Rabu, 22 Juni 2016
Ada kalimat bijak, "bicaralah dengan data". Data wajib ikut disajikan dalam setiap pembicaraan, pembahasan. Maknanya, agar pembicaraan tadi kian meyakinkan jika menggunakan data yang tepat. Jika demikian, semua keputusan yang akan diambil juga diyakini ketepatan, akurasi, dan bisa menyelesaikan permasalahan dengan lebih tuntas.
Bagaimana soal ketepatan dan akurasi data di negeri ini? Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam auditnya menemukan ada persoalan kronis terkait dengan data pangan. Data bermasalah berkaitan dengan data produksi dan produktivitas pangan. Demikian juga dalam data distribusi dan konsumsi pangan. Bahkan, juga berkaitan dengan data distribusi pupuk.
Alhasil, demikian BPK, terjadi kesenjangan dalam menghitung kebutuhan pangan dan penyediaan pangan. Kesenjangan ini menjadi pemicu terjadinya kegaduhan publik akibat dari harga pangan yang relatif tinggi, terutama pada saat kebutuhan meningkat menjelang hari raya, seperti Idul Fitri.
Lebih memprihatinkan lagi, secara implisit BPK mengatakan, masalah kronis data pangan ini membuat Indonesia sulit mengalkulasikan kebutuhan pangannya secara tepat. Sulit membuat strategi yang tepat dalam pengadaan pangan nasional. Boleh jadi juga, semua kebijakan impor pangan, entah beras, gula, sapi dan daging sapi, ataupun garam serta bawang, keliru semuanya.
Bicara soal data di negeri ini memang relatif lemah. Sejumlah pihak membuat data masing-masing yang kebanyakan mengakomodasi kepentingannya. Tak heran, Presiden Joko Widodo pernah meminta agar semua lembaga dan kementerian agar menggunakan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Kembali pentingnya "bicara dengan data" serta hasil audit BPK, sudah sepantasnya kualitas data di negeri ini ditingkatkan levelnya, akurasinya. Dikaitkan dengan seruan Presiden agar menggunakan data BPS, tentu saja diharapkan kualitas dan akurasi data BPS juga bisa diandalkan. Kecukupan tenaga, kompetensi, dan metode pengumpulan data harus yang memadai untuk menjamin akurasi dan kualitas data yang dihimpun. Sebuah keputusan jitu bisa diambil dari data ini.
Tak bisa ditampik bahwa keputusan dalam pengadaan pangan di negeri ini acap kali mengundang munculnya berbagai pertanyaan menggugat. Mengapa harus impor beras pada saat musim panen raya sebentar lagi datang? Impor ikan dilakukan bagi kebutuhan industri pengolahan ikan dalam negeri saat produksi ikan dilaporkan merebak. Demikian pula impor bawang pada saat panen berlangsung di sentra produksi bawang.
Semua keputusan pengadaan pangan melalui impor pada saat panen ini bisa saja terjadi karena sajian data produksi dan persediaan pangan yang buruk. Begitu juga dengan sajian data yang tidak akurat berkaitan dengan konsumsi dan kebutuhan pangan yang berlebihan. Pemerintah memilih mengimpor pangan karena khawatir kebutuhan pangan tidak terpenuhi dan harga pun melambung.
Suatu yang memprihatinkan dan tak bisa diterima apabila keputusan pengadaan pangan lewat impor ini karena memanipulasi data. Ada berbagai kepentingan yang berlindung di balik keputusan impor tadi. Yang pasti, manipulasi data terjadi karena sajian data tak pernah akurat. (PIETER P GERO)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160622kompas/#/17/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar