Jumat, 30 Oktober 2015

Pengadaan Beras Bulog Kedu Capai 71,6 Persen

Kamis, 29 Oktober 2015

Temanggung, Antara Jateng - Pengadaan beras Perum Bulog Subdivre Wilayah V Kedu hingga akkir Oktober 2015 mencapai 43.000 ton atau 71,6 persen dari target 60.000 ton.

Kepala Perum Bulog Subdivre Wilayah V Kedu Imron Rosidi di Temanggung, Kamis, mengatakan serapan beras tersebut terdiri atas beras medium dan premium.

Ia mengatakan penyerapan beras terus mengalami penurunan. Pada kondisi normal, Bulog Subdivre Wilayah V Kedu mampu menyerap 500 hingga 700 ton beras per hari.

Namun, akhir-akhir ini beras yang terserap hanya kisaran 50 ton per hari.

"Bahkan selama Oktober ini sering kosong. Kadang bisa mendapatkan beras meski paling banyak hanya 50 ton, tetapi bisa dua hingga tiga hari kosong tidak ada serapan beras sama sekali atau serapan beras nol," kata Imron usai sosialisasi rastra ke-13 dan 14 di Graha Bumi Phala Temanggung.

Ia mengaku pesimistis target pengadaan beras sebanyak 60.000 ton bisa tercapai.

Menurut dia tidak tercapainya target penyerapan beras selama satu tahun ini karena beberapa faktor, yakni di awal tahun, Perum Bulog belum banyak melakukan penyerapan karena harga pokok pembelian (HPP) baru ditetapkan pada Maret 2015. Sementara HPP lama masih jauh di bawah harga beras di pasaran.

"Kondisi ini membuat aktivitas penyerapan terganggu," katanya.

Setelah masa panen habis, katanya musim kemarau berlangsung lebih panjang dan saat ini malah hampir tidak ada panen serta tidak ada kegiatan tanam oleh petani karena ketersediaan air tidak cukup.

"Kemungkinan penyerapan beras kembali lancar pada tahun depan, setelah panen," katanya.

Kamis, 29 Oktober 2015

Ditemukan Beras Tak Layak Konsumsi, Akan Masuk Gudang Bulog

Kamis, 29 Oktober 2015

suarabojonegoro.com - Sebuah truk yang mengangkut beras dan akan di setorkan ke gudang bulog, namun setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui bahwa beras tersebut tidak layak konsumsi untuk kelas beras Raskin, seperti disampaikan oleh Komandan Kodim 0813 Bojonegoro Letkol Donova Pri Pamungkas, usai upacara penutupan TMMD, Rabu (28/10/15) kemarin.

"kami secara tidak sengaja menemukan kualitas beras yang tidak layak konsumi dikirim oleh mitra bulog, yang akan masuk ke gudang bulog," Kata Dandim Letkol Kav Donova.

Dijelaskan oleh Dandim, bahwa dari hasil pemeriksaan memang beras tersebut akan dikirim masuk ke gudang bulog, sehingga atas penemuan tersebut, dirinya langsung menyampaikan ke Bupati Bojonegoro dan juga ke Polres Bojonegoro untuk mendapatkan tindak lanjut.

Dandim juga menyebutkan bahwa diduga beras yang akan masuk ke Gudang bulog ini bukan beras dari Bojonegoro, karena menurutnya tidak mungkin beras Bojonegoro berkualitas jelek.

Sementara itu, Kepala bulog Bojonegoro, Efdal ketika di hubungi suarabojonegoro.com melalui telepon genggamnya mengatakan bahwa beras tersebut baru akan masuk ke dalam gudang, dan dalam pemeriksaan beras tersebut memang diketahui tidak layak.

"Jadi sebelum beras masuk gudang selalu dilakukan pemeriksaan, sehingga benar ada yang ditemukan beras berkualitas buruk," Kata Efdal. (Anggoro)

http://www.suarabojonegoro.com/2015/10/ditemukan-beras-tak-layak-konsumsi-akan.html

Asuransi Pertanian

Kamis, 29 Oktober 2015

Keputusan cerdas Presiden Joko Widodo memberikan perlindungan kepada petani dalam bentuk asuransi pertanian usaha tanaman pangan harus diapresiasi.

Asuransi tanaman pangan diprioritaskan karena komoditas ini diusahakan oleh petani miskin, gurem, bermodal sangat terbatas, dan rentan terhadap perubahan iklim. Tanpa perlindungan, mereka dipastikan terus terpuruk dan terjerat rentenir.

Asuransi memungkinkan adanya perlindungan sosial dan ekonomi langsung bagi petani yang gagal panen akibat banjir, kekeringan, dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Implikasinya, asuransi pertanian dapat memberdayakan dan mengangkat harkat dan martabat petani. Pertanyaannya, apa manfaat asuransi pertanian dan bagaimana implikasinya terhadap produksi, produktivitas dan daya saing pertanian Indonesia?

Proteksi atas risiko tinggi

Perubahan fundamental adanya asuransi pertanian adalah Pasal 37 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013, yakni terjadinya transformasi usaha pertanian yang berisiko tinggi dan penuh ketidakpastian menjadi terproteksi melalui kepastian penjaminan. Prasyarat kepesertaan asuransi akan mengikat petani menerapkan praktik pertanian terbaik. Tanam serempak, irigasi berselang, pemupukan berimbang, dan pengendalian OPT berkelanjutan merupakan teladannya. Implikasinya, terjadi soliditas usaha yang memicu peningkatan efisiensi, produktivitas, daya saing, serta keberlanjutan usaha pertanian.

Lebih lanjut, asuransi pertanian menjadikan pertanian sebagai profesi yang menjanjikan sehingga akan menarik minat generasi muda. Pendekatan hamparan memungkinkan pemanfaatan alat dan mesin pertanian dapat diefisienkan. Panen serentak akan memudahkan pengelolaan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.

Negara-negara Eropa, Amerika, dan negara maju lain telah lama melakukan proteksi dan perlindungan sektor pertanian. Bentuknya berupa subsidi: energi, input, insentif, asuransi, bahkan proteksi harga jual komoditas dan pengendalian importasi produk sejenis ataupun komplementer. Pemerintah Indonesia harus berjuang menyukseskan asuransi pertanian karena kedaulatan pangan merupakan prasyarat keberlanjutan dan kejayaan negara yang tak tergantikan.

Asuransi pertanian juga menjadi insentif perbankan dalam menyalurkan kredit karena adanya jaminan pengembalian kredit. Bagi bank, asuransi pertanian dapat mengeliminasi kredit bermasalah ketika usaha tani pangan gagal. Cepat dan pasti, kucuran kredit usaha pertanian akan semakin tumbuh dan berkembang. Saat ini, bank pemerintah dan swasta telah menyiapkan diri untuk mengucurkan kreditnya ke sektor pertanian. Sektor pertanian dipastikan tumbuh lebih tinggi dan lebih cepat sehingga pencapaian kedaulatan pangan dapat diakselerasi.

Asuransi produksi

Asuransi pertanian dapat didiversifikasi dan dikembangkan menjadi asuransi produksi dan harga komoditas pertanian. Perlindungan petani menjadi semakin komprehensif sebab tidak hanya gagal saja yang diganti, tetapi juga ketika produksi turun dan harganya anjlok, sesuai premi dan pertanggungannya.

Tentu prasyarat dan term of condition-nya lebih detail berdasarkan kesepakatan kedua pihak. Biaya subsidi preminya dapat memanfaatkan sebagian kecil dana subsidi benih dan pupuk yang tiap tahun mencapai tidak kurang Rp 35 triliun dan tidak pernah habis. Asuransi produksi dan harga akan lebih murah dan efektif sehingga menjadi komplementer dengan subsidi input.

Melalui asuransi produksi dan harga komoditas pertanian, pemerintah dapat mentransformasikan sektor pertanian konvensional menjadi pertanian modern berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi maju dari hulu sampai ke hilir. Saat itulah, produksi dan produktivitas sektor pertanian Indonesia punya daya saing tangguh menghadapi kompetitor produsen pangan regional ataupun global. Argumennya, selain pekerja keras, petani Indonesia juga mampu memproduksi komoditas apa saja, kapan saja, sepanjang tahun. Beragamnya iklim, mulai dari daratan (tropis) sampai gunung (subtropis), yang tidak dimiliki negara mana pun menjadi keunggulan komparatif dan kompetitif Indonesia.

Besarnya premi asuransi pertanian, menurut Peraturan Menteri Pertanian No 40/2015, adalah Rp 180.000 per hektar per musim tanam dengan pertanggungan Rp 6 juta per hektar jika mengalami puso (gagal panen). Penetapan ini dilakukan berdasarkan hasil uji coba tahun 2013 dan 2014 di Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Pemerintah menyubsidi premi Rp 144.000 (80 persen) dan premi swadaya Rp 36.000 (20 persen) per hektar. Jika rata-rata kepemilikan lahan 0,3 hektar, petani hanya membayar premi Rp 12.000.

Tahun ini, dengan biaya Rp 150 miliar, direncanakan 1 juta hektar lahan sawah (7,14 persen) diasuransikan. Jika berhasil, tahun 2016 dapat dikembangkan menjadi 3 juta hektar (21,52 persen) dan pada akhirnya kita asuransikan 14 juta hektar luas tanam (100 persen).

Eksekusi asuransi pertanian ini harus dikawal agar memberikan manfaat maksimal bagi petani sekaligus mengeliminasi penyimpangannya sehingga eksekusi komitmen pemerintah dan DPR yang sangat kuat dapat dioptimalkan.

GATOT IRIANTO

Kuasa Pengguna Anggaran Asuransi Pertanian/Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/151029kompas/#/7/

HKTI : Bulog Beli Beras Sesuai Harga Pasar

Rabu, 28 Oktober 2015

Padang, (Antara) -Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sumatera Barat, Feri Alius mengharapkanagar Badan Urusan Logistik (Bulog) Sumbar bisa membeli beras petani dengan mekanisme harga pasar.

"Jika pembelian menggunakan mekanisme pasar, tentu akan berdampak positif bagi petani dan juga terhadap tingkat serapan Bulog yang selama ini belum maksimal,” kata dia di Padang, Rabu.

Ia mengatakan selama ini untuk memenuhi cadangan beras nasional Bulog cenderung melakukan impor dengan alasan harganya relatif lebih murah.Sementara harga beras di tingkat petani relatif lebih mahal.

Apalagi harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKG) di tingkat petani sudah naik menjadi Rp3.700 per kg dari 3.300 per kg.

Kenaikan itu seiring dengan diberlakukannya Instruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2015 tentang Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras sejak 17 Maret 2015.

Ia menjelaskan dengan pembelian beras di tingkat petani menggunakan mekanisme pasar, tentunya serapan beras Bulog akan menjadi lebih tinggi dari sebelumnya.

“Lebih dari itu tingkat kesejahteraan petani, utamanya petani tanaman pangan secara otomatis akan dapat meningkat,” jelasnya.

Sebagian besar petani belum merasakan keuntungan dari kenaikan HPP. Tak jarang harga produk yang dihasilkan ditentukan para pedagang.

Akibatnya tingkat kesejahteraan petani, khususnya petani tanaman pangan semakin lama semakin menurun seperti yang terjadi di Sumbar.

Sementara itu, Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumbar, Puji Atmoko mengatakan program kesejahteraan petani harus digiatkan.

Posisi triwulan II 2015, kesejahteraan petani di Sumbar di bawah nasional seperti terlihat dari Nilai Tukar Petani (NT) yang hanya 97,54 persen, sementara secara nasional 100,52 persen.

Dari empat sub-sektor pertanian, NTP tanaman pangan merupakan yang terendah, 92,94 persen dan tertinggi pada sub-sektor perikanan 107,4 persen.

“Ini butuh perhatian lebih serius dari pemerintah daerah,” tegasnya. (*)

http://www.antarasumbar.com/berita/161552/hkti--bulog-beli-beras-sesuai-harga-pasar.html

KEGIATAN OP BERAS KOMERSIL BULOG DIVRE NTB 2015

Rabu, 28 Oktober 2015

Harga beras menjelang akhir tahun mulai merangkak naik. Perum Bulog Divre NTB menggelar berbagai kegiatan dalam rangka stabilisasi harga beras baik yang berupa Operasi Pasar Khusus (Raskin) maupun Operasi Pasar Beras Komersil (premium 15%).



http://bulogntb.blogspot.co.id/2015/10/kegiatan-op-beras-komersil-bulog-divre.html

Rabu, 28 Oktober 2015

Impor Beras untuk Cadangan, Mentan: Bentuk Pemerintah Sayang Rakyat

Selasa, 27 Oktober 2015

Makassar -Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman kembali menegaskan impor beras hanya untuk cadangan pemerintah melalui Perum Bulog. Cadangan ini untuk memastikan stok dan harga beras di masyarakat stabil agar tak ada lonjakan di awal tahun depan ketika tak musim panen (paceklik).

Saat ini Bulog punya stok sekitar 1,25 juta ton di gudang-gudangnya. Sehingga untuk memastikan stok tercapai minimal 1,5 juta ton di akhir 2015, maka perlu ada impor karena pengadaan dalam negeri sudah sulit. Pemerintah akan impor beras 1,5 juta ton dari Vietnam yang dijadwalkan tiba November.

"Cadangan beras nasional itu jika diilustrasikan sama dengan pemain sepakbola cadangan, kalau tidak ada pemain cidera tidak perlu turun pemain cadangan, sama dengan beras, opsi cadangan beras itu disesuaikan dengan kebutuhan, kalau cukup tidak perlu keluar cadangan," ujar Amran di sela panen raya kedelai di Takalar, Sulawesi Selatan, Selasa (28/10/2015).

Amran menegaskan bahwa selama setahun kementerian yang dipimpinnya, sejak Oktober 2014, berhasil membendung impor beras.

Amran membandingkan fenomena El Nino tahun ini lebih dahsyat dari tahun 1997. Pada 1997, Indonesia mengimpor beras 7,1 juta ton dengan jumlah penduduk Indonesia saat itu masih 205 juta orang.

Sedangkan di tahun 2015 ini, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 252 juta orang, seharusnya Indonesia bisa mengimpor 8,8 juta ton tapi selama setahun ini belum terjadi.

"Cadangan beras nasional adalah bentuk perhatian pemerintah begitu menyanyangi rakyatnya, sudah berproduksi, berakselerasi, upaya khusus, tapi masih tetap memberi ruang opsi cadangan beras nasional," pungkas Doktor Pertanian pemegang hak paten racun hama tikus ini.

Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla memastikan pemerintah bulan depan akan mengimpor beras untuk menjaga cadangan beras nasional dan stabilitas harga dan stok beras nasional.

Beras impor ini sebagai cadangan untuk kebutuhan Bulog Januari-Maret 2016 saat masa paceklik atau sebelum panen raya. Kebutuhan Bulog selama ini untuk distribusi raskin/rasta, operasi pasar ketika harga di pasar naik, dan kebutuhan siaga ketika terjadi bencana alam.

(hen/hen)

http://finance.detik.com/read/2015/10/27/195102/3054998/4/impor-beras-untuk-cadangan-mentan-bentuk-pemerintah-sayang-rakyat

Bulog Bali Serap 7 Ton Bawang Merah Kintamani

Selasa, 27 Oktober 2015

Bisnis.com, GIANYAR—Bulog Divre Bali menyerap sebanyak tujuh ton bawang merah produksi petani di Kintamani, Bangli sebagai salah satu cara menstabilkan harga komoditas pemicu inflasi tersebut.

Kepala Bulog Divre Bali Wayan Budhita mengungkapkan kebutuhan bawang merah di Pulau Dewata sangat besar sehingga penting bagi pihaknya membantu mengamankan pasokan.

“Bawang merah yang kami beli biasanya dipasarkan melalui operasi pasar, dan itu manjur menahan kenaikan harga,” ujarnya saat ditemui di Gianyar, Selasa (21/10/2015).

Menurutnya, komoditas bawang merah yang ditampung merupakan hasil produksi petani di kaki Gunung Batur, Bangli. Kualitas bawang merah petani di sekitar wilayah tersebut sangat baik sehingga layak untuk dibeli oleh perusahaan BUMN ini.

Budhita mengklaim, baru Bulog Divre Bali yang melakukan pembelian komoditas dari petani berupa bawang merah. Dia menyatakan akan terus membeli bawang merah dari petani, dikarenakan kebutuhan komoditas jenis ini di Pulau Dewata sangat besar.

“Saat hari raya keagamaan seperti Galungan, biasanya permintaan bawang merah sangat besar. Makanya kami mulai tahun ini beli bawang merah dari petani,” tuturnya.

Sementara itu, pada periode Januari-September Bulog Bali sudah menyerap sebanyak 1.000 beras premium dari petani. Diakuinya, penyerapan besar premium dengan harga sekitar Rp8.800 terkendala masalah harga.

Dia mengutarakan jika harga di pasar lebih mahal sehingga mendorong masyarakat memilih menjual kepada pihak lain dan bukan Bulog. Meskipun susah, Bulog Bali akan tetap mencari beras premium dari seluruh daerah di Bali untuk dijadikan sebagai stok kebutuhan.

Selasa, 27 Oktober 2015

47 Penggilingan Padi Kerja Sama Dengan Bulog

Senin, 26 Oktober 2015

Kami berupaya bagi penggilingan padi yang di bantu oleh pemerintah akan dikerja samakan dengan Bulog sebagai upaya mendukung swasembada pangan

Palu,  (antarasulteng.com) - Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah Trie Iriani Lamakampali mengatakan sebanyak 47 unit Rice Milling Unit (RMU) atau penggilingan padi yang diberikan kepada Gabungan Kelompok Tani di wilayahnya akan bekerja sama dengan Badan Urusan Logistik (Bulog).

"Kami berupaya bagi penggilingan padi yang di bantu oleh pemerintah akan dikerja samakan dengan Bulog sebagai upaya mendukung swasembada pangan," katanya di Palu, Senin.

Ia mencontohkan jika ada gabah sebanyak 500 ton, sebanyak 10 persen atau 50 ton akan dibagi menjadi dua yakni 25 ton dijual kepada bulog sisanya dijual langsung oleh petani.

"Kami ingin petani juga bisa mengambil untung," terangnya.

Trie Iriani menerangkan bahwa bantuan RMU kepada Gapoktan merupakan kualitas yang terbaik atau double pass. kata dia, RMU yang berada dilapangan saat ini, 70 persen masih dalam kualitas one pass.

"Desain kerjasama yang dibangun adalah untuk kekuatan pangan bangsa Indonesia," tekannya.

terkait peran bulog dalam kerjasama ini untuk menyerap produksi beras petani, ia mengatakan bahwa fungsi bulog untuk mengatur dan menstabilkan harga pasar. Sementara pihaknya berfungsi untuk mendorong kelompok tani di masyarakat untuk terus berproduksi.

"Saya berharap nantinya Bulog bisa menyimpan cadangan beras dalam bentuk gabah kering, karena bentuk tersebut lebih baik dari pada penyimpanan dalam bentuk beras," harapnya.

Sementara itu Kepala Gudang Beras Bulog Sulteng Kaharuddin beberapa waktu lalu mengatakan bahwa stok beras yang ada hingga kini meski jumlahnya terbilang menipis, tetapi masih mencukupi kebutuhan penyaluran, termasuk mendukung kegiatan operasi pasar kalau memang dibutuhkan.

Persediaan beras yang ada di gudang Tondo Palu, kata Kaharuddin, semuanya merupakan beras hasil pembelian dari petani lokal. Semua stok beras di gudang saat ini hasil pengadaan lokal baik yang dibeli langsung satgas Bulog maupun dari mitra (para pengusaha penggilingan) padi. Sementara gudang beras Tondo Palu dapat menampung sebanyak 7.000 sampai 8.000 ton beras produksi petani.
http://www.antarasulteng.com/berita/21896/47-penggilingan-padi-kerja-sama-dengan-bulog

Bulog Perkirakan Impor Beras Vietnam akan Masuk Minggu Ini

Senin, 26 Oktober 2015


Metrotvnews.com, Jakarta: Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) menyatakan impor beras yang didatangkan dari Vietnam dan Thailand diperkirakan akan masuk ke Indonesia pada minggu ini.

Upaya melakukan impor beras ini ditujukan untuk memenuhi cadangan beras nasional. Hal ini disebabkan El Nino tahun ini dinilai lebih kuat dibandingkan dari tahun sebelumnya.

"Ini sudah batasan yang Presiden bilang. Ingat ini bukan untuk pasar, ini untuk cadangan," ujar Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Djarot Kusumayakti, saat ditemui di Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta Pusat, Senin (26/10/2015).

Adapun Bulog bakal menyerap beras dari Vietnam sekitar satu juta ton dari perkiraan awalnya sebanyak 1,5 juta ton. Penurunan angka tersebut disebabkan kapasitas bongkar muat di Vietnam yang sangat terbatas.

"Itupun tergantung waktu yang diberikan. Karena kan tempat lain juga mengambil. Waktu yang diberikan ini hubungannya dengan kemampuan loading capacity mereka. Kan mereka pelabuhannya terbatas," ungkap Dirut Bulog tersebut.

Selain Vietnam, Djarot mengatakan pemerintah juga akan mengimpor beras dari Thailand sebanyak 500 ribu ton untuk menutupi kekurangan pasokan. Pemerintah sengaja mengimpor sebanyak 500 ribu ton lantaran harga yang diberikan dari Negeri Gajah Putih tersebut dinilai terlalu mahal.

Selain Thailand, Djarot menambahkan pihaknya berencana ingin mengimpor beras dari beberapa negara lain. Upaya ini dilakukan lantaran tidak ingin Indonesia kekurangan pasokan beras.

"Myanmar, Kamboja, dan Pakistan. Tanya dia punya beras enggak? Bisa dikirim enggak? Daripada nanti enggak ada kan. Doain semua lancar ya," pungkasnya.
SAW

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/10/26/184297/bulog-perkirakan-impor-beras-vietnam-akan-masuk-minggu-

Cari Pasokan Beras, Bulog Jajaki Kamboja dan Pakistan

Senin, 26 Oktober 2015


JAKARTA, KOMPAS.com – Komitmen jual-beli beras dari Vietnam sebesar 1,5 juta ton masih bisa berubah.

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayekti menuturkan, hal tersebut seiring dengan adanya pembeli lain, selain Indonesia yang juga berniat membeli beras dari Vietnam.

Atas dasar itu, untuk mengantisipasi cadangan beras pemerintah yang disimpan di gudang Bulog, saat ini tengah dijajaki kemungkinan impor dari negara lain.

Djarot menuturkan, selain Vietnam ada kemungkinan pemerintah mengimpor beras dari Thailand.

Adapun komitmen awal yang disampaikan pihak Thailand, negeri gajah putih itu menyatakan siap untuk memasok 500.000 ton beras ke Indonesia.

Akan tetapi, Djarot membenarkan pemerintah masih mencari sumber-sumber pasokan beras yang lainnya.

“Kita baru coba kontak-kontak, komunikasi ke beberapa negara. Burma, Kamboja, Pakistan. Tanya dia punya beras enggak? Bisa dikirim enggak? Daripada enggak ada kan,” kata Djarot ditemui di sela-sela Laporan 1 Tahun Kementerian BUMN – Kabinet Kerja RI, Jakarta, Senin (26/10/2015).

Komitmen impor beras dari Vietnam ini, lanjut Djarot, nampaknya memang segera akan direalisasikan pada pekan ketiga atau keempat Oktober 2015. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menyampaikan, bilamana hujan masih ragu-ragu turun di akhir Oktober, maka pemerintah akan merealisasikan impor beras akhir bulan ini.

“Segera (datang) dalam minggu-minggu ini. Kan ini sudah batasan yang beliau (Jokowi) bilang. Dan ingat, bahwa ini bukan untuk pasar. Ini untuk cadangan,” ucap Djarot.

Dia lebih lanjut bilang, sebetulnya impor beras dari Vietnam tergantung pada berapa banyak kekurangan ketersediaan beras yang ada di dalam negeri.

Akan tetapi, mengingat kapasitas loading pelabuhan di Vietnam terbatas, eksekusi dari impor beras ini perlu disegerakan.

Atau konsekuensinya, realisasi masuknya beras dari Vietnam tidak akan sebesar kesepakatan 1,5 juta ton sampai akhir tahun ini.

“Dengan terbatasnya waktu, dengan kondisi yang ada, dia mungkin hanya bisa merealisasikan (ekspor ke Indonesia) 1 juta ton,” kata Djarot.

Senin, 26 Oktober 2015

Ini Daftar 20 BUMN Pemilik Laba Tertinggi

Senin, 26 Oktober 2015

Jakarta -Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengelola dan mengawasi 119 perusahaan pelat merah yang berstatus perum, perseroan terbatas hingga perusahaan terbuka. Ada 20 BUMN yang mencatat laba tertinggi.

Sepanjang semester I-2015, 119 BUMN itu berhasil mencatat laba bersih Rp 64,2 triliun. Dari ratusan perusahaan pelat merah, terdapat 20 BUMN yang berhasil menorehkan prestasi sebagai pemilik laba tertinggi.

Dari daftar semester I, tercatat dua pendatang baru yakni Perum LPPNPI (AirNav) dan Perum Bulog. Bahkan Bulog pada tahun 2014, tercatat masih merugi namun kini memiliki kinerja keuangan kinclong.

Sedangkan PT Pelindo II (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) terlempar dari posisi 20 BUMN dengan laba tertinggi.

Berikut ini daftar 20 BUMN dengan laba tertinggi pada semester-I 2015 seperti dikutip dari bahan presentasi Menteri BUMN Rini Soemarno, Senin (26/10/2015). Siapa jawaranya?

1. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, laba bersih Rp 11,95 triliun
2. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, laba bersih Rp 10,98 triliun
3. PT Bank Mandiri Tbk, laba bersih Rp 10,34 triliun
4. PT Pertamina (Persero), laba bersih Rp 7,2 triliun
5. PT Perusahaan Gas Negara Tbk, laba bersih Rp 2,95 triliun
6. PT Bank Negara Indonesia Tbk, laba bersih Rp 2,46 triliun
7. PT Semen Indonesia Tbk, laba bersih Rp 2,19 triliun
8. PT Pupuk Indonesia Tbk, laba bersih Rp 1,91 triliun
9. PT Jasa Raharja (Persero), laba bersih Rp 1,14 triliun
10. PT Pegadaian (Persero), laba bersih Rp 1,08 triliun
11. PT Angkasa Pura II (Persero), laba bersih Rp 920 miliar
12. Perum Bulog, laba bersih Rp 890 miliar
13. PT Bank Tabungan Negata Tbk, laba bersih Rp 830 miliar
14. PT Bukit Asam Tbk, laba bersih Rp 790 miliar
15. PT Pelabuhan Indonesia III (Persero), laba bersih Rp 640 miliar
16. PT Angkasa Pura I (Persero), laba bersih Rp 620 miliar
17. PT Kereta Api Indonesia (Persero), laba bersih Rp 590 miliar
18. PT Jasa Marga Tbk, laba bersih Rp 590 miliar
19. PT INALUM (Persero), laba bersih Rp 530 miliar
20. Perum LPPNPI (AirNav), laba bersih Rp 440 miliar

(feb/ang)

http://finance.detik.com/read/2015/10/26/112957/3053199/4/ini-daftar-20-bumn-pemilik-laba-tertinggi

Bulog Inventaris Aset untuk Revaluasi

Senin, 26 Oktober 2015

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog termasuk salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang akan melakukan revaluasi aset. Saat ini manajemen BUMN sektor pangan tersebut sedang menginventarisasi aset dinilai kembali (revaluasi) untuk memanfaatkan insentif pajak yang dijanjikan pemerintah.

''Kami memang sedang menginventarisasi aset-aset utuk direvaluasi yang bisa memanfaatkan kesempatan insentif ini,'' kata Direktur Bulog Fadzri Sentosa melalui pesan singkat kepada Republika, Ahad (25/10). Namun Fadzri tak menjelaskan lebih detil proses yang sedang berlangsung.

Untuk meningkatkan pendapatan negara, Kementerian Keuangan memberi relaksasi penarikan pajak penghasilan (PPh) secara bertahap bagi badan usaha milik negara (BUMN) maupun milik swasta. Kementerian BUMN memprioritaskan BUMN di sektor energi dan pangan untuk melakukan revaluasi aset.

Jika pengajuan revaluasi dilalukan hingga akhir tahun ini, PPh dipangkas dari 10 persen menjadi tiga persen. Sementara jika revaluasi diajukan pada semester satu 2016, PPh yang dikenakan sebesar empat persen.

Sedangkan jika pengajuan revaluasi dilakukan pada semester dua 2016, PPh yang dikenakan sebesar enam persen.

Perum Bulog Menurunkan Harga Beras Premium

Senin, 26 Oktober 2015

JAKARTA, KOMPAS — Strategi Perum Bulog menurunkan harga pembelian beras premium melalui jalur komersial efektif meredam harga beras di pasar. Rata-rata nasional harga beras kualitas medium turun 1,17 persen.

Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu, Minggu (25/10), di Jakarta mengatakan, pada Oktober ini mestinya harga beras melonjak karena panen berkurang dan permintaan tetap. Namun, sekarang harga justru turun meski tidak signifikan. "Yang pasti harga beras tertahan, tidak naik. Ini luar biasa," katanya.

Di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, harga beras kualitas medium rata-rata turun 4,02 persen. Untuk rata-rata nasional turun 1,17 persen dalam kualitas yang sama.

Perum Bulog menurunkan harga beli beras premium sejak awal Oktober 2015. Harga beli saat itu diturunkan dari Rp 9.250 per kilogram menjadi Rp 8.500 per kilogram.

Dampaknya pemasukan beras ke Perum Bulog berkurang drastis dan masuk ke pasar. Hal ini bisa dilihat dari pasokan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang rata-rata per hari masih 3.000 ton.

Ditanya apakah turunnya harga beras di pasar tak menyulitkan Bulog menjual beras premiumnya, Wahyu mengatakan, kalau belum saatnya dijual, tidak perlu dijual.

"Untung tidak harus berarti uang masuk ke Bulog. Masyarakat bisa beli dengan harga normal juga merupakan bentuk keuntungan," katanya.

Terkait dengan beban keuangan Perum Bulog yang harus membayar suku bunga kredit hingga Rp 50 miliar per bulan yang digunakan untuk modal membeli beras komersial guna memperkuat stok beras Bulog, Wahyu mengatakan, beban keuangan itu tidak dirisaukan sepanjang harga beras stabil. Hal itu jauh lebih utama.

Dalam rangka memperkuat cadangan beras nasional, Bulog membeli beras premium melalui jalur komersial sebanyak 700.000 ton. Modal pembelian dari pinjaman bank.

Profesor riset pada Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian, Husein Sawit, mengatakan, rendahnya harga beras di pasar terjadi karena ada kepastian kebijakan impor beras dari pemerintah.

"Pemerintah sudah membuat keputusan mengimpor beras. Meski barangnya belum datang, tetapi sudah ada kepastian. Kondisi ini membuat pedagang beras mulai melepas berasnya dari gudang secara bertahap," jelasnya.

Meningkatnya pasokan beras di pasar, kata Husein, bukan akibat melimpahnya produksi, melainkan karena pedagang ramai-ramai melepas beras dan tidak mau lagi menyimpan terlalu lama karena pemerintah memutuskan untuk impor.

Billy Haryanto, pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, mengatakan, pedagang sudah mempunyai komitmen dan kesepakatan untuk menjaga harga beras agar tidak bergejolak.

(MAS)

http://print.kompas.com/baca/2015/10/26/Perum-Bulog-Menurunkan-Harga-Beras-Premium

Bulog Pastikan Harga Beras Di Jatim Tidak Naik

Senin, 26 Oktober 2015

Bisnis.com, SURABAYA--Perum Bulog Divisi Regional Jatim memastikan tidak ada kenaikan harga beras di wilayah Jawa Timur jelang akhir tahun. Pasalnya, dua bulan terakhir pada penutupan tahun diklaim sangat rentan terhadap melonjaknya harga beras yang memacu inflasi tahunan.

Kepala Bulog Divre Jatim Witono mengatakan pihaknya dengan tim operasi pasar telah melakukan stabilisasi harga di 29 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. "Kami bersama TPID menggiatkan sidak pasar di dua bulan ini . Harga beras stabil. Masih stabil tingginya tapi kami pastikan tidak akan naik lagi," katanya saat dihubungi Bisnis, Minggu (25/10).

Berdasarkan pemantauannya, harga beras di pasaran masih terbilang tinggi tetapi stabil. Tingginya harga disebabkan oleh minimmnya penyerapan dan lesunya permintaan. Adapun harga beras medium dipatok sekitar Rp8.500/kg hingga Rp9.000 per kg. Sementara beras premium dibanderol Rp9.600/kg. Kendati demikian, terdapat selisih harga kurang lebih Rp100 tergantung varian atau jenis berasnya.

Witono menambahkan, pihaknya terus bersinergi dengan petani agar mau menjual berasnya kepada pemerintah. Hal demikian dapat dijadikan langkah untuk meredam kenaikan harga beras. “Setiap ada sawah yang sedang menguning, kami bersama Kodim dan Koramil melakukan pendekatan ke petani agar dijual ke kami,” ujar Witono.

Bulog Divre Jatim mencatat, penyerapan jenis beras premium di Jatim sejak Juli 2015 mencapai 90%. Sedangkan penyerapan beras medium hanya 10%. Witono menargetkan target penyerapan beras di penghujung tahun sebesar 850.000 ton. Adapun penyerapan per pertengahan Oktober mencapai 75,41% atau setara 716.374 ton.

http://industri.bisnis.com/read/20151026/99/485820/bulog-pastikan-harga-beras-di-jatim-tidak-naik

Jumat, 23 Oktober 2015

Menteri Rini Prioritaskan Revaluasi Aset PLN-Bulog

Jumat, 23 Oktober 2015
   
INILAHCOM, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah mendata perusahaan pelat merah yang diprioritaskan untuk revaluasi aset.

Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, revaluasi aset prioritasnya pada sektor BUMN energi dan pangan. Sebab, kedua sektor BUMN tersebut mempunyai aset yang terbilang besar.

"Yang paling utama itu PLN, sektor energi yang paling kita utamakan. Juga sektor kalau bisa di pangan. Karena seperti Bulog punya banyak aset," katanya di Jakarta, Jumat (23/10/2015).

Ia mengharapkan, revaluasi aset tersebut bisa memberikan ruang untuk lebih dapat mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, dirinya menargetkan bisa mendata BUMN yang akan melakukan revaluasi aset dalam satu bulan.

"Dalam satu bulan ini kami akan menyelesaikan BUMN mana saja yang akan melakukan reevaluasi," tuturnya.

Ia menjelaskan, pihaknya sedang menghitung aset yang sedang direvaluasi. "Kalau saya lihat si hampir semua. Tapi apa saja yang terevaluasi itu sedang kami hitung tindak lanjut dari kebijakan pemangkasan pajak penghasilan (PPh) dari revaluasi aset harus segera dilakukan, " katanya. [jin]

Kamis, 22 Oktober 2015

Bulog Jamin Beras Impor Tak Masuk Pasar

Kamis, 22 Oktober 2015

JAKARTA, RadarPena.com - Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti memastikan bahwa beras impor 1 juta ton asal Vietnam dan Thailand, tidak akan sampai masuk ke pasar nasional. Sehingga hal itu tidak akan menjadi beban kerugian petani. Pengadaan beras impor hanya bertujuan sebagai stok cadangan pemerintah dalam menghadapi musim kemarau panjang tahun ini.

“Beras impor itu tidak akan digelontorkan langsung ke pasar. Itu yang penting sekali harus dipahami dan saya jamin tidak akan mengganggu pasar. Jangan salah paham," ujar Djarot di kantornya, Kamis (22/10).

Perihal kapan impor dilaksanakan dan berapa volume beras yang akan diimpor, kata Djarot, Bulog sedang membuat perhitungan detailnya. Sebab, di Indonesia ada yang masuk kategori daerah produksi, ada pula daerah yang masuk kategori defisit beras.

"Kami sedang berkoordinasi intensif bersama pemerintah terkait keputusan impor beras. Bulog, menurut dia, sedang mengonfirmasi dan menginventarisasi lokasi-lokasi yang dinyatakan atau berpeluang mengalami defisit beras," kata Djarot.

Dia menambahkan bahwa pelaksanaan impor beras juga akan mempertimbangkan waktu pengapalan dan pilihan kapal yang digunakan. “Yang jelas, Vietnam telah memberikan jaminan suplai beras medium sebanyak 1 juta ton. Selanjutnya, Bulog akan melaksanaan impor beras berdasarkan keputusan rapat menko,” ucap Djarot.

Bila Tak Impor, Stok Beras Bulog akan Habis Desember 2015

Kamis, 22 Oktober 2015

Jakarta -Perum Bulog sedang berlomba dengan waktu untuk persiapan pengadaan beras melalui impor dari Vietnam dan Thailand. Vietnam sudah berkomitmen menjual 1 juta ton beras, sedangkan Thailand masih negosiasi dengan Bulog.

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, stok beras saat ini di seluruh gudang Bulog hanya 1,49 juta ton. Dari jumlah itu, sebanyak 810.000 ton merupakan beras penugasan pemerintah (public service obligation/PSO). Selebihnya sebanyak 680.000 ton dalam bentuk beras kebutuhan komersial atau beras premium.

"Stok sekarang 1,49 juta ton, PSO 810.000 ton, 680.000 ton komersial. Kalau dipakai semua habis, sampai Desember," katanya kepada detikFinance, Kamis (22/10/2015).

Menurut Djarot, dengan kondisi stok saat ini maka bila tak ada tambahan pengadaan dari dalam negeri maupun luar negeri atau impor maka stok atau cadangan beras pemerintah awal 2016 sudah habis.

Sementara itu, produksi beras di akhir tahun sudah memasuki penurunan signifikan karena sudah lewat panen raya. Pengadaan beras Bulog dari dalam negeri juga sudah terbentur dengan harga beras dan gabah petani yang di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

"Bagaimana dengan Januari, yang harus dipikirkan," katanya.

Djarot belum bisa menyampaikan kebutuhan tambahan pengadaan beras untuk stok gudang Bulog termasuk dari impor. Namun sebagai gambaran, kebutuhan beras per bulan secara nasional mencapai 2,5 juta ton per bulan. Stok beras Bulog khususnya PSO selama ini dipakai untuk raskin dan operasi pasar, hingga bantuan bencana.

"Untuk konsumsi beras sebulan data BPS 2,5 juta ton artinya kalau terjadi musibah, karena kekeringan nggak ada produksi maka konsumsi terus berjalan, harus ada stok 2,5 juta ton, katakan lah tak menghancurkan seluruhnya, setengah saja maka perlu 1,25 juta ton itu untuk satu bulan," katanya.

(hen/rrd)

http://finance.detik.com/read/2015/10/22/144113/3050824/4/bila-tak-impor-stok-beras-bulog-akan-habis-desember-2015

Impor Beras Tergantung Cuaca

Kamis, 22 Oktober 2015

Musim Tanam Pertama Mundur

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana mendatangkan beras dari Vietnam dan Thailand untuk memperkuat cadangan beras nasional. Keputusan mendatangkan beras itu akan diambil pada akhir bulan ini dengan mempertimbangkan cuaca.

"Nanti diputuskan kalau sudah kelihatan kondisi cuacanya. Kalau memang perlu, ya, akan ditarik ke Indonesia, tapi belum kami putuskan," kata Presiden Joko Widodo seusai membuka Trade Expo Indonesia 2015 di Jakarta, Rabu (21/5).

Menurut Joko Widodo, beras itu sudah ada. Beras itu akan didatangkan apabila tidak terjadi hujan pada minggu ketiga dan keempat Oktober ini.

"Impor itu kita lakukan untuk memperkuat cadangan beras nasional, tetapi bisa ditaruh di Vietnam atau Thailand dan bisa juga ditaruh di sini," katanya.

Sebelumnya, pemerintah belum mau membuka rencana mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand. Padahal, cadangan beras nasional di Perum Bulog telah menipis. Pada akhir tahun, stok beras medium di Perum Bulog diperkirakan tinggal 50.000 ton karena telah disalurkan kepada masyarakat tidak mampu dan dipergunakan untuk operasi pasar.

Bulog tidak mampu menambah stok dari dalam negeri karena harga beras di petani lebih tinggi dari harga pembelian pemerintah (HPP), Rp 7.300 per kg. Perum Bulog hanya mampu menyerap beras petani melalui mekanisme pengadaan komersial.

Rencana pemerintah mengimpor beras terungkap setelah media Vietnam, The Saigon Times, memberitakan Vietnam menang kontrak memasok beras 1 juta ton ke Indonesia. Beras itu terdiri dari 750.000 ton dengan kualitas patahan 15 persen dan 250.000 ton beras dengan patahan 5 persen atau beras premium.

Sementara itu, sejumlah petani di wilayah lumbung beras Jawa Tengah dan Jawa Barat memperkirakan musim tanam I mundur akibat El Nino. Di Jawa Tengah, Forum Perkumpulan Petani Pengguna Sistem Irigasi Waduk Kedung Ombo ada kemunduran tanam sekitar 10.000 hektar (ha) sawah di daerah hilir dari Oktober menjadi akhir November akibat kekurangan air.

Penundaan tanam yang berdampak pada mundurnya panen juga diperkirakan terjadi di sejumlah daerah di Jawa Barat. Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Jawa Barat Masroni mengemukakan, MT I di wilayah hilir Bendung Rentang dan Waduk Jatiluhur diperkirakan mundur karena dampak El Nino. Di wilayah irigasi Bendung Rentang yang meliputi Indramayu, Majalengka, dan Cirebon itu, air irigasi baru akan dialirkan pada 15 November.

"MT I biasanya dimulai pada Desember-Januari 2015. Karena keterbatasan air dan kalau tidak hujan, MT I bisa mundur Januari-Februari 2016," katanya.

Dalam negeri

Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras DKI Jakarta Nellys Soekidi meminta pemerintah mengutamakan dahulu serapan beras di dalam negeri. Saat ini masih ada sejumlah daerah yang panen, misalnya di Ngawi, Jawa Timur. Pada Januari-Februari 2016, sejumlah daerah irigasi teknis pasti akan panen dan terjadi hujan meskipun terdampak El Nino.

"Impor sebaiknya sebagai alternatif saja atau jika benar-benar dibutuhkan. Kalaupun mau impor, perlu diimbangi penghitungan data yang akurat dengan mempertimbangkan dampak El Nino terhadap musim tanam (MT) I," ujarnya.

Nellys menilai, meskipun belum ada pernyataan resmi dari pemerintah, impor beras sebanyak 1 juta ton dari Vietnam itu terlalu banyak. Kalaupun pemerintah memang memutuskan impor beras untuk stok awal tahun, jumlahnya cukup 500.000 ton saja.

Profesor Riset Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Husein Sawit mengatakan, terlalu banyak gangguan politik yang menyebabkan kebijakan impor beras gaduh dan ribut.

Jika saja pemerintah punya kriteria yang jelas kapan perlu impor atau tidak impor, pasar beras tidak akan mengalami kejutan. (HEN/MAS)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/151022kompas/#/18/

Rabu, 21 Oktober 2015

Dirut Bulog: Jika Tak Impor, Beras Habis

RABU, 21 OKTOBER 2015


TEMPO.CO, Jakarta-Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti menyatakan bahwa saat ini cadangan beras pemerintah sudah sangat menipis. Bila tak segera impor, cadangan beras itu akan habis sebelum akhir tahun.

Djarot merinci, saat ini jumlah beras yang tersimpan di gudang-gudang Bulog jumlahnya hanya 1,485 juta ton. Dari jumlah itu, jumlah cadangan beras pemerintah jumlahnya sekitar 810 ribu ton.

Sementara, pemerintah sudah memutuskan akan menggelontorkan beras sejahtera (Rastra) ke-13 dan 14. Artinya, hingga akhir tahun ini Bulog masih harus empat kali menggelontorkan Rastra yang mamsing-masing jumlahnya 232 tibu ton. Itu baru untuk Rastra. Padahal Bulog juga harus menyimpan stok untuk bencana dan persiapan operasi pasar. “Jadi, cadangan ini mepet sekali, hampir bisa dikatakan habis,” kata Djarot pada Tempo, Rabu 21 Oktober 2015.

Melihat kondisi itu, Djarot pun menyambut baik keputusan Presiden Joko Widodo untuk segera mengimpor beras. “Sebelum akhir tahun ini sudah harus masuk secara bertahap,” ujarnya.

Menurut Djarot, pembicaraan dengan Negara-negara pemasok beras sudah dilakukannya. Ia menyebut, Vietnam sudah berkomitmen untuk menyediakan 1 juta ton beras untuk Indonesia. Sementara dengan Thailand belum ada kesepakatan.

Jenis yang akan diimpor dari Vietnam, menurut Djarot adalah beras medium dengan tingkat kepecahan 15 persen. “Beras ini akan dikunci untuk cadangan pemerintah, tidak akan dilepas ke pasar,” katanya.

Bagaimanapun, Djarot belum bisa memastikan berapa jumlah beras yang jadi dibeli. Sebab selain untuk memenuhi cadangan beras pemerintah, ia juga harus memperhitungkan mundurnya masa tanam padi akibat el nino. “Ada hal yang di luar perhitungan sebelumnya, jadi ini tidak mudah,” ujarnya.

Selain soal jumlahnya yang belum diputuskan, Djarot juga masih harus berkoordinasi dengan kementerian terkait soal logistik. Mendatangkan beras dalam jumlah besar perlu persiapan khusus sebab kapal-kapal kecil daya angkutnya hanya 20 ribu ton.

Ia juga ingin beras itu nantinya hanya didrop di Jakarta, tapi juga di kota lain yang memiliki pelabuhan besar seperti Medan, Semarang dan Makassar. “Kita punya 17 ribu pulau berpenduduk, jadi harus dipikirkan juga bagaimana distribusi berasnya,” kata pria asal Yogyakarta ini. Atau, jika memang ada kendala logistik, ia juga menjajagi kemungkinan untuk tidak membawa berasnya sekaligus ke Indonesia tapi menyimpannya sebagian di Vietnam.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akhirnya menjelaskan rencana pemerintah tentang impor beras. Dia mengatakan pemerintah melakukan impor beras untuk memperkuat cadangan nasional. "Ini impor itu kita lakukan untuk memperkuat cadangan beras nasional, tetapi bisa ditaruh di Vietnam atau Thailand, bisa ditaruh di sini," kata dia di kawasan JIExpo, Jakarta, Rabu pagi tadi.

http://m.dev.tempo.co/read/news/2015/10/21/090711657/Dirut-Bulog-Jika-Tak-Impor-Beras-Habis

Jokowi Pastikan RI Impor Beras dari Thailand dan Vietnam

Rabu, 21 Oktober 2015

Jakarta -Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan Indonesia mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam. Impor beras ini sebagai cadangan beras untuk kebutuhan di dalam negeri hingga awal tahun depan.

"Ini impor itu kita lakukan untuk memperkuat cadangan beras nasional, tetapi bisa ditaruh di Vietnam atau Thailand," kata Jokowi, usai membuka pameran Trade Expo Indonesia (TEI) di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (21/10/2015).

Jokowi menjelaskan, meski Indonesia mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand, namun pasokan beras bisa disimpan di kedua negara tersebut sebagai jaga-jaga. Bila kebutuhan mendesak, karena produksi terganggung karena El Nino, maka beras-beras tersebut bisa masuk ke Indonesia.

"Nah diputuskan kalau sudah kelihatan, kalau minggu ketiga minggu keempat Oktober hujannya masih ragu-ragu, ya memang kalau perlu ditarik ke Indonesia‎," kata Jokowi.

Ia menambahkan, belum bisa memastikan berapa kuota beras yang diimpor dari Vietnam dan Thailand. Namun saat ini keberadaan beras impor tersebut sudah tersedia, namun jumlah detilnya Perum Bulog yang mengetahui.

"Jadi belum diputuskan (kuota beras), tapi beras sudah ada, iya. Tanya ke Kabulog," kata Jokowi saat dikonfirmasi beras yang akan diimpor sebanyak 1 juta ton.

Sebelumnya Mentan Amran Sulaiman dan Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, impor beras hanya sebagai cadangan, karena produksi di dalam negeri diperkirakan masih mencukupi sampai akhir tahun. Bahkan ada opsi bila produksi beras dalam negeri mencukupi, maka beras-beras impor tersebut bisa dijual lagi.

(hen/ang)

http://finance.detik.com/read/2015/10/21/112841/3049415/4/jokowi-pastikan-ri-impor-beras-dari-thailand-dan-vietnam

IMPOR BERAS YANG MEMBINGUNGKAN

Rabu, 21 Oktober 2015

Pemerintah telah memperlihatkan kebijakan impor beras yang membingungkan. Hal ini terlihat dari sikap pemerintah yang maju-mundur dalam melakukan impor beras.

Isu akan adanya impor beras muncul setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumpulkan‎ beberapa menteri terkait. Dalam pertemuan itu, salah satu keputusannya adalah soal rencana impor beras untuk menjaga stok beras Bulog yang hanya 1,5 juta ton dari angka ideal seharusnya 2,5-3 juta ton.

Namun keputusan untuk mengimpor beras itu sepertinya tidak seutuhnya mendapat dukungan. Presiden Jokowi pun seakan berbeda pendapat dengan Wapres Jusuf Kalla. Jokowi beberapa kali melakukan peninjauan ke sentra-sentra produsen padi di daerah Jawa. Dari hasil peninjauannya itu Jokowi menyebutkan kalau persedian beras Bulog cukup untuk memasok kebutuhan masyarakat hingga bulan Desember 2015.

Pernyataan Presiden Jokowi itu dimaknai banyak pihak kalau rencana impor beras tidak akan dilakukan pemerintah pada tahun 2015 ini.

Namun, pemberitaan media di Vietnam dan Thailand menyebutkan kalau Indonesia tengah berusaha mencari pasokan beras dari kedua negara yang memang sudah lama dikenal sebagai pengekspor beras utama. Disebutkan kalau Indonesia membutuhkan sekitar 1 juta ton beras guna mengamankan stok di dalam negeri.

Teka-teki mengenai jadi tidaknya Indonesia mengimpor beras akhirnya mulai terbuka setelah Menteri Kordinator Bidang PerekonomianDarmin Nasution menjelaskan kesepakatan impor beras dari Vietnam dan Thailand, dalam rapat Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jakarta, Selasa pekn lalu. Darmin menjelaskan, keputusan untuk mengimpor beras diambil lantaran dampak El Nino akan mengganggu produksi beras.

Di sisi lain, stok Perum Bulog makin tiris. Ketersediaan beras di gudang Bulog, tidak sampai 1,7 juta ton. Sebanyak 900.000 ton diantaranya merupakan stok beras komersial dengan jenis premium.

Memang keputusan mengimpor beras adalah keputusan pahit mengingat pemerintah telah menargetkan tercapainya swasembada beras di tahun ini. Bahkan untuk mencpai target itu, telah diluncurkn sejumlah program dana yang cukup besar.

Namun, pemerintah memang perlu realistis. Stok Bulog yang menipis serta kemarau yang panjang bisa menimbulkan destabilisasi harga dan pasokan beras di dalam negeri.

Sebagai bahan pangan utama masyarakat, pemerintah tentunya tidak boleh memiliki cadangan beras yang minim karena hal itu akan berisiko tinggi bagi pemenuhan kebutuhan beras ke depan. Pemenuhan kebutuhan beras tidak hanya dihitung untuk jangka waktu dua atau tiga bulan ke depan. Terlebih pada awal tahun 2016 sejumlah sentra prpdusen padi belum tentu bisa panen karena dampak El Nino.

Karena itu, keputusan pemerintah untuk mengimpor beras bukanlah keputusan yang salah jika dikaitkan dengan minimnya stok Bulog serta dampak El Nino.

Namun, pemerintah juga perlu terus memberikan perhatian penuh kepada petani padi di dalam negeri. Mereka harus terus didukung agar pendapatan mereka dari usaha tani padi terus mengalami peningkatan.

http://agroindonesia.co.id/index.php/2015/10/20/impor-beras-yang-membingungkan/

Selasa, 20 Oktober 2015

KSAD Jenderal Mulyono Akan Perangi Mafia Impor Beras

SELASA, 20 OKTOBER 2015
KSAD Jenderal Mulyono Akan Perangi Mafia Impor Beras

KSAD Jenderal TNI Mulyono (kiri) berjabat tangan dengan Danjen Kopassus Mayjen TNI Muhammad Herindra (kanan) seusai upacara penyematan brevet komando di Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta, 25 September 2015. ANTARA/M Agung Rajasa

TEMPO.CO, Subang - Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Mulyono menyatakan tak ada tempat bagi para mafia yang menginginkan impor pangan, terutama beras, di Indonesia. "Kita perangi impor. Kita harus perang dengan mafia-mafia yang ingin impor itu," ucap Jenderal Mulyono dalam acara "Gelar Teknologi Pertanian Modern, Modernisasi Pertanian untuk Swasembada Pangan" di Desa Gardu Multi, Subang, Jawa Barat, Selasa, 20 Oktober 2015.

Ia mengungkapkan, meski Indonesia saat ini sedang dilanda El Nino, berdasarkan laporan para Pangdam di daerah sentra pangan di seluruh Indonesia, sampai pertengahan Desember 2015,  masih tercatat 1,1 juta luas lahan padi yang belum dipanen. "Artinya, masih ada skitar 5,5 juta ton lagi gabah yang belum dipanen," ujarnya.

Dengan data itu, Mulyono mengaku optimistis keinginan mengimpor beras seperti banyak diinginkan para mafia bisa disetop. Nantinya, jenderal bintang empat ini bahkan optimistis swasembada pangan sebagai wujud dari cita-cita kedaulatan pangan nasional akan bisa diwujudkan.

Meski begitu, ia tetap mengingatkan agar semua pihak yang berkepentingan dengan swasembada pangan tersebut terus meningkatkan dan memperbaiki manajemen pertanian, varietas bibit unggul, dan, "Semangat!"

Agar stok beras nasional tetap terjaga, Mulyono meminta petani menjual produksi padinya kepada Perum Bulog. "Bulog siap menampung gabah dan beras petani, tentu dengan harga yang kompetitif," ujarnya.

Mulyono kembali menegaskan komitmennya untuk terus membantu petani dalam upaya mewujudkan swasembada pangan nasional. "Kami meminta agar kehadiran TNI di bidang pertanian jangan dipertanyakan lagi," ucapnya.

Adapun Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengklaim telah mampu meningkatkan terget produksi gabah kering giling secara signifikan dalam sepuluh tahun terakhir. "Produksi GKG tahun 2004 mencapai 54,1 juta ton dan meningkat menjadi 75,6 juta ton pada periode 2015," katanya.

Produksi GKG tersebut, Amran menyebutkan, berkat adanya peningkatan luas tanam yang pada 2014 hanya sekitar 11,9 juta hektare, kemudian meningkat menjadi 14,3 juta hektare pada periode 2015.

Amran menjelaskan, terus meluasnya lahan tanam juga dipicu oleh terus meningkatnya produksi gabah dalam setiap hektarenya. Pada 2004, produksi per hektare hanya 4,54 ton, sedangkan pada 2015 meningkat menjadi 5,28 ton.

Semua keberhasilan tersebut, Amran menyatakan, tak lepas dari peran serta jajaran TNI. "Berkat kerja keras para penyuluh dan Babinsa TNI. Luar biasa TNI membantu kami," katanya.

NANANG SUTISNA

http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/10/20/090711280/ksad-jenderal-mulyono-akan-perangi-mafia-impor-beras

Ada Perjanjian Impor Beras dari Vietnam, Ini Kata Mentan

Selasa, 20 Oktober 2015

Subang -Pemerintah mengakui telah melakukan kesepakatan impor beras dari Vietnam dan Thailand. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, memberikan tanggapan atas langkah tersebut.

"Ini lah sayangnya pemerintah, produksi digenjot, distribusi digenjot, kita masih impor. Karena apa? Karena pemerintah tidak ingin ada kekurangan," ujar Amran, ditemui di sela kunjungan kerjanya di Subang, Jawa Barat, Selasa (20/10/2015).

Amran menegaskan, keputusan impor beras ini tak datang dari kementeriannya. Karena dari sisi produksi, dirinya mengklaim sebenarnya mencukupi kebutuhan nasional di tahun ini. "Dari 20 Oktober 2014-20 oktober 2015 kita tidak ada impor. Produksi kita masih aman sampai Desember," tegas Amran.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, mengakui pemerintah sudah melakukan penjajakan impor beras dari Vietnam dan Thailand.‎

Beras ini dimaksudkan untuk cadangan beras di tahun depan, apabila dampak kekeringan panjang dari bencana gelombang panas El Nino masih berkepanjangan hingga tahun depan.

Pemerintah tak mau berjudi mempertaruhkan stabilitas harga beras dan nasib rakyat. Jika harga beras melonjak, inflasi akan sangat terpengaruh, daya beli masyarakat tergerus, kesejahteraan masyarakat pasti turun.‎

Meski demikian, Darmin belum berani memastikan apakah beras dari Vietnam dan Thailand akan segera masuk ke Indonesia. Bila ternyata dampak El Nino tidak sebesar yang dikhawatirkan dan stok beras di dalam negeri masih aman, beras yang diimpor akan dijual lagi ke negara lain.

Rencananya soal keputusan final soal impor beras akan dibuat pada November mendatang. "Kalau ternyata tidak perlu, tidak perlu kita datangkan, kita jual lagi saja. Kita yakin bisa laku dan tidak akan rugi.‎ Kita tunggu November-Desember," kata Darmin.


(dna/dnl)

http://finance.detik.com/read/2015/10/20/080517/3048124/4/ada-perjanjian-impor-beras-dari-vietnam-ini-kata-mentan

Senin, 19 Oktober 2015

Basis Perencanaan Tidak Akurat

Senin, 19 Oktober 2015

Pemerintah masih belum satu suara mengenai produksi padi.


JAKARTA - Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Muhammad Nawir Messi mengatakan, pemerintah hingga kini tidak pernah membuat basis perencanaan yang tepat dan akurat dalam industri dan tata niaga beras. Hal itu menjadi alasan gejolak di pasar selalu muncul.

"Seluruh perencanaan dan pengambilan kebijakan publik tidak didasari data yang jelas dan akurat," ujar Nawir ketika dihubungi SH di Jakarta, Minggu (18/10).

Menurut Nawir, Indonesia seharusnya tidak perlu mengimpor beras jika data Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait produksi padi dan konsumsi beras akurat. BPS meramalkan, produksi beras tahun 2015 mencapai 75,5 juta ton atau bertambah 5 juta ton dari tahun sebelumnya.

"Apabila data itu benar, dalam 10 tahun bahkan 20 tahun terakhir, kita tidak perlu impor," katanya. Namun masalahnya, data itu belum tentu akurat. Hal tersebut karena pasar domestik hingga kini terus bergejolak terkait produksi beras.

Ketidakakuratan data berimbas ke perencanaan tidak jelas. Akibatnya, ini menimbulkan perdebatan di masyarakat. "Ini tidak hanya terjadi di beras, tetapi juga pada daging, gula, dan lainnya. Semua prosesnya begitu," ucapnya.

Sejauh ini, pemerintah masih belum satu suara mengenai produksi padi. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, Indonesia perlu mengimpor beras karena produksi bakal terganggu akibat musim El Nino. Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kementan meyakini, cadangan beras masih cukup.

"Kalau stok cukup, kenapa pasarnya bergejolak?" tanya Nawir.

Secara terpisah, Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti mengatakan, pihaknya hanya mengikuti kebijakan pemerintah terkait jadi atau tidaknya impor beras. Bulog ditunjuk pemerintah sebagai pihak yang melakukan impor.
"Kalau diperintah beliau (Wakil Presiden Jusuf Kalla), pasti kami siap mengimpor beras,” ujar Djarot. Hanya saja, stok beras di Bulog hingga akhir 2015 masih cukup memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangan Kementan, Hasil Sembiring, menolak berkomentar terkait rencana pemerintah mengimpor beras. "Jangan tanya saya," seru Hasil, akhir pekan lalu.  Pada Agustus saja, lahan yang sudah panen mencapai 76 persen dari keseluruhan produksi nasional.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati? mengatakan, pemerintah harus membereskan persoalan pangan, terutama beras. Menurutnya, ketidakjelasan akan menguntungkan para spekulan dalam memainkan harga.

"Begitu melihat pemerintah seperti ini, para spekulan akan memainkan harga seenaknya," ucap Enny. Ia pun meminta pemerintah membenahi persoalan produksi, industri, dan tata niaga pangan di Tanah Air. (Ruhut Ambarita)


Sumber : Sinar Harapan

http://www.sinarharapan.co/news/read/151019009/basis-perencanaan-tidak-akurat

Data Beras

Senin, 19 Oktober 2015

AKHIRNYA, perihal benar-tidaknya data pangan nasional, terutama dan khususnya beras, kian kencang mencuat ke permukaan.

Pasalnya, aparatur negara, yaitu Bulog, Kementerian Pertanian, dan BPS, memiliki data berbeda sehingga kita tidak tahu data siapakah yang benar.

Paling mutakhir, ihwal benar-tidaknya data stok nasional beras dipersoalkan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat menghadiri peringatan Hari Pangan Sedunia Ke-35 di Desa Palu, Kecamatan Pemulutan, Ogan Ilir, Sumatra Selatan, Sabtu (17/10).

Wapres memperkirakan jumlah produksi beras nasional sekitar 28,5 juta ton per tahun.

"Kalau ada beras yang jumlahnya lebih dari itu, di mana gudangnya?"

Ia keras mengatakan soal cadangan pangan tidak boleh hanya dicitrakan, tetapi juga harus dibuktikan keberadaannya.

Beras itu urusan perut.

Tidak ada perut lapar dapat dikenyangkan pencitraan.

Orang di dapur tidak dapat menanak beras yang disimpan dalam gudang angan-angan.

Bila kelaparan meledak secara mendadak dan merebak secara nasional karena kelangkaan beras, sudah pasti berdampak sangat serius terhadap stabilitas politik.

Itulah sebabnya, Wapres mempersoalkan permainan data pangan dengan nada keras.

Pertanyaan Wapres itu mendasar, menyangkut kejujuran.

Sangat besar keraguan akan kebenaran data beras sehingga harus ditunjukkan di mana gerangan stok beras disimpan.

Ya, di mana gudangnya di kolong langit di Republik ini?

Apa sulitnya menjawab pertanyaan Wapres itu? Apa sulitnya menunjukkan gudang?

Namun, percayalah, tidak satu pun kiranya pemangku kepentingan dapat menjawab pertanyaan Wapres itu.

Tidak satu pun dapat membuktikan bahwa data stok beras nasional memang sesuai dengan kenyataan, sesuai fakta, dengan menunjukkan gudangnya.

Bukan perkara baru bahwa data cenderung dikemas sesuai dengan kepentingan.

Data dibikin cantik bila menyangkut kinerja. Data dibikin jelek bila menyangkut besarnya dana bantuan.

Contoh, pemerintah daerah tidak malu membuat data lebih banyak warga miskin daripada senyatanya demi mendapatkan lebih banyak raskin serta dana bantuan tunai untuk orang miskin.

Kepalsuan data ekonomi, khususnya pangan, pernah saya tulis di rubrik ini.

Kebohongan mengenai data beras harus diaudit, diinvestigasi, diakhiri.

Tapi siapa mengakhirinya? Dalam bahasa lain, masak Wapres sendiri turun ke lapangan dari gudang ke gudang, melakukan cacah beras?

Kayaknya gudang beras itu memang ada, jumlah stoknya pun sangat meyakinkan.

Akan tetapi, gudang itu kabarnya di Vietnam karena padinya ditanam, dipetik, dan digiling di sana.

Kayaknya? Kabarnya?

Bulog tidak berani menjawabnya. Demikianlah, bukan hanya perihal data terjadi kesimpangsiuran, untuk impor beras pun, sulit untuk jujur.

Padahal, semua orang waras dapat memahami dan menerima kenyataan, swasembada beras, terlebih ditimpa kemarau panjang, tak bisa diwujudkan dalam setahun pemerintahan.

Siapa pun presidennya.

Karena itu, impor beras bukan dosa asalkan dengan kesadaran bahwa impor hanya kebijakan sementara.

Kedaulatan pangan harus tetap menjadi komitmen untuk diwujudkan.

Sekali lagi, perut lapar tak dapat dikenyangkan pencitraan.

Satu-satunya pilihan ialah berterus terang kepada rakyat.

http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/16371/Data-Beras/2015/10/19

DPR Nilai Pemerintah Menafikan Data BPS

Senin, 19 Oktober 2015

Impor Beras dari Vietnam

JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar menilai pemerintah mengaikan harapan petani agar tidak melakukan importasi beras. Sebab kebijakan impor berat akan mengganggu hasil produksi para petani.

Legislator asal Jawa Timur ini menegaskan, pemerintah seakan menafikan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang memprediksi angka produksi padi pada 2015 akan meningkat 6,64 persen atau sebanyak 75,55 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya.

Jika merujuk data BPS, ini merupakan angka tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Selain itu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat melakukan panen raya padi jenis Ciherang di Desa Siraman Kecamatan Kesamben Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Selasa (29/9/2015) sesumbar terkait produksi beras dalam negeri.

Amran, menurut Rofi, memastikan produksi gabah melimpah dan stok beras nasional sampai akhir tahun 2015 aman.

“Kenaikan produksi padi yang telah diprediksi tersebut ternyata tidak mampu diserap secara maksimal oleh Bulog sebagai stok potensial cadangan beras nasional,” ujar Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar melalui siaran pers, Minggu (18/10).

Rofi menilai, saat ini justru kondisinya kebalikan dari apa yang telah ditetapkan pemerintah. Alih-alih meningkatkan cadangan beras nasional dari petani lokal, pemerintah justru melakukan impor beras secara besar-besaran.

Menurutnya, importasi beras dari Vietnam ini menunjukan bahwa strategi manajemen stok nasional pemerintah sangat lemah dan insentif produksi yang tidak tepat sasaran. Padahal selama ini pemerintah sangat optimistis dengan kegiatan seperti upaya khusus (upsus) dalam upaya peningkatan produksi pertanian khususnya beras dan tanaman pangan serta ketepatan waktu dalam penyediaan bibit.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah akan melakukan impor beras. Kemungkinan impor beras terseut diketahui dari pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada acara Peringatan Hari Pangan Sedunia ke-35 di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (17/10) lalu.

“Kondisi ini semakin menegaskan bahwa pemerintah abai terhadap harapan petani untuk tidak melakukan importasi beras. Sebab impor berat akan mengganggu hasil produksi para petani.

“Sepanjang satu tahun ini kita menyaksikan di bidang pangan, janji pemerintah datang silih berganti, namun realisasinya jauh antara harapan dan kenyataan. Itu ironis karena di hari pangan sedunia pemerintah menegaskan akan melakukan impor beras sebanyak satu juta ton dari Vietnam,” ungkap Rofi Munawar.(fri/jpnn)

http://www.jpnn.com/read/2015/10/19/333501/DPR-Nilai-Pemerintah-Menafikan-Data-BPS-

Bulog Siap Mengimpor Beras Meski Stok di Gudang Aman

Minggu, 18 Oktober 2015

Solopos.com, PALEMBANG - Perum Bulog menyatakan bakal mengikuti perintah yang diberikan pemerintah untuk mengimpor beras sebagai solusi dari dampak El Nino yang menyebabkan banyak sawah kekeringan.

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan pihaknya siap mengimpor beras jika memang sesuai tugas yang diberikan pemerintah.

“Kalau diperintah beliau [Wakil Presiden Jusuf Kalla] pasti iya, kami siap mengimpor beras,” katanya di sela peringatan HPS di Palembang, Sabtu (17/10/2015).

Menurut Djarot, sebetulnya kondisi stok di gudang Bulog masih aman dengan asumsi sampai akhir tahun.
Dia mengemukakan impor dapat dijalankan untuk keperluan menyambut tahun depan karena dampak El Nino.

Sebelumnya, Wapres  mengatakan impor merupakan salah satu opsi yang bakal diambil pemerintah manakala produksi padi tak bisa digenjot lagi karena kekeringan.

“[impor] Jadi salah satu opsi kalau memang tidak bisa lagi dan El Nino berkepanjangan,” katanya.


http://www.solopos.com/2015/10/18/impor-beras-bulog-siap-mengimpor-beras-meski-stok-di-gudang-aman-652943

Minggu, 18 Oktober 2015

Jangan Memainkan Data tentang Pangan

Minggu, 18 Oktober 2015

OGAN ILIR, KOMPAS — Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, masalah pangan rentan memicu masalah politik. Oleh karena itu, ia meminta agar tidak ada pihak yang mencoba memainkan data tentang pangan. Permainan data pangan bisa berimplikasi serius, bukan hanya pada masalah ekonomi, melainkan juga politik.

Kalla juga mengajak semua pihak serius dan obyektif dalam memahami persoalan pangan nasional. ”Kekurangan pangan bisa membuat tumbang suatukeadaan, di mana pun di dunia ini. Oleh karena itu, masalah pangan penting saya sampaikan,” kata Jusuf Kalla saat menghadiri peringatan Hari Pangan Sedunia Ke-35 di Desa Palu, Kecamatan Pemulutan, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Sabtu (17/10).

Peringatan Hari Pangan Sedunia itu dihadiri Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Gubernur Sumsel Alex Noerdin, peneliti pertanian, dan perwakilan kelompok tani. Pada acara itu, pemerintah memberikan penghargaan kepada peneliti pertanian serta bantuan traktor, pompa air, sarana produksi padi, dan alat panen kepada petani, kelompok tani, serta lembaga pemerintah.

Soal cadangan pangan, Kalla menyatakan, hal itu tidak boleh hanya dicitrakan, tetapi juga harus dibuktikan keberadaannya.

Namun, dia mengatakan, masih ada perbedaan data dari sejumlah pemangku kepentingan tentang jumlah konsumsi dan produksi pangan di Tanah Air.

Menurut Kalla, dalam beberapa tahun terakhir nyaris tidak ada ekspor beras dalam jumlah besar. Kenyataan ini mengindikasikan angka konsumsi dan produksi komoditas beras, misalnya, hampir sama. Tingkat konsumsi beras diperkirakan tak lebih dari angka 114 kilogram (kg) per orang per tahun. Artinya, total konsumsi beras nasional 28,5 juta ton per tahun, hasil pengalian dengan jumlah penduduk.

Jangan salah menghitung

Wapres memprediksi jumlah produksi beras nasional sekitar 28,5 juta ton per tahun. ”Kalau ada beras yang jumlahnya lebih dari itu, di mana gudangnya? Jangan sampai salah hitung, salah kira. Data ini harus dihitung cermat. Implikasinya bisa berbahaya jika tak dihitung cermat. Inimasalah kehidupan,” ujarnya.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juli 2015, Kalla menyebut produksi gabah kering giling (GKG) nasional 2015 sebanyak 75,5 juta ton. Jika panen gabah itu dikonversi menjadi beras dengan angka estimasi 1 kg gabah menghasilkan 0,57 kg beras, hasil panen yang dirilis BPS sebesar 43 juta ton. Ada selisih 14,5 juta ton. Hal inilah yang dipertanyakan Kalla.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Hasil Sembiring mengungkapkan, perkiraan produksi padi 2015 oleh BPS mengalami koreksi pada angka ramalan II. ”Nanti akan ada koreksi terhadap produksi padi dalam angka ramalan II BPS yang diumumkan 2 November 2015,” katanya.

Hasil pun memastikan ketersediaan beras nasional cukup. Pasokan beras masih banyak. ”Di pasar, harga beras juga turun Rp 500 per kg dalam beberapa hari ini. Pasokan ada,” ujarnya.

Data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan menunjukkan, pada Agustus 2015 tercatat panen padi seluas 1,6 juta hektar setara 8,2 juta ton GKG. Adapun panen September 2015 seluas 1,21 juta hektar setara 6,21 juta ton GKG. Di Pulau Jawa pun masih ada panen padi 392.000 hektar. Hasil mengatakan, di beberapa daerah, peningkatan luas areal tanam padi signifikan. Di Sumsel, misalnya, luas areal tanam mencapai 700.000 hektar.

Peluang meningkatkan produksi pangan khusus padi melalui peningkatan produktivitas juga masih besar. Rata-rata produktivitas tanaman padi tahun 2015 baru 5,135 ton GKG per hektar. Padahal, potensinya bisa 13 ton GKG.

Perbaiki cara menghitung

Bustanul Arifin, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung, mengingatkan, sudah saatnya pemerintah memperbaiki metode penghitungan data tentang pangan karena ada persoalan pada metode penghitungan produksi hasil pertanian. Selama ini, angka produksi pertanian adalah hasil perkalian dari angka produktivitas yang diukur BPS (ton per hektar) dikali area panen. Data luas panen dihitung oleh dinas pertanian di daerah tanpa pengukuran di lapangan, hanya dari perkiraan sejauh mata memandang. Inilah yang menjadi persoalan mendasar.

Begitu juga tentang perbedaan angka estimasi konversi dari gabah ke beras. Pemerintah lebih sering menggunakan angka 63 persen, yang berarti 1 kg GKG menghasilkan 0,63 kg beras. Menurut Bustanul, menurut kajian akademis, angka estimasi konversi dari gabah ke beras adalah 57 persen. (NDY/MAS)

http://print.kompas.com/baca/2015/10/18/Jangan-Memainkan-Data-tentang-Pangan

Wapres Ingatkan Pangkas Impor

Minggu, 18 Oktober 2015

Lemahnya penyerapan beras oleh Perum Bulog menjadi salah satu alasan untuk memuluskan realisasi impor.

KETERGANTUNGAN Indonesia terhadap impor komoditas pangan tidak terlepas dari masalah keterbatasan lahan. Persoalan tersebut bisa diatasi dengan menerapkan teknologi yang mampu memacu produktivitas tanam-an pangan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengemukakan itu di sela rangkaian acara Hari Pangan Ke-35 Sedunia, di Jakabaring Sport City (JSC), Palembang, dan di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan, kemarin.

Seluruh kelompok tani, menurut Wapres, mesti bergerak bersama-sama mengimplementasikan teknologi tersebut. Ketika produktivitas pertanian dalam negeri dapat ditingkatkan, nilai impor pangan pun bakal berkurang.

"Kita semua mengurangi impor. Oleh karena itu, diperlukan produktivitas yang baik, jangan kita tergantung dari luar baik itu beras, jagung, kedelai, dan lain-lain," tegas Wapres seusai menandatangani Sampul Peringatan 70 Tahun FAO dalam perayaan Hari Pangan Dunia.

Menurut JK, saat ini pemerintah memfokuskan kebijakan untuk menjaga keseimbangan harga dan pasokan komoditas beras. Sebagian masyarakat diakui mengurangi konsumsi beras dan beralih ke jenis pangan lainnya. Namun, sayang pangan penggantinya pun berasal dari impor.

"Memang setiap tahun konsumsi beras itu per orang menurun karena di lain pihak ada impor gandum naik sebagai peralihan-peralihan dari konsumsi beras. Indonesia mengimpor gandum tujuh juta ton per tahun," cetus Wapres yang didamping Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, serta Gubernur Sumsel Alex Noerdin.

Hingga Agustus 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor jagung sebanyak 2,385 juta ton senilai US$522,9 juta (sekitar Rp7 triliun). Adapun impor beras khusus tercatat sebanyak 225.029 ton dengan nilai US$97,8 juta (sekitar Rp1,3 triliun). Tahun ini hingga September, pemerintah belum mengimpor beras medium.

Silang pendapat

Ketua Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengatakan masih banyak masalah yang dihadapi Indonesia sebagai negara agraris. Petani juga masih sering dibenturkan pada kebijakan pemerintah yang tidak mendukung, seperti besarnya impor pangan yang dilakukan dalam lima tahun terakhir.

Silang pendapat yang sempat mencuat di pemerintah terkait rencana impor beras pun memberikan ketidakpastian. "Impor beras dari Vietnam menunjukkan ada yang salah dalam pengelolaan produksi beras untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Kekurangan stok Bulog dan penurunan produksi akibat El Nino menjadi alasan untuk muluskan impor," tutur Henry dalam dialog Hari Pangan, di Jakarta, Jumat (16/10).

Ketua Departemen Kajian Aliansi Petani Indonesia Slamet Nurhadi menambahkan, tata produksi beras harus dibenahi. Target penyerapan 3,2 juta ton beras oleh Bulog terlihat masih sulit tereali-sasi. "Sejauh ini yang terserap baru 1,82 juta ton. Ini juga dijadikan alasan memuluskan impor. " Meski telah menjajaki impor beras dari Vietnam, Menteri Perdagangan Thomas Lembong menolak mengonfirmasi bahwa impor bakal direalisasikan. Ia menegaskan pemerintah bekerja keras mengamankan stok sekaligus menstabilkan harga beras. (Mus/E-1)

http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/16329/Wapres-Ingatkan-Pangkas-Impor/2015/10/18

Jumat, 16 Oktober 2015

Menimbang Swasta

Jumat, 16 Oktober 2015

Hanya beberapa hari setelah dilantik, jajaran direksi Perum Bulog yang baru bertemu dengan para pengusaha dan pedagang beras besar dari pusat-pusat produksi dan konsumsi beras nasional. Pertemuan berlangsung Juni 2015.

Pertemuan itu menjadi semacam "ajang rekonsiliasi". Soalnya, beberapa waktu sebelumnya hubungan Perum Bulog dan pelaku usaha perberasan nasional renggang, menyusul stigma mafia beras yang berlarut-larut.

Sikap Bulog sebelumnya terkesan mengabaikan mereka. Swasta dianggap kompetitor. Program stabilisasi harga beras melalui mekanisme operasi pasar (OP) tidak melibatkan mereka. Bulog jalan sendiri menggandeng TNI AD.

Harga beras pun meningkat. Pada Maret 2015, harga beras di tingkat konsumen naik hingga 30 persen. Tertinggi sepanjang sejarah. Pendapatan masyarakat tergerus.

Pada saat yang sama Bulog kesulitan membeli beras. Dalam periode pengadaan Januari-Mei 2015, realisasi pengadaan beras Bulog baru 700.000 ton dari target internal 2,75 juta ton dan permintaan Presiden Joko Widodo 4,5 juta ton.

Pemerintah pun merombak jajaran direksi Bulog. Jajaran direksi Bulog yang baru harus bisa memenuhi target pengadaan beras melalui jalur PSO dengan instrumen harga pembelian pemerintah (HPP). Padahal, puncak panen sudah berlalu dan harga gabah/beras naik jauh di atas HPP.

Saat itu ada beberapa opsi untuk optimalisasi pengadaan Bulog. Salah satunya dengan mengimbau petani yang mendapat subsidi sarana produksi agar menjual gabah ke Bulog.

Akan tetapi, itu tidak mudah dan tidak ada jaminan berhasil. Karena tak jarang petani sudah terikat kebutuhan, bahkan sudah terbelenggu utang dengan tengkulak.

Bulog tentu tidak bisa tinggal diam. Pucuk dicinta ulam tiba. Di tengah situasi terjepit itu hubungan Bulog dengan pelaku usaha perberasan kembali pulih.

Kerja sama dibuat. Swasta menjual beras ke Bulog dengan kualitas lebih baik, melalui jalur komersial. Pelan tetapi pasti, gudang Bulog terisi. Total beras swasta yang dijual ke Bulog melalui jalur komersial sebanyak 600.000 ton.

Dengan tambahan pembelian beras jalur komersial, total pengadaan beras Bulog hingga akhir September 2015 bisa tembus 1,7 juta ton. Ada tambahan 1 juta ton dalam tiga bulan.

Perjanjian itu bukan tanpa kesepakatan. Swasta yang menjual beras premium lewat jalur komersial Bulog juga ditugasi menyalurkan beras tersebut saat OP untuk stabilisasi harga.

Dengan berbagai kesepakatan itu, tidak ada alasan bagi pelaku usaha untuk bermain harga. Karena itu, mayoritas para pelaku usaha perberasan besar mendukung sepenuhnya program pemerintah, bahkan menjamin akan mengawal harga beras agar tidak bergejolak.

Para pelaku usaha juga sudah bersepakat untuk tidak menyimpan beras. Beras yang dipanen akan langsung diolah dan digelontorkan ke pasar. Itu sebagai wujud nyata dukungan mereka kepada pemerintah.

Memang harga beras yang stabil tinggi tidak bisa dihindari. Karena harga beras yang tinggi sudah terbentuk di awal tahun dan sulit menekannya kembali. Yang bisa dilakukan menjaga agar tidak bergejolak, walau di musim paceklik sekalipun.

Di luar perkiraan, pemerintah berencana mengimpor beras. Keputusan impor beras ini mengejutkan. Dengan masuknya beras impor, harga beras bakal tertekan. Kesulitan dihadapi pelaku usaha yang menjual beras komersial Bulog ke pasar.

Para pelaku usaha berharap, pemerintah bisa bersikap bijaksana mengingat peran swasta yang sudah membantu pengadaan beras Bulog 2015. (HERMAS E PRABOWO)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/151016kompas/#/17/

Anang: Petani Sudah 'Berdarah-darah' Tapi Banyak yang Remehkan Pangan

Kamis, 15 Oktober 2015

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PRINGSEWU - Anggota DPD RI Anang Prihantoro mengatakan, hari pangan sedunia yang jatuh pada 16 Oktober menjadi momentum untuk mengingatkan semua pihak bahwa petani sudah 'berdarah-darah' menghasilkan pangan. .
"Petani sudah 'berdarah-darah' menghasilkan pangan. Tapi orang yang tidak merasakan susahnya menjadi petani itu justru sering mengabaikan dan meremehkan pangan," katanya, di Pringsewu, Kamis (15/10).
Dia memberi contoh praktik membuang pangan sembarangan, atau membeli makanan dengan boros yang pada akhirnya tidak dimakan.
Sementara dari sisi regulasi, Anang merasa perlunya negara melindungi pelaku penghasil pangan. Menurutnya, jangan sampai petani sebagai pelaku penghasil pangan utama itu justru paling miskin.
Dikatakan Anang, bahkan terkadang petani justru mendapat bantuan beras untuk masyarakat miskin. "Ini kan miris, ada hal yang ironis," ungkapnya.
Oleh karena itu, dia menginginkan pemerintah hati-hati. Kalau bisa, lanjut dia, jangan sampai pemerintah mengimpor bahan pangan.

http://lampung.tribunnews.com/2015/10/15/anang-petani-sudah-berdarah-darah-tapi-banyak-yang-remehkan-pangan

Refleksi Hari Pangan Sedunia: Saatnya Lakukan Diversifikasi Pangan di Indonesia

Kamis, 15 Oktober 2015

KBRN, Surabaya: Merefleksi Hari Pangan Sedunia 2015 yang diperingati 16 Oktober 2015 besok, Direktur Akademi Gizi Jawa Timur, Andriyanto menegaskan bahwa berbicara masalah pangan maka ada tiga aspek yang harus dibahas. Tiga aspek itu, meliputi produksi, distribusi, dan konsumsi. Sementara indikator suksesnya ketahanan pangan suatu daerah dapat diukur dari rendahnya kasus gizi buruk yang muncul, serta tertatanya pola pangan harapan masyarakat terkait pemenuhan karbohidrat, protein, dan lemak. Sayangnya tegas Andriyanto, kasus gizi buruk justru banyak muncul di pedesaan sebagai tempat tinggal para petani.

"Bagaimana petani mampu menjadi bagian menjaga ketahanan pangan, kalau ia sendiri ketahanan pangannya belum terjaga, masih lapar. Belum lagi masih harus berhadapan dengan mahalnya pupuk, datangnya hama, dan berbagai persoalan lainnya," tegas Andriyanto pada RRI Surabaya, Kamis (15/10/2015).

Khusus untuk masalah produksi, Andriyanto berharap masyarakat sudah mulai memahami pentingnya diversifikasi pangan. "Kami berharap masyarakat sudah mulai memahami bahwa bicara pemenuhan karbohidrat misalnya, sebenarnya bukan hanya padi sebagai satu-satunya sumber. Umbi-umbian, kentang, itu juga sumber karbohidrat yang baik. Hanya saja masyarakat belum terbiasa untuk beralih dari makan nasi kemudian makan kentang rebus," ujarnya.

Dia menegaskan bahwa kunci suksesnya ketahanan pangan di Indonesia kedepan juga berasal dari semakin banyaknya inovasi pangan yang dihasilkan. Andriyanto bahkan meyakini bahwa meskipun butuh waktu yang cukup lama, namun masyarakat bisa beralih pola konsumsi karbohidrat dari padi ke tanaman yang lain. "Termasuk konsumsi lauk pauk juga bukan hanya ayam dan daging saja, tapi masyarakat juga harus mulai menggalakkan program gemar makan ikan," harapnya.

Terkait diversifikasi ini, maka dalam memperingati Hari Pangan Sedunia pemprov jatim pada tanggal 26 dan 27 Oktober menggelar Festival Menu Berbasis Non Beras.

Sementara itu Dr Setio Budi dari Dewan Pertimbangan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jatim sepakat dengan diversifikasi pangan yang harus mulai digelorakan. Menurutnya, bicara pertanian adalah bicara produk pertanian yang beragam jenis dan potensinya. Dengan adanya diversifikasi pertanian, maka peningkatan produktivitas dan pemenuhan konsumsi akan terpenuhi dan seimbang.

"Jadi kalau kita bicara pertanian, bukan hanya bicara petani padi saja, karena masih banyak bidang-bidang pertanian yang lain," tegasnya.

Hari Pangan Sedunia di Indonesia pada tahun 2015 ini mengambil tema: Pemberdayaan Petani Sebagai Penggerak Ekonomi Menuju Kedaulatan Pangan. (AP/AKS)

Kamis, 15 Oktober 2015

Indonesia akhirnya impor beras

Lahan Kosong Tumpuan Produksi Kedelai

Kamis, 15 Oktober 2015

KEDIRI, KOMPAS — Pemanfaatan lahan telantar atau lahan kosong dan optimalisasi lahan pertanian dengan dukungan paket lengkap subsidi sangat efektif meningkatkan produksi kedelai. Meski demikian, penambahan areal baku lahan kedelai sangat mendesak direalisasikan.

Hal itu terungkap dalam acara panen kedelai sekaligus Temu Wicara dan Pencanangan Industri Hilir Berbahan Baku Kedelai Nasional, Selasa (13/10), di Desa Ploso, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Pada musim tanam kedelai 2015, Kabupaten Kediri diharapkan menjadi sentra baru produksi kedelai. Lahan pertanaman kedelai di Kabupaten Kediri naik signifikan, dari 400 hektar menjadi 2.000 hektar.

Pada 2016, areal tanam kedelai akan ditingkatkan lagi menjadi 10.000 hektar. Pada panen kedelai di Desa Ploso, kemarin, produktivitas tanaman kedelai per hektar 1,7 ton sampai 2 ton. Jauh di atas rata-rata produktivitas kedelai nasional yang hanya 1,56 ton.

Seusai panen kedelai, Direktur Budidaya Aneka Kacang dan Umbi pada Direktorat Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Maman Suherman mengatakan, ternyata masih ada peluang meningkatkan produksi kedelai nasional dengan memanfaatkan lahan kosong di daerah-daerah.

Pada awal program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) dan Perluasan Areal Tanam melalui Peningkatan Peningkatan Indeks Pertanaman (PAT-PIP) disalurkan ke Kediri seluas 10.000 hektar, pemerintah daerah tidak yakin, tetapi setelah lahan kosong benar-benar dicari, ada peluang tambahan tanam 2.000 hektar. Bahkan, berani meminta 10.000 hektar.

Hal yang paling penting adalah semua pihak bekerja bersama, mencari lokasi-lokasi potensial yang masih bisa dimanfaatkan. Kedelai merupakan tanaman yang tidak begitu butuh banyak air.

Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur Wibowo Eko Putro menyatakan masih ada kesenjangan produktivitas tanaman kedelai di lahan percobaan dengan di lahan milik petani.

Budidaya kedelai tidak ditangani secara sungguh-sungguh. Begitu kedelai ditanam langsung ditinggal. Dengan pola pikir yang berubah dan pola budidaya yang baik, produktivitas akan bisa ditingkatkan.

Pelaksana Tugas Bupati Kediri M Idrus mengatakan, tahun ini merupakan tahun kebangkitan produksi kedelai di Kediri karena lahan tanam kedelai petani meningkat pesat. Dia berharap, ke depan Kediri bisa menjadi pusat produksi kedelai nasional.

Pada acara tersebut, para pelaku usaha juga didekatkan dengan petani kedelai. Juga dilakukan nota kesepakatan antara gabungan kelompok tani dan produsen tahu-tempe, kecap, serta berbagai industri olahan lain.

Pengurus Gabungan Kelompok Tani Sri Tani di Desa Ploso, Suwanto Ahmad, mengeluhkan kendala air dalam budidaya tanaman kedelai. Akibatnya, produktivitas kedelai belum optimal.

Petani juga mengeluhkan sulitnya mencari tenaga panen kedelai, mengolah lahan. Anak- anak muda di Desa Ploso sudah kurang tertarik menjadi petani.

(MAS)

http://print.kompas.com/baca/2015/10/15/Lahan-Kosong-Tumpuan-Produksi-Kedelai

Rabu, 14 Oktober 2015

Darmin Akui Impor Beras Vietnam dan Thailand, Kementan: Ada Surplus 11 Juta Ton

Rabu, 14 Oktober 2015

Jakarta -Kementerian Pertanian (Kementan) meminta agar keputusan final terkait impor beras benar-benar diperhitungkan dengan cermat antar kementerian dan lembaga. Kementan khawatir impor beras merugikan para petani jika dilakukan tanpa persiapan dan perhitungan matang.

Dirjen Tanaman Pangan Kementan Hasil Sembiring menyatakan, Kementan tak ingin petani kehilangan motivasi menanam padi akibat impor yang berlebihan. Saat ini, petani sedang bersemangat menanam padi karena harga beras yang cukup menguntungkan di tingkat petani.

Dia menuturkan, kini tak ada petani yang mau menanam kedelai karena impor kedelai yang begitu bebas. Padahal, Indonesia pernah swasembada kedelai pada 1992. Hal yang sama bisa terjadi pada tanaman pangan lain, termasuk beras, jika pemerintah salah mengambil kebijakan.

"Impor bisa menjatuhkan harga petani, kasihan petani. Lihat kedelai yang impornya banyak dan nggak dikendalikan, sekarang nggak ada petani yang mau tanam kedelai," kata Hasil kepada detikFinance di Jakarta, Rabu (14/10/2015).

Menurut perhitungan Kementan, ada surplus beras sebanyak 10 juta ton dari panen Februari sampai Oktober tahun ini, sehingga kebutuhan beras masih bisa sepenuhnya dipenuhi dari produksi dalam negeri. ‎Selain itu, masih ada stok beras yang dikuasai pedagang.

"Dari Februari-Oktober, sudah 9 bulan, kita selalu surplus beras. Hitungan kasar kita 10-11 juta ton. Belum lagi sisa akhir tahun lalu. Sampai sekarang masyarakat nggak ada kan yang sampai teriak-teriak cari beras?‎," ucapnya.

Pihaknya mengklaim bahwa produksi beras di dalam negeri masih aman, dampak el nino tidak signifikan. Hasil mengaku masih menyaksikan banyak panen dalam kunjungan kerjanya ke Jawa Timur pekan lalu. Hujan pun sudah mulai turun sehingga musim tanam tidak mundur seperti yang diperkirakan.

"(Produksi beras) Masih aman. Saya baru dari Ngawi, sepanjang mata memandang panen semua. Memang ada el nino, tapi nggak terlalu menakutkan, ini sudah turun hujan di mana-mana, sudah mulai tanam di mana-mana," tuturnya.

Meski demikian, Hasil tetap menilai bahwa dampak el nino perlu diwaspadai. Pasokan beras harus terus dipantau agar tidak terjadi krisis beras pada awal 2016.

"Kita bicara dari sisi produksi, seperti itu. Tapi kita tetap harus waspada," tutupnya.

‎Sebagai informasi, ‎Menko Perekonomian Darmin Nasution telah mengakui bahwa memang sudah ada pembicaraan terkait impor beras dengan Vietnam. Pembicaraan juga sudah dilakukan dengan Thailand.

"Kita memang sudah bicara dengan Vietnam dan Thailand. Tapi (stok yang tersedia) jauh di bawah harapan. Kita sudah agak terlambat, sudah didahului Filipina," kata Darmin.

‎Impor beras ini, sambungnya, perlu dipersiapkan sekarang karena adanya el nino berat yang melanda Indonesia saat ini. Dengan intensitas kekeringan yang amat tinggi, lebih tinggi dari el nino tahun 1997, dan diramalkan akan berlangsung sampai Desember, musim tanam padi tentu terganggu sehingga bisa terjadi kekurangan pasokan beras di awal 2016.

Karena itu, pihaknya tak mau berjudi mempertaruhkan stabilitas harga beras dan nasib rakyat. Jika harga beras melonjak, inflasi akan sangat terpengaruh, daya beli masyarakat tergerus, kesejahteraan masyarakat pasti turun.‎

"Apa yang harus dilakukan pemerintah? Apa kita mau bertaruh nasib rakyat yang 250 juta ini?Harga beras naik, itu pertanda stok berkurang," tuturnya.

Meski demikian, Darmin belum berani memastikan apakah beras dari Vietnam dan Thailand akan masuk ke Indonesia atau tidak. Jika ternyata dampak el nino tidal sebesar yang dikhawatirkan dan stok beras di dalam negeri masih aman, beras yang diimpor akan dijual lagi ke negara lain. Keputusan final akan dibuat pada November mendatang.


(drk/drk)

Petani Restui Pemerintah Impor Beras, Tapi Ada Syaratnya

Rabu, 14 Oktober 2015


Jakarta -Pemerintah telah menjajaki impor beras dari dua negara, yakni Vietnam dan Thailand. Impor beras mulai dipersiapkan dari sekarang untuk mengantisipasi kekurangan pasokan beras di awal tahun 2016 mendatang.

Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyatakan, para petani merestui keinginan pemerintah untuk mengimpor beras dalam rangka menjaga stabilitas harga dan pasokan.

Tetapi, impor beras harus dilakukan‎ dengan hati-hati supaya tidak merugikan para petani padi di dalam negeri. Karena itu, pihaknya tidak menolak adanya beras impor dengan beberapa syarat.

Pertama, Winarno meminta agar impor beras dilakukan hanya oleh Perum Bulog, tidak dibuka untuk swasta. Perundingannya pun harus dilakukan sendiri oleh pemerintah Indonesia dengan pemerintah Vietnam dan Thailand‎ alias Government to Government (G to G). Tujuannya adalah supaya impor beras dikendalikan oleh negara, bukan oleh korporasi swasta.

"Kalau keinginan kami, impor beras dilakukan oleh Bulog. Yang beli ‎pemerintah, G to G, bukan B to B (business to business). Kalau G to G, saya yakin tidak apa-apa," kata Winarno kepada detikFinance di Jakarta, Rabu (14/10/2015).

Kedua, beras yang diimpor oleh Bulog tersebut tidak boleh‎ digelontorkan langsung ke pasar. Winarno ingin agar beras impor tersebut digunakan untuk cadangan Bulog saja, digelontorkan hanya untuk penyaluran beras sejahtera (rastra) dan operasi pasar (OP), tidak dijual untuk komersial.

Jika beras impor asal Vietnam dan Thailand dijual bebas di pasar, sudah tentu petani akan dirugikan. Harga beras dari kedua negara tersebut jauh lebih murah ketimbang beras lokal. Harga beras di tingkat petani bisa jatuh bila beras impor itu beredar bebas.

"Kami minta (beras impor) itu jangan ke pasar. Untuk cadangan Bulog saja, untuk rastra dan operasi pasar. Ini kan katanya hanya untuk stabilisasi harga," ucap Winarno.

Dia mengungkapkan, petani saat ini bersemangat menanam padi karena harga beras yang cukup menguntungkan bagi petani. Winarno berharap pemerintah cermat dalam memutuskan kebijakan terkait impor beras.

Sebab, kejatuhan harga beras akan menjatuhkan motivasi petani. Jika petani merugi lalu malas menanam padi, tentu target swasembada pangan ‎2017 yang diusung pemerintahan Jokowi-JK tak mungkin tercapai.

"Sekarang petani sedang bersemangat. Kalau harga beras nggak tinggi, ngapain kita capek-capek tanam padi?," tutupnya.

Sebagai informasi, ‎Menko Perekonomian Darmin Nasution telah mengakui bahwa memang sudah ada pembicaraan terkait impor beras dengan Vietnam. Pembicaraan juga sudah dilakukan dengan Thailand. Pembicaraan kontrak untuk pembelian beras yang dilakukan Indonesia saat ini sebenarnya sudah agak terlambat. Surplus beras dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara sudah diborong oleh ‎Filipina yang juga importir beras.

"Kita memang sudah bicara dengan Vietnam dan Thailand. Tapi (stok yang tersedia) jauh di bawah harapan. Kita sudah agak terlambat, sudah didahului Filipina," kata Darmin.

‎Impor beras ini, sambungnya, perlu dipersiapkan sekarang karena adanya el nino berat yang melanda Indonesia saat ini. Dengan intensitas kekeringan yang amat tinggi, lebih tinggi dari el nino tahun 1997, dan diramalkan akan berlangsung sampai Desember, musim tanam padi tentu terganggu sehingga bisa terjadi kekurangan pasokan beras di awal 2016.

‎Stok beras Perum Bulog juga tidak aman. Darmin mengungkapkan, Perum Bulog memang masih memiliki stok sebanyak 1,25 juta ton. Namun, 900 ribu ton di antaranya adalah beras premium untuk komersial, hanya 350 ribu ton yang beras medium. Dengan adanya tambahan penyaluran beras sejahtera (rastra) sebanyak 2 bulan, stok beras medium ini akan habis di akhir tahun.

Karena itu, pihaknya tak mau berjudi mempertaruhkan stabilitas harga beras dan nasib rakyat. Jika harga beras melonjak, inflasi akan sangat terpengaruh, daya beli masyarakat tergerus, kesejahteraan masyarakat pasti turun.‎

"Apa yang harus dilakukan pemerintah? Apa kita mau bertaruh nasib rakyat yang 250 juta ini? Harga beras naik, itu pertanda stok berkurang," tuturnya.

Meski demikian, Darmin belum berani memastikan apakah beras dari Vietnam dan Thailand akan masuk ke Indonesia atau tidak. Jika ternyata dampak el nino tidak sebesar yang dikhawatirkan dan stok beras di dalam negeri masih aman, beras yang diimpor akan dijual lagi ke negara lain. Keputusan final akan dibuat pada November mendatang.

(drk/drk)

http://finance.detik.com/read/2015/10/14/134742/3043930/4/petani-restui-pemerintah-impor-beras-tapi-ada-syaratnya

Petani Minta HPP Beras Tahun Depan Naik 16%

Rabu, 14 Oktober 2015

Jakarta -Para petani menilai, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras sebesar Rp 7.300/kg yang ditetapkan berdasarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2015 pada 15 Maret 2015, sudah terlalu rendah.

HPP tersebut jauh di bawah harga pasaran beras yang sudah di kisaran Rp 8.000/kg di tingkat petani.

Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyatakan, HPP beras perlu dinaikkan tahun depan untuk menjaga daya beli dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Dia mengusulkan, HPP tahun depan bisa dinaikkan sebesar 16% menjadi Rp 8.460/kg‎. Dengan asumsi inflasi tahun ini kira-kira 6% dan penambahan keuntungan 10% untuk petani, maka angka kenaikan 16% dianggap ideal.

"Kenaikan pada 2015 itu terlalu rendah. Untuk tahun 2016, kami dari petani inginnya naik 16% sehubungan dengan adanya inflasi dan menjaga Nilai Tukar Petani (NTP)," ujar Winarno saat dihubungi detikFinance di Jakarta, Rabu (13/10/2015).

Sebelumnya, Perum Bulog juga mengeluhkan terlalu rendahnya HPP beras yang ditetapkan pemerintah. HPP beras yang terlalu jauh di bawah harga‎ pasaran ini membuat Bulog kesulitan membeli beras dari petani karena para tengkulak berani memasang harga jauh di atas HPP.

"Pemerintah kan ada HPP, (beras lokal) beras yang ada sekarang di atas HPP, itu kesulitannya (pengadaan beras)," ‎kata Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti, beberapa waktu lalu.

‎Akibat HPP yang terlalu rendah, serapan beras Bulog sejak Januari sampai Oktober ini baru 2,4 juta ton, jauh di bawah target pengadaan sebesar 3,2 juta ton selama setahun. Pengadaan beras sebesar 2,4 juta ton itu pun jika ditambah dengan serapan beras premium yang dibeli dengan menggunakan skema komersial, harganya di atas HPP. Beras premium tak bisa dipakai untuk operasi pasar dan penyaluran beras sejahtera (rastra).

Stok beras medium Bulog yang dibeli dengan harga sesuai HPP dan dapat digunakan untuk ‎penyaluran rastra sampai Oktober hanya 1,1 juta ton.

"Penyerapan beras sampai hari ini sekitar 2,4 juta ton. Kalau stok beras 1,7 juta ton. ‎ Tapi itu (beras medium) yang untuk PSO (Public Service Obligation/subsidi) hanya 1,1 juta ton. 600.000 ton sisanya stok beras premium,‎" ungkap Djarot.

(drk/drk)

http://finance.detik.com/read/2015/10/14/173320/3044034/4/petani-minta-hpp-beras-tahun-depan-naik-16