agar harga beras petani tidak anjlok.

Kedua, volume raskin dalam sekali penyaluran sangat besar, mencapai 230.000 ton. Ketiga, jangkauan wilayah sangat luas karena bisa menjangkau seluruh pelosok Tanah Air dan terinci by name by address. Keempat, harga tebus raskin Rp 1.600 per kilogram relatif terjangkau oleh masyarakat miskin.

Sebaliknya, OPM beras tak efektif menstabilkan harga di pasaran karena beberapa keterbatasan. Di antaranya OPM beras hanya dilakukan di beberapa titik penjualan, volume beras untuk OP sangat sedikit, selisih harga beras OP dan harga riil di pasar sangat kecil sehingga kelompok sasaran tidak mampu membeli.

Pembenahan data
Selain memberantas mafia beras, ada satu hal mendasar yang harus segera ditangani,  yaitu pembenahan data. Selama ini data beras antar-kementerian/lembaga sangat beragam sehingga tarik ulur masalah kebijakan beras sering bermula dari sini. Setiap instansi bersikukuh pada kebenaran data mereka dan cenderung memberikan penilaian overestimate atau underestimate terhadap data instansi lain.

Mari kita cermati perhitungan berikut. Selama ini ada tiga versi data konsumsi beras per kapita per tahun, yaitu versi Kementerian Pertanian 139,15 kilogram, versi Badan Pusat Statistik (BPS) 113,48 kilogram, dan versi Susenas 2012 sebesar 98   kilogram. Data inilah yang digunakan untuk perencanaan kebijakan strategis di bidang pangan.

Untuk menghitung neraca beras kita ambil data angka ramalan II BPS yang menyebutkan  produksi padi nasional 2014 mencapai 70,61 juta ton gabah kering giling (setara 44,73 juta ton beras). Kebutuhan beras nasional (asumsi jumlah penduduk 247 juta orang, konsumsi per kapita per tahun 139,15 kilogram) mencapai 34,37 juta ton. Jika data tersebut bisa dipertanggungjawabkan, saat ini sudah terjadi surplus produksi beras nasional minimal 10 juta ton (versi BPS dan versi Susenas lebih besar lagi). Kerancuan data beras juga terjadi pada perhitungan data produksi. Data produksi beras berasal dari kolaborasi antara Kementerian Pertanian dan BPS. Data yang menyangkut luas tanam, luas panen, dan luas gagal panen menjadi tanggung jawab Dinas Pertanian. Adapun data menyangkut produktivitas menjadi tanggung jawab Kantor Statistik.

Karena berbagai kendala, seperti kurangnya sarana, terbatasnya pengetahuan petugas, serta usia yang rata-rata sudah tua, membuat pengukuran luasan panen sering hanya dilakukan dengan perkiraan pandangan mata (eye estimate). Pengumpulan data produktivitas yang dilakukan dengan cara ”ubinan” juga masih menggunakan peralatan sederhana sehingga kemungkinan terjadinya human error sangat besar. Bias data pengukuran luas panen dan produktivitas ini secara berantai berimbas pada data produksi. Realisasi produksi jauh lebih kecil dibanding perhitungan di atas kertas atau sebaliknya.

Mau tidak mau, suka tidak suka, data statistik beras harus segera dibenahi. Data yang akurat sangat membantu pemerintah dalam menentukan berbagai kebijakan strategis di bidang pangan. Seperti kebijakan apa saja yang harus segera ditempuh untuk pengamanan produksi dan cadangan pangan, perlu atau tidak dilakukan impor, kapan waktu paling tepat impor dilakukan,

TOTO SUBANDRIYO
Pengamat Ekonomi; Alumnus IPB dan Magister Manajemen Universitas Jenderal Soedirman

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150224kompas/#/7/

Gobel Diuji Mafia Beras

Selasa,  24 Februari 2015

Pemerintah menahan diri untuk tidak membuka keran impor beras dalam waktu dekat meski terjadi lonjakan harga beras yang cukup tinggi sejak awal Februari ini.

Alasannya,selain stok beras tersedia untuk beberapa bulan ke depan, pada Maret dan April mulai panen raya.Menyikapi kenaikan harga beras agar tidak menjadi bola liar, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memilih kebijakan operasi pasar dengan memanfaatkan stok cadangan beras milik Bulog. Sayangnya, kebijakan operasi beras disalahgunakan pedagang yang melibatkan orang dalam Bulog, sebagaimana diungkapkan Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel.

Benarkah ada kolaborasi antara pedagang dan orang Bulog yang mempermainkan harga beras—yang belakangan dijuluki mafia beras dibalik meroketnya harga beras di Jakarta dan sekitarnya? Yang pasti,selama dua pekan dalam bulan ini harga beras untuk semua jenis di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur mencatat kenaikan sekitar 30%.

Para pedagang mengklaim untuk pertama kalinya kenaikan harga beras dipasar induk memecahkan rekor dalam sejarah. Bulog sudah menggelar operasi pasar dengan menggandeng pasukan dari Kodam Jaya untuk pengamanan.

Sementara secara nasional Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SPPKP)Kemendag memantau kenaikan harga beras hanya 2% selama dua pekan ini.Dari hasil monitor SPPKP harga rata-rataberas secara nasional yang terbentuk pada 1 Februari sebesar Rp9.629 per kilogram(kg), lalu sepuluh hari kemudian terjadi kenaikan harga walau tidak signifikan menjadi sebesar Rp9.789 per kg.

Pada 18 Februari harga beras naik lagi yang mencapai Rp9.837 per kg. Pemerintah mengakui panen pada sejumlah sentra produksi beras memang masih rendah pada awal tahun ini sebagai salah satu pemicu kenaikan harga beras.

Lalu,mengapa harga beras di Jakarta dan sekitarnya bisa meroket? Untuk menjelaskan kenaikan harga beras yang fenomenal itu, pengamat pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, memakai empat pendekatan.

Pertama,keterlambatan musim panen dan saat ini periode transisi antara musim paceklik dan panen raya yang diperkirakan mulai berlangsung pada bulan depan sehingga pemerintah tak perlu membuka keran impor.Hanya,kenaikan harga beras di Jakarta yang mencapai 30% dipertanyakan karena kenaikan harga beras yang wajar seharusnya pada kisaran 10% hingga15%.

Kedua,pada periode November dan Desember 2014,Bulog tidak menyalurkan beras untuk masyarakat miskin. Itu berpengaruh pada permintaan beras yang melonjak signifikan.

Ketiga,perubahan operasi beras yang digelar Bulog.Selama inioperasi pasar kepedagang besar di Pasar Induk Cipinang,namun pemerintah menilai salah sasaran sebab harga beras tetap tinggi, yang terjadi justru melahirkan praktik pengoplosan. Sejak Februari operasi pasar tidak melalui pedagang, tetapi berdampak pada kenaikan harga.

Keempat ,permainan dalam perdagangan beras yang oleh mendag diistilahkan sebagai mafia beras. Sebelumnya istilah mafia beras dipopulerkan Mendag Rachmat Gobel terkait distribusi ilegal beras operasi pasar Bulog. Pada pertengahan Januari lalu,muncul kasus beras operasi pasar Bulog yang dioplos di Cakung,Jakarta Timur.

Modusnya dengan cara mengoplos berasoperasi pasar Bulog seharga Rp7.400 perkg dengan beras jenis medium yang lebih baik lalu dikemas ulang dengan harga di atas Rp8.000 per kg. Praktik curang tersebut membuat pemerintah mengubah mekanisme operasi pasar.

Sejak awal Februari operasi beras tak lagi melalui pedagang di Pasar Induk Cipinang,namun langsung ke pasar tradisional dan masyarakat. Jadi, kesimpulan dari pemerintah bahwa terjadi kenaikan harga beras yang mencapai sekitar 30% di wilayah Jakarta terutama di pasar induk beras lebih karena dipicu ulah pedagang.

Mafia beras tidak bisa lagimengoplos beras dari operasi pasar Bulog.Dengan perubahan sasaran operasi pasar yang langsung ke pasar tradisional dan masyarakat telah mengurangi pasokan beras di pedagang besar, terutama di Pasar Induk Cipinang.

Dengan memahami pokok masalah penyebab kenaikan harga beras tersebut, sekarang tinggal menunggu aksi nyata dari pemerintah bagaimana menstabilkan harga beras. Dan, meringkus para mafia beras yang jelas sudah meresahkan masyarakat.


(ftr)

http://nasional.sindonews.com/read/968103/16/gobel-diuji-mafia-beras-1424746834

JK Ungkap Akar Masalah Penyebab Lonjakan Harga Beras

Selasa, 23 Februari 2015

Jakarta -Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan penyebab utama lonjakan harga beras yang terjadi belakangan ini karena permasalahan distribusi beras untuk masyarakat miskin (raskin). Selama 3 bulan terakhir dari November-Desember-Januari, raskin belum disalurkan karena persoalan administrasi.

Penyaluran raskin yang mandek membuat kenaikan permintaan beras di pasar umum oleh masyarakat yang selama ini menerima raskin. Permintaan yang tinggi tersebut berbarengan dengan pasokan beras yang berkurang karena masa transisi musim panen dan paceklik.

"Masalah-masalah administrasi teknis selama 3 bulan terkahir ini, raskin yang mustinya sudah keluar 500.000 ton sekian, baru keluar 140.000 ton," kata JK usai rapat koordinasi soal harga beras di Kantor Wapres, Senin (23/2/2015).

Usai rapat hari ini, JK memerintahkan kepada Perum Bulog untuk mengeluarkan raskin sebanyak 300.000 ton. "Karena memang hak rakyat yang belum dibagikan berhubung karena masih dibahas prosedurnya. Prosedur tidak bisa menghalangi kewajiban," katanya.

Pemerintahan Presiden Jokowi-JK sempat berencana mengubah pembagian raskin dari beras secara fisik menjadi uang elektronik atau e-money agar tepat sasaran. Namun dengan adanya kasus ini, membuktikan bahwa subsidi pangan dengan memberikan beras secara langsung efektif dalam meredam gejolak harga beras di masyarakat.

"Insya Allah pasti (akan turun) karena beras itu turun-naik hanya karena masalah supply saja. Itu saja. Harganya cuma Rp 1.600/kg raskin itu," katanya.

JK mengatakan volume raskin yang diberikan ke masyarakat yang membutuhkan setara dengan 10% konsumsi beras nasional. "Semua daerah harus terima raskin," katanya.

Sebelumnya Bulog tidak membagikan beras untuk masyarakat miskin (raskin) pada periode November-Desember 2014. Hal ini berpengaruh kepada permintaan beras yang melonjak signifikan dan mengurangi stok beras di Bulog.

"Raskin di bulan November-Desember tidak disalurkan. Januari ada tetapi ambil stok untuk OP," kata Pengamat Pertanian dari Universitas Negeri Lampung (Unila) Bustanul Arifin.
(mkl/hen)

http://finance.detik.com/read/2015/02/23/192150/2840745/4/jk-ungkap-akar-masalah-penyebab-lonjakan-harga-beras?f9911023

Produksi Beras Januari-April 32 Juta Ton, Mentan Pede RI Tak Akan Impor

Senin, 23 Februari 2015

Jakarta -Andi Amran Sulaiman, Menteri Pertanian, memperkirakan produksi beras selama Januari-April 2015 sekitar 32 juta ton. Dia pun menegaskan sampai saat ini belum ada rencana impor beras.

"Produksi Januari sekitar 3 juta ton, Februari sekitar 6 juta ton, Maret sekitar 12 juta ton, April sekitar 10 juta ton. Pokoknya total Januari-April 32 juta ton," kata Amran seusai rapat di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (23/2/2015).

Dengan catatan tersebut, Amran menyebutkan pemerintah belum memikirkan untuk mengimpor beras. "Yang penting tidak ada impor pada tahun ini, saya pikir belum ada impor," tegasnya.

Sofyan Djalil, Menko Perekonomian, mengatakan saat ini cadangan beras di Perum Bulog masih cukup banyak. Oleh karena itu, belum ada rencana impor beras.

"Mentan sangat optimistis dengan produktivitas kita. Sekarang cadangan Bulog masih cukup banyak, ada 1,4 juta ton," kata Sofyan.

Selain itu, lanjut Sofyan, dalam waktu dekat akan ada panen raya. Dengan begitu, pasokan beras di pasaran akan semakin bertambah.

"Maret-April sudah panen raya. Nanti Bulog serap lagi untuk bangun cadangan nasional," ujar Sofyan.


Senin, 23 Februari 2015

Atasi Harga beras, Bulog Banyumas Salurkan Raskin Dobel

Senin, 23 Februari 2015

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Untuk membantu mengatasi harga beras yang terus bergejolak, Bulog Sub Divre Banyumas menyiapkan sejumlah langkah antisipasi. Antara lain, dengan melakukan penyalaruhan raskin dobel dan operasi pasar (OP).

''Saat ini kita sedang koordinasi dengan empat Pemkab di wilayah operasi Bulog Banyumas, untuk melaksanakan semua kegiatan itu,'' jelas Kepala Bulog Sub Divre IV Banyumas, Rudi Amran, didampingi Humasnya, Priyono, Senin (23/2).

Dia menyebutkan, untuk penyaluran raskin dobel, hal ini dimungkinkan karena rumah tangga sasaran (RTS) di wilayah eks Karesidenan Banyumas, tidak mendapat penyaluran raskin pada Bulan Januari 2015. ''Karena itu, untuk penyaluran raskin yang dilakukan setiap bulan, bisa dilakukan dobel,'' katanya.

Untuk Kabupaten Banyumas, menurutnya, penyaluran raskin dobel ini dilakukan Fabruari. ''Pekan kemarin, kita salurkan raskin yang Bulan Fabruari. Sedangkan yang pekan ini, akan kita salurkan lagi jatah raskin yang seharusnya untuk Bulan Januari,'' jelasnya.

Sedangkan untuk tiga kabupaten lainnya, yakni Kabupaten Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara, jatah raskin Bulan Januari tersebut akan disalurkan Bulan Maret. ''Jadi untuk tiga kabupaten lainnya, penyaluran raskin dobel ini akan disalurkan Bulan Maret. Mungkin pada awal bulan dan pertengahan bulan,'' kata Rudi.

Selain penyaluran raskin dobel tersebut, Rudi menyatakan, pihaknya juga berencana menggelar OP beras. Namun untuk pelaksanaan OP, pihaknya masih melakukan koordinasi dengan masng-masing Pemkab.
''Dalam koordinasi ini, kita akan membahas kira-kira berapa kuota beras OP yang akan disalurkan dan lokasi OP akan dilaksanakan,'' jelasnya.

Sedangkan untuk harga beras OP, Rudi menyebutkan, Bulog telah mematok harga beras OP sebesar Rp 7400 per kg. ''Patokan harga tersebut, sudah menjadi patokan harga yang ditetapkan Bulog. Harga ini juga sudah jauh lebih rendah dari harga pasar,'' tambahnya.

Melalui berbagai upaya tersebut, dia berharap harga beras tidak terus bergejolak. Apalagi, langkah-langkah serupa juga dilakukan Bulog yang ada di daerah lain di Tanah Air.

''Dengan memperbanyak pasokan di masyarakat, saya berharap harga beras akan bisa terkendali. Paling tidak sampai saat panen raya yang kami perkirakan akan berlangsung pada akhir Maret-April,'' katanya.

Wapres Minta Bulog Pasok 300.000 Ton Raskin

Senin, 23 Februari 2015

Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah segera memasok 300.000 ton beras miskin (Raskin) ke pasar untuk menstabilkan harga beras yang sempat melambung.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan lantaran masalah administrasi teknis, selama tiga bulan terakhir, raskin yang disalurkan baru 140.000 ton.

Padahal pasar seharusnya sudah menyerap lebih dari 500.000 ton raskin. Hal tersebut menyebabkan kekurangan pasokan raskin di pasar.

"Mulai besok kita putuskan Bulog keluarkan raskin bulan ini 300.000 ton, karena itu memang hak rakyat yang belum dibagikan berhubung karena masih dibahas prosedurnya," kata JK di kantornya, Senin (23/2).

Rapat koordinasi tentang beras itu dihadiri oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Kepala BPS Suryamin, Direktur Utama Bulog Lenny Sugihat, dan Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo.

Selain itu, tampak hadir pula Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaja.

"Dua bulan terakhir ini kurang, karena yang mustinya 400.000 ton dikeluarkan 140.000 ton. Jadi harus full dikeluarkan," imbuh JK.

Raskin yang didistribusikan ke daerah akan dilepas pada level harga Rp1.600/Kg.

Bergulirnya raskin diharapkan dapat menekan harga beras di pasar yang melambung. Pasalnya, distribusi 300.000 ton raskin akan memenuhi 10% konsumsi beras nasional.

Kendati mengguyur pasar dengan pasokan 300.000 ton raskin/bulan, Wapres menegaskan stok beras pemerintah relatif aman karena masih ada sisa 500.000 ton beras di Bulog.

Optimisme JK juga didukung oleh proyeksi produksi beras nasional yang akan memasuki masa panen pada Maret dan April 2015.

"Jadi tidak ditakutkan lagi. Hanya masalah kekurangan supplay saja padahal ada di gudang. Karena masalah administrasi. Sudah selesai," katanya.

http://finansial.bisnis.com/read/20150223/9/405591/wapres-minta-bulog-pasok-300.000-ton-raskin

Mafia Beras, dari Impor Ilegal Hingga Timbun dan Oplos Beras

Senin, 23 Februari 2015

Jakarta -Januari tahun lalu publik di Tanah Air sempat dihebohkan dengan masuknya beras impor ilegal asal Vietnam ke Indonesia yang diduga ulah dari permainan mafia beras impor. Kini, isu mafia beras kembali muncul, namun kali ini terkait praktik pengoplosan beras oleh pedagang yang menggunakan beras operasi pasar (OP) dari Perum Bulog dan praktik penimbunan beras.

Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel mengungkapkan dengan terang-terangan soal keberadaan mafia beras di Indonesia. Gobel sempat menyebutkan keberadaan mafia juga ada di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, bahkan terkait pendistribusian beras OP Perum Bulog sempat dilakukan secara ilegal yang diduga melibatkan oknum Bulog.

Dugaan keberadaan mafia pengoplos dan penimbun beras Bulog berawal dari temuan tim Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 18 Januari 2015, di sebuah gudang beras di kawasan Cakung Jakarta Timur. Pada kasus ini, beras OP Bulog dicampur oleh beras non OP oleh oknum pedagang.

Terkait pengoplosan beras milik Bulog, awalnya menyangkut ‎soal sistem distribusi OP beras yang 80% mengandalkan para pedagang, sedangkan pendistribusian langsung ke konsumen hanya 20%. Namun sistem ini tak ampuh mengontrol harga beras, padahal OP sudah dilakukan sejak Desember 2014 untuk mengendalikan harga beras di dalam negeri.

"Kira-kira 75.000 ton sudah dikeluarkan selama 2 bulan. Tapi kok harga nggak bisa turun juga? Masak naik terus," kata Rachmat Gobel saat OP beras, kemarin.

Praktik pengoplosan beras Bulog, berdampak kegiatan OP tidak berdampak pada penurunan harga seperti yang diharapkan pemerintah. Bulog menjual harga beras atau harga tebus dalam OP hanya Rp 7.400/Kg, namun kini harga beras di pasar, khususnya di Jakarta sudah di atas Rp 10.000/Kg.

Diduga, praktik tersebut dilakoni oleh para mafia beras. Praktik mafia tumbuh subur karena diciptakan oleh sistem perdagangan yang memungkinkan mafia menguasai stok beras di pasar. Akhirnya, mulai awal Februari 2015 pemerintah dan Perum Bulog menghentikan OP beras Bulog ke para pedagang termasuk di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, namun buntutnya harga beras justru makin melonjak hingga 30%."Karena sistemnya yang menciptakan‎ ini. Kenapa barang itu selalu lebih mahal, waktu sidak di Cakung beras dioplos dengan merek dagang lain dan dijual ke daerah lain. Jadi ada mafia beras," jelas Gobel.

Kini pemerintah salurkan beras OP langsung ke konsumen tanpa melalui para pedagang agar tak dipermainkan pedagang dan para mafia beras.

OP dilakukan di kawasan-kawasan adat penduduk yang membutuhkan beras dengan harga murah.‎ Selain itu, ada rencana penyaluran atau OP beras melibatkan koperasi-koperasi di pasar.

Padahal tindakan yang dilakukan oleh para mafia beras khususnya melakukan penimbunan beras ancaman hukumnya sangat beras. Ketentuan hukum bagi penimbun diatur dalam UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Sanksinya bagi penimbun, selain izinnya dicabut juga kena hukuman pidana. Para pebimbun kena kurungan lima tahun dan denda Rp 50 miliar.


Soal Melonjaknya Harga Beras, Ismed Bilang Itu Ulah Mafia Beras

Senin, 23 Februari 2015

Bisnis.com, JAKARTA -- Melonjaknya harga beras disinyalir terjadi karena ulah mafia beras yang tidak ingin swasembada pangan terwujud.

Ismed Hasan Putro, Ketua Bidang Perdagangan DPN HKTI dan Dirut PT RNI Holding, mengatakan kenaikan harga beras saat ini merupakan pengulangan dari kebiasaan di masa lalu.

Perbedaannya, kata Ismed, pada pemerintahan lalu setiap terjadi kenaikan harga pangan maka pemerintah merespons dengan membuka keran impor dan memberi karpet merah kepada Bulog untuk mengajukan import beras.

"Itu dilakukan atas konspirasi mafia beras atau pangan lainnya dengan pihak yang terkait serta regulator izin import. Jumlahnya bisa jutaan ton. Apalagi jika disertai dengan yang spanyol (separoh nyolong) tentu akan kian bertambah banyak masuknya. Kasus yang sama juga terjadi pada import gula, ujarnya dalam pesan yang diterima Bisnis.com, Senin (23/2/2015).

Dalam konteks kekinian, Ismed mengatakan kartel pangan gerah dengan komitmen Presiden Jokowi untuk swasembada pangan, khususnya beras, gula, daging, jagung dan kedelai.

Jika program itu dijalankan secara konsisten, kata Ismet, akan menghilangkan potensi rente yang selama ini triliunan rupiah bisa dinikmati oleh para pihak yang ada dalam jaringan dan kaki tangan kartel pangan.

"Ketegasan Menteri Perdagangan untuk tidak membuka keran impor beras pada saat kartel pangan menggoyang harga, merupakan langkah dan keputusan yang tepat. Kebijakan dan langkah itu pula yang diharapkan oleh industri gula, petani tebu dan petani pangan lainnya," tambahnya.

Menurut Ismed, kini saatnya pemerintah konsisten dan tidak mudah diatur oleh kartel pangan. "Meski mereka akan terus mengganggu dengan target menggagalkan program swasembada pangan Presiden Jokowi."

http://industri.bisnis.com/read/20150223/12/405265/soal-melonjaknya-harga-beras-ismed-bilang-itu-ulah-mafia-beras

Sucofindo Audit Gudang Beras

Senin, 23 Februari 2015

Kementerian Perdagangan Tidak Akan Buka Impor

JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perdagangan menggandeng Sucofindo untuk mengaudit dan memverifikasi stok dan distribusi beras. Langkah serupa juga akan dilakukan pada sistem pergudangan, terutama gudang-gudang beras milik swasta dan Perum Bulog.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel kepada Kompas, Sabtu (21/2), mengatakan, audit dan verifikasi itu dalam rangka membenahi tata niaga dan pendistribusian beras. Selama ini banyak pihak yang bermain, sehingga harga beras melambung dan beras Perum Bulog tidak tepat sasaran.

Audit dan verifikasi itu meliputi stok dan kebutuhan beras secara nasional, distribusi, serta perdagangan beras dari hulu hingga hilir. Audit dan verifikasi itu akan dimulai pekan depan, pada masa menjelang panen dan pasca panen.

”Stok yang diaudit adalah stok di pedagang dan masyarakat untuk mendapatkan data indikatif stok beras di luar Bulog. Selain itu, kami juga ingin mendapatkan data riil peredaran beras di pasar grosir dan eceran. Kami juga ingin memverifikasi distribusi dan perdagangan beras antarpulau,” kata Rachmat.

Sementara itu terkait dengan pergudangan, Rachmat menambahkan, audit akan berfokus pada gudang beras saja. Kemendag dan Sucofindo akan mengecek ulang mana saja yang gudang Bulog dari total 15.550 gudang di Indonesia.

”Audit dan verifikasi stok, distribusi, perdagangan, dan pergudangan itu akan dilakukan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dahulu. Baru kemudian menyusul wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur,” katanya.

Sementara itu peneliti Pusat Analisis Sosial-Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian, Mohamad Husein Sawit, mengungkapkan, strategi pemerintah yang tidak tepat dalam operasi pasar mendorong pedagang menyetok beras.

”Dalam situasi seperti ini harusnya pemerintah menyalurkan beras secara besar-besaran melalui pedagang. Nanti beras akan mengalir ke mana-mana dan harga akan turun dengan sendirinya,” kata Husein.

Agar beras operasi pasar tidak disimpan pedagang, selisih harga beras operasi pasar dengan harga di pasar jangan tinggi. ”Tidak bisa menurunkan seketika memang, tapi menekan harga sehingga sedikit demi sedikit harga akan turun,” katanya.

Produksi beras
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Hasil Sembiring mengemukakan, ketersediaan beras akan kembali berlimpah pada Maret hingga April. Panenan pada Maret seluas 2,5 juta hektar dengan produksi beras 7,1 juta ton, sedangkan April seluas 2,1 juta hektar dengan produksi beras 6,1 juta ton.

Pada Februari ini, sejumlah daerah penghasil beras juga tengah panen. Lahan panenan pada bulan ini seluas 1,3 juta hektar dengan perkiraan produksi beras sebanyak 3,9 juta ton.

”Setelah April nanti, masih akan ada tambahan tanam sebagai akibat dari program pemerintah memperbaiki saluran irigasi dan optimalisasi tanam. Dari total lahan 2,6 juta hektar lahan optimalisasi tanam dan lahan, akan ada tambahan produksi beras sebanyak 9 juta ton,” kata Hasil Sembiring.

Rachmat Gobel menegaskan, pemerintah tidak akan membuka keran impor. Kebijakan itu diambil karena pasokan beras pasca panen nanti akan berlimpah. Di samping itu, stok beras di Bolog masih cukup hingga panen mendatang untuk mengelar operasi pasar guna menstabilkan harga. (ETA/MAS/MDN/HEN)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150223kompas/#/18/

Menteri Perdagangan Tinjau Langsung Operasi Bulog di Penjaringan - NET16

Minggu, 22 Februari 2015

Bulog Sebut Harga Beras Saat Ini Masih Tinggi

Minggu, 22 Februari 2015

JAKARTA - Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) Lenny Sugihat mengatakan saat ini harga beras di pasar terbilang tinggi. Untuk itu pihaknya melakukan operasi pasar komoditas beras untuk menekan harga pasar.

"Operasi pasar itu kan tujuannya stabilitas, karena sekarang harganya masih tinggi," ungkapnya di Penjaringan Jakarta Utara, Minggu (22/2/2015).

Pihaknya mengaku akan melakukan evaluasi mengenai sistem distribusi beras subsidi. Namun untuk saat ini yang menjadi tujuan adalah menekan harga pasar ke batas yang sudah ditentukan Menteri Perdagangan (Mendag)

"Tujuannya kan sekarang menyediakan beras dengan harga terjangkau sekarang kan tahu harganya Rp11.000, makanya diinstruksikan ke Bulog lakukan operasi pasar supaya menurunkan harga Rp7.400 ditentukan pak Mendag," jelasnya.

Dia mengatakan akan melakukan operasi pasar selama dua minggu di 62 titik untuk daerah Jadetabek.

"Kita beri tahu bahwa nanti akan ada lokasi pasar. Sementara Jadetabek karena kita koordinasi juga dengan Kodam ada 62 titik," tandasnya.

(rzy)

http://economy.okezone.com/read/2015/02/22/320/1108966/bulog-sebut-harga-beras-saat-ini-masih-tinggi

Sabtu, 21 Februari 2015

Mitra Bulog Banyumas Desak Pemerintah Segera Tetapkan HPP Beras Baru


Sabtu, 21 Februari 2015

BANYUMAS, suaramerdeka.com – Kalangan Asosiasi Perberasan Banyumas (APB) yang menjadi mitra kerja Bulog mendesak pemerintah segera menerbitkan ketetapan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk tahun 2015. HPP beras baru yang sudah diumumkan adalah Rp 7.260 per kilogram.

“Meskipun pemerintah sudah menaikan HPP beras, namun hingga kini belum ada Kepres, sehingga harga yang berlaku masih HPP lama yaitu Rp 6.600 per kilogram,” kata Yono, salah satu anggota APB, juga mitra kerja Bulog Sub Divre IV Banyumas, Jumat, (20/2).

Menurutnya, dalam waktu dekat ini, masa panen di wilayah Banyumas dan sekitarnya segera berlangsung. Sehingga, sebelum panen raya tiba, HPP beras baru harus sudah diberlakjukan. “Kalau sampai panen belum keluar Kepres, maka yang berlaku masih HPP beras lama. Kalau ini yang terjadi, maka para mitra Bulog pasti enggan menjual ke Bulog dan memilih menjual ke pasar umum, karena selisih harga pembeliannya sangat tinggi,” ujarnya.

Panen raya diperkirakan mulai bulan Maret hingga puncak panennya sekitar awal Juni mendatang. Sehingga, kalangan APB, katanya, mendorong Bulog tetap melakukan penyerapan. “Harusnya HPP beras baru yang naik 10 persen harus segera diberlakukan dengan Keppres,” harapnya.

Imam, salah satu pedagang beras, mengatakan,  meskipun terjadi panen raya, harga beras tidak akan turun dratis. Dia menilai, harga beras paling rendah tetap berkisar sekitar Rp 7.000 hingga Rp 6.000 per kg.

Kondisi tersebut terjadi, kata dia, hasil panen di sejumlah wilayah tidak bisa maksimal, akibat banjir, serta serangan hama wereng dan tikus. Selain itu, hasil panen juga akan cepat terserap ke wilayah Pantura serta Jakarta yang hingga saat ini masih kekurangan stok beras.

“Kalaupun panen, harga beras tidak akan anjok, karena hasil panen tidak maksimal Jadi secepatnya HPP yang baru harus diterapkan. Seperti saat ini di wilayah Kroya dan Maos, Kabupaten Cilacap sudah mulai panen, tetapi langsung diserbu tengkulak dari Jawa Barat,” jelasnya.

M Priyono Humas Bulog Sub Divre IV Banyumas, mengatakan, pihaknya sudah mendengar tentang HPP beras yang baru, namun sampai saat ini Bulog masih menunggu Kepres. “Mudah-mudahan Kepres segera turun, HPP beras baru ini tentu menggairahkan mitra Bulog untuk menjual beras ke Bulog,” katanya terpisah.

Saat ini, katanya, harga beras juga masih tinggi, meskipun beberapa daerah sudah mulai panen. Harga beras medium berkisar Rp 9.500 di tingkat penggilingan dan di tingkat pengecer masih di atas Rp 10.000/kg.

(Agus wahyudi/CN39/SM Network)

http://berita.suaramerdeka.com/mitra-bulog-banyumas-desak-pemerintah-segera-tetapkan-hpp-beras-baru/

Bupati Aceh Besar Luncurkan Raskin 2015

Jumat , 20 Februari 2015

Skalanews - Bupati Aceh Besar Mukhlis Basyah meluncurkan penyaluran beras masyarakat miskin (Raskin) yang dialokasikan Pemerintah Pusat untuk rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTSPM) di kabupaten setempat.

"Seiring dengan peluncuran ini maka seluruh masyarakat penerima manfaat akan segera menikmati jatah Raskin karena seluruh kecamatan di Aceh Besar akan menyalurkan," katanya di sela-sela peluncuran perdana di Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar, Jumat.

Ia menyebutkan jatah Raskin Kabupaten Aceh Besar yang diberikan Pemerintah Pusat pada tahun 2015 sebanyak 4.619.700 kg dengan jumlah penerima manfaat 25.665 RTS-PM.

"Jatah Raskin yang diterima tahun 2015 itu sama dengan kuota yang diberikan pada tahun 2014," katanya.

Ia mengatakan jatah Raskin tersebut berdasarkan basis data terpadu untuk Program Perlindungan Sosial hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011, yang secara nasional dikelola Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

"Setiap penerima manfaat akan mendapat jatah 15 kg per bulan selama 12 bulan dengan harga tebus sebesar Rp1.600 per kilogram di titik distribusi," katanya.

Ia menambahkan penyaluran Raskin tersebut sesuai dengan Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 33 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Pagu Beras untuk Masyarakat Miskin di Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2015.

Dalam penyerahan secara simbolis beras Raskin kepada beberapa keluarga penerima manfaat di Kecamatan Daru Imarah tersebut juga hadir Kepala Divisi Regional Perum Bulog Aceh Ali Ardi. (ant/mar)

http://skalanews.com/berita/detail/210597/Bupati-Aceh-Besar-Luncurkan-Raskin-2015

Jumat, 20 Februari 2015

Rachmat Gobel Jamin Tak Ada Impor Beras

Jumat, 20 Februari 2015

Kementerian Perdagangan menjamin tak akan membuka keran impor beras dalam waktu dekat. Walau harga beras mulai terkerek naik hampir 30 persen, lewat operasi distribusi bulog yang lebih tersistim harga akan kembali normal ditambah panen di beberapa daerah Maret ini.

“Jangan sampai dengan harga naik digiring ke arah buka keran impor. Saya pastikan ngga akan ada impor beras dalam waktu dekat. Karena stok kita cukup dan panen raya bulan Maret-April. Kalau impor, akan tidak bagus kondisinya bagi petani kita sendiri,” Ujar Menteri Perdagangan Rahmat Gobel pada media brifing di gedung Kementerian Perdagangan, Jumat (20/2/2015)

Sementara itu, guna menstabilkan harga beras di pasar, Pemerintah melalui Perum Bulog melaksanakan operasi pasar beras murah secara serentak di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Operasi pasar beras murah yang ditandai oleh penandatanganan nota kesepahaman antara Perum Bulog dengan Kodam tersebut, diluncurkan untuk pendistribusian di 62 titik yang terdiri dari 50 titik wilayah pemukiman dan 12 pasar strategis di wilayah Jabodetabek.

"Setiap hari 2.000 ton selama dua minggu, tetapi bisa kemungkinan bertambah sesuai kebutuhan di pasar. Berapa pun yang diperlukan akan kita berikan, saat ini kami simpan 4 juta ton beras di gudang-gudang bulog," ungkap Direktur Utama Perum Bulog Lenny Sugihat saat  mendampingi Mendag Gobel, di kementerian Perdagangan.

Lebih lanjut Lenny mengatakan,jika operasi beras murah tersebut.Diharapkan dapat membantu upaya Pemerintah,untuk tidak menjalankan impor beras.

"Kita sudah tidak lagi berpikir untuk impor beras. Operasi pasar ini akan dilakukan sampai harga stabil," imbuhnya.

Optimisme pihak Bulog tersebut, diakui oleh Leni, didukung adanya pernyataan dari Pihak Kementerian Pertanian (Kementan) terkait panen beras di daerah yang akan terjadi pada sekira bulan Maret-Juni mendatang. Dengan demikian,produksi panen petani tersebut akan siap diserap oleh Bulog untuk pendistribusian di pasar.

" Kita serap produksi petani semaksimal mungkin,menurut Mentan sebentar lagi ada panen beras tinggal bagaimana bulog menyerapnya. Kemendag sangat mendukung kedaulatan pangan, bagaimana maksimalkan panen yang ada dan tidak boleh ada impor beras," tandasnya. Dian/Puspa

http://www.agrofarm.co.id/read/pertanian/1797/rachmat-gobel-jamin-tak-ada-impor-beras/#.VOcPx-asUXs

Dalam 10 Hari, Harga Beras di Jakarta Naik 30%

Kamis, 19 Februari 2015

Jakarta -Harga beras di Februari kembali mengalami kenaikkan cukup tinggi. Di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur misalnya, seluruh jenis beras mulai dari beras jenis standar hingga beras premium naik rata-rata 30%.

Billy Haryanto salah seorang pedagang beras Pasar Induk Cipinang mengungkapkan, kenaikan beras terjadi secara bertahap mulai 9 Februari 2015. Harga beras terus naik hingga hari ini tanggal 19 Februari 2015.

"Naiknya drastis sekali," ungkap Billy kepada detikFinance, Kamis (19/2/2015).

Billy mencontohkan harga beras jenis IR 2 yang biasa dipasarkan dengan harga Rp 8.500/kg, kini dijual Rp 11.000/kg. Hal yang sama juga terjadi pada beras IR I yang biasa Rp 9.500/kg kini Rp 12.000/kg.

Kenaikan harga juga terjadi pada jenis beras premium. Biasa harga beras premium dibanderol Rp 10.000/kg kini naik menjadi Rp 13.000/kg.

Menurut Billy kenaikan harga beras dipicu belum meratanya panen beras di beberapa sentra beras penyangga kebutuhan Jakarta, seperti Demak (Jawa Tengah) dan Jawa Barat. Alhasil pasokan beras yang masuk ke Pasar Induk Cipinang turun drastis.

"Beras masuk berkurang, maksimal seharusnya 1.000-2.000 ton per hari karena kebutuhan DKI Jakarta 3.000 ton/hari. Sekarang 500 ton saja, stok berkurang drastis karena beberapa sentra beras seperti Demak belum merata panennya," tutupnya.


(wij/rrd)

http://finance.detik.com/read/2015/02/19/150816/2837541/4/dalam-10-hari-harga-beras-di-jakarta-naik-30