Jumat, 24 Juni 2016

Optimisme Terukur

Jumat, 24 Juni 2016

Pemerintah sekarang lebih realistis dalam melihat persoalan dan merumuskan kebijakan pangan nasional. Kebijakan realistis itu tampak dari rasionalisasi impor bahan pangan, seperti daging sapi, yang semula sangat proteksionis berbasis kuota menjadi lebih terbuka.

Cara pandang yang realistis juga tampak dari pernyataan Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan kerja ke peternakan sapi PT Karya Anugerah Rumpin di Bogor, Jawa Barat?, pekan ini. Presiden mengatakan, swasembada daging sapi adalah program jangka panjang, butuh waktu dua periode pemerintahan (10 tahun) untuk mencapainya.

Meski tidak terang-terangan menyatakan pembenaran atas impor beras, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengungkapkan pandangan realistisnya. Lembong dalam rapat koordinasi pangan di Badan Pemeriksa Keuangan antara lain menyatakan, sejatinya impor beras 1,5 juta ton pada 2015 adalah jumlah yang sangat kecil atau hanya 5 persen daripada total konsumsi beras nasional 30 juta ton per tahun.

Dalam rapat koordinasi pangan di BPK, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman secara terbuka menyatakan bahwa dia tidak anti impor. Kalaupun terpaksa, impor pangan harus didasarkan pada kebutuhan, bukan keinginan.

Melihat pernyataan-pernyataan terbuka pejabat negara dan kebijakan-kebijakan terkait pangan akhir-akhir ini, tampaknya arah kebijakan pangan dan pembangunan pertanian pangan kita sedang berputar haluan. Bisa jadi ini muncul setelah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla belajar dari ketidakhati-hatian dalam pengambilan kebijakan terkait pangan pada awal-awal pemerintahannya.

Sekarang pemerintah bisa melihat persoalan pangan secara lebih utuh, bukan atas dasar pencitraan semata. Pemerintah sekarang memilih cara pandang dan sikap yang optimistis realistis.

Kebijakan pangan yang realistis tanpa dibarengi dengan optimisme yang terukur hanya akan menciptakan masalah dalam sistem produksi pangan nasional.

Pangan impor akan melanda negeri Indonesia bagaikan air bah, baik yang masuk secara resmi maupun ilegal. Ini karena ada kecenderungan, ketika kebijakan pangan lebih realistis, solusinya adalah impor. Pangan impor lebih digemari karena harga belinya lebih murah. Impor pangan akan memberi ruang lebih besar bagi para pemburu rente untuk bermain.

Kita senang karena pemerintah dan kita semua masih mempunyai sikap optimistis dalam membangun pertanian pangan Indonesia. Kita juga lebih senang ketika melihat pemerintah lebih realistis dalam melihat ketersediaan pangan dan kebutuhannya. (HERMAS E PRABOWO)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160624kompas/#/21/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar