Senin, 30 November 2015

Bulog paling siap jadi Badan Pangan Nasional

Minggu, 29 November 2015

JAKARTA. Keseriusan Pemerintah dalam Pembentukan Badan Pangan Nasional (BPN) masih dipertanyakan. Pasalnya, pemerintah telah lalai mempersiapkan pembentukan BPN yang diamanatkan Undang-Undang (UU) Pangan No 18 Tahun 2012 yang memberikan batas waktu tiga tahun pasca UU tersebut disusun.

Seharusnya, bila mengikuti UU tersebut, sejak 17 November 2015 lalu, kita telah memiliki BPN. Kendati belum terbentuk, pemerintah menjanjikan paling lambat bulan Januari 2016 mendatang, BPN sudah terbentuk.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengatakan, maksud awal pembentukan UU Pangan adalah untuk menaikkan status Perum Bulog menjadi BPN. Dalam hal ini, Bulog akan dilebur bersama Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang saat ini masih di bawah Kementerian Pertanian (Kemtan).

Dileburnya kedua lembaga ini menjadi BPN dinilai paling ideal dibandingkan bila pemerintah membentuk badan lain yang belum ada infrastruktur dan jaringannya.

"Pemerintah dan DPR waktu itu ingin mengembalikan Bulog ke khitah dengan memposisikan Bulog menjadi lembaga yang sangat kuat dalam mengatur pangan," ujar Herman yang juga mantan Ketua panitia kerja (Panja) pembentukan UU Pangan.

BPN ini nantinya posisinya bisa menjadi sebuah Kementerian Pangan atau lembaga non kementerian yang langsung bertanggungjawab kepada presiden. Sementara itu, peranan Bulog yang saat ini tetap ada.

Artinya, kalau Bulog sebagai Badan Urusan Logistik menjadi BPN berfungsi sebagai pengambil kebijakan. Sementara Bulog dalam posisi sebagai Perum Bulog, diposisikan sebagai BUMN, berfungsi sebagai operator atau eksekutor. Pembagian peran ini sejalan dengan semangat Reformasi Birokrasi yang memisahkan antara regulator dan operator.

Kemudiaan, infrastruktur Bulog yang sudah ada di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten kota juga dibagi perannya dengan memisahkan, tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) saja. Kemudian dalam menjalankan tugasnya, Bulog bisa mengandeng BUMN lainnya seperti PT Berdikari untuk memenuhi kebutuhan sapi atau PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero) untuk kebutuhan pangan lainnya.

Namun bila pemerintah membentuk badan lain di luar Bulog, maka otomatis peranan Bulog saat ini semakin dikerdilkan. Sebab, nantinya Bulog harus bertanggungjawab lagi kepada BPN baru tersebut, selain harus juga bertanggungjawa kepada beberapa kementerian sekaligus. Maka mata rantai penyediaan pangan juga semakin panjang, dan akhirnya tidak efisien.

Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan aset Bulog sudah tersebar di seluruh nusantara, dan sebagian kurang terurus lagi. Sebab, saat ini, tugas utama Bulog sebagai BUMN harus mendapatkan keuntungan. Sementara itu, infrastruktur Bulog yang ada hanya siap menampung gabah dan beras yang selama ini menjadi tugas utamanya. "Saya juga mulai mengecek aset-aset Bulog yang jumlahnya cukup banyak," jelas Djarot.

Bila nantinya peran Bulog diperbesar, tentu saja semua aset Bulog tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pangan nasional. Kemudian, perlu juga sejumlah gudang Bulog diubah fungsi sehingga dapat menyimpan produk pangan lainnya di luar beras. Bulog membutuhkan cold storage untuk penyimpangan daging sapi, bawang, jagung, cabai, kedelai, tomat dan sejumlah bahan pangan lainnya.

http://nasional.kontan.co.id/news/bulog-paling-siap-jadi-badan-pangan-nasional

Cerita Bos Bulog "Menimbun" Beras

MINGGU, 29 NOVEMBER 2015

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengaku pernah "menimbun" beras untuk keluarganya di tengah krisis ekonomi yang diperparah dengan adanya El Nino pada 1997-1998. Ia tak ingin pengalaman pahit itu terjadi lagi di Indonesia.

Djarot bercerita, dia masih berdinas di Solo sebagai pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) saat terjadi krisis ekonomi periode 1997-1998. Saat itu ia ingat harga bahan pokok naik tinggi.

Yang paling terasa, kata Djarot, adalah harga beras. Sebab, kemarau panjang akibat El Nino membuat Jawa Tengah dan banyak daerah lain dilanda paceklik. Sayangnya, tidak stabilnya kondisi politik kala itu membuat pemerintah terlambat mengantisipasi. Impor tak segera dilakukan. Akibatnya, saat beras mulai langka di pasaran, masyarakat makin panik. "Saya termasuk yang membeli beras dalam jumlah banyak, lha wong saya punya keluarga," kata pria kelahiran Yogyakarta ini.

Djarot lupa persisnya berapa jumlah dan harga beras yang dibelinya saat itu. "Yang pasti lebih banyak dari biasanya," ujar bapak dua anak ini.

Terjadinya kepanikan di masyarakat itu membuat permintaan beras makin tinggi. Saat akhirnya pemerintah mengimpor beras pada 1998, masyarakat sudah tak terkendali. Berapa pun jumlah beras yang digelontorkan ke pasar langsung terserap habis. Alhasil, angka impor mencapai 7 juta ton. Padahal saat itu terjadi krisis ekonomi dan kurs rupiah sedang lemah.

Kini, sebagai bos Bulog yang bertanggung jawab mengurusi stok beras di dalam negeri, Djarot tak ingin pengalaman itu berulang. Pemerintah, termasuk Bulog sebagai operator, harus memastikan bahwa stok beras aman. "Agar jangan lagi terjadi panic buying seperti dulu," tuturnya. Apalagi ada perhitungan yang menyebut El Nino tahun ini hampir sama dengan yang terjadi pada 1997.

Djarot menilai keputusan pemerintah untuk mengimpor beras tahun ini sudah tepat karena dapat menambah stok beras Bulog. Dengan tambahan 227 ribu ton beras Vietnam yang sudah didatangkan, beras cadangan Bulog kini 1,3 juta ton.

Bulog masih akan terus mendatangkan beras asal Vietnam hingga mencapai 1 juta ton sesuai izin pemerintah. Bagaimanapun, Bulog juga terus mendistribusikan beras di gudangnya, termasuk untuk kebutuhan Beras Sejahtera (Rastra) dan operasi pasar di berbagai daerah.

PINGIT ARIA

http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/11/29/090723185/cerita-bos-bulog-menimbun-beras

DPR minta pemerintah perkuat Bulog

Minggu, 29 November 2015

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron meminta pemerintah memperkuat Perum Bulog dengan mengintegrasikan BUMN ini dalam Badan Ketahanan Pangan Nasional yang pembentukannya telah diamanatkan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Menurut Herman, pemerintah tidak perlu membuat lembaga baru karena cukup menaikkan kelas Bulog menjadi Badan Ketahanan Pangan sehingga perusahaan negara ini bisa lebih leluasa dalam menstabilkan harga pangan.

"Integrasi Bulog dalam Badan Ketahanan Pangan, bukan hanya sebagai operator, namun juga pengambil kebijakan pangan sesuai dengan kewenangan yang diberikan," kata dia di Jakarta, Minggu.

Herman menyatakan, pembentukan Badan Ketahanan Pangan Nasional sejalan dengan amanat UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengenai pembentukan badan otoritas pangan (BOP) yang adalah Bulog ditambah Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang selama ini di bawah Kementerian Pertanian.

Skema itu, lanjutnya, sangat memungkinkan karena Bulog satu-satunya institusi pangan di Indonesia yang berjangkauan sangat luas di daerah.

"Dengan menjadi LPNK (Lembaga Pangan Non-Kementerian), Bulog memiliki basis APBN sehingga memiliki keleluasaan anggaran, tidak seperti sekarang dilepas kepalanya tapi dipegangi buntutnya," ujar dia.

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti meminta pemerintah segera memberikan payung hukum untuk memperkuat peran Bulog dalam menstabilkan harga pangan, tidak hanya beras.

"Kewenangan yang ada pada Perum Bulog masih harus ditingkatkan untuk dapat menjalankan peran strategisnya sebagai penjaga stabilitas harga," kata Djarot kemarin (28/11). "Pembenahan dan persiapan infrastruktur yang ideal terus kita upayakan."

http://www.antaranews.com/berita/532118/dpr-minta-pemerintah-perkuat-bulog

Jumat, 27 November 2015

Menggugat Akurasi Data Pangan

Jumat, 27 November 2015

Isu data pangan yang diindikasikan direkayasa untuk kepentingan justifikasi keberhasilan program sudah sejak lama menjadi sorotan berbagai pihak.

Keluhan terkait kredibilitas data pangan sudah muncul sejak lama, tetapi sepertinya tak pernah ada upaya serius membenahi. Akibatnya fatal. Gejolak harga pangan yang terjadi sepanjang 2015 adalah juga akibat tidak akuratnya data yang masuk karena kesalahan dalam mengumpulkan dan mengolah data di lapangan.

Akibatnya, respons kebijakan yang diambil pemerintah juga tidak tepat. Bukan itu saja, beban ke anggaran juga cenderung membengkak karena mendasarkan pada data luasan panen yang juga cenderung digelembungkan.

Bukan sekali ini dugaan data dipermainkan untuk berbagai kepentingan, baik politik, perdagangan, maupun kepentingan lain. Modus yang paling sering, data produksi dan stok dipermainkan agar keran impor dibuka, untuk kepentingan importir pangan.

Dalam kasus beras, jika dilihat, salah satu persoalannya ada pada kelemahan dan perbedaan dalam metode pengumpulan data. Badan Pusat Statistik menyalahkan kualitas data luas panen yang disampaikan Kementerian Pertanian sebagai sumber tidak akuratnya data produksi. Tak jarang, data luas panen ini gagal menangkap perubahan di lapangan terkait produktivitas dan luas panen, khususnya akibat alih fungsi lahan atau pengaruh faktor alam, seperti gangguan cuaca, serangan hama, dan penyakit tanaman.

Adanya dua pihak yang membuat prediksi produksi juga menyebabkan sering terjadi silang pendapat dan selisih angka yang sangat besar antara Kementan dan BPS dalam hal produksi padi nasional, yang berisiko fatal bagi kebijakan pangan nasional, dan membuat kredibilitas data itu sendiri juga diragukan.

Dalam kasus gejolak pangan 2015, ketika itu pemerintah sangat yakin kita tak perlu impor beras pada 2015 kendati ada El Nino karena dalam hitungan Kementan masih terjadi surplus 4 juta ton produksi nasional. Klaim kenaikan produksi dan surplus ini kontradiktif dengan gambaran di lapangan yang justru menunjukkan indikasi kuat ke arah penurunan produksi, baik karena keterlambatan tanam akibat kemarau maupun dampak El Nino.

Apa yang terjadi di lapangan? Beras langka di pasar dan harga melonjak serta memicu spekulasi pedagang sehingga kian memperparah gejolak yang ada. Karena desakan berbagai kalangan, pemerintah akhirnya membuka keran impor sehingga lonjakan harga bisa diredam.

Ini tak hanya terjadi pada beras, tetapi juga komoditas lain, seperti jagung dan kedelai. Apa yang terjadi tahun ini jadi pelajaran penting bagi pemerintah untuk tak bermain-main dengan data pangan. Kredibilitas dan ketajaman kebijakan pertama-tama harus berangkat dari data lapangan yang akurat. Tanpa itu, sama saja dengan berjudi.

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/151127kompas/#/6/

Data Tidak Akurat, Anggaran Membengkak

Jumat, 27 November 2015

JAKARTA, KOMPAS — Data produksi pangan yang tidak akurat berdampak luas terhadap dunia usaha, pelambatan pertumbuhan ekonomi, lonjakan harga pangan, dan pembengkakan anggaran. Akibatnya, program kemandirian pangan menjadi salah sasaran.

Menurut pengamat pertanian Husein Sawit, Kamis (26/11), di Jakarta, basis program bantuan dan subsidi pertanian, mulai dari pupuk, benih, obat-obatan, alat dan mesin pertanian, hingga pembangunan infrastruktur pertanian, adalah luas tanam atau luas panen. ”Ketika data luas panen dilebihkan, anggaran juga mengikuti,” katanya.

Menurut Husein, kondisi itu menciptakan penggelembungan anggaran. Lebih lanjut ia mengatakan, data pangan yang tidak akurat memiliki implikasi lain yang sangat luas. Dalam hal ketersediaan pangan, misalnya, karena produksi dianggap berlebih, kebijakan impor terlambat dilakukan. Akibatnya, harga beras naik tinggi seperti sekarang.

Sutarto Alimoeso, Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia yang juga mantan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), menyatakan, ketidakakuratan data produksi padi berdampak pada ketidakefisienan produksi beras.

Sutarto mengungkapkan, ketidakakuratan data produksi pangan, seperti padi, sudah berlangsung lama. Bahkan, saat dia menjabat Direktur Jenderal Tanaman Pangan (2006-2009), penghitungan data luas panen yang berlebih sudah terjadi.

Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia Singgih Januratmoko mengatakan, data produksi pangan yang tidak akurat, seperti data jagung, mengakibatkan kebijakan tata niaga terganggu. Pasokan jagung yang kurang di tengah ketatnya kebijakan impor memicu kenaikan harga jagung.

Kepala Bidang Pakan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk Harwanto menambahkan, data produksi pangan yang tidak akurat mengacaukan perencanaan usaha pakan ternak. Perusahaan pakan ternak tidak mendapat kepastian pasokan bahan baku pakan. Jagung sulit didapat sehingga menjadi rebutan dan harga melambung.

Sutarto mengusulkan, saatnya perbaikan data itu dilakukan, apalagi sebelumnya ada survei independen dari Jepang. Kendala saat itu, Badan Pusat Statistik (BPS) tidak punya anggaran cukup untuk memperbaiki data itu.

Memang surplus

Menanggapi ketidakakuratan data produksi pangan, Dirjen Tanaman Pangan Kementan Hasil Sembiring mengatakan, produksi padi Oktober 2014-Oktober 2015 memang surplus. Indikasinya, stok beras Perum Bulog pada Oktober 2014 sebesar 1,7 juta ton beras dicapai melalui tambahan impor 800.000 ton. Sementara Oktober 2015, tanpa penyerapan optimal puncak panen raya Januari-Mei, stok Perum Bulog mencapai 1,7 juta ton beras tanpa impor beras.

Padahal, pada 2015 terjadi pertambahan jumlah penduduk yang mengonsumsi beras sebanyak 3,7 juta jiwa (setara 460.000 ton). Hal ini membuktikan, dalam kondisi El Nino sangat kuat, kinerja produksi 2015 meningkat signifikan paling tidak 1,26 juta ton beras dibandingkan 2014.

Saat ini, stok beras Perum Bulog masih mencapai 1,3 juta ton dan pasokan di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, masih normal.

”Kami heran, kalau produksi naik, data dipersoalkan, tetapi jika data produksi turun, tidak dipersoalkan,” katanya.

Tanggung jawab BPS

Hasil Sembiring mengatakan, BPS harus bertanggung jawab terhadap data produksi pangan yang diterbitkan karena BPS mengumpulkan data mulai dari kantor cabang kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga pusat.

Selanjutnya, Kementan mendapatkan data dari BPS pusat sehingga sebenarnya tidak ada data yang diterbitkan Kementan.

Kementan mempunyai mandat produksi, sedangkan data statistik mandat BPS.

”Pertanyaannya, mengapa akurasi data produksi pangan yang dikumpulkan secara berjenjang dari level bawah, selanjutnya dikirim ke BPS kabupaten, BPS provinsi, dan BPS pusat secara daring masih diragukan,” ucapnya.

Beberapa tokoh petani di wilayah Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, yang ditemui kemarin menyarankan, validasi data pangan oleh pemerintah perlu dilakukan dengan melibatkan petani atau gabungan kelompok tani di daerah-daerah penghasil beras. Kelompok tani itulah yang memiliki data paling riil karena mengetahui langsung dari petani. (REK/MAS)

Kemtan: Harga Beras Naik Karena Gabah Disimpan

Kamis, 26 November 2015

Jakarta - Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Hasil Sembiring mengatakan penemuan harga beras yang masih naik menurutnya karena gabah kering masih banyak disimpan oleh masyarakat dalam jumlah yang banyak.

"Kalau beras itu tidak bisa disimpan lama, nah jika gabah kering lain hal, karena mampu bertahan hingga satu tahun lebih, makanya bisa mempengaruhi distribusi," kata Hasil Sembiring usai jumpa pers di Kementerian Pertanian di Jakarta, Kamis (26/11) sore.

Ia juga menjelaskan, semua pemangku kepentingan memiliki informasi yang sama mengenai distribusi, menurutnya distribusi dari titik satu ke titik yang lain tidaklah lancar.

"Kami menemukan 24 ribu ton disimpan di suatu daerah, selain itu gabah kering juga disimpan, nah ini trik yang dimainkan," katanya.

Hal tersebut menjadi polemik, karena produksi padi mengalami surplus namun harga beras di beberapa daerah justru mengalami kenaikan, bahkan pemerintah justru mencanangkan impor beras.

Kementerian Pertanian mengklaim produksi padi dari Oktober 2014 sampai Oktober 2015 surplus karena tidak ada impor beras umum pada periode tersebut.

"Produksi padi berlebih, ini hasil terbaik dalam lima tahun terakhir," katanya.

Indikasinya adalah stok Bulog Oktober 2014 sebesar 1,7 juta ton beras, dicapai melalui tambahan impor 800.000 ton. Sedangkan bulan Oktober 2015 tanpa penyerapan optimal puncak panen raya Januari-Mei, stok Bulog tetap 1,7 ton beras tanpa impor.

Ia juga menjelaskan pencapaian tersebut bisa dilakukan dalam keadaan pertambahan jumlah penduduk yang mengkonsumsi beras sebanyak 3,7 juta jiwa (setara 460.000 ton).

"Walau diterpa El Nino yang kuat, ternyata meningkat signifikan paling tidak 1,26 juta ton beras dibandingkan tahun 2014," katanya.

Selain itu, sebelumnya, Pemerintah Republik Indonesia mulai menerima pengiriman beras impor di sejumlah daerah di Indonesia untuk menjaga stok pangan akibat gejolak cuaca El Nino yang memicu kekeringan di sejumlah tempat.

"Sudah (beras impor masuk). Ada di banyak pelabuhan, bukan hanya Jakarta," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Menurut JK, pelaksanaan impor beras dilakukan untuk memenuhi persediaan stok beras di beberapa daerah di Indonesia akibat panen yang mundur karena kekeringan.

Menurut data dari Bulog, sejumlah daerah telah menerima beras luar negeri untuk persediaan.

"Yang paling penting pemerintah menyiapkan cadangan (beras) nasional yang cukup. Nah termasuk dari impor tidak apa-apa," kata JK.

Bulog Belum Siap Simpan Produk Hortikultura

Kamis, 26 November 2015

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog mengaku belum siap melakukan penyimpanan produk hortikultura petani nasional. Bulog baru siap menyimpan komoditas beras dan daging sapi.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) sempat menugaskan Bulog menyimpan bawang merah dan cabai untuk mengendalikan harga yang bergejolak di musim Ramadhan dan Lebaran 2015.

"Untuk saat ini gudang Bulog sangat amat tidak cocok untuk menyimpan bawang," kata Kepala Divisi Riset and Development Perum Bulog Karyawan Gunarso dalam acara rapat kerja Asosiasi Petani Pengolah Hasil Hortikultura (Aspehorti) di gedung Bulog, Jakarta pada Kamis (26/11).

Sebelumnya, Bulog ditugaskan membeli bawang dari Kota Brebes, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Timur sebanyak 100 ton. Pembelian tersebut digunakan untuk operasi pasar dan mengendalikan harga. Namun, Bulog memperlakukan bawang sama dengan beras. "Akibatnya, Bulog mengalami looses yang luar biasa," ujarnya.

Ia menerangkan, Bulog saat ini tengah menyusun peta jalan agar penyimpanan bahan pangan tidak hanya terbatas beras, tapi juga untuk 10 produk pangan termasuk dua komoditas hortikultura, yakni cabai dan bawang. Tujuannya agar pangan nasional berdaya saing.

Namun, ia mengatakan sebelumnya harus disiapkan dulu logistik dan sistem penyimpanan yang baik. Bulog sampai saat ini baru menguasai sistem penyimpanan beras dengan kapasitas empat juta ton dan baru memiliki gudang cold storage  berkapasitas 200 ton untuk menyimpan daging sapi di DKI Jakarta.

Kamis, 26 November 2015

Data Pangan Tidak Akurat

Kamis, 26 November 2015

Ada Dugaan Dipermainkan untuk Justifikasi Keberhasilan Program

JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik meragukan kualitas data luas panen pangan sebagai basis penghitungan produksi pangan yang dikumpulkan Kementerian Pertanian dan dinas pertanian di daerah. Konflik kepentingan muncul karena data yang dikumpulkan menjadi justifikasi keberhasilan program oleh institusi pengumpul data.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (tengah) didampingi Wakil Gubernur Lampung Bachtiar Basri (kiri) dan Dirjen Hortikultura Spuddik Sujono dalam panen raya gadu di desa Tanjungsari, Kecamatan Jabung, Lampung Timur, Rabu (11/11). Kendati sempat dilanda Elnino, Provinsi Lampung masih dapat memanen padi dari lahan sawah gadu seluas 33.000 Hektar. Penanaman selama Agustus-September tersebut berhasil melewati musim kemarau melalui sistem pompanisasi dan jaringan irigasi tersier yang baik.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (tengah) didampingi Wakil Gubernur Lampung Bachtiar Basri (kiri) dan Dirjen Hortikultura Spuddik Sujono dalam panen raya gadu di desa Tanjungsari, Kecamatan Jabung, Lampung Timur, Rabu (11/11).

Kendati sempat dilanda Elnino, Provinsi Lampung masih dapat memanen padi dari lahan sawah gadu seluas 33.000 Hektar. Penanaman selama Agustus-September tersebut berhasil melewati musim kemarau melalui sistem pompanisasi dan jaringan irigasi tersier yang baik.
Hal itu terungkap dalam lokakarya wartawan dalam rangka peningkatan pemahaman data pangan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (25/11), di Jakarta. Lokakarya itu bertema ”Data Pangan sebagai Pijakan Pengambilan Kebijakan”.

Keraguan itu sudah diungkapkan sejak lama oleh beberapa kalangan. Dua bulan lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mempertanyakan hasil angka ramalan I produksi beras yang mencapai 75,55 juta ton gabah kering giling. Angka ini dinilai terlalu tinggi. Dalam catatan Kompas, setidaknya sejak lima tahun lalu, DPR, pengusaha, dan pengamat meragukan data produksi pangan nasional.

Kepala BPS Suryamin mengungkapkan, untuk mendapatkan kualitas data produksi padi yang lebih akurat, BPS pada 2015 tengah melakukan surveipenghitungan luas panen, stok beras, dan citra satelit atau menggunakan foto udara.

Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS S Happy Hardjo mengatakan, mekanisme penghitungan produksi padi yang berlaku sejak 1973 adalah hasil perkalian luas panen padi dengan produktivitas tanaman padi per hektar.

Data produksi diperoleh dari hasil kerja sama BPS dengan Kementerian Pertanian dengan BPS sebagai koordinator. Pengumpulan data luas panen menjadi tanggung jawab Kementan dan dinas pertanian.

Adapun data produktivitas dikumpulkan dan menjadi tanggung jawab BPS bekerja sama dengan Kementan dan dinas pertanian. ”Sebanyak 75 persen data dikumpulkan Kementan atau dinas pertanian. BPS hanya berkontribusi 25 persen,” ucapnya.

Metodologi yang dilakukan adalah dengan pengumpulan data di tingkat kecamatan. Saat ini ada 6.700 kecamatan. Petugas pengumpul data adalah koordinator cabang dinas (KCD), petugas penyuluh lapangan, dan petugas dinas pertanian lain.

Data dinaikkan

Happy mengatakan, kelemahan metode pengumpulan data ini adalah penghitungan luas panen tidak menggunakan metode statistik.

content

”Hasil estimasi luas panen sangat dipengaruhi subyektivitas petugas. Ada peluang intervensi dengan menaikkan data luas panen,” katanya.

Data yang dikumpulkan digunakan sebagai alat evaluasi keberhasilan program peningkatan produksi yang dilaksanakan oleh institusi pengumpul data. ”Potensi konflik kepentingan sangat besar,” katanya.

Menanggapi tudingan itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Hasil Sembiring menyatakan, Kementan menyambut baik dan senang dengan upaya BPS melakukan perbaikan kualitas data produksi padi nasional.

”Dengan data produksi yang lebih baik, program pembangunan pertanian akan berjalan lebih baik,” ujarnya.

Menurut Sembiring, upaya Kementan untuk melakukan perbaikan data sudah dilakukan. Hal itu misalnya dengan menambah honor KCD agar mereka lebih sering turun ke lapangan dan menghitung data luas tanam dan panen secara lebih baik. Bersama BPS, Kementan juga memberikan dukungan anggaran pelatihan.

Ia menambahkan, tidak ada data yang ditutup-tutupi dan disembunyikan. Kementan pun berkali-kali berinisiatif mengecek teknik penghitungan tanam dan panen langsung ke KCD, tidak melalui pemerintah daerah.

BPS sebenarnya tahu

Dihubungi terpisah, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin mengatakan, data yang tidak akurat juga menyebabkan beban bagi anggaran.

Dalam menghasilkan data produksi padi, aparatur negara atau birokrasi cenderung memaksimalkan anggaran. Artinya, program akan dijalankan kalau anggaran dimaksimalkan. Yang terjadi kemudian, dalam menghitung luas panen, mereka berlomba-lomba menaikkannya. Kondisi ini terjadi hampir merata dan akumulatif sehingga dampaknya besar. Terkait dengan luas lahan, besaran subsidi pupuk dan benih juga akan membengkak.
 Buruh tani menjemur gabah hasil panen padi varietas Situ Bagendit di Desa Wijirejo, Pandak, Bantul, DI Yogyakarta, Selasa (8/9).  Petani setempat berkesempatan menikmati hasil panen padi terakhir pada tahun ini sebelum beralih menanam palawija untuk menyiasati minimnya ketersediaan air selama kemarau.

Buruh tani menjemur gabah hasil panen padi varietas Situ Bagendit di Desa Wijirejo, Pandak, Bantul, DI Yogyakarta, Selasa (8/9). Petani setempat berkesempatan menikmati hasil panen padi terakhir pada tahun ini sebelum beralih menanam palawija untuk menyiasati minimnya ketersediaan air selama kemarau.

”Kalau menyebut bahwa ini disengaja, harus ada pembuktian. Namun, perilaku memaksimalkan anggaran mau tidak mau menjadikan luas area panen tidak sesuai yang ada di lapangan dan cenderung lebih besar,” tuturnya.

Bustanul mengkritik, BPS sebenarnya sudah tahu kondisi tersebut, tetapi selama ini tidak mempersoalkan hal itu. Bahkan, BPS menerima data tersebut, lalu mengolahnya dan menghasilkan angka produksi.

Sementara itu, hasil pertemuan Forum Masyarakat Statistik juga mengindikasikan bahwa bias indeks pertanaman atau jumlah pertanaman dalam setahun untuk padi cukup besar.

Perbaikan

Di tengah keraguan terhadap data produksi pangan nasional, BPS terus melakukan upaya perbaikan kualitas data.

Menurut Happy, tahun ini, dalam upaya perbaikan kualitas data, BPS melakukan uji coba kerangka sampel area.

Happy mengatakan, survei BPS dalam bentuk pencacahan dan pengukuran caturwulan luas panen padi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu Mei dan September 2015 serta Januari 2016.

Survei akan dilakukan di tujuh provinsi sentra produksi padi nasional, meliputi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Banten, dan Sulawesi Selatan.

Survei, antara lain, mengambil 30.000 sampel blok sensus dan 300.000 sampel rumah tangga petani padi.

Menanggapi langkah BPS itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa mengapresiasi langkah BPS yang mau melakukan survei atau uji petik luas panen padi untuk mengonfirmasi data luas panen dari Kementan dan dinas pertanian.

”Selama ini, kontribusi BPS dalam pengumpulan data produksi padi hanya 25 persen, tetapi tanggung jawabnya 100 persen,” katanya. Ia menambahkan, sudah saatnya BPS melakukan penghitungan luas panen sendiri atau setidaknya melakukan survei meski berat. (MAS)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/151126kompas/#1

Bentuk Badan Pangan, Peran Bulog akan Diperbesar

Rabu, 25 November 2015

Jakarta - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa pemerintah akan memperbesar peran Perum Bulog dalam mengatasi persoalan pangan di Tanah Air. Itu merupakan salah satu alternatif dalam kajian pembentukan badan pangan nasional yang ditargetkan sudah terbentuk awal tahun depan.

Amran mengatakan, pembahasan draf alternatif pembentukan badan pangan nasional sudah selesai sepenuhnya. Saat ini tinggal finalisasi untuk kemudian diajukan kepada Presiden. “Kami belum tentuan bentuk kelembagaannya karena masih belum menemukan titik temu dengan KemenPAN-RB. Ada beberapa alternatif, nanti kami lihat mana yang terbaik. Salah satunya Badan Ketahanan Pangan (BKP) dilebur, Bulog dibesarkan, nanti dilihat,” tandas dia di Jakarta, Rabu (25/11).

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Yudi Chrisnadi menjelaskan, pembentukan badan pangan nasional merupakan amanat dari UU Pangan. Untuk itu, KemenPAN-RB dan Kementan bersinergi untuk membahas berbagai alternatif bentuk lembaga ini dalam waktu singkat. “Kami akan segera membentuk tim antara Kementerian PAN-RB dan Kementan untuk menyiapkan alternatif-alternatif soal badan ketahanan pangan nasional. Kalau mengenai alternatif badan pangan, awal 2016, awal Januari akan ada datanya yang akan kami laporkan kepada Presiden dan Presiden yang akan memutuskan,” ujar Yudi.

Dalam kajian KemenPAN-RB, alternatif tersebut antara lain membentuk lembaga khusus pemerintahan nonkementerian (LPNK) baru. Kedua, badan pangan di bawah Kementan yang dipisahkan atau dilepaskan tersendiri menjadi lebih independen. Ketiga, memperkuat dewan ketahanan pangan nasional yang sudah mati suri.

Keempat, memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Mentan merangkap menjadi kepala badan ketahanan pangan nasional dengan kewenangan yang lebih besar untuk mengkordinasikan lintas sektoral dalam hal produk-produk pangan dan peta jalan menuju swasembada pangan. “Semua alternatif itu akan di bahas secepatnya dalam akhir tahun ini dan secepatnya akan disampaikan kepada presiden dan presiden yang akan menentukan kedudukan dari badan ketahanan pangan tersebut,” jelas dia.

Seharusnya Raskin IR 64 Premium

Rabu, 25 November 2015


seputartuban.com – Pemkab Tuban berharap Badan Urusan Logistik (Bulog) meningkatkan kinerjanya. Karena masing seringya terjadi keluhan masyarakat menerima beras miskin (Raskin) tidak layak konsumsi.

Seperti yang terjadi di kawasan Kecamatan Kerek, Kecamatan Semanding dan Kecamatan Tambakboyo beberapa waktu terakhir. Masyarakat menerima Raskin yang sudah berkutu, warna kuning dan sudah hancur.

Kepala Bagian Ekonomi, Administrasi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat, Sekretariat Daerah Kab. Tuban, M. Amenan, Selasa (24/11/2015), mengatakan Raskin tidak layak konsumsi tidak boleh dibagikan. Seharusnya Bulog melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. ”Beras yang tidak layak itu, harus dikembalikan ke Bulog, dan Bulog wajib mengganti dengan beras yang lebih baik,” ungkapnya.

Dengan seringya ditemukan Raskin kwalitas rendahan itu membuat Pemkab Tuban kecewa. Hal ini menurut Amenan,kcontrol kwalitas yang dilakukan Bulog masih lemah. “Kami jelas kecewa karena Pemerintah sudah mengeluarkan banyak anggaran untuk membeli beras dari Bulog,” katanya.

Pada 2015 ini, sebanyak 1.456.560 Kg Raskin diberikan kepada 97.104 Rumah Tangga Miskin (RTM). Dengan biaya yang dikeluarkan Pemkab Tuban Rp. 5.700 per-Kg, atau total anggaran Rp. 829.692.000. Masyarakat tidak perlu membayar lagi, karena hingga biaya kirim sudah ditanggung.

“Pemerintah sudah menetapkan harga sebesar Rp 1.600/Kg, seharusnya baik Bulog maupun pihak desa tidak perlu memungut tambahan biaya, dengan alasan apapun. Pemerintah telah bayar penuh ke Bulog, dengan jenis beras IR 64 premium yang sesuai standar konsumsi,” jelasnya. USUL PUJIONO

Rabu, 25 November 2015

Permintaan Beras Lokal Meningkat

Rabu, 25 November 2015

batampos.co.id – Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan Dinas Perindustrian Perdagangan Ekonomi Kreatif dan Penanaman Modal (Disperindag-Ekraf dan PM) Kota Tanjungpinang, Teguh Susanto mengatakan permintaan masyarakat terhadap beras lokal meningkat dua minggu terakhir. Itu dibuktikan dengan bertambahnya pasokan beras oleh sejumlah distributor di Tanjungpinang.
Meningkatnya permintaan beras lokal ini mulai terlihat sejak diperketatnya pengawasan beras impor belum lama ini.

“Berbarengan dengan diperketatnya pengawasan beras impor beberapa waktu lalu, sejumlah distributor di wilayah Kota Tanjungpinang mengaku permintaan terhadap beras domestik meningkat. Biasanya pasokan rata-rata 1.200 ton per bulan tiap distributor, tapi sekarang melebihi jumlah tersebut,” ujar Teguh, ditemui di kantornya, Selasa (24/11).

Jumlah tersebut, belum termasuk jumlah persediaan dari pengecer. Berdasarkan data dari dinasnya, kebutuhan beras masyarakat Kota Tanjungpinang mencapai 2.315 ton per bulannya. Dimana setengah dari total kebutuhan tersebut didominasi beras lokal.

Sementara setengahnya masih dipenuhi dengan beras impor, yang diperkirakan merupakan beras stok lama sebelum ada peningkatan pengawasan impor beras.

Dikarenakan pasokan beras lokal di Tanjungpinang belum mencukupi total kebutuhan beras masyarakat Kota Tanjungpinang, Disperindag-Ekraf dan PM Kota Tanjungpinang meminta Perum Bulog Subdivre Tanjungpinang untuk proaktif melakukan impor beras.

Bulog dibenarkan melakukan impor beras, mengacu pada Permendag No 19 tahun 2014 tentang ketentuan impor dan ekspor bahwa impor tidak dilarang dan dibenarkan selagi dilaksanakan oleh Perum Bulog.

“Bulog bisa mengajukan permohonan impor beras langsung ke negara yang bersangkutan, seperti Vietnam dan Thailand,” ujar Teguh.

Tidak hanya proaktif dalam melakukan impor raskin, pihaknya berharap Bulog juga mengimpor beras premium yang diperuntukkan bagi masyarakat banyak.

Teguh melanjutkan, impor beras dinilai penting, mengingat Kota Tanjungpinang sebagai Ibu Kota Provinsi Kepri juga merupakan daerah penyangga bagi beberapa pulau lain yang ada di wilayah Kepri, seperti Kabupaten Bintan, Natuna, Anambas, dan Lingga.

Selain itu, waktu distribusi beras impor juga relatif singkat, sehingga lebih menghemat biaya akomodasi. Berdasarkan pengakuan distributor, jalur distribusi beras domestik terlalu jauh bahkan lebih lama dengan tenggang waktu minimal dua minggu untuk sekali pengiriman. (Lra/bpos)

http://batampos.co.id/25-11-2015/permintaan-beras-lokal-meningkat/

BULOG BATAM GELAR OP DENGAN GUNAKAN BERAS TANGKAPAN BC

Rabu,25 November 2015

WE Online, Batam - Bulog bersama Pemerintah Kota Batam Kepulauan Riau mengadakan Operasi Pasar, menjual 49,175 ton beras impor hasil tangkapan Bea Cukai demi menyetabilkan harga beras di kota itu yang terus melambung sejak beberapa bulan terakhir.

"OP menggunakan beras hasil tangkapan Bulog," kata Kepala Bulog Subdivre Batam, Pengadilan Lubis di Batam, Rabu (25/11/2015).

Beras itu dijual dengan harga Rp8.400 per kg, di bawah harga beras di pasaran Rp11.000 hingga Rp13.000 per kg. "Kualitas berasnya bagus. Lihat saja sendiri," ucap dia.

Meskipun itu beras hasil tangkapan sekitar enam bulan lalu, namun menurut Pengadilan Lubis tetap layak konsumsi. Operasi pasar dilaksanakan selama lima hari di 14 pasar di penjuru kota agar dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

Pada Rabu (25/11), OP dilaksanakan di Pasar Cahaya Garden Bengkong, Pasar Botania dan Pasar Mega Legenda, Kamis (26/11) dilaksanakan di Pasar SP Plaza, Pasar Mandalai dan Pasar Nusa Poin dan Jumat (27/11) di Pasar Fanindo, Pasar Cipta Puri dan Pasar Sei Harapan.

OP dilanjutkan pada Sabtu (28/11) di Pasar Aviari, Pasar Sei Beduk dan Pasar Hang Tuah, serta Minggu (29/11) di Tanjung Uma dan Batu Merah. Bulog belum menentukan kuota yang diberikan untuk tiap pasar. "Belum tahu, kita lihat antusiasme warga," kata dia.

OP akan dilanjutkan sampai dengan harga beras kembali normal. Di tempat yang sama, Wali Kota Batam Ahmad Dahlan menyatakan sejak pemerintah menghentikan impor beras ke Batam, harganya terus meningkat.

Ia berharap OP menggunakan beras hasil tangkapan Bea Cukai dapat menurunkan harga beras di pasaran. "Mau, masyarakat pasti mau," ujar Wali Kota. (Ant)

http://wartaekonomi.co.id/berita81247/bulog-batam-gelar-op-dengan-gunakan-beras-tangkapan-bc.html

Bulog minta jaminan pemerintah buat pinjaman modal

Selasa, 24 November 2015

JAKARTA. Kendati dana tambahan subsidi pangan senilai Rp 3,1 triliun belum cair, Perum Bulog menyatakan siap menerima penugasan penyerapan beras dan pangan lainnya dari pemerintah di penghujung tahun ataupun di tahun depan.

Bulog juga tengah menunggu dana penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 3 triliun yang belum cair hingga saat ini.

Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, dana tambahan subsidi sebenarnya digunakan untuk penyaluran beras sejahtera atau beras bersubsidi tambahan ke-13 dan ke-14.

Bila dana ini kurang, Bulog akan meminta surat jaminan dari pemerintah untuk mencari pinjaman. Hal yang sama juga berlaku untuk biaya operasional, Bulog tetap meminta jaminan dari pemerintah untuk meminjam uang.

"Bulog melakukan penyerapan disesuaikan dengan kemampuan. Saya baru berusaha untuk terus meminta dukungan finansial yang langsung dan juga dukungan lain seperti surat jaminan dari pemerintah," ujar Djarot akhir pekan lalu.

Menurut Djarot untuk memenuhi dana operasional Bulog, yang paling ideal sebenarnya berasal dari APBN. Namun Bulog menyadari dana tersebut harus dibagi ke institusi lain juga.

Sementara dana PMN hanya salah satu sumber pendanaan Bulog saja. Djarot mengakui, untuk menjalankan usahanya, Bulog membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Berdasarkan hitungan Bulog, setiap kali menyerap 1 juta ton beras saja, Bulog harus menggelontorkan dana sebesar Rp 8 triliun dengan perkiraan kasar harga rata-rata Rp 8.000 beras per kilogram (kg).

Nah, bila Bulog harus menyerap atau membeli beras sebanyak 3 juta ton saja, maka dana yang dibutuhkan sebesar Rp 24 triliun. Itu masih belum termasuk biaya penugasan penyerapan bahan pangan lainnya.

Selain itu, Djarot juga mengatakan sampai saat ini, Bulog masih memiliki tagihan ke pemerintah terkait kekurangan bayar untuk subsidi beras sejahtera (rastra). Total kekurangan bayar pemerintah berdasarkan hitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp 2 triliun.

Bulog sendiri sudah menyampaikan tagihan ini ke pemerintah pada pertengahan tahun ini dan masih belum dibayar oleh pemerintah. "Kami juga memahami kalau pemerintah harus menganggarkan dana kekurangan bayar ini dalam APBN," imbuh Djarot.

Direktur Pengadaan Bulog Wahyu menambahkan, sampai saat ini Bulog telah mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk mengimpor beras dari Thailand dan Vietam sebesar 1,5 juta ton.

Beras tersebut telah mulai masuk ke Indonesia pada bulan November ini. Ke depan Bulog juga akan turut terlimbat dalam mengimpor sapi bakalan untuk memenuhi kebutuhan sapi dalam negeri.

http://industri.kontan.co.id/news/bulog-minta-jaminan-pemerintah-buat-pinjaman-modal

Selasa, 24 November 2015

Mencari Solusi untuk Mengakhiri "Kebiasaan" Impor Beras

Senin, 23 November 2015

Purwokerto, Antara Jateng - Pemerintah pada awal bulan November 2015 memberikan kejutan karena mendatangkan beras impor dari Vietnam dengan alasan untuk menjaga stok pangan akibat gejolak cuaca El Nino yang memicu kekeringan di sejumlah tempat.

Padahal sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa Indonesia pada tahun 2015 tidak akan impor beras karena stok beras di gudang Bulog telah mencapai 1,7 juta ton meskipun beberapa pihak meminta dilakukan impor beras.

Pernyataan tersebut disampaikan Presiden saat menyaksikan panen raya padi varietas IPB3S di Desa Cikarang, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Minggu (27/9).

Akan tetapi pada tanggal 21 Oktober 2015, Presiden memutuskan untuk mendatangkan beras impor pada bulan November 2015 guna memperkuat cadangan beras nasional.

Datangnya beras impor melalui sejumlah pelabuhan pada awal bulan November itupun menuai kritik dan penolakan dari berbagai pihak, salah satunya disampaikan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Dalam hal ini, Ganjar menolak beras impor dari negara lain masuk ke Provinsi Jawa Tengah dengan alasan apapun karena dikhawatirkan akan merugikan petani lokal.

"Impor beras jangan sampai masuk ke Jateng, terus terang saya tidak setuju tapi kalau pemerintah pusat punya alasan lain, saya menghormati," kata Ganjar di sela kunjungan kerja di Kabupaten Klaten, Rabu (18/11).

Ganjar mengungkapkan bahwa masuknya beras impor ke Jateng akan merusak harga beras yang ada di pasaran sehingga merugikan para petani.

Menurut Ganjar, berdasarkan hasil penghitungan yang dilakukan pihaknya, stok beras di Jateng aman hingga April 2016.

"Surplus beras di Jateng itu sekitar 3 juta ton lebih, masih cukup hingga April tahun depan," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Ganjar mengaku sudah menginstruksikan Badan Ketahanan Pangan untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak guna mencegah masuknya beras impor ke Jateng.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Jawa Tengah Withono mengatakan bahwa stok beras di provinsi itu mencukupi hingga akhir 2015 karena produksi beras mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.

"Produksi beras di Jateng pada 2015 diperkirakan mencapai 10,6 juta ton atau mengalami peningkatan mencapai 10,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya sehingga mencukupi dan tidak butuh beras impor. Sedangkan cadangan beras di Jateng saat ini masih mencapai sekitar 1 juta ton," katanya.

Menurut dia, cadangan beras sebanyak itu terdapat di rumah tangga petani, konsumen, penggilingan, maupun pedagang.

"Kebutuhan besar di Jateng sekitar 250 ribu ton per bulan, artinya selama empat bulan ke depan masih aman," katanya.

Penolakan terhadap beras impor yang dilakukan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo itupun mendapat dukungan dari Bupati Banyumas Achmad Husein.

"Saya kan bawahan, kalau Gubernur Jateng bilang seperti itu (menolak beras impor, red.), saya juga ikut. Kalau atasannya bilang A, bawahannya 'ngomong' Z, ya tidak seirama," katanya di Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Banyumas, Kamis.

Ia mengatakan bahwa warga Banyumas tidak perlu khawatir terhadap kemungkinan harga beras semakin melonjak maupun terjadinya kelangkaan bahan pangan itu.

Menurut dia, hal itu disebabkan Banyumas surplus beras rata-rata 30.000 ton per tahun sehingga banyak yang dijual ke luar daerah.

Bahkan berdasarkan data Bulog Subdivisi Regional Banyumas, kata dia, stok beras masih mencukupi kebutuhan hingga bulan Februari 2016.

"Tetap aman, karena bulan Februari sudah ada petani yang mulai panen, jadi aman. Kabupaten Kebumen kemarin malah dipasok dari Banyumas, berarti petaninya makmur," katanya.

Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Banyumas Yoga Sugama mengapresiasi sikap Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang menolak masuknya beras impor ke provinsi itu karena dikhawatirkan akan merugikan petani lokal.

"Saya memberi apresiasi penuh atas imbauan atau 'statement' Gubernur Jateng di Klaten yang menolak beras impor masuk Jateng," katanya.

Ia mengharapkan pernyataan tersebut tidak sekadar imbauan tetapi ditindaklanjuti dengan Instruksi Gubernur dan mekanismenya diserahkan kepada pihak terkait untuk mengantisipasi masuknya beras impor ke wilayah Jateng.

Bahkan bila perlu, kata dia, Gubernur Jateng bekerja sama dengan pihak keamanan, yakni Polri dan TNI dalam mengantisipasi masuknya beras impor ke wilayah Jateng.

"Apabila beras impor masuk Jateng, jelas hal ini akan sangat merugikan para petani karena menurut informasi harga beras impor jauh lebih murah dibanding beras petani nasional," kata politisi Partai Gerindra itu.

Lebih lanjut, Yoga mengatakan bahwa berdasarkan data Bulog Subdivre Banyumas, cadangan beras per bulan November 2015 adalah 8.200 ton yang berarti hanya cukup sampai bulan Januari 2016.

Menurut dia, minimnya cadangan beras tersebut bukti dari kegagalan Bulog dalam melakukan penyerapan produksi beras dari petani.

"Apabila mekanisme kinerja Bulog yang dilakukan selama ini terus berlanjut, ke depan hanya akan menguntungkan petani asing atas kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras," katanya.

Menurut dia, rendahnya penyerapan produksi beras nasional oleh Bulog sering kali mengambinghitamkan faktor eksternal seperti fenomena El Nino.

"Kekeringan seakan menjadi rasionalisasi efektif terkait kebijakan impor beras," kata politikus Partai Gerindra itu.

Menurut dia, untuk mencukupi cadangan beras yang ideal, Bulog semestinya melakukan evaluasi internal, yakni kegagalan Bulog dalam menyerap produksi petani yang mengakibatkan persolan menipisnya cadangan beras.

"Minimnya cadangan beras Bulog Subdivre Banyumas jangan menjadi alasan legalisasi beras impor masuk Jateng," katanya.

Ia mengatakan bahwa Bulog Divisi Regional Jateng punya peta sentra produksi beras di masing-masing subdivre.

"Dari situ dipetakan bagaimana kondisi kebutuhan di masing-masing daerah. Sekiranya berlebih segera lakukan redistribusi kepada daerah yang cadangannya minim," katanya.

Sekretaris Asosiasi Perberasan Banyumas (APB) Faturahman menilai beras impor sebagai sesuatu yang dilematik karena menyangkut kebutuhan masyarakat luas dan kepentingan petani.

"Kalau kita berpikir untuk kepentingan masyarakat luas, seandainya beras impor tidak masuk, otomatis nanti karena persediaan terbatas, harga beras di tingkat konsumen akan terus melonjak. Kondisi tersebut akan menyulitkan konsumen karena daya beli mereka terbatas sehingga beras impor memang diperlukan asal dikendalikan," katanya.

Ia mengatakan jika beras impor tidak dikendalikan akan mengakibatkan harga gabah di tingkat petani anjlok.

Akan tetapi jika beras impor dikendalikan, harga beras lokal bisa bertahan sehingga petani dapat menikmati keuntungan dan konsumen tidak keberatan untuk beli beras.

"Makanya, sedikit-banyak memang beras impor membantu meredam harga di tingkat konsumen biar tidak terlalu tinggi. Jujur saja, secara nasional, kita lihat memang kekurangan, buktinya kalau memang betul laporan dari Kementerian Pertanian kita surplus, nyatanya kami sebagai pelaku di lapangan susah mencari pasokan beras, ada tapi barangnya tinggi, jadi antara 'supply' dan 'demand' tidak seimbang," tegasnya.

Terkait impor beras yang seolah menjadi "kebiasaan" ketika cadangan beras menipis, pakar pertanian dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Totok Agung Dwi Haryanto mengatakan bahwa impor beras bukan kebijakan yang baik karena bersifat paling sederhana untuk menyelesaikan masalah.

"Jadi lebih bagus memperkuat basis kapasitas produksi di dalam negeri," katanya di Purwokerto, Minggu (22/11).

Oleh karena itu, dia mengaku mendukung jika ada penolakan terhadap beras impor.

Kendati demikian, dia mengatakan jika ada beras impor sebaiknya langsung ditempatkan di daerah-daerah yang mungkin punya potensi rawan pangan.

"Kemudian beras impor itu disimpan di gudang. Dalam kondisi memang dibutuhkan, baru dikeluarkan sebagai cadangan," kata Gurubesar Fakultas Pertanian Unsoed itu.

Menurut dia, Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur bukan termasuk daerah yang memiliki potensi rawan pangan.

Bahkan, kata dia, produksi beras dua provinsi itu cukup memadai untuk mendukung produksi dalam negeri.

"Kalau beras impor masuk itu akan mengganggu harga (beras lokal). Apalagi Presiden Joko Widodo pernah menyatakan tidak akan impor beras," katanya.

Ia mengatakan bahwa cita-cita tidak akan impor beras itu seharusnya dipertahankan sehingga bisa terwujud.

Menurut dia, cara yang dapat dilakukan untuk mewujudkan cita-cita tersebut, yakni dengan mengerahkan segala potensi yang ada, baik di Kementerian Pertanian maupun daerah-derah yang memiliki potensi besar di bidang pertanian khususnya produksi beras.

Terkait minimnya stok beras di gudang Bulog, Totok mengatakan bahwa hal itu disebabkan oleh kebijakan yang kurang elastis.

"Ketika Bulog menetapkan harga, ternyata ada di bawah harga pasar akhirnya Bulog tidak pernah bisa membeli. Kalau membeli kan jadi tombok, kalau dipaksa membeli, menyalahi aturan," katanya.

Dengan demikian ketika penetapan harga bisa bersifat elastis, kata dia, dapat ditinjau kembali saat kondisi pasar harganya lebih tinggi.

Ia mengatakan bahwa pada saat ini, ketika harga Bulog di bawah harga pasar sehingga badan usaha milik negara (BUMN) itu tidak bisa menyerap terus menjadi alasan stok di gudang Bulog kurang dari yang ditargetkan.

Menurut dia, kondisi kekurangan stok itu secara nasional maupun regional membahayakan stabilitas harga dan sebagainya.

"Dengan demikian sebenarnya ketidakmampuan Bulog mencapai pembelian karena harga penetapan, harga pokok yang ditetapkan untuk membeli beras petani itu lebih rendah dari harga pasar," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, Bulog perlu dibeli kewenangan dan keleluasaan untuk bisa mulai menyerap beras ketika memang sudah tersedia di masyarakat terutama di beberapa daerah yang masa panennya lebih awal dibanding daerah lain.

Ia mengatakan bahwa kewenangan dan keleluasaan yang dimiliki Bulog untuk bisa mulai menyerap beras dari petani itu sangat penting.

"Kalau memang dasarnya adalah HPP (Harga Pembelian Pemerintah), mungkin penetapan HPP itu yang harus diperawal. Kalau memang penetapan HPP belum bisa diperawal, ya harusnya digunakan HPP yang sudah pernah ada. Jadi HPP yang sudah pernah dikeluarkan itu berlaku sampai dengan ditetapkannya HPP yang baru sehingga Bulog punya keleluasaan," katanya.

Demikian pula dengan kebijakan untuk bisa menyesuaikan dengan harga pasar sehingga dapat menyerap beras-beras premium atau beras yang ada di masyarakat dengan harga sesuai pasar.

"Maksudnya keleluasaan itu, apabila memang harga pasar itu di atas harga pokok pembelian, Bulog diberi keleluasaan untuk bisa mengambil kebijakan menaikkan harga. Demikian juga ketika harga pasar di bawah harga pokok, tentu Bulog tidak mau membeli sesuai harga pokok karena harga pasarnya lebih rendah sehingga dia (Bulog, red.) akan menyesuaikan dengan harga pasar," jelasnya.

Ia mengatakan jika Bulog mempunyai kewenangan tersebut, keberadaan stok beras lebih terjamin keberlanjutannya termasuk keterjaminan harga dari panen petani.

"Kalau memang sudah ada kebijakan dari Bulog untuk mampu menyerap beras premium, maka tidak masalah, silakan diserap saja produksi beras yang ada di petani untuk memenuhi cadangan. Kalau itu bisa dilakukan, semuanya diuntungkan, petani diuntungkan karena bisa menjual sesuai dengan harga pasar dan Bulog juga diuntungkan karena mampu memenuhi stok kebutuhan beras yang memang ditargetkan," tambahnya.

http://www.antarajateng.com/detail/mencari-solusi-untuk-mengakhiri-kebiasaan-impor-beras.html

Lima Strategi Bulog Tingkatkan Cadangan Beras Nasional

SENIN, 23 NOVEMBER 2015

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara sudah menyiapkan lima strategi memperkuat Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik dalam meningkatkan cadangan beras nasional. Strategi ini merupakan bagian dari peta jalan Kementerian hingga 2019.

Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro menjelaskan, strategi pertama Bulog adalah menggarap pertanian. "Tapi bukan berarti Bulog akan bercocok tanam," katanya di Jepara, Jawa Tengah, Sabtu, 21 November 2015.

Peran Bulog, ucap Wahyu, adalah mengusulkan pemerintah membuka lahan baru. Dia mencontohkan Merauke Industrial Food Estate. "Nanti Bulog akan bertanggung jawab untuk offtake," ujar Wahyu.

Strategi kedua, modernisasi penambahan sarana penyimpanan. Wahyu berujar, kapasitas penyimpanan yang dimiliki Bulog hanya 3,9 juta ton atau setara 6-7 persen. "Ini yang mau kita tambah menjadi 15 persen."

Strategi selanjutnya, Bulog akan menyerap hasil panen. Wahyu menuturkan penyerapan dilakukan melalui offtake agreement, agar memberikan kepastian pasokan bagi Bulog. "Keempat, pengembangan jalur distribusi pangan," katanya.

Strategi terakhir adalah penguatan fungsi Bulog. Wahyu menjelaskan, Bulog akan mempunyai anak perusahaan yang bertugas dalam distribusi. Anak usaha itu akan diintegrasikan dengan dua BUMN, yakni PT Sang Hyang Sri dan Pertani, serta PHC. "Bulog juga akan berkoordinasi dengan BUMN yang punya fungsi logistik dan distribusi," ucapnya.

SINGGIH SOARES

http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/11/23/090721327/lima-strategi-bulog-tingkatkan-cadangan-beras-nasional

Senin, 23 November 2015

Kualitas Bagus, Bulog Kewalahan Serap Beras Lokal

Minggu,22 November 2015

PADANG – Badan Urusan Logistik Divisi Regional (Bulog Divre) Sumbar belum mampu menyerap beras lokal sesuai dengan target yang ditetapkan tahun 2015. Dari target serapan sebanyak 8.000 Ton, Bulog Divre Sumbar baru mampu mencapai angka 3.100 Ton.
Kepala Bulog Divre Sumbar Arjun Ansol Siregar mengatakan, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan Bulog tidak memenuhi target serapan beras lokal.
Diantaranya masalah harga beras lokal yang tinggi karena kualitasnya bagus, serta musim panen di Kabupaten/Kota di Sumatera Barat tidak bersamaan.
“Beras disini kualitasnya memang bagus sehingga harga juga relatif tinggi, di atas Harga Pembelian Petani (HPP) kita sebesar Rp 7.300. Dengan kondisi itu, kita kadang membeli beras petani dengan harga komersil. Terlebih lagi, hampir setiap bulan ada panen, sehingga harga beras dari petani tidak mungkin turun. Hal itu berbeda dengan di Pulau Jawa, yang memiliki masa panen raya, sehingga ketika panen harga beras cenderung turun,” ungkapnya, Minggu (22/11). (yose)

http://hariansinggalang.co.id/kualitas-bagus-bulog-kewalahan-serap-beras-lokal/

BULOG IMPOR 1,5 JUTA TON BERAS DARI VIETNAM DAN THAILAND

Minggu,22 November 2015

Jatim Newsroom-  Sulitnya menyerap gabah dan beras petani membuat stok beras yang dimiliki Perum Bulog kian menipis. Guna mengamankan stok beras nasional, Bulog telah mendapatkan penugasan impor beras dari luar negeri sebesar 1,5 juta ton. Beras tersebut diimpor dari Vietnam dan Thailand.
“Dari 1,5 juta ton, sebesar 1 juta ton diimpor dari Vietnam dan 500 ribu ton dari Thailand. Penandatanganan kontrak pembelian beras dari Thailand telah diteken Bulog beberapa waktu lalu. Untuk pengiriman beras tersebut ke Indonesia, kami memerlukan waktu seminggu atau dua minggu lagi. Jadi baru masuk nanti bulan Desember,” kata Direktur Pengadaan Bulog Wahyu, Minggu (22/11).
Sementara itu, impor beras dari Vietnam sudah masuk sebanyak 155.000 ton dari 1 juta ton yang sudah diteken kontraknya. Beras tersebut telah disebar ke sejumlah pelabuhan antara lain di Lhokseumawe, Medan, NTT, Papua, Surabaya dan di sejumlah gudang-gudang tempat transit.
Wahyu mengatkan saat membeli beras dari Thailand sempat terjadi negosiasi yang alot. Negosiasi alot tersebut bukan hanya saja masalah harga, tapi juga kualitas beras yang hendak dibeli Bulog. Bulog menginginkan beras kualitas bagus dengan harga terjangkau. "Jadi kita sangat hati-hati dalam pemeriksaan kualitas beras dan penunjukkan surveyor," ujarnya.
Menurut Wahyu, ketika membeli beras dari Vietnam, mereka juga mengikuti persyaratan yang diajukan Bulog. Kalau semua beras impor sebanyak 1,5 juta ton itu sudah masuk, maka akan dijadikan cadangan pangan nasional untuk mengantisipasi dampal El Nino, termasuk untuk jatah alokasi raskin.
Saat ini Bulog masih memiliki cadangan beras sebanyak 1,3 juta ton. Sebanyak 675.000 ton di antaranya merupakan beras komersial yang terdiri dari beras medium dan beras premium dan sisanya merupakan beras PSO murni. Meski begitu, Bulog tetap mengusahakan beras standar PSO dari penyerapan panen petani.
Panen petani yang menurun membuat Bulog hanya bisa menyerap 30.000 ton-40.000 ton beras per bulan. Padahal biasanya rata-rata penyerapan bisa mencapai 250.000 ton. Di sisi lain, Bulog harus menyalurkan beras PSO untuk raskin sebanyak 232.000 ton per bulan. Saat ini, Bulog sedang menyalurkan rastra ke-13 dan rastra ke-14. Berarti, kebutuhan beras PSO sebanyak 464.000 ton. (afr)

http://jatimprov.go.id/read/berita-pengumuman/bulog-impor-1-5-juta-ton-beras-dari-vietnam-dan-thailand

Selain Beras, Bulog akan Urus Jagung Hingga Garam di 2016

Minggu, 22 November 2015

Semarang -Perum Bulog akan diperluas kewenangannya mulai tahun depan, ada 11 komoditas yang nantinya diurus oleh BUMN penjaga pangan ini. Selain beras, Bulog akan mengelola stok jagung, kedelai, gula, daging sapi, ikan, garam, cabai, ayam, bawang merah dan bawang putih.

Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro mengatakan perluasan ini akan dilandasi dengan Instruksi Presiden‎ (Inpres) yang rencananya diterbitkan dalam waktu dekat.

"Sambil‎ menunggu Inpres akan diperluas kewajiban menjadi 11 bahan pokok. Inpres sekarang masih dikonsepkan antar Kementerian untuk diharmonisasi," ujarnya di Kapal KM Kelud, Semarang, Minggu (22/11/2015)

Bulog akan dibantu oleh beberapa BUMN yang bergerak di masing-masing komoditas, misalnya untuk komoditas jagung, maka Bulog kerja sama dengan PT Perhutani II.

"‎Perhutani tahun depan bisa 1,2 juta ton. Jadi dari semula nggak ada, bisa 1,2 juta ton. Nanti didetilkan lagi kerjasamanya," kata Wahyu.

‎Begitu juga dengan komoditas lainnya, BUMN yang terlibat sudah bersepakat untuk segera membantu fungsi dari Bulog. Sehingga program sinergi dari BUMN tidak hanya lagi sekedar wacana.

"Ini dalam rangka memperluas aspek Bulog melalui sinergi. Jadi ditekankan Bu Menteri (Rini Soemarno) supaya kita menggali potensi yang ada di BUMN, supaya kita bisa mendukung tugas dan fungsi Bulog ke depan," katanya.

(mkl/hen)
http://finance.detik.com/read/2015/11/22/184940/3077489/4/selain-beras-bulog-akan-urus-jagung-hingga-garam-di-2016

Bulog Harus Tingkatkan Penyerapan Beras dan Gabah

Minggu, 22 November 2015

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Dalam pertemuan Focus Group Discussion (FGD) 2015 di atas KM Kelud, Perum Bulog diminta meningkatkan penyerapan beras, gabah kering panen, dan gabah kering giling. Hal itu sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2015.
"Perum Bulog punya tugas untuk mempunyai kewajiban mengambil alih penyerapan jadi ada tiga, beras, gabah kering panen, gabah kering giling dan beras," ujar Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro, Minggu (22/11/2015).
Wahyu memaparkan penyerapan penyimpanan Bulog saat ini 3,9 juta ton atau hanya memegang 6 sampai 7 persen dari jumlah beras beredar 43 juta ton. Ke depannya Bulog diminta menaikkan kapasitas jadi 15 persen.
"Jadi ini yang kemarin dibuat roadmap bagaimana ke depan bulog bisa memegang stok beras sampai dengan 15 persen dari 43 juta," tegas Wahyu.
Wahyu menambahkan dalam membantu Bulog menyerap beras dan gabah akan dibuatkan anak usaha bersama sinergi BUMN. Beberapa BUMN yang akan diajak diantaranya PT Sang Hyang Sri yang memiliki bibit unggul dan PT Pertani.
"Jadi bulog punya satu anak perusahaan dalam distribusi. Bulog juga akan koordinasi dengan BUMN yang punya fungsi logistik dan distribusi," kata Wahyu.

http://www.tribunnews.com/nasional/2015/11/22/bulog-harus-tingkatkan-penyerapan-beras-dan-gabah

Sabtu, 21 November 2015

Sulaeman Hamzah: Hadapi Kartel Pangan, Tak Mungkin Bulog Sendirian

Jumat, 20 November 2015

Jakarta – Pekan lalu (13/11), Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) melaporkan kepada Presiden Jokowi adanya dugaan praktik kartel beras nasional di beberapa daerah. Praktik monopoli ini terjadi seiring masuknya beras impor sebesar 1.5 juta ton yang didatangkan oleh pemerintah dari Vietnam. Menindaklanjuti laporan tersebut, pemerintah beritikad membatasi ruang gerak kartel agar harga beras di pasaran tetap terkontrol.

Anggota Komisi IV DPR, Sulaeman Hamzah menyambut positif langkah pemerintah itu. Menurut Sulaeman, praktik kartel pangan ini sudah ada sejak pemerintahan SBY, dan saat ini pemerintahan Jokowi harus berjibaku menekan keberadaan mereka.

“Sebetulnya ini luka lama sejak pemerintahan sebelumnya yang tidak terpantau, kemudian sekarang muncul kembali,” katanya saat ditemui di ruang kerja, Gedung Nusantara I, Komplek Senayan, Selasa (18/11).

Legislator dari Papua ini mengatakan, persoalan kartel beras ini tak lepas dari keberadaan beberapa perusahaan swasta tertentu yang mendominasi kegiatan ekspor impor nasional.  Persoalan yang harus dihadapi pemerintah saat ini, menurut Sulaeman tak hanya menghadapi gerakan kartel tersebut, tapi juga pengelolaan beras impor yang telah didatangkan. Dalam hemat Sulaeman, impor beras ini menghadirkan dilemma bagi para petani, dan di sisi lain saling berjejalin dengan manuver para operator kartel beras.

“Sebelum datangnya beras impor ini, petani memperkirakan hasil panen akhir tahun ini bisa menjadi modal saat memasuki masa tanam kembali. Tetapi dengannya masuknya beras ini, menyulitkan mereka untuk memasarkan gabahnya karena harus bersaing dengan beras impor yang masuk,” tutur legislator Fraksi NasDem ini.

Menurut Sulaeman, meski pemerintah menegaskan bahwa beras impor hanya didatangkan sebagai stok cadangan pangan, dalam praktiknya akan sulit mencegah peredaranya. Berdasar pengalaman terdahulu, setiap ada arus masuk beras impor, sulit untuk mengerem agak tidak tersebar ke pasar.

Untuk itu, Sulaeman menyarankan agar upaya pemerintah menghadapi kartel pangan dilakukan secara menyeluruh, karena hal itu tak cukup dilakukan oleh satu institusi saja. Dia menghimbau seluruh stakeholder terkait bekerjasama menghadang kartel pangan, terutama institusi yang terkait dengan perizinan.

“Untuk memberantas kartel, tidak mungkin hanya Bulog yang menghadapinya, kewalahan juga. Maka harus dilakukan penertiban yang melibatkan seluruh komponen. Izin usaha harus tertib. Bagi Perusahaan yang melanggar ketentuan dan kebijakan, ya harus diberikan sanksi yang tegas dari pihak penegak hukum, atau dicabut izin usahanya oleh kementerian perdagangan,” tegasnya.

Jika langkah itu tak dilakukan, Sulaeman khawatir persoalan kartel dari waktu ke waktu akan selalu berulang, baik dalam bentuk permainan harga pasar mau pun penyelundupan bahan pangan impor. Selain itu, anggota komisi pertanian ini sekali lagi mengingatkan pentingnya sinergitas koordinasi dan komunikasi antar kementerian. Untuk kesekian kali, Sulaeman mengutip kebijakan beras impor dari Vietnam, yang menurutnya merupakan efek dari lemahnya komunikasi antar kementerian.

“Menteri Pertanian bilang stok aman, Menteri Perdagangan memilih mengimpor beras untuk cadangan stok nasional. Seharusnya hal-hal semacam itu tidak terjadi. Jangan sampai keputusan yang diambil justru merugikan petani dan masyarakat banyak,” sesalnya.

Meski pun begitu, berbagai tantangan di sektor pangan ini tak menyusutkan optimism Sulaeman terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Dia masih yakin, pemerintah bersama pengawalan DPR akan mampu memangkas pergerakan kartel pangan yang kerap menumpangi dinamika pasar dan kebijakan.

“Saya berkeyakinan pemerintah saat ini bisa, sangat bisa, kalau komunikasi seluruh komponen terbangun,” pungkasnya.

http://fraksinasdem.org/2015/11/20/sulaeman-hamzah-hadapi-kartel-pangan-tak-mungkin-bulog-sendirian/

BULOG TEGASKAN LAMPUNG TAK BUTUH BERAS IMPOR

Jumat, 20 November 2015


WE Online, Bandarlampung - Kepala Bulog Divisi Regional Lampung Didin Syamsudin mengatakan Provinsi Lampung tidak membutuhkan impor beras karena persediaan bahan pangan tersebut cukup untuk konsumsi hingga empat bulan ke depan.

"Untuk kebutuhan konsumsi lokal dibutuhkan ketersediaan sebanyak 8 ribu ton beras kelas medium dan premium setiap bulan, sedangkan stok yang dimiliki di gudang beras bulog kali ini adalah sebanyak 36 ribu ton," katanya di Bandarlampung, Jumat (20/11/2015).

Meski demikian, lanjut dia, beras impor tetap masuk melalui Pelabuhan Panjang, Lampung. Namun beras impor tersebut hanya transit sementara di gudang Bulog Lampung kemudian didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan beras di sejumlah daerah di Sumatera bagian selatan seperti Jambi dan Bengkulu.

Didin menjelaskan, tingkat penyerapan beras Lampung juga pada periode Juni hingga November 2015 sudah mencapai 88 ribu ton.

"Angka tersebut masih lebih rendah dari target serapan Bulog Divre Lampung untuk 2015 yaitu 90 ribu ton," kata dia.

Saat ini Bulog Divre Lampung memiliki mitra kerja sebanyak 70 penggilingan untuk memenuhi target penyerapan beras petani. Pada 2016 bulog menargetkan akan ada peningkatan mitra kerja hingga 700 penggilingan, jumlah tersebut merupakan 10 persen dari total 7 ribu penggilingan padi yang terdaftar di seluruh Lampung.

Target serapan bulog divre Lampung adalah sebanyak 100 ribu ton dan hanya terealisasi sebanyak 80 ribu ton saja, realisasi serapan tertinggi bulog sepanjang lima tahun terakhir pernah tercapai pada 2013 yaitu sebanyak 113 ribu ton. Meski demikian, angka tersebut masih di bawah target serapan bulog saat itu yang sebanyak 125 ribu ton. (Ant)

http://wartaekonomi.co.id/berita80773/bulog-tegaskan-lampung-tak-butuh-beras-impor.html

Jumat, 20 November 2015

Banyumas Tolak Impor Beras

Kamis, 19 November 2015
     
Warga Banyumas tidak perlu khawatir terhadap kemungkinan harga beras semakin melonjak.

BANYUMAS-Bupati Banyumas Achmad Husein menolak beras impor masuk ke wilayahnya. Ia menegaskan, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, surplus beras.

"Saya kan bawahan, kalau Gubernur Jateng bilang seperti itu (menolak beras impor), saya juga ikut. Kalau atasanya bilang A, bawahannya 'ngomong' Z, ya tidak seirama," katanya di Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Banyumas, Kamis (19/11).

Ia mengatakan bahwa warga Banyumas tidak perlu khawatir terhadap kemungkinan harga beras semakin melonjak maupun terjadinya kelangkaan bahan pangan itu.

Disinggung mengenai stok beras di gudang Bulog Subdivisi Regional Banyumas yang menipis, dia mengatakan bahwa ketersediaan beras di kabupaten itu tetap aman karena pada bulan Februari sudah ada petani yang panen.

Bahkan dalam kesempatan tersebut, dia memanggil Kepala Bulog Subdivre Banyumas Setio Wastono yang juga sedang berada di tempat itu.

Setelah mendapat penjelasan dari Setio Wastono terkait stok beras di gudang Bulog Banyumas, Bupati menegaskan persediaan beras untuk Kabupaten Banyumas dalam posisi aman.

"Tetap aman, karena bulan Februari sudah ada petani yang mulai panen, jadi aman. Kabupaten Kebumen kemarin malah dipasok dari Banyumas, berarti petaninya makmur," katanya.

Selain itu, kata dia, beras untuk keluarga sejahtera (rasta) yang sebelumnya hanya 13 kali dalam satu tahun akan ditambah menjadi 14 kali.

Keterangan sama ditegaskan Kepala Bulog Subdivre Banyumas Setio Wastono. Ia mengatakan bahwa stok beras "public service obligation (PSO)" maupun beras premium di gudang Bulog masih mencukupi kebutuhan hingga bulan Februari 2016.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga menolak beras impor mengkhawatirkan pun karena dikhawatirkan akan merugikan petani lokal.

http://www.sinarharapan.co/news/read/151119054/banyumas-tolak-impor-beras


Serapan Beras Lokal Bulog Kalah dari Pengusaha

Kamis, 19 November 2015

Padang, (AntaraSumbar) - Badan Urusan Logistik (Bulog) Divre Sumatera Barat (Sumbar) kesulitan bersaing dengan pengusaha dari provinsi tetangga untuk memenuhi target serapan beras lokal 2015 yang mencapai 8.000 ton.

"Pengusaha dari luar daerah tersebut sangat paham bahwa Bulog hanya bisa membeli beras sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yaitu Rp7.300/kilogram. Mereka membeli dengan harga di atas itu hingga serapan beras lokal kita tidak bisa maksimal," kata Kepala Bulog Divre Sumbar Arjun Ansol Siregar di Padang, Kamis.

Menurutnya, hingga November 2015, realisasi serapan beras lokal baru mencapai 3100 ton atau 38.75 persen.

Ia menyebutkan, pengusaha yang rutin membeli beras dari Sumbar, rata-rata datang dari Provinsi Riau, Jambi dan Bengkulu.

"Biasanya mereka membeli dengan harga sedikit di atas HPP, kemudian menjual kembali ke luar daerah dengan harga yang jauh lebih tinggi," katanya.

Selain itu menurutnya, kualitas beras di Sumbar juga relatif bagus sehingga harganya juga relatif mahal di atas harga HPP.

Menurutnya, hampir setiap bulan ada panen, sehingga harga beras di tingkat petani memang selalu tinggi.

"Hal itu berbeda dengan di Pulau Jawa, yang memiliki masa panen raya, sehingga ketika panen harga beras cenderung turun,¿ ujarnya.

Menurut Arjun, agar di tahun 2016 Bulog mampu meningkatkan serapan beras lokal, mulai saat ini Bulog dibantu Korem 032 Wirabraja melalui babinsa, memetakan masa panen sekaligus sebaran lokasi penggilingan beras.

"Mudah-mudahan, tahun depan, serapan kita sesuai target," katanya.

Salah seorang pengusaha penggilingan beras di Payakumbuh, Iwan (48) mengatakan, rata-rata jenis padi yang ditanam di daerah itu adalah kualitas bagus sehingga harga jual juga relatif mahal.

"Jarang sekali ada beras Payakumbuh yang harga jualnya di bawah Rp7300/kilogram," katanya.

Ia mengatakan, beras di daerah itu sebagian memang dibeli oleh pedagang dari Pekan Baru, Riau. (*)

http://sumbar.antaranews.com/berita/163475/serapan-beras-lokal-bulog-kalah-dari-pengusaha.html

Bulog Impor Beras 500.000 ton dari Thailand

Kamis, 19 November 2015

JAKARTA. Perum Bulog telah mendapatkan penugasan impor beras dari luar negeri sebesar 1,5 juta ton. Beras tersebut diimpor dari Vietnam sebesar 1 juta ton.

Yang terbaru dari Thailand, Bulog impor sebesar 500.000 ton. Dengan demikian impor 1,5 juta ton sudah siap mengguyur pasar Indonesia.

Menurut Direktur Pengadaan Bulog Wahyu, penandatanganan kontrak pembelian beras dari Thailand telah diteken Bulog beberapa waktu lalu dengan volume impor sebesar 500.000 ton. Untuk pengiriman beras tersebut ke Indonesia, Bulog memerlukan waktu seminggu atau dua minggu lagi. "Jadi baru masuk nanti bulan Desember," ujar Wahyu di Gedung DPR, Kamis (19/11).

Sementara itu, impor beras dari Vietnam sudah masuk sebanyak 155.000 ton dari 1 juta ton yang sudah diteken kontraknya. Beras tersebut telah disebar ke sejumlah pelabuhan antara lain di Lhokseumawe, Medan, NTT, Papua, Surabaya dan di sejumlah gudang-gudang tempat transit.

Wahyu mengatkan saat membeli beras dari Thailand sempat terjadi negosiasi yang alot. Negosiasi alot tersebut bukan hanya saja masalah harga, tapi juga kualitas beras yang hendak dibeli Bulog. Bulog menginginkan beras kualitas bagus dengan harga terjangkau. "Jadi kita sangat hati-hati dalam pemeriksaan kualitas beras dan penunjukkan surveyor," imbuh Wahyu.

Menurut Wahyu, ketika membeli beras dari Vietnam, mereka juga mengikuti persyaratan yang diajukan Bulog. Kalau semua beras impor sebanyak 1,5 juta ton itu sudah masuk, maka akan dijadikan cadangan pangan nasional untuk mengantisipasi dampal El Nino.

http://m.kontan.co.id/news/bulog-impor-beras-500000-ton-dari-thailand

Kamis, 19 November 2015

13 Titik Paling Rawan Penyelundupan Beras

Rabu, 18 November 2015

JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan merilis data penindakan penyelundupan beras selama tahun 2015. Dari data ini, terdapat 13 daerah yang menjadi titik rawan penyelundupan beras sepanjang tahun 2015.

Daerah tersebut adalah Kepulauan Riau, Batam, Tanjung Balai Karimun, Sumatera Barat, Aceh, Entikong, Bandung, Dumai, Jambi, Tanjung Pinang, Tembilahan, Tanjung Priok, dan Batam. dengan total penindakan mencapai 47 kasus hingga September 2015.

Menurut Kasubbid Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Prijo Andono, angka penyelundupan ini selalu meningkat selama tiga tahun terakhir. "Dari tahun 2013 selalu meningkat. Tahun 2013 ada 37 kasus, tahun 2014 ada 38 kasus, dan sekarang hingga September 2015 sudah ada 47 kasus," tuturnya.

Peningkatan jumlah penyelundupan beras ini disebabkan oleh banyaknya pelabuhan tradisional di Pulau Sumatera dan minimnya pengawasan di daerah perbatasan Kalimantan.

http://economy.okezone.com/read/2015/11/18/320/1251681/13-titik-paling-rawan-penyelundupan-beras

Syarat Beras RI Bisa di Ekspor

Rabu, 18 November 2015


JAKARTA - Selain impor beras, Indonesia ternyata juga memiliki syarat yang ketat untuk melakukan ekspor beras. Hal tersebut dilakukan bila pasokan beras dalam negeri melebihi kebutuhan.

Perwakilan Direktorat Jenderal Impor Kementerian Perdagangan, Eko Priyantono mengatakan, walaupun pasokan melebihi kebutuhan, diperlukan beberapa syarat. Syarat pertama beras yang dapat di ekspor adalah beras yang tidak diproduksi melalui sistem pertanian organik (anorganik).

"Pada tingkat kepecahan paling tinggi 5 persen dapat di ekspor oleh BUMN, BUMD, dan swasta. Sedangkan untuk tingkat kepecahan 5 persen hingga 25 persen hanya dapat diekspor oleh Bulog,” ujar Eko di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Rabu (18/11/2015).

Syarat kedua, lanjutnya, beras ketan hitam dan beras organik yang memiliki tingkat kepecahan mencapai 25 persen. Untuk jenis beras ini pun dapat di ekspor oleh BUMN, BUMD, dan swasta.

Pembagian ekspor beras berdasarkan tingkat kepecahan ini dilakukan agar Bulog dapat mengontrol ekspor beras dengan tingkat kepecahan yang tinggi. Namun, pemerintah saat ini juga tidak menutup keran bagi pihak swasta untuk melakukan ekspor beras dengan syarat kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi.

(rzy)

http://economy.okezone.com/read/2015/11/18/320/1251849/syarat-beras-ri-bisa-di-ekspor

Penyelundupan 853 Ton Beras Ilegal Digagalkan Bea Cukai

Rabu, 18 November 2015

JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia melaporkan telah berhasil menyita beras selundupan sebanyak 853 ton hingga September 2015. Jumlah ini diperoleh dari 42 kasus penyelundupan yang berhasil diketahui oleh Bea Cukai.

Kasubbid Penyidikan Direktorat Jendral Bea Cukai, Prijo Andono, menyatakan bahwa beras selundupan ini sebagian besar diamankan dari pantai timur Sumatera.

"Sebagian besar di pantai timur, seperti Kepulauan Riau. Tapi kita masih kekurangan anggota disana. Sehingga, masih terdapat kemungkinan penyelundupan beras yang dilakukan di pelabuhan tradisional lainnya,”ujar dia.

Prijo menambahkan, selama ini Bea Cukai mengalami kendala untuk mencegah penyelundupan beras, terutama untuk daerah Batam dan pelabuhan tradisional lainnya di Kepulauan Riau.


"Kepulauan Riau menduduki peringkat tertinggi. Tidak hanya tahun ini, sejak tahun 2013. Batam tahun ini menduduki peringkat kedua. Untuk Batam kita juga kesulitan, itu FTZ (free trade zone),” tuturnya.

Untuk itu, Prijo mengharapkan beban pengawasan ini tidak hanya diserahkan kepada Ditjen Bea Cukai. Perlu dukungan dari semua pihak terutama informasi dari pedagang beras di pasar-pasar induk terkait penyelundupan beras.

Sekadar informasi, tahun ini Bea Cukai berhasil melakukan 33 penindakan yang berada dalam lingkup Kanwil DJCB khusus Kepulauan Riau. Angka ini merupakan yang tertinggi di Indonesia dan kemudian disusul oleh Batam sebanyak tujuh kasus.

Untuk jenis beras yang diimpor, Prijo mengaku belum mengetahui secara detail jenis beras yang berhasil diamankan. "Banyak sekali berasnya, bisa jadi juga beras ketan kan. Nanti kita cek dulu,”ujar Prijo.

http://economy.okezone.com/read/2015/11/18/320/1251707/penyelundupan-853-ton-beras-ilegal-digagalkan-bea-cukai

Ganjar tolak beras impor masuk ke Jateng

Rabu, 18 November 2015

Klaten (ANTARA News) - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menolak beras impor dari negara lain masuk ke Provinsi Jateng dengan alasan apapun karena dikhawatirkan akan merugikan petani lokal.

"Impor beras jangan sampai masuk ke Jateng, terus terang saya tidak setuju tapi kalau pemerintah pusat punya alasan lain, saya menghormati," kata Ganjar di sela kunjungan kerja di Kabupaten Klaten, Rabu.

Ganjar mengungkapkan bahwa masuknya beras impor ke Jateng akan merusak harga beras yang ada di pasaran sehingga merugikan para petani.

Menurut Ganjar, berdasarkan hasil penghitungan yang dilakukan pihaknya, stok beras di Jateng aman hingga April 2016.

"Surplus beras di Jateng itu sekitar 3 juta ton lebih, masih cukup hingga April tahun depan," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Ganjar mengaku sudah menginstruksikan Badan Ketahanan Pangan untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak guna mencegah masuknya beras impor ke Jateng.

Sebelumnya, Kepala Badan Ketahanan Pangan Jawa Tengah Whitono mengatakan bahwa stok beras di provinsi setempat mencukupi hingga akhir 2015 karena produksi beras mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.

"Produksi beras di Jateng pada 2015 diperkirakan mencapai 10,6 juta ton atau mengalami peningkatan mencapai 10,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya sehingga mencukupi dan tidak butuh beras impor, sedangkan cadangan beras di Jateng saat ini masih mencapai sekitar 1 juta ton.

Menurut dia, cadangan beras sebanyak itu terdapat di rumah tangga petani, konsumen, penggilingan, maupun pedagang.

"Kebutuhan besar di Jateng sekitar 250 ribu ton per bulan, artinya selama empat bulan ke depan masih aman," katanya.

http://www.antaranews.com/berita/530175/ganjar-tolak-beras-impor-masuk-ke-jateng

Rabu, 18 November 2015

Relasi Beras dan Kursi dalam Karya Hunger Inc

Relasi Beras dan Kursi dalam Karya Hunger Inc

Instalasi HUNGER INC. karya Elia Nurvista dan Fajar Riyanto 

S E L A Y A N G    P A N D A N G Hunger inc. merupakan salah satu dari sekian karya yang terpajang di Jogja National Museum Yogyakarta dalam rangka pameran Bienalle Jogja XIII yang bertema “Hacking Conflicts”. Karya instalasi dengan dimensi 1,8 m x 0,7 m x 2 m ini merupakan hasil kreasi dua seniman Yogyakarta bernama Elia Nurvista dan Fajar Riyanto. Hunger inc. dibuat dengan cara menyusun 25 buah karung beras beserta isinya menjadi tumpuk empat dengan sebuah kursi berkaki tiga tanpa sandaran yang diletakkan sejajar dengan lapisan terbawah tumpukan beras. Kursi tersebut berperan sebagai penyokong karung beras di sekitarnya. Selain itu, terlihat pula sebagian beras yang berceceran di bagian bawah tumpukan karung beras serta beberapa karung beras yang isinya berkurang atau bahkan kosong. Di depan masing-masing karung, terdapat logo Hunger inc. yang sangat mirip dengan logo Bulog; delapan buah telapak tangan menengadah berwarna oranye dengan formasi menyerupai ruji-ruji lingkaran atau bilah-bilah kipas angin beserta tulisan sans serif Hunger inc berwarna biru donker di bawahnya.

L E B I H   J A U H    M E N G E N A I    H U N G E R    I N C.
Instalasi Hunger inc. dibuat dengan menggunakan 25 buah karung beras  semi transparan dengan garis berwarna oranye (#df5829) di kedua sisi sampingnya. Karung-karung tersebut berisi beras yang warnanya kekuningan. Selain itu, karya di atas juga menggunakan material kursi kayu berkaki tiga warna coklat asli kayu (#916d44 - #281309) tanpa sandaran. Kursi tersebut diletakkan di bagian kanan instalasi, menyatu dengan tumpukan karung beras sebagai penopang tumpukan beras di atas dan di sampingnya kanan kirinya. Di bagian depan karung, terdapat logo yang desainnya sangat mirip dengan logo Bulog. Logo tersebut berukuran 25 cm x 30 cm dengan gambar 8 tangan kiri menengadah berwarna oranye (#df5829)  dengan formasi seperti ruji-ruji lingkaran dan ujung jari menghadap ke luar lingkaran. Di bawah obyek tersebut, terdapat logotype Hunger inc. dengan huruf kapital sans serif berwarna biru tua (#284293). Beberapa karung yang terdapat di dalam instalasi tersebut tampak sudah berkurang isinya, bahkan ada yang tinggal karungnya saja. Pemandangan tersebut didukung oleh beras yang berceceran di sekitar tumpukan karung dan kaki-kaki kursi.

M A K N A
Parodi Bulog adalah impresi yang akan langsung kita dapatkan ketika melihat karya instalasi ini. Logogram Hunger inc. yang terang-terangan mencomot desain logo Bulog dimaksudkan untuk membuat orang langsung memahami latar belakang dan konteks instalasi Hunger inc. Dilansir oleh Tempo.com, pada tanggal 14 Agustus 2015, terjadi penggrebekan kasus raskin (beras untuk rakyat miskin) di Cibinong, Bogor. Raskin yang seharusnya disalurkan oleh Bulog ke rakyat  miskin, justru dioplos dan diselewengkan demi kepentingan ekonomi pihak-pihak tertentu. Sebelumnya, pada tanggal 30 Juni di tahun yang sama, kepala desa Bunten Barat, Sukaryadi, dilaporkan atas kasus dugaan penggelapan bantuan beras miskin tahun 2012-2014. Tempo juga melansir bahwa 400 ribu ron raskin tidak sampai pada sasaran pada tahun 2010, sementara trendnya terus meningkat dari tahun 2004-2010. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi kesenjangan realisasi raskin di lapangan. Bulog yang bertugas menyalurkan raskin kepada rakyat yang membutuhkan, tentunya menjadi aktor utama yang patut dipersalahkan dalam kasus penyelewangan ini. Oleh karena itu, Elia dan Fajar memarodikan Bulog menjadi Hunger inc. yang artinya ‘Perusahaan (Pencipta) Kelaparan’ (tidak bisa secara harfiah diterjemahkan menjadi ‘Perusahaan Kelaparan’). Sumber dana raskin yang berasal dari rakyat untuk kemudian seharusnya kembali disalurkan kepada rakyat yang membutuhkan, justru diselewengkan oleh oknum-oknum yang berkuasa sehingga menyebabkan defisit dalam neraca distribusi raskin. Defisit tersebutlah yang disebut “kelaparan”, karena penyelewengan tersebut berarti terampasnya hak masyarakat miskin untuk terhindar dari kelaparan. Hunger inc. mencoba mendekonstruksikan Bulog dalam format parodi. Bulog yang selama ini dipandang sebagai suatu instutisi penyalur beras bagi rakyat miskin, dirombak maknanya oleh Elia dan Fajar menjadi suatu instansi yang justru menciptakan kelaparan atau merampas hak sebagian rakyat miskin untuk terhindar dari kelaparan.  Simbol tangan berwarna oranye dengan formasi ruji-ruji lingkaran yang selama ini melekat dengan Bulog, didekonstruksi dan dilabeli ulang dengan nama Hunger inc., sesuai dengan realitas yag ditangkap oleh kedua perupanya.

Logo Hunger inc. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, logo Hunger inc. dapat dikatakan hampir persis dengan logo Bulog; delapan buah telapak tangan menengadah berwarna oranye dengan formasi menyerupai ruji-ruji lingkaran atau bilah-bilah kipas angin beserta tulisan sans serif Hunger inc berwarna biru donker di bawahnya. Logogram Hunger inc. (dan juga Bulog) menunjukkan telapak tangan manusia yang terbuka ke berbagai arah dengan arah tangan mengikuti pola jarum jam. Asumsi gerakan ke kanan mengikuti arah jarum jam tersebut muncul ketika kita menilik kembali bagaimana proses memberi-menerima terjadi; ketika ada permintaan/kebutuhan, maka saat itu akan ada alasan bagi orang untuk memberi. Dengan titik awal tangan menuju ke atas (menunjuk angka 12, dalam arah jarum jam), maka gerakan tangan yang akan terlihat adalah menengadah (meminta/membutuhkan) dulu, barulah kemudian gerakan tangan menjadi menelungkup (memberi). Dalam konteks logo Bulog, hal tersebut dapat dimaknai sebagai ‘perputaran’; raskin yang dananya diperoleh dari pajak dari rakyat yang kemudian akan didistribusikan lagi kepada rakyat yang membutuhkan. Simbol tangan digunakan untuk menggambarkan tindakan memberi dan menerima. Namun, dalam konteks Hunger inc., ‘perputaran’ ke arah kanan (searah jarum jam) tersebut mengarah kepada kursi yang diletakkan di sebelah kanan. Terdapat beberapa makna yang kemudian muncul dari hal tersebut. Pertama, sebenarnya selama ini Bulog justru memiliki kecenderungan untuk menguntungkan orang-orang yang memiliki kekuasaan, terutama yang terkait dengan Bulog, secara ekonomi. Hal tersebut terbukti dari maraknya penyelewengan raskin yang ironisnya justru dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang mendistribusikannya. Kedua, program Bulog itu sendiri dimunculkan untuk membangun fondasi hierarki sosial dan hierarki kekuasaan antara pemerintah dan rakyat jelata. Dengan adanya status pemberi dan penerima, maka otomatis akan muncul kedudukan superior dan inferior. Ide-ide yang berasal dari hierarki yang lebih tinggi, biasanya akan lebih mudah diterima oleh masyarakat luas. Sebagai contoh, akan lebih mudah menerima sosok Lady Gaga yang memakai gaun berbahan daging ketimbang orang awam yang melakuan hal yang sama. Selain itu, ketika rakyat kenyang, pemerintah akan lebih mudah menggelontorkan ide, program atau kebijakan mereka ke publik. Sebaliknya, rakyat akan mudah dimobilisasi oleh pihak oposisi pemerintah untuk melakukan demonstrasi ketika mereka kelaparan. Kegiatan memberi dan menerima ini juga merupakan suatu permainan hierarki sosial, dimana seolah-olah pemerintahlah yang menjadi penyandang dana atas program-program bantuan bagi rakyat miskin ini. Padahal, sumber dana justru sebagian besar berasal dari rakyat juga (dalam bentuk pajak). Relasi beras, kursi dan hierarki sosial Makanan adalah salah satu syarat yang paling esensial untuk bertahan hidup. Karenanya, secara denotatif makanan adalah, seperti yang telah disebutkan, unsur untuk bertahan hidup (Danesi, 2010: 224). Beras, yang termasuk dalam golongan (bahan) makanan, tentunya dapat dengan mudah diinterpretasikan sebagai salah satu unsur bertahan hidup. Kemudian, kode-kode mengarahkan interpretasi pada sebuah konteks (Danesi: 2010, 25). Dalam kode sosial di negara-negara agraris Asia seperti Indonesia, terutama ketika dikaitkan dengan kode simbolik dan kebudayaan, beras kerap dikonotasikan sebagai lambang kemakmuran, kejayaan, kekuatan, kesejahteraan dan kenyamanan. Bahkan, pada periode pemerintahan orde baru, swasembada beras dijadikan salah satu tolok ukur kemakmuran negara. Sementara, obyek utama kedua dalam karya instalasi di atas yaitu kursi, merupakan salah satu simbol kekuasaan yang paling sering digunakan. Kursi mampu memberikan kenyamanan bagi penggunanya. Kekuasaan dan kemakmuran menciptakan hierarki sosial di dalam masyarakat; ketika seseorang memiliki salah satu atau keduanya, maka ia akan dinilai lebih superior dibandingkan mereka yang memilikinya dalam jumlah lebih sedikit atau bahkan tidak memilikinya sama sekali.   Barthes menyebutkan tatanan pertama dalam lapisan makna sebagai denotasi. Denotasi adalah proses yang melaluinya diciptakan makna sehari-hari yang melaluinya diciptakan makna sehari-hari yang jelas dan sesuai dengan akal sehat (Barton, 2010: 108). Dalam instalasi Hunger inc., beras dan kursi memiliki relasi yang sangat kuat dan secara logis dapat langsung dikaitkan dengan kemakmuran dan kekuasaan. Kedua unsur tersebut secara denotatif menceritakan kasus penyelewengan beras Bulog, kemudian secara konotatif dapat dimaknai sebagai relasi antara kemakmuran dan kekuasaan yang pada akhirnya menciptakan suatu hierarki sosial. Secara denotatif, kursi yang mengganjal tumpukan karung tersebut dapat dimaknai sebagai kebolongan/ kebocoran distribusi beras yang dapat ditutupi (secara visual diganjal) oleh kursi (kekuasaan). Sementara, beras yang berceceran dan karung-karung kosong  atau berkurang isinya menggambarkan kebocoran/ penyelewengan beras yang selama ini terjadi di dalam tubuh Bulog. Dalam perspektif yang lain, kursi di dalam instalasi itu bukan dipersepsikan sebagai pengganjal, namun karung-karung beras tersebut tadinya justru memang sengaja diletakkan di atas kursi, namun karena sudah melebihi kapasitas kursi itu sendiri, maka kemudian karung-karung tersebut berjatuhan sampai berceceran di sekitar kursi. Makna konotasi lain yang muncul  dari perspektif ini adalah mengenai prasyarat memperoleh beras (kemakmuran) itu sendiri. Kursi (posisi/jabatan/kekuasaan tertentu) dipandang sebagai suatu tingkatan sosial yang harus dicapai untuk memperoleh beras (kemakmuran). Oleh karena itu, Elia dan Fajar menampilkan sebuah kursi yang berlimpah beras berkarung-karung (posisi/ jabatan berlimpah kemakmuran) sebagai simbolisasinya. Selain itu, lapisan tumpukan karung beras yang berjumlah empat juga secara konotatif memiliki makna tersendiri. Jumlah tumpukan tersebut menggambarkan tingkatan hierarki dalam distribusi raskin; pemerintah pusat, Bulog, pemerintah daerah, dan yang paling bawah adalah rakyat miskin. Tatanan kedua dalam signifikansi yang diidentifikasi oleh Barthes disebutnya konotasi. Pada level ini, keseluruhan tanda yang diciptakan dlam denotasi menjadi penanda bagi babak kedua pemunculan makna. Petanda dalam level ini adalah konteks, baik personal maupun budaya, yang di dalamnya pembaca, pendengar, atau pengamat tanda memaami dan menafsirkannya (Barton, 2010: 108). Secara konotatif, relasi kursi dan beras (kekuasaan dan kemakmuran) dapat dimaknai sebagai suatu proses rekayasa atau permainan kedudukan dan pengaruh sosial di  masyarakat (khususnya Indonesia). Beras dan kursi (kemakmuran dan kedudukan) dalam instalasi ini ditata sedemikian rupa untuk mendekonstruksi anggapan mengenai superior-inferior, atau lebih tepatnya membongkar habis-habisan permainan pembentukan hierarki sosial yang terkait dengan dua variabel tersebut. karya Hunger inc. ini dimaksudkan sebaga aksi resistensi dan penawaran paradigma baru mengenai bagaimana hierarki sosial terbentuk di masyarakat. Terdapat beberapa makna yang kemudian muncul ketika kita menggali lebih dalam makna karya Hunger inc. ini. Pertama, hierarki sosial (superior-inferior) adalah suatu hasil rekayasa. Orang-orang dengan kedudukan (kursi) mampu menghimpun dana/kemakmuran (beras) dari rakyat, yang kemudian ditimbun dan sebagian dikembalikan lagi kepada rakyat yang membutuhkan. Secara kasat mata, terjadi proses memberi oleh orang yang berkedudukan dan aksi menerima yang dilakukan masyarakat miskin. Dalam hampir seluruh tatanan kebudayaan, tentunya si pemberi dinilai superior sementara penerima dipandang inferior. Padahal, sumber dana pemberian tersebut berasal dari rakyat juga, dan orang berkedudukan (pejabat) hanya berfungsi sebagai penyalur. Oleh karena itu, fenomena ini kemudian disebut sebagai ‘permainan hierarki sosial’, karena kedudukan superior-inferior yang kemudian muncul, bukan berasal dari nilai sebenarnya dari kedua belah pihak yang terlibat. Makna kedua yang muncul adalah dekonstruksi mengenai kemakmuran dan kedudukan. Selama ini, kita memandang bahwa kemakmuran akan membawa orang pada suatu kedudukan (tingkat hierarki sosial) yang lebih tinggi. Namun, dalam prakteknya di ranah pemerintahan, seseorang biasanya memperoleh kedudukan untuk mengejar kemakmuran. Hal tersebut terbukti dengan tingginya tingkat korupsi yang disimbolkan dengan gundukan beras di sekitar kursi. Makna ketiga yang muncul adalah, kemakmuran (beras) dapat difungsikan sebagai pelindung kekuasaan (kursi). Supremasi hukum yang seharusnya berlaku merata bagi semua orang, dapat dengan mudahnya dipatahkan oleh harta dan kedudukan. Hukum di Indonesia, yang diharapkan mampu melindungi semua orang tanpa terkecuali,  dalam realitasnya justru lebih sering runcing ke bawah. Karung-karung beras yang meliputi ketiga sisi kursi (kanan, kiri, atas), dapat dipersepsikan sebagai benteng yang melindungi suatu kedudukan. Kemakmuran (harta) dapat menjadikan seseorang seolah kebal akan apapun. Hal tersebut juga merupakan salah satu bentuk permainan hierarki sosial yang menjadi ide utama makna denotatif instalasi Hunger inc. ini. Kemakmuran dan kedudukan mampu membuat seseorang melejitkan kedudukannya sendiri menjadi di atas hukum, yang seharusnya berdiri di puncak hierarki sosial.

P E N U T U P
Hunger inc.  menampilkan parodi yang cukup gamblang mengenai kasus Bulog yang sudah bertahun-tahun mengalami penyimpangan di sana-sini dan tidak dapat tersalur sepenuhnya dengan baik. Selain itu, dalam lapisan makna yang lebih mendalam, karya instalasi ini telah membeberkan pembentukan hierarki sosial yang selama ini direkayasa/dipermainkan oleh beberapa oknum. Rakyat dijejali dengan kesejateraan semu demi tercapainya tujuan pihak-pihak tertentu. Posisi superior-inferior diciptakan dalam tatanan masyarakat agak mereka yang berkedudukan mampu mengendalikan orang-orang yang (menganggap diri mereka) berada di lapisan bawah masyarakat. Bahkan, supremasi hukum pun mampu dipermainkan oleh harta dan jabatan. DAFTAR PUSTAKA Will Barton dan Adrew Beck. Get Set for Communication Studies, diterjemahkan oleh Ikramullah Mahyudin (Yogyakarta: Jalasutra, 2010) Marcel Danesi. Messages, Signs and Meanings: A Basic Textbook in Semiotics and Communication Theory (Third Edition), diterjemahkan oleh Evi Setyarini dan Lusi Lian Piantari ( Yogyakarta: Jalasutra, 2010)

Tautan: Tempo.com

Selasa, 17 November 2015

STOK BERAS BULOG AMAN

SERAPAN RASKIN DI KABUPATEN SERANG TAK PERNAH 100 %

Senin, 16 November 2015

SERANG, (KB).-
Serapan beras untuk rumah tangga miskin (Raskin) selama satu tahun di Kabupaten Serang tidak pernah mencapai 100 persen. Hal itu diduga karena banyak desa yang kuota rumah tangga sasaran (RTS) nya sedikit.
Kepala Bulog Sub Divre Serang-Cilegon Guntur Muayad Bustomi mengatakan, serapan raskin untuk Kabupaten Serang selama ini paling sekitar 98 persen.
Berdasarkan data dari Bulog Sub Divre Serang-Cilegong, ada desa yang RTS nya hanya satu yaitu Desa Sikatani Kecamatan Cikande, kemudian sejumlah desa lainnya ada yang RTS nya di bawah 20 yaitu Desa Kamurang hanya 19 RTS dan Desa Gemborudik Kecamatan Cikande hanya 8 RTS.
Guntur mengatakan, perubahan data RTS, yang mengupayakan itu Badan Pusat Statistik. Namun, di saat statisik menyuguhkan data yang memutuskan Tim Nasional Percepetan Penanggulangan Kemiskinan dari Pemerintah Pusat.
"Mudah-mudahan tahun ini ada perubahan RTS yang sesuai dengan di lapangan, sekarang juga bukan di TNP2K lagi, tetapi di Kementerian Sosial karena bersamaan dengan bantuan lain," tuturnya.
Sementara, terkait penyerapan raskin reguler di Kabupaten Serang, Guntur mengatakan, jumlaah pagu sampai November 2015 yang harus diserap 9.794.895 kilogram, realiasasi sampai 12 November, 8.239.395 kilogram, apabila dipersentasekan terhadap pagu 11 bulan atau sampai November penyaluran baru 84,12 persen, sisa pagu 11 bulan penyaluran yang belum terserap 1.555.500 kilogram.
"Sementara penyerapan terhadap pagu 12 bulan sampai Desember 2015 baru 77,11 persen. Total pagu 1 tahun sebanyak 10.685.340 kilogram, dengan jumlah RTS sebanyak 59.363 RTS, dengan jumlah titik distribusi 314 titik," katanya.
Untuk serapan raskin, Guntur mengatakan, pihaknya juga sudah meminta ke komisi II DPRD Kabupaten Serang, untuk melakukan hearing per tiga bulan, antara Bulog, Pemkab, DPRD dan desa kecamatan yang belum menyerap. "Satu tahun buat empat kali evaluasi dan hearing saja untuk serapan raskin, kemudian kalau perlu dewan juga ikut turun mengawasi penyaluran, saya sampaikan itu saat Komisi II datang ke Bulog Sub Divre Serang Cilegon pekan lalu. Untuk serapan ini, optimis terserap keseluruhan, kemungkin Kabupaten Serang dapat menyerap 100 persen," katanya. (H-40)***

http://www.kabar-banten.com/news/detail/26941