Selasa, 05 April 2016

IMPOR JAGUNG JANGAN DIMONOPOLI BULOG‎

SENIN, 04 APRIL 2016
 
RMOL. ‎Bulog diminta supaya tidak melakukan monopoli impor terhadap produk jagung yang digunakan untuk pakan ternak. Sebelum menerapkan kebijakan strategis yang berkaitan dengan impor, semestinya pemerintah dapat melibatkan pihak swasta dan jangan memusuhinya.

‎Pendapat tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (Gappi), Anton J Supit menyikapi kebijakan pemerintahan dalam membatasi impor terhadap produk jagung dan kedelai pakan ternak. Kebijakan yang telah dilakukan sejak Agustus 2015 itu ternyata membuat konsumen merugi karena harga melambung tinggi.

‎"Puncaknya terjadi pada saat dimulainya pembatasan impor. Harga jagung naik dari sebelumnya Rp 3.000 menjadi Rp 7.000 per kilogramnnya," kata Anton kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/4).

‎Anton sependapat bahwa perlu adanya pemberdayaan petani dalam negeri. Namun jika pemerintah ingin memberlakukan pembatasan impor tentunya harus dibarengi dengan data produksi dalam negeri yang akurat.

‎Lebih jauh Anton juga mengingatkan bahwa cara berpikir yang keliru kalau semangat anti-impor itu dijadikan dogma yang bersifat dosa. ''Itu sudah tidak benar. Kalau negara lain sudah berpikir seperti itu, lantas barang kita nanti mau dijual kemana?'' ujarnya sambil mengingatkan pentingnya meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia.

‎Lantas berkaitan dengan peran Bulog yang sekarang ini diberi kewenangan mengendalikan keran impor, Anton berharap pemerintah seharusnya bisa mengikuti aturan. Semestinya, kata dia, kewenangan ekspor dan impor itu ada di bawah kendali Kementerian Perdagangan. Sementara kementerian pertanian itu bertanggungjawab untuk membela petani.

‎''Tentunya harus ada koordinasi agar tidak ada overlapping. Oleh karena itulah, peranan menteri koordinator menjadi penting (untuk mekanisme impor) karena di sini ada dua kepentingan, konsumen dan petani,'' cetus dia.

‎Secara terpisah, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Edhy Prabowo mengingatkan dalam kaitannya dengan mekanisme impor sebaiknya diserahkan kepada BUMN, bukan menempatkan Bulog sebagai alat impor. Pihak BUMN perlu diberikan kewenangan supaya terjadi pengendalian harga yang jelas. ''Selama ini kan Bulog fungsi utamanya menjaga kestabilan harga di pasar,'' katanya.

‎Berkaitan dengan harga yang melambung tinggi pascapenerapan pembatasan impor, Edhy menilai hal yang perlu dilihat adalah tata kelola dalam distribusi produk pertanian tersebut. Ia juga meminta agar pihak Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan bisa melakukan koordinasi secara intensif agar gejolak harga bisa lebih diantisipasi.

‎"Kalau ada yang dirugikan, tinggal ditanya permasalahannya dimana. Kementerian Pertanian pasti sudah punya data, misalnya jagung bagaimana, kedelai bagaimana. Kalau itu sudah tidak ada, baru dipikirkan impor," tandasnya.

‎Selain permasalahan tata kelola, Edhy juga menilai permasalahan lainnya terletak pada proses distribusi. ''Perlu juga diperhatikan proses distribusi dari daerah produsen ke pasar sehingga tidak terjadi kenaikan harga pangan di pasaran,'' ujarnya. [sam]‎

http://www.rmol.co/read/2016/04/04/241976/Impor-Jagung-Jangan-Dimonopoli-Bulog%E2%80%8E-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar