Rabu, 29 Juni 2016
PAMEKASAN – Sidang tiga terdakwa kasus dugaan korupsi beras untuk masyarakat miskin (raskin) di Bulog Sub Divre Madura XII kembali dilanjut. Mantan kepala Bulog Sub Divre Madura Suharyono dan wakilnya, Prayitno, dituntut sebelas tahun.
Hal itu setelah jaksa penuntut umum (JPU) membacakan tuntutan pada sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya Senin (27/6). Terdakwa Anugerah Rahman dituntut sepuluh tahun enam bulan.
Tuntutan itu beda tipis dengan Suharyono dan Prayitno. Yakni, hanya berselisih enam bulan. Prayitno sebagai asisten muda pengawasan Sub Divre Madura juga terlibat dalam kasus korupsi. Sementara dua terdakwa diduga kuat terlibat adanya pencairan uang dan pengeluaran beras.
Ketiga terdakwa sama-sama didenda Rp 600 juta subsider kurungan penjara satu tahun. Kasipidsus Kejari Pamekasan Agita Tri Moertjahjanto mengatakan, tuntutan JPU sudah sesuai dengan kesalahan terdakwa.
JPU sangat yakin, ketiganya bersalah dan terlibat dalam kasus korupsi di internal bulog. ”Mereka sudah terbukti bersalah dalam persidangan,” katanya Selasa (28/6).
Suharyono dan Prayitno, jelas dia, diketahui menandatangani beberapa dokumen yang dinilai fiktif. Baik pengeluaran beras maupun pencairan uang. Selain itu, Kasub dan mantan Kasub Bulog Divre Madura diketahui terlibat atas hilangnya beras 1.500 ton di gudang bulog.
Soal perbedaan tuntutan terhadap Anugerah Rahman, laki-laki yang akrab disapa Agita itu mengaku ada perbedaan peran dalam kasus itu. Anugerah Rahman diketahui sebagai pengawas. Sementara dua terdakwa, Suharyono dan Prayitno, terlibat dalam pencairan.
”Kekurangan beras tidak diawasi oleh dia (Anugerah Rahman, Red). Seharusnya diawasi. Sebab, kekurangan terjadi hingga dua kali. Sementara yang dua unsur pimpinan karena tanda tangan mereka kasus korupsi terjadi,” ucapnya.
Ketiga terdakwa keberatan dengan tuntutan JPU. Karena itu, ketiganya mengajukan pembelaan (pleidoi). Sidang direncanakan dilanjut 15 Juli 2016. Semua terdakwa akan melakukan pembelaan sesuai fakta hukum.
Kepala Bulog Sub Divre XII Madura Kurniawan mengaku tidak ikut campur soal sidang yang tengah berlangsung. Pihaknya mengatakan, kasus tersebut terjadi sebelum dirinya berada di Sub Divre XII Madura.
”Yang sudah terjadi kami tidak ikut campur. Yang jelas, sekarang jangan sampai terjadi hal yang sama,” ujarnya singkat.
Kekurangan beras diketahui sejak 19 Juni 2014. Raskin diduga berkurang 936.510 kg. Namun, pada 18 Juli 2014, kekurangan raskin bertambah hingga 979.685,07 kg. Akibatnya, ketiga terdakwa membuat surat pernyataan akan mengembalikan kekurangan beras. Dengan demikian, pada 24 Juli 2014, rekayasa pengembalian beras dilakukan.
Pada 24 Juli 2014, kekurangan beras seolah-olah selesai dan dianggap normal. Namun, beberapa bulan lagi kembali terjadi kekurangan. Diketahui, pada 10 Oktober 2014, kekurangan mencapai 1.504 ton. Itu terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit.
Dalam kasus yang sama, tersangka Mantan Kepala Gudang Bulog di Desa Larangan Tokol, Kecamatan Tlanakan, Kadiono masih melakukan proses banding. Sebelumnya, dia divonis 12 tahun penjara dengan denda Rp 12 miliar subsider tiga tahun penjara.
Sebelumnya, dalam kasus itu, Kejari Pamekasan menetapkan 11 tersangka. Termasuk, Kadiono, Suharyono, Prayitno, dan Anugerah Rahman. Enam tersangka lainnya berinisial HS, ES, DP, NT, SS, RY, dan HK. Untuk sementara, kejari berfokus pada penyelesaian sidang jilid II. Yakni, kasus dengan terdakwa Suharyono dan kawan-kawan. (fat/dry/luq)
http://radarmadura.jawapos.com/read/2016/06/29/1923/kepala-dan-wakasub-bulog-madura-dituntut-sebelas-tahun/1
Kamis, 30 Juni 2016
Bulog Bantah Lelang Daging Selundupan karena Stok Seret
Rabu, 29 Juni 2016
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog telah mendapat pemberitahuan soal rencana lelang tujuh kontainer daging selundupan yang ditemukan Direktorat Jenderal Bea Cukai belum lama ini untuk operasi pasar. Bulog membantah rencana penggunaan daging selundupan untuk operasi pasar karena minimnya stok.
Meski proses lelang akan dilaksanakan dengan importir swasta lainnya, Bulog berharap dapat memenangkan lelang demi kelancaran Operasi Pasar (OP). "Bahwa ada keinginan daging itu bisa dikuasai Bulog, ya, ini juga termasuk keinginan pemerintah idealnya kita yang kuasai," kata Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu saat dihubungi via telepon, Rabu (29/6).
Namun ia belum dapat menjelaskan soal kualitas daging, status hukum, dan jumlah tepatnya daging-daging yang akan dilelang tersebut. "Belum, lelangnya saja belum, kita baru diberi tahu," tuturnya.
Ia menegaskan, rencana pemanfaatan daging selundupan bukan karena pengadaan daging impor Bulog seret. Ia juga mengatakan hal itu bukan disebabkan Bulog kesulitan menyerap daging karena kalah bersaing dengan importir. Daging selundupan, kata dia, akan dilelang dan dimanfaatkan daripada dimusnahkan.
"Kalau soal persaingan, itu hal biasa, kita melakukan pengadaan secara normal," tuturnya. Per 28 Juni 2016, realisasi impor daging sapi Bulog sudah mencapai 900 ton.
Terkait keberadaan daging selundupan untuk dilelang dan dialokasikan untuk OP, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) mengaku belum mengetahuinya. "Belum tahu, belum ada pemberitahuan," kata dia saat dihubungi, Rabu (29/6).
Ia juga belum menjelaskan ketika ditanya soal jaminan keamanan dan kesehatan daging-daging tersebut apabila nantinya disalurkan kepada masyarakat via OP. "Nanti saja, kita lihat dulu," ujarnya.
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/06/29/o9j5qg382-bulog-bantah-lelang-daging-selundupan-karena-stok-seret
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog telah mendapat pemberitahuan soal rencana lelang tujuh kontainer daging selundupan yang ditemukan Direktorat Jenderal Bea Cukai belum lama ini untuk operasi pasar. Bulog membantah rencana penggunaan daging selundupan untuk operasi pasar karena minimnya stok.
Meski proses lelang akan dilaksanakan dengan importir swasta lainnya, Bulog berharap dapat memenangkan lelang demi kelancaran Operasi Pasar (OP). "Bahwa ada keinginan daging itu bisa dikuasai Bulog, ya, ini juga termasuk keinginan pemerintah idealnya kita yang kuasai," kata Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu saat dihubungi via telepon, Rabu (29/6).
Namun ia belum dapat menjelaskan soal kualitas daging, status hukum, dan jumlah tepatnya daging-daging yang akan dilelang tersebut. "Belum, lelangnya saja belum, kita baru diberi tahu," tuturnya.
Ia menegaskan, rencana pemanfaatan daging selundupan bukan karena pengadaan daging impor Bulog seret. Ia juga mengatakan hal itu bukan disebabkan Bulog kesulitan menyerap daging karena kalah bersaing dengan importir. Daging selundupan, kata dia, akan dilelang dan dimanfaatkan daripada dimusnahkan.
"Kalau soal persaingan, itu hal biasa, kita melakukan pengadaan secara normal," tuturnya. Per 28 Juni 2016, realisasi impor daging sapi Bulog sudah mencapai 900 ton.
Terkait keberadaan daging selundupan untuk dilelang dan dialokasikan untuk OP, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) mengaku belum mengetahuinya. "Belum tahu, belum ada pemberitahuan," kata dia saat dihubungi, Rabu (29/6).
Ia juga belum menjelaskan ketika ditanya soal jaminan keamanan dan kesehatan daging-daging tersebut apabila nantinya disalurkan kepada masyarakat via OP. "Nanti saja, kita lihat dulu," ujarnya.
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/06/29/o9j5qg382-bulog-bantah-lelang-daging-selundupan-karena-stok-seret
Ketika Bulog Kalah ‘Berebut’ Daging Sapi Beku dengan Swasta di Australia
Rabu, 29 Juni 2016
Lingkarannews.com- Pemerintahan Jokowi telah memberlakukan kebijakan membebaskan pihak swasta untuk langsung mnegimpor daging sapi beku dari luar negeri
Akibat kalah berebut dengan importir swasta, sampai saat ini Perum Bulog baru mampu mengimpor sekitar 900 ton daging beku dari Australia. Padahal semula BUMN ini berencana akan mengimpor daging hingga 6 Juli 2016 sebesar 3.000 ton.
“Rendahnya realisasi impor daging oleh Bulog ini antara lain diakibatkan tingginya persaingan pembelian daging di Australia sejak pemerintah membolehkan swasta juga mengimpor daging,” kata Dirut Perum Bulog, Djarot Kusumayakti, dalam keterangan pers, Senin (27/6/2016).
Menurut Djarot, semula Perum Bulog sudah melakukan negosiasi dengan perusahaan penjual daging dari Australia lewat internet seperti lazimnya yang dilakukan selama ini. Tiba-tiba pemerintah membuka izin impor daging bagi pihak swasta sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan daging dari Australia.
“Dengan sendirinya perusahaan penjual daging di Australia jadi jual mahal, dengan cara membuat penawaran dengan harga yang lebih tinggi,” katanya.
Menurutnya, beberapa waktu lalu ada 15 kontainer daging pesanan Perum Bulog yang semula akan diangkut ke Indonesia tiba-tiba pengirimannya dibatalkan. Ternyata pembatalan tersebut akibat adanya satu importir daging besar swasta yang datang langsung ke Australia dan berani membayar dengan harga yang lebih tinggi.
Pemerintah Jokowi sepertinya salah mengambil kebijkaan disaat kebutuhan daging sapi beku tinggi; pemerintah justru memberi kebebasan kepada swasta untuk mengimpor daging beku dari luar negeri
Disaat seperti itulah swasta berlaku tidak adil, jatah milik negara pun akhirnya di ambil alih tanpa berpikir Bulog membeli untuk apa kalau bukan untuk rakyat
http://lingkarannews.com/ketika-bulog-kalah-berebut-daging-sapi-beku-dengan-swasta-di-australia/
Lingkarannews.com- Pemerintahan Jokowi telah memberlakukan kebijakan membebaskan pihak swasta untuk langsung mnegimpor daging sapi beku dari luar negeri
Akibat kalah berebut dengan importir swasta, sampai saat ini Perum Bulog baru mampu mengimpor sekitar 900 ton daging beku dari Australia. Padahal semula BUMN ini berencana akan mengimpor daging hingga 6 Juli 2016 sebesar 3.000 ton.
“Rendahnya realisasi impor daging oleh Bulog ini antara lain diakibatkan tingginya persaingan pembelian daging di Australia sejak pemerintah membolehkan swasta juga mengimpor daging,” kata Dirut Perum Bulog, Djarot Kusumayakti, dalam keterangan pers, Senin (27/6/2016).
Menurut Djarot, semula Perum Bulog sudah melakukan negosiasi dengan perusahaan penjual daging dari Australia lewat internet seperti lazimnya yang dilakukan selama ini. Tiba-tiba pemerintah membuka izin impor daging bagi pihak swasta sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan daging dari Australia.
“Dengan sendirinya perusahaan penjual daging di Australia jadi jual mahal, dengan cara membuat penawaran dengan harga yang lebih tinggi,” katanya.
Menurutnya, beberapa waktu lalu ada 15 kontainer daging pesanan Perum Bulog yang semula akan diangkut ke Indonesia tiba-tiba pengirimannya dibatalkan. Ternyata pembatalan tersebut akibat adanya satu importir daging besar swasta yang datang langsung ke Australia dan berani membayar dengan harga yang lebih tinggi.
Pemerintah Jokowi sepertinya salah mengambil kebijkaan disaat kebutuhan daging sapi beku tinggi; pemerintah justru memberi kebebasan kepada swasta untuk mengimpor daging beku dari luar negeri
Disaat seperti itulah swasta berlaku tidak adil, jatah milik negara pun akhirnya di ambil alih tanpa berpikir Bulog membeli untuk apa kalau bukan untuk rakyat
http://lingkarannews.com/ketika-bulog-kalah-berebut-daging-sapi-beku-dengan-swasta-di-australia/
Bulog Percepat Realisasi Impor Gula
Rabu, 29 Juni 2016
JAKARTA — Perum Bulog bakal mempercepat realisasi impor gula kristal putih dari Thailand sekaligus menampung hasil produksi dari pabrik gula milik PT Perkebunan Nusantara.
Pabrik gula telah memulai musim giling sejak Mei. Namun, kapasitas giling tebu belum maksimal, karena masih dalam tahap awal panen tebu.
Sekitar 14.000 ton gula kristal putih dari produksi pabrik gula PTPN akan langsung diserap oleh Bulog.
Sepanjang tahun ini, pabrik gula milik BUMN diprediksi memproduksi gula konsumsi hingga 2,5 juta ton. Proses giling baru saja dimulai sehingga jika diakumulasi secara total, perusahaan-perusahaan tersebut baru memproduksi 14.000 ton gula.
Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, pihaknya mengupayakan stok gula segera ditambah dan langsung didistribusikan ke daerah-daerah. Rincian penyaluran per provinsi pun sudah disusun oleh Divisi Pengadaan Perum Bulog.
“Kami dengan dibantu Kementerian BUMN, akan membeli hasil produksi dari PTPN dan PT RNI yang produksinya masih terbatas. Jumlahnya 14.000 ton karena memang baru ada segitu,” kata Djarot, Senin (27/6).
Dia menjelaskan, volume gula konsumsi 14.000 ton tersebut merupakan prediksi total produksi hingga menjelang Lebaran. Seluruh gula itu akan diserap Bulog dan disalurkan ke Divre Bulog di daerah-daerah di Tanah Air.
Bisnis mencatat produksi gula tahun lalu memang tidak mencukupi kebutuhan hingga sebelum musim giling tahun ini. Dengan stok gula pada awal tahun ini 817.000 ton dan kebutuhan per bulan 235.000 ton, maka stok awal tahun tersebut hanya mampu mencukupi kebutuhan hingga pertengahan April 2016.
Pemerintah kurang mengantisipasi. Meski stok awal tahun sudah terdeteksi, keputusan untuk melakukan pemasukan dari luar negeri pun terlambat. Izin impor pada Bulog baru diturunkan per 13 Juni, saat gula telah defisit dan harga komoditas itu melonjak hampir di semua wilayah Indonesia.
“Kami mulai serapan di pabrik BUMN seminggu yang lalu, lalu sebarkan ke masyarakat. Ini efektif menurunkan harga. Saya coba pantau harga di Yogya, di Jabar, sudah mulai turun ke Rp14.000—Rp15.000 per kg dari sebelumnya Rp16.000—Rp17.000 per kg.”
Dari situs pantauan harga Kementerian Perdagangan, rerata harga gula di tingkat nasional yaitu Rp16.070 per kg, sedangkan di Jakarta Rp15.077 per kg.
Pemerintah memang sebelumnya juga memerintahkan Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk mengimpor 200.000 ton gula mentah yang kemudian diolah oleh pabrik gula rafinasi untuk menjadi gula konsumsi. Jika dikonversi, maka 200.000 gula mentah hanya akan menjadi 190.000 ton gula kristal putih.
GULA MENTAH
Selain itu, pemerintah pun memutuskan mengimpor gula mentah sebanyak 381.000 ton untuk pabrik-pabrik gula BUMN. Kendati demikian, impor tersebut belum dapat direalisasikan karena PG BUMN harus terlebih dahulu dilakukan uji kapasitas oleh Kementerian Perindustrian.
Sementara itu, pada pekan kedua bulan ini, Bulog pun ditugaskan mengimpor 100.000 ton gula konsumsi dari Thailand.
Djarot menjelaskan, sebenarnya keputusan itu terbilang terlambat sehingga tidak mudah bagi Bulog menjajaki ketersediaan.
“Di luar negeri itu gula standar Indonesia sudah habis. Artinya kami harus urus lagi untuk menggunakan gula standar lain. Dari proses ini itu, maka kondisi tercepat masuknya gula itu adalah 28 Juni. Namun, di Thailand hujan terus menerus, maka mundur menjadi 29 atau 30 Juni tibanya,” tutur Djarot.
JAKARTA — Perum Bulog bakal mempercepat realisasi impor gula kristal putih dari Thailand sekaligus menampung hasil produksi dari pabrik gula milik PT Perkebunan Nusantara.
Pabrik gula telah memulai musim giling sejak Mei. Namun, kapasitas giling tebu belum maksimal, karena masih dalam tahap awal panen tebu.
Sekitar 14.000 ton gula kristal putih dari produksi pabrik gula PTPN akan langsung diserap oleh Bulog.
Sepanjang tahun ini, pabrik gula milik BUMN diprediksi memproduksi gula konsumsi hingga 2,5 juta ton. Proses giling baru saja dimulai sehingga jika diakumulasi secara total, perusahaan-perusahaan tersebut baru memproduksi 14.000 ton gula.
Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, pihaknya mengupayakan stok gula segera ditambah dan langsung didistribusikan ke daerah-daerah. Rincian penyaluran per provinsi pun sudah disusun oleh Divisi Pengadaan Perum Bulog.
“Kami dengan dibantu Kementerian BUMN, akan membeli hasil produksi dari PTPN dan PT RNI yang produksinya masih terbatas. Jumlahnya 14.000 ton karena memang baru ada segitu,” kata Djarot, Senin (27/6).
Dia menjelaskan, volume gula konsumsi 14.000 ton tersebut merupakan prediksi total produksi hingga menjelang Lebaran. Seluruh gula itu akan diserap Bulog dan disalurkan ke Divre Bulog di daerah-daerah di Tanah Air.
Bisnis mencatat produksi gula tahun lalu memang tidak mencukupi kebutuhan hingga sebelum musim giling tahun ini. Dengan stok gula pada awal tahun ini 817.000 ton dan kebutuhan per bulan 235.000 ton, maka stok awal tahun tersebut hanya mampu mencukupi kebutuhan hingga pertengahan April 2016.
Pemerintah kurang mengantisipasi. Meski stok awal tahun sudah terdeteksi, keputusan untuk melakukan pemasukan dari luar negeri pun terlambat. Izin impor pada Bulog baru diturunkan per 13 Juni, saat gula telah defisit dan harga komoditas itu melonjak hampir di semua wilayah Indonesia.
“Kami mulai serapan di pabrik BUMN seminggu yang lalu, lalu sebarkan ke masyarakat. Ini efektif menurunkan harga. Saya coba pantau harga di Yogya, di Jabar, sudah mulai turun ke Rp14.000—Rp15.000 per kg dari sebelumnya Rp16.000—Rp17.000 per kg.”
Dari situs pantauan harga Kementerian Perdagangan, rerata harga gula di tingkat nasional yaitu Rp16.070 per kg, sedangkan di Jakarta Rp15.077 per kg.
Pemerintah memang sebelumnya juga memerintahkan Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk mengimpor 200.000 ton gula mentah yang kemudian diolah oleh pabrik gula rafinasi untuk menjadi gula konsumsi. Jika dikonversi, maka 200.000 gula mentah hanya akan menjadi 190.000 ton gula kristal putih.
GULA MENTAH
Selain itu, pemerintah pun memutuskan mengimpor gula mentah sebanyak 381.000 ton untuk pabrik-pabrik gula BUMN. Kendati demikian, impor tersebut belum dapat direalisasikan karena PG BUMN harus terlebih dahulu dilakukan uji kapasitas oleh Kementerian Perindustrian.
Sementara itu, pada pekan kedua bulan ini, Bulog pun ditugaskan mengimpor 100.000 ton gula konsumsi dari Thailand.
Djarot menjelaskan, sebenarnya keputusan itu terbilang terlambat sehingga tidak mudah bagi Bulog menjajaki ketersediaan.
“Di luar negeri itu gula standar Indonesia sudah habis. Artinya kami harus urus lagi untuk menggunakan gula standar lain. Dari proses ini itu, maka kondisi tercepat masuknya gula itu adalah 28 Juni. Namun, di Thailand hujan terus menerus, maka mundur menjadi 29 atau 30 Juni tibanya,” tutur Djarot.
Rabu, 29 Juni 2016
Bulog Siapkan 5,5 Ton Daging Sapi Beku
Selasa, 28 Jun 2016
SEMARANG (TEROPONGSENAYAN) - Bulog Divisi Regional Jawa Tengah (Jateng) menyiapkan 5,5 ton daging sapi beku yang dijual melalui operasi pasar dengan harga Rp 85 ribu per kg.
Langkah ini diharapkan memberi kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan daging dengan harga yang terjangkau.
"Kegiatan operasi pasar sendiri sudah kami lakukan sejak dua minggu yang lalu, sejauh ini 3,5 ton daging sapi sudah terjual melalui operasi pasar," kata Kepala Bulog Divre Jateng Usep Karyana di Semarang, Selasa (28/6/2016).
Menurut dia, harga tersebut lebih rendah dibandingkan harga daging sapi di pasaran yang masih berkisar Rp90 ribu per kg sampai dengan Rp95 ribu per kg. Ia mengakui daging sapi beku yang dijual oleh Bulog melalui operasi pasar tersebut merupakan impor baik didatangkan dalam bentuk sapi maupun dalam bentuk daging.
Menurut dia, meskipun stok sapi lokal cukup banyak tetapi harganya belum bisa menyentuh angka Rp85 ribu per kg. Untuk diketahui, saat ini harga sapi hidup di kisaran Rp45 ribu per kg.
"Harga ini lebih tinggi dibandingkan harga daging sapi impor," tuturnya.
Terkait dengan kegiatan operasi pasar, pihaknya belum dapat memastikan akan diselenggarakan sampai kapan. Hal itu tersebut tergantung dari kondisi pasar.
"Kalau memang masih dibutuhkan kami masih ada stok hingga 2.000 ton daging beku. Meski demikian jika harga daging sapi lokal bisa sedikit turun mungkin operasi pasar kami hentikan," pungkasnya.(yn/ant)
http://www.teropongsenayan.com/43327-bulog-siapkan-55-ton-daging-sapi-beku
SEMARANG (TEROPONGSENAYAN) - Bulog Divisi Regional Jawa Tengah (Jateng) menyiapkan 5,5 ton daging sapi beku yang dijual melalui operasi pasar dengan harga Rp 85 ribu per kg.
Langkah ini diharapkan memberi kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan daging dengan harga yang terjangkau.
"Kegiatan operasi pasar sendiri sudah kami lakukan sejak dua minggu yang lalu, sejauh ini 3,5 ton daging sapi sudah terjual melalui operasi pasar," kata Kepala Bulog Divre Jateng Usep Karyana di Semarang, Selasa (28/6/2016).
Menurut dia, harga tersebut lebih rendah dibandingkan harga daging sapi di pasaran yang masih berkisar Rp90 ribu per kg sampai dengan Rp95 ribu per kg. Ia mengakui daging sapi beku yang dijual oleh Bulog melalui operasi pasar tersebut merupakan impor baik didatangkan dalam bentuk sapi maupun dalam bentuk daging.
Menurut dia, meskipun stok sapi lokal cukup banyak tetapi harganya belum bisa menyentuh angka Rp85 ribu per kg. Untuk diketahui, saat ini harga sapi hidup di kisaran Rp45 ribu per kg.
"Harga ini lebih tinggi dibandingkan harga daging sapi impor," tuturnya.
Terkait dengan kegiatan operasi pasar, pihaknya belum dapat memastikan akan diselenggarakan sampai kapan. Hal itu tersebut tergantung dari kondisi pasar.
"Kalau memang masih dibutuhkan kami masih ada stok hingga 2.000 ton daging beku. Meski demikian jika harga daging sapi lokal bisa sedikit turun mungkin operasi pasar kami hentikan," pungkasnya.(yn/ant)
http://www.teropongsenayan.com/43327-bulog-siapkan-55-ton-daging-sapi-beku
Bulog: Pembukaan keran impor untungkan Australia
Selasa, 28 Juni 2016
JAKARTA. Keputusan pemerintah membuka keran impor daging untuk menstabilkan harga perlu dievaluasi. Pasalnya, terjadi persaingan tidak sehat antara perusahaan BUMN dan swasta dalam memborong daging yang jumlahnya terbatas dari Australia dan Selandia Baru.
Kondisi ini justru menguntungkan eksportir daging dari Negeri Kanguru tersebut, dimana dengan volume daging terbatas, mereka dapat menaikkan harga lebih tinggi lantaran permintaan melonjak tiba-tiba.
Niat pemerintah hendak menurunkan harga daging tidak terwujud. Yang terjadi justru sebaliknya, harga daging semakin mahal.
Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, kebijakan pemerintah memerintahkan Bulog melakukan impor daging secara mendadak pada 25 Mei 2016 tidak efektif.
Waktu yang mepet membuat upaya mendatangkan daging sapi dalam negeri tidak maksimal. Seharusnya, kebijakan ini sudah terencana dengan managemen yang baik, sehingga impor bisa dilakukan dua hingga tiga bulan sebelumnya.
Pasalnya, dalam melakukan impor, setiap perusahaan harus melakukan negosiasi harga agar bisa dijual dengan murah di Indonesia di bawah Rp 80.000 per kg.
Ketika Bulog melakukan negosiasi harga, tiba-tiba Kementerian Perdagangan (Kemdag) membuka izin impor dalam skala besar ke swasta.
"Akibatnya positioning Bulog di mata penjual daging di Australia jatuh dan ketika swasta datang membeli daging, mereka sudah memasang posisi baru yang membuat Bulog susah mendapatkan harga ideal," ujar Djarot, Selasa (28/7).
Menurut Djarot, ketika izin impor dibuka ke swasta, harga daging di Australia langsung menlonjak. Sebab, pada waktu bersamaan, ada perusahaan swasta raksasa dari Indonesia yang dapat melakukan negosiasi dengan segala fleksibilitas yang dimiliki dan akhirnya negosiasi yang dilakukan Bulog berhenti sampai pada posisi tawar menawar saja.
Akibatnya, rencana Bulog mengimpor 3.000 ton sampai awal Juli 2016 dari total izin impor 10.000 ton tidak kesampaikan. Hingga kini, Bulog baru berhasil mendatangkan 900 ton saja ke Tanah Air.
JAKARTA. Keputusan pemerintah membuka keran impor daging untuk menstabilkan harga perlu dievaluasi. Pasalnya, terjadi persaingan tidak sehat antara perusahaan BUMN dan swasta dalam memborong daging yang jumlahnya terbatas dari Australia dan Selandia Baru.
Kondisi ini justru menguntungkan eksportir daging dari Negeri Kanguru tersebut, dimana dengan volume daging terbatas, mereka dapat menaikkan harga lebih tinggi lantaran permintaan melonjak tiba-tiba.
Niat pemerintah hendak menurunkan harga daging tidak terwujud. Yang terjadi justru sebaliknya, harga daging semakin mahal.
Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, kebijakan pemerintah memerintahkan Bulog melakukan impor daging secara mendadak pada 25 Mei 2016 tidak efektif.
Waktu yang mepet membuat upaya mendatangkan daging sapi dalam negeri tidak maksimal. Seharusnya, kebijakan ini sudah terencana dengan managemen yang baik, sehingga impor bisa dilakukan dua hingga tiga bulan sebelumnya.
Pasalnya, dalam melakukan impor, setiap perusahaan harus melakukan negosiasi harga agar bisa dijual dengan murah di Indonesia di bawah Rp 80.000 per kg.
Ketika Bulog melakukan negosiasi harga, tiba-tiba Kementerian Perdagangan (Kemdag) membuka izin impor dalam skala besar ke swasta.
"Akibatnya positioning Bulog di mata penjual daging di Australia jatuh dan ketika swasta datang membeli daging, mereka sudah memasang posisi baru yang membuat Bulog susah mendapatkan harga ideal," ujar Djarot, Selasa (28/7).
Menurut Djarot, ketika izin impor dibuka ke swasta, harga daging di Australia langsung menlonjak. Sebab, pada waktu bersamaan, ada perusahaan swasta raksasa dari Indonesia yang dapat melakukan negosiasi dengan segala fleksibilitas yang dimiliki dan akhirnya negosiasi yang dilakukan Bulog berhenti sampai pada posisi tawar menawar saja.
Akibatnya, rencana Bulog mengimpor 3.000 ton sampai awal Juli 2016 dari total izin impor 10.000 ton tidak kesampaikan. Hingga kini, Bulog baru berhasil mendatangkan 900 ton saja ke Tanah Air.
Selasa, 28 Juni 2016
Peminat Daging Impor Australia Tinggi, Bulog Hanya Impor 900 Ton
Selasa, 28 Juni 2016
JAKARTA, WOL – Perum Bulog baru merealisasikan impor daging beku dari Australia sebesar 900 ton dari target impor 3.000 ton pada 6 Juli 2016. Ini merupakan bagian dari izin impor yang diberikan kepada Bulog sebesar 10.000 ton yang dapat direalisasikan sampai akhir tahun ini.
Rendahnya realisasi impor daging ini disebabkan tingginya persaingan pembelian daging dari Australia, karena pemerintah membuka keran impor yang banyak kepada BUMN lain dan swasta.
Direktur Pengadaan Bulog Wahyu mengatakan, pihaknya pada awalnya sudah melakukan negosiasi dengan perusahaan penjual daging dari Australia lewat internet seperti lazimnya dilakukan selama ini. Namun, ketika pemerintah membuka izin impor daging sapi kepada banyak perusahaan lain, otomatis, perusahaan penjual daging dari Australia mulai mempertahankan posisi dengan harga tinggi.
“Bahkan kemarin sudah ada 15 kontainer pesanan Bulog yang siap diangkut ke Indonesia, tapi tiba-tiba batal dan berpindah ke tangan pihak lain,” ujar Wahyu dalam konfernsi pers di Gedung Bulog, Senin (27/6). Hal itu terjadi karena ada perusahaan besar dari Indonesia yang langsung datang ke sana dan melakukan negosiasi dengan harga yang lebih tinggi.
Selain itu, ketersediaan daging di Australia juga tidak banyak. Apalagi saat ini, Australia dan New Zealand sedang memasuki musim dingin dan jam kerja terbatas. Akibatnya suplai daging yang begitu tinggi menjadi turun. Akibat kondisi ini, sejumlah daging pesanan Bulog dibatalkan dan beberapa ditunda.
Hinggi kini, Stok daging Bulog tersisa 500 ton di tengah tingginya permintaan daging di masyarakat. Kondisi ini, jelas Wahyu, menunjukkan kalau pasokan daging dalam negeri memang benar-benar kurang. Bahkan, di Kalimantan ada permitaan daging yang tinggi dan bersedia membeli daging beku di atas Rp 100.000 per kg.(kontan/data2)
http://waspada.co.id/warta/peminat-daging-impor-australia-tinggi-bulog-hanya-impor-900-ton/
JAKARTA, WOL – Perum Bulog baru merealisasikan impor daging beku dari Australia sebesar 900 ton dari target impor 3.000 ton pada 6 Juli 2016. Ini merupakan bagian dari izin impor yang diberikan kepada Bulog sebesar 10.000 ton yang dapat direalisasikan sampai akhir tahun ini.
Rendahnya realisasi impor daging ini disebabkan tingginya persaingan pembelian daging dari Australia, karena pemerintah membuka keran impor yang banyak kepada BUMN lain dan swasta.
Direktur Pengadaan Bulog Wahyu mengatakan, pihaknya pada awalnya sudah melakukan negosiasi dengan perusahaan penjual daging dari Australia lewat internet seperti lazimnya dilakukan selama ini. Namun, ketika pemerintah membuka izin impor daging sapi kepada banyak perusahaan lain, otomatis, perusahaan penjual daging dari Australia mulai mempertahankan posisi dengan harga tinggi.
“Bahkan kemarin sudah ada 15 kontainer pesanan Bulog yang siap diangkut ke Indonesia, tapi tiba-tiba batal dan berpindah ke tangan pihak lain,” ujar Wahyu dalam konfernsi pers di Gedung Bulog, Senin (27/6). Hal itu terjadi karena ada perusahaan besar dari Indonesia yang langsung datang ke sana dan melakukan negosiasi dengan harga yang lebih tinggi.
Selain itu, ketersediaan daging di Australia juga tidak banyak. Apalagi saat ini, Australia dan New Zealand sedang memasuki musim dingin dan jam kerja terbatas. Akibatnya suplai daging yang begitu tinggi menjadi turun. Akibat kondisi ini, sejumlah daging pesanan Bulog dibatalkan dan beberapa ditunda.
Hinggi kini, Stok daging Bulog tersisa 500 ton di tengah tingginya permintaan daging di masyarakat. Kondisi ini, jelas Wahyu, menunjukkan kalau pasokan daging dalam negeri memang benar-benar kurang. Bahkan, di Kalimantan ada permitaan daging yang tinggi dan bersedia membeli daging beku di atas Rp 100.000 per kg.(kontan/data2)
http://waspada.co.id/warta/peminat-daging-impor-australia-tinggi-bulog-hanya-impor-900-ton/
Bulog Datangkan 10 Ribu Ton Daging dari India
Senin, 27 June 2016
GUNA terus menekan harga daging, Perum Bulog secara resmi mengumumkan akan mengimpor daging dari India sebanyak 10 ribu ton. Langkah itu merupakan tindak lanjut atas izin impor kedua yang diberikan oleh pemerintah kepada salah satu Badan Usaha Milik Negara itu.
"Ini kami lakukan setelah mendapat perintah izin impor 10 Juni lalu. Sepuluh ribu ton semua akan didatangkan dari India. Bisa kerbau, bisa sapi," ujar Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu di Jakarta, Senin (27/6).
Saat ini, lanjut Wahyu, izin impor kedua itu masih dalam tahap proses administrasi.
"Kami sudah lakukan komunikasi bersama Kementerian Pertanian. Impor daging dari India ini merupakan yang pertama dalam sejarah Indonesia, jadi harus ada penyesuaian," tuturnya.
Ia menjabarkan ada beberapa jenis dan kode daging yang terlebih dulu disinkronisasi. "Seperti, kita mau daging secondary cut, tapi di sana istilah itu tidak ada. Itu yang kita sesuaikan."
Perum Bulog menargetkan, hingga akhir Juli, sebanyak 9.000 ton daging sudah akan masuk ke Indonesia.
Sebelumnya, dalam izin impor pertama yang diberikan pemerintah, Bulog melakukan impor daging dari Australia dan Selandia Baru, juga sebanyak 10 ribu ton. Namun, ketika pemerintah juga memberikan izin impor daging kepada swasta, Bulog mulai mengubah kebijakan dengan beralih ke India.
"Dulu, sebelum pemerintah memberi izin kepada swasta, komitmen Australia sangat tinggi untuk bisa memenuhi permintaan Bulog. Namun, ketika swasta mulai masuk, harga dari sana bergerak naik karena pembeli bukan hanya kami saja, ada calon pembeli lain juga, yakni swasta," papar Wahyu.
Selain itu, kondisi Australia yang sekarang tengah dilanda musim dingin juga mempengaruhi persediaan daging mereka. "Jadi ada beberapa yang ditunda, bahkan dibatalkan."
Hingga saat ini, dari kloter izin impor pertama, Perum Bulog sudah mendatangkan sekitar 2.800 ton daging sapi asal Australia.
http://www.mediaindonesia.com/news/read/53265/bulog-datangkan-10-ribu-ton-daging-dari-india/2016-06-27
GUNA terus menekan harga daging, Perum Bulog secara resmi mengumumkan akan mengimpor daging dari India sebanyak 10 ribu ton. Langkah itu merupakan tindak lanjut atas izin impor kedua yang diberikan oleh pemerintah kepada salah satu Badan Usaha Milik Negara itu.
"Ini kami lakukan setelah mendapat perintah izin impor 10 Juni lalu. Sepuluh ribu ton semua akan didatangkan dari India. Bisa kerbau, bisa sapi," ujar Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu di Jakarta, Senin (27/6).
Saat ini, lanjut Wahyu, izin impor kedua itu masih dalam tahap proses administrasi.
"Kami sudah lakukan komunikasi bersama Kementerian Pertanian. Impor daging dari India ini merupakan yang pertama dalam sejarah Indonesia, jadi harus ada penyesuaian," tuturnya.
Ia menjabarkan ada beberapa jenis dan kode daging yang terlebih dulu disinkronisasi. "Seperti, kita mau daging secondary cut, tapi di sana istilah itu tidak ada. Itu yang kita sesuaikan."
Perum Bulog menargetkan, hingga akhir Juli, sebanyak 9.000 ton daging sudah akan masuk ke Indonesia.
Sebelumnya, dalam izin impor pertama yang diberikan pemerintah, Bulog melakukan impor daging dari Australia dan Selandia Baru, juga sebanyak 10 ribu ton. Namun, ketika pemerintah juga memberikan izin impor daging kepada swasta, Bulog mulai mengubah kebijakan dengan beralih ke India.
"Dulu, sebelum pemerintah memberi izin kepada swasta, komitmen Australia sangat tinggi untuk bisa memenuhi permintaan Bulog. Namun, ketika swasta mulai masuk, harga dari sana bergerak naik karena pembeli bukan hanya kami saja, ada calon pembeli lain juga, yakni swasta," papar Wahyu.
Selain itu, kondisi Australia yang sekarang tengah dilanda musim dingin juga mempengaruhi persediaan daging mereka. "Jadi ada beberapa yang ditunda, bahkan dibatalkan."
Hingga saat ini, dari kloter izin impor pertama, Perum Bulog sudah mendatangkan sekitar 2.800 ton daging sapi asal Australia.
http://www.mediaindonesia.com/news/read/53265/bulog-datangkan-10-ribu-ton-daging-dari-india/2016-06-27
Senin, 27 Juni 2016
Berusaha Maksimal Ubah Citra Bulog
Senin, 27 Juni 2016
Harga kebutuhan pokok selalu saja mengalami kenaikan setiap bulan Ramadan atau menjelang Hari Raya Idhul Fitri. Pemerintah melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) pun berusaha maksimal untuk mengendalikan harga tersebut. Berbagai cara pun dilakukan TPID untuk mengintervensi harga yang terjadi di pasaran.
Salah satu yang menjadi ujung tombak dari TPID dalam mengendalikan harga saat ini adalah Perum Bulog. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang logistik ini memang diberi tugas khusus oleh pemerintah untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok masyarakat. Harapannya, harga bisa tetap stabil, sehingga daya beli masyakat akan tetap terjaga. Di sisi lain, dengan harga yang stabil tersebut, laju inflasi juga akan tetap terjaga. Di tingkat Provinsi DIY, tanggung jawab tersebut dibebankan kepada Kepala Divisi Regional (Kadivre) Yogyakarta, M Sugit Tedjo Mulyono.
Seperti apa upaya Perum Bulog Divre DIY dalam meredam gejolak harga kebutuhan pokok di DIY? Berikut petikan wawacara KORAN SINDO YOGYAdengan M Sugit Tedjo Mulyono, belum lama ini.
Beban berat menjadi tanggungjawab Perum Bulog Divre DIY dalam meredam harga kebutuhan pokok pada Ramadan ini. Apa yang Anda terapkan kepada seluruh jajaran Perum Bulog Divre DIY?
Disiplin, dari dulu hingga sekarang dan di manapun saya berada, yang saya tanamkan ada - lah disiplin. Di kantor, di ru mah ataupun di mana saja, disiplin harus tetap saya jaga. Ka re na bagi saya, disiplin harus di te rapkan di manapun dan ka pan pun. Melalui disiplin, maka se mua sesuai dengan apa yang di ren - canakan akan tercapai. Di si plin harus diterapkan untuk mem - buat semua tolok ukur tercapai. Saya paling tidak suka melihat ada anak buah saya tidak disiplin.
Mereka harus terus menjaga komitmen melaksanakan tugas sesuai dengan waktu dan target yang ditetapkan. Karena tugas berat yang Bulog pikul kali ini cukup besar. Dinamika harga yang belakangan ini terjadi sangat cepat. Sehingga butuh kesigapan dan bekerja cepat sehingga harus tetap disiplin. Namun disiplin tersebut bukan hanya di tingkat bawah, saya juga harus menerapkan disiplin terhadap diri sendiri. Saya selalu mencoba komitmen untuk terus disiplin tersebut.
Setiap saya diundang ke sebuah acara, maka saya akan berusaha datang maksimal 15 menit sebelum dimulai. Sementara kalau saya yang mengundang, 30 menit sebelum acara dimulai saya harus ada di lokasi.
Motivasi apa yang Anda berikan kepada bawahan?
Saya berusaha untuk selalu bersama-sama dengan bawahan di manapun dan kapanpun. Apa yang dilakukan bawahan saya, saya juga berusaha merasakannya. Setiap hari saya berusaha mengumpulkan mereka untuk berdoa bersamasama terlebih dahulu. Karena dengan berdoa, semua akan dilancarkan oleh Yang Maha Kuasa. Dan dengan berdoa nanti akan mendapat ridho dari Yang Kuasa juga.
Melalui hajatan doa bersama ini pula, saya biasa memberikan motivasi agar semuanya bekerja maksimal dalam menjalankan tugas. Selain itu, di acara doa bersama ini saya juga bisa melihat siapa saja yang tidak datang pagi itu. Jika tidak datang tanpa alasan yang jelas, maka nanti akan ada pembinaan sendiri terhadap karyawan tersebut. Siang hari, saya berusaha mengontrol kinerja teman-teman. Saya sering turun ke lapangan mengontrol mereka dan terkadang turut membaur mengerjakan tugas mereka.
Saya juga ingin merasakan bagaimana susahnya menjadi seperti mereka, meskipun sebenarnya saya sudah pernah seperti mereka. Saya juga meniti karir mulai dari bawah, sehingga saya juga tahu susahnya seperti apa. Sore hari saya akan berusaha melakukan evaluasi terhadap semua yang telah dilakukan hari ini. Apapun itu, saya ingin mendapatkan gambaran sedetil mungkin. Evaluasi ini akan kita gunakan untuk melaksanakan kegiatan yang sama di kemudian hari. Evaluasi sangat penting agar kesalahan-kesalahan yang terjadi tidak terulang lagi.
Bagaimana Anda yakin bisa menjalankan tugas mengendalikan harga beberapa komoditas jelang Lebaran ini?
Saya selalu optimistis dengan apa yang saya lakukan. Namun demikian saya berusaha menggapai target dengan menetapkan target bertahap. Saya selalu menetapkan target harian, mingguan, dan bulanan. Target tersebut saya evaluasi untuk mengetahui apakah tercapai atau tidak. Kalau tidak tercapai, kita lihat penyebabnya apa, sebelum nanti kita tindak lanjuti. Jika sudah tercapai, maka apa yang harus dibenahi agar capaiannya lebih tinggi.
Kali ini saya dibebani target mulai dari pengadaan hingga penyaluran. Setahun kami dibebani target pengadaan mencapai 62.500 ton dan sampai sekarang sudah mencapai 45.000 ton. Saya optimistis tercapai dengan kerja keras, maka salah satunya adalah dengan menetapkan target bertahap agar tidak terasa berat atau terasa besar beban target yang ditetapkan sebelumnya. Agar bisa menggapai target, semua juga harus bekerja sesuai dengan job descriptionnya. Setiap saat saya berusaha mengontrol kinerja teman-teman.
Bagi teman-teman di kantor mungkin saya ini orang paling keras. Saya keras karena kita harus bekerja sungguh-sungguh dalam bidang apapun agar hasilnya maksimal. Saya keras kalau ada yang salah, tetapi kalau ada yang berprestasi saya akan memberikan apresiasi. Saya ingin semua berjalan sesuai koridor.
Selain menstabilkan harga, apa tantangan terberat Bulog saat ini?
Bulog dari dahulu dikenal sebagai badan yang selalu mengurusi beras. Selama ini, Bulog diberi tugas mengelola beras untuk rakyat miskin. Tugas ini sebenarnya cukup berat, karena image negatif selalu dan masih melekat di Bulog. Selama ini yang banyak diekspos oleh berbagai media adalah selalu ada kaitannya dengan beras yang dibagikan Bulog adalah jelek. Padahal, tidak semua beras Bulog itu jelek. Yang jelek itu hanya sebagian kecil, dari puluhan karung beras Bulog dalam truk, sebenarnya hanya satu karung yang jelek.
Tetapi yang diekspos adalah beras yang jelek. Image tersebut sangat melekat sampai saat ini, meski kami sudah berusaha mati-matian melakukan pengadaan beras yang cukup bagus. Tetapi masih saja image beras Bulog itu jelek melekat erat di kami. Karena image beras Bulog itu jelek, sampai sekarang juga tetap jelek. Seperti yang terjadi saat ini, dalam pasar murah ataupun operasi pasar, sebenarnya beras yang kami jual adalah kelas premium.
Di pasaran beras tersebut dijual di kisaran Rp11.000 per kilonya, tetapi kami jual dengan harga Rp7.800. Tetapi masyarakat menganggap beras tersebut adalah jelek. Kalau beras kami sampai jatuh ke tangan pedagang, pedagang itu sangat senang wong untungnya bisa berlipat. Nah sampai saat ini, kami terus berjuang merubah image ini. Kami sudah melakukan transformasi di segala bidang, dari berbagai sisi. Semua pengadaan, administrasi, layanan dan kualitas barang yang kami jual.
Kami harus ada ketika dibutuhkan, berapapun ataupun jenis komoditas harus ada dan mencukupi. Kini kami dituntut untuk mengelola beras, gula pasir, bawang merah dan minyak goreng. Kami harus mengupayakan semua itu ada dan harga terjangkau.
Kalau memang demikian, kenapa operasi pasar atau pasar murah jumlah yang dijual hanya sedikit?
Kami memang sengaja melakukan pembatasan, bukan karena terbatas. Stok kami berapapun jumlahnya dan berapapun dibutuhkan akan kami pasok. Kami melakukan pembatasan karena tidak ingin ada penyelewengan. Jangan sampai nanti operasi pasar yang dilakukan justru jatuh ke tangan pedagang. Pedagang yang menikmati untung, dan masyarakat dirugikan karena menikmati harga yang bukan subsidi. Bulog bekerja untuk tiga pilar, masing-masing adalah ketersediaan, keterjangkauan dan stabilitas.
Ketersediaan akan kami lakukan dengan menyerap hasil petani sebanyak mungkin sesuai yang ditargetkan pemerintah. Sementara keterjangkauan adalah di mana kami ada, maka komoditas apapun yang dibutuhkan juga harus ada. Sementara stabilitas akan selalu kami upayakan dengan melakukan berbagai operasi pasar ketika harga di tangan konsumen sedang tinggi. Semua itu tujuan utamanya adalah dalam rangka inflasi.
Kami harus menjaga agar harga tidak naik. Kami akan berupaya memenuhi kebutuhan konsumen, toko kecil ataupun besar. Operasi pasar dan pasar murah akan kami lakukan selama harga di pasar tinggi. Seluruh pelosok coba kami jangkau agar tidak terjadi ketidakadilan. Namun kami tidak akan meninggalkan tiga pasar yang menjadi acuan pencatatan inflasi. Tiga pasar tersebut masing- masing Pasar Beringharjo, Kranggan dan Demangan.
Sebenarnya, upaya kami untuk menstabilkan harga bersama TPID cukup berhasil. Saat ini harga-harga yang ada di pasaran sebenarnya tetap stabil dan tidak ada lonjakan. Namun ada faktor-faktor lain yang menunjang terjadinya inflasi di DIY. Kenaikan tarif kos-kosan, tarif pembantu dan tarif listrik yang notabene di luar jangkauan kami justru menyebabkan inflasi meningkat. Meski demikian, menjelang lebaran ini di saat saudarasaudara kita khidmat beribadah, beruforia menyambut datangnya Lebaran dengan berbelanja, kami justru berjibaku untuk menstabilkan harga.
Kami bekerja 24 jam, 7 hari dalam seminggu untuk melakukan penstabilan harga. Ketika jam kantor usai, kami harus packing sampai jam 11 malam. Setelah itu harus menyembelih sapi dan membaginya dalam jumlah kecil-kecil. Pekerjaan mudah, tetapi membutuhkan energi yang cukup besar. Kami akan terus seperti ini hingga H-2 nanti. Saya merasa beruntung berada di Yogyakarta yang menjadi daerah istimewa. Karena berkat keistimewaan itu Bulog juga istimewa.
Bagaimana tidak, raskin di Yogyakarta juga menjadi sangat istimewa. Dengan kearifan lokal yang mengakar di DIY ini, raskin di tempat ini jarang bergejolak. Bahkan kini semangat keistimewaan tersebut sudah mendarah daging di Bulog. Kami sekarang menyebut Bulog Divre DIY menjadi Bulog Divre Yogya Istimewa.
Erfanto linangkung
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=5&n=23&date=2016-06-27
Harga kebutuhan pokok selalu saja mengalami kenaikan setiap bulan Ramadan atau menjelang Hari Raya Idhul Fitri. Pemerintah melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) pun berusaha maksimal untuk mengendalikan harga tersebut. Berbagai cara pun dilakukan TPID untuk mengintervensi harga yang terjadi di pasaran.
Salah satu yang menjadi ujung tombak dari TPID dalam mengendalikan harga saat ini adalah Perum Bulog. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang logistik ini memang diberi tugas khusus oleh pemerintah untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok masyarakat. Harapannya, harga bisa tetap stabil, sehingga daya beli masyakat akan tetap terjaga. Di sisi lain, dengan harga yang stabil tersebut, laju inflasi juga akan tetap terjaga. Di tingkat Provinsi DIY, tanggung jawab tersebut dibebankan kepada Kepala Divisi Regional (Kadivre) Yogyakarta, M Sugit Tedjo Mulyono.
Seperti apa upaya Perum Bulog Divre DIY dalam meredam gejolak harga kebutuhan pokok di DIY? Berikut petikan wawacara KORAN SINDO YOGYAdengan M Sugit Tedjo Mulyono, belum lama ini.
Beban berat menjadi tanggungjawab Perum Bulog Divre DIY dalam meredam harga kebutuhan pokok pada Ramadan ini. Apa yang Anda terapkan kepada seluruh jajaran Perum Bulog Divre DIY?
Disiplin, dari dulu hingga sekarang dan di manapun saya berada, yang saya tanamkan ada - lah disiplin. Di kantor, di ru mah ataupun di mana saja, disiplin harus tetap saya jaga. Ka re na bagi saya, disiplin harus di te rapkan di manapun dan ka pan pun. Melalui disiplin, maka se mua sesuai dengan apa yang di ren - canakan akan tercapai. Di si plin harus diterapkan untuk mem - buat semua tolok ukur tercapai. Saya paling tidak suka melihat ada anak buah saya tidak disiplin.
Mereka harus terus menjaga komitmen melaksanakan tugas sesuai dengan waktu dan target yang ditetapkan. Karena tugas berat yang Bulog pikul kali ini cukup besar. Dinamika harga yang belakangan ini terjadi sangat cepat. Sehingga butuh kesigapan dan bekerja cepat sehingga harus tetap disiplin. Namun disiplin tersebut bukan hanya di tingkat bawah, saya juga harus menerapkan disiplin terhadap diri sendiri. Saya selalu mencoba komitmen untuk terus disiplin tersebut.
Setiap saya diundang ke sebuah acara, maka saya akan berusaha datang maksimal 15 menit sebelum dimulai. Sementara kalau saya yang mengundang, 30 menit sebelum acara dimulai saya harus ada di lokasi.
Motivasi apa yang Anda berikan kepada bawahan?
Saya berusaha untuk selalu bersama-sama dengan bawahan di manapun dan kapanpun. Apa yang dilakukan bawahan saya, saya juga berusaha merasakannya. Setiap hari saya berusaha mengumpulkan mereka untuk berdoa bersamasama terlebih dahulu. Karena dengan berdoa, semua akan dilancarkan oleh Yang Maha Kuasa. Dan dengan berdoa nanti akan mendapat ridho dari Yang Kuasa juga.
Melalui hajatan doa bersama ini pula, saya biasa memberikan motivasi agar semuanya bekerja maksimal dalam menjalankan tugas. Selain itu, di acara doa bersama ini saya juga bisa melihat siapa saja yang tidak datang pagi itu. Jika tidak datang tanpa alasan yang jelas, maka nanti akan ada pembinaan sendiri terhadap karyawan tersebut. Siang hari, saya berusaha mengontrol kinerja teman-teman. Saya sering turun ke lapangan mengontrol mereka dan terkadang turut membaur mengerjakan tugas mereka.
Saya juga ingin merasakan bagaimana susahnya menjadi seperti mereka, meskipun sebenarnya saya sudah pernah seperti mereka. Saya juga meniti karir mulai dari bawah, sehingga saya juga tahu susahnya seperti apa. Sore hari saya akan berusaha melakukan evaluasi terhadap semua yang telah dilakukan hari ini. Apapun itu, saya ingin mendapatkan gambaran sedetil mungkin. Evaluasi ini akan kita gunakan untuk melaksanakan kegiatan yang sama di kemudian hari. Evaluasi sangat penting agar kesalahan-kesalahan yang terjadi tidak terulang lagi.
Bagaimana Anda yakin bisa menjalankan tugas mengendalikan harga beberapa komoditas jelang Lebaran ini?
Saya selalu optimistis dengan apa yang saya lakukan. Namun demikian saya berusaha menggapai target dengan menetapkan target bertahap. Saya selalu menetapkan target harian, mingguan, dan bulanan. Target tersebut saya evaluasi untuk mengetahui apakah tercapai atau tidak. Kalau tidak tercapai, kita lihat penyebabnya apa, sebelum nanti kita tindak lanjuti. Jika sudah tercapai, maka apa yang harus dibenahi agar capaiannya lebih tinggi.
Kali ini saya dibebani target mulai dari pengadaan hingga penyaluran. Setahun kami dibebani target pengadaan mencapai 62.500 ton dan sampai sekarang sudah mencapai 45.000 ton. Saya optimistis tercapai dengan kerja keras, maka salah satunya adalah dengan menetapkan target bertahap agar tidak terasa berat atau terasa besar beban target yang ditetapkan sebelumnya. Agar bisa menggapai target, semua juga harus bekerja sesuai dengan job descriptionnya. Setiap saat saya berusaha mengontrol kinerja teman-teman.
Bagi teman-teman di kantor mungkin saya ini orang paling keras. Saya keras karena kita harus bekerja sungguh-sungguh dalam bidang apapun agar hasilnya maksimal. Saya keras kalau ada yang salah, tetapi kalau ada yang berprestasi saya akan memberikan apresiasi. Saya ingin semua berjalan sesuai koridor.
Selain menstabilkan harga, apa tantangan terberat Bulog saat ini?
Bulog dari dahulu dikenal sebagai badan yang selalu mengurusi beras. Selama ini, Bulog diberi tugas mengelola beras untuk rakyat miskin. Tugas ini sebenarnya cukup berat, karena image negatif selalu dan masih melekat di Bulog. Selama ini yang banyak diekspos oleh berbagai media adalah selalu ada kaitannya dengan beras yang dibagikan Bulog adalah jelek. Padahal, tidak semua beras Bulog itu jelek. Yang jelek itu hanya sebagian kecil, dari puluhan karung beras Bulog dalam truk, sebenarnya hanya satu karung yang jelek.
Tetapi yang diekspos adalah beras yang jelek. Image tersebut sangat melekat sampai saat ini, meski kami sudah berusaha mati-matian melakukan pengadaan beras yang cukup bagus. Tetapi masih saja image beras Bulog itu jelek melekat erat di kami. Karena image beras Bulog itu jelek, sampai sekarang juga tetap jelek. Seperti yang terjadi saat ini, dalam pasar murah ataupun operasi pasar, sebenarnya beras yang kami jual adalah kelas premium.
Di pasaran beras tersebut dijual di kisaran Rp11.000 per kilonya, tetapi kami jual dengan harga Rp7.800. Tetapi masyarakat menganggap beras tersebut adalah jelek. Kalau beras kami sampai jatuh ke tangan pedagang, pedagang itu sangat senang wong untungnya bisa berlipat. Nah sampai saat ini, kami terus berjuang merubah image ini. Kami sudah melakukan transformasi di segala bidang, dari berbagai sisi. Semua pengadaan, administrasi, layanan dan kualitas barang yang kami jual.
Kami harus ada ketika dibutuhkan, berapapun ataupun jenis komoditas harus ada dan mencukupi. Kini kami dituntut untuk mengelola beras, gula pasir, bawang merah dan minyak goreng. Kami harus mengupayakan semua itu ada dan harga terjangkau.
Kalau memang demikian, kenapa operasi pasar atau pasar murah jumlah yang dijual hanya sedikit?
Kami memang sengaja melakukan pembatasan, bukan karena terbatas. Stok kami berapapun jumlahnya dan berapapun dibutuhkan akan kami pasok. Kami melakukan pembatasan karena tidak ingin ada penyelewengan. Jangan sampai nanti operasi pasar yang dilakukan justru jatuh ke tangan pedagang. Pedagang yang menikmati untung, dan masyarakat dirugikan karena menikmati harga yang bukan subsidi. Bulog bekerja untuk tiga pilar, masing-masing adalah ketersediaan, keterjangkauan dan stabilitas.
Ketersediaan akan kami lakukan dengan menyerap hasil petani sebanyak mungkin sesuai yang ditargetkan pemerintah. Sementara keterjangkauan adalah di mana kami ada, maka komoditas apapun yang dibutuhkan juga harus ada. Sementara stabilitas akan selalu kami upayakan dengan melakukan berbagai operasi pasar ketika harga di tangan konsumen sedang tinggi. Semua itu tujuan utamanya adalah dalam rangka inflasi.
Kami harus menjaga agar harga tidak naik. Kami akan berupaya memenuhi kebutuhan konsumen, toko kecil ataupun besar. Operasi pasar dan pasar murah akan kami lakukan selama harga di pasar tinggi. Seluruh pelosok coba kami jangkau agar tidak terjadi ketidakadilan. Namun kami tidak akan meninggalkan tiga pasar yang menjadi acuan pencatatan inflasi. Tiga pasar tersebut masing- masing Pasar Beringharjo, Kranggan dan Demangan.
Sebenarnya, upaya kami untuk menstabilkan harga bersama TPID cukup berhasil. Saat ini harga-harga yang ada di pasaran sebenarnya tetap stabil dan tidak ada lonjakan. Namun ada faktor-faktor lain yang menunjang terjadinya inflasi di DIY. Kenaikan tarif kos-kosan, tarif pembantu dan tarif listrik yang notabene di luar jangkauan kami justru menyebabkan inflasi meningkat. Meski demikian, menjelang lebaran ini di saat saudarasaudara kita khidmat beribadah, beruforia menyambut datangnya Lebaran dengan berbelanja, kami justru berjibaku untuk menstabilkan harga.
Kami bekerja 24 jam, 7 hari dalam seminggu untuk melakukan penstabilan harga. Ketika jam kantor usai, kami harus packing sampai jam 11 malam. Setelah itu harus menyembelih sapi dan membaginya dalam jumlah kecil-kecil. Pekerjaan mudah, tetapi membutuhkan energi yang cukup besar. Kami akan terus seperti ini hingga H-2 nanti. Saya merasa beruntung berada di Yogyakarta yang menjadi daerah istimewa. Karena berkat keistimewaan itu Bulog juga istimewa.
Bagaimana tidak, raskin di Yogyakarta juga menjadi sangat istimewa. Dengan kearifan lokal yang mengakar di DIY ini, raskin di tempat ini jarang bergejolak. Bahkan kini semangat keistimewaan tersebut sudah mendarah daging di Bulog. Kami sekarang menyebut Bulog Divre DIY menjadi Bulog Divre Yogya Istimewa.
Erfanto linangkung
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=5&n=23&date=2016-06-27
Atasi harga, Bulog salurkan 16.000 ton gula
Senin, 27 Juni 2016
JAKARTA. Perum Bulog terus berupaya mengatasi kenaikan harga gula kristal putih (GKP) di pasaran. Salah satu langkah yang dilakukan adalah menggelontorkan 16.000 ton gula pasir ke sejumlah daerah di Indonesia dengan harga Rp 12.500 per kilogram (kg).
Diharapkan, dalam waktu dekat harga gula terus turun di kisaran Rp 13.000-Rp 14.000 per kg
Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusuyakti mengatakan, saat ini harga gula sudah mulai turun karena telah menggelontorkan gula pasir ke masyarakat.
Ia bilang, saat ini harga gula di Yogyakarta di kisaran Rp 14.000 per kg di Jawa Barat dan Jabodetabek sekitar Rp 14.000-Rp 15.000 per kg.
"Harga gula sudah mulai turun, memang masih ada yang masih tinggi di kota-kota tertentu tapi secara keseluruhan menunjukkan tren menurun," ujar Djarot kepada KONTAN, Senin (27/6).
Ia menjelaskan, pasokan gula sebesar 16.000 ton itu diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
Djarot mengatakan, butuh waktu untuk menurunnya harga gula dan menyebarkan gula milik bulog ke masyarakat. Sejauh ini, Bulog telah menjualnya di Sumatera Utara dan Aceh.
Menurutnya, jika saat ini harga gula di supermarket masih meroket, yakni sebesar Rp 17.000 per kg, hal itu terjadi karena Supermarket mengambil margin keuntungan sangat tinggi.
"Seharusnya harga gula tidak sampai setinggi itu. Atau mungkin juga gula itu stok lama," terangnya.
Djarot menambahkan, saat ini Bulog tengah mempersiapkan kedatangan gula dari Thailand yang akan tiba di Indonesia sekitar tanggal 28 atau 29 Juni pekan ini. Ia optimis masuknya gula tersebut akan turut mempercepat penurunan harga gula di pasaran.
JAKARTA. Perum Bulog terus berupaya mengatasi kenaikan harga gula kristal putih (GKP) di pasaran. Salah satu langkah yang dilakukan adalah menggelontorkan 16.000 ton gula pasir ke sejumlah daerah di Indonesia dengan harga Rp 12.500 per kilogram (kg).
Diharapkan, dalam waktu dekat harga gula terus turun di kisaran Rp 13.000-Rp 14.000 per kg
Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusuyakti mengatakan, saat ini harga gula sudah mulai turun karena telah menggelontorkan gula pasir ke masyarakat.
Ia bilang, saat ini harga gula di Yogyakarta di kisaran Rp 14.000 per kg di Jawa Barat dan Jabodetabek sekitar Rp 14.000-Rp 15.000 per kg.
"Harga gula sudah mulai turun, memang masih ada yang masih tinggi di kota-kota tertentu tapi secara keseluruhan menunjukkan tren menurun," ujar Djarot kepada KONTAN, Senin (27/6).
Ia menjelaskan, pasokan gula sebesar 16.000 ton itu diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
Djarot mengatakan, butuh waktu untuk menurunnya harga gula dan menyebarkan gula milik bulog ke masyarakat. Sejauh ini, Bulog telah menjualnya di Sumatera Utara dan Aceh.
Menurutnya, jika saat ini harga gula di supermarket masih meroket, yakni sebesar Rp 17.000 per kg, hal itu terjadi karena Supermarket mengambil margin keuntungan sangat tinggi.
"Seharusnya harga gula tidak sampai setinggi itu. Atau mungkin juga gula itu stok lama," terangnya.
Djarot menambahkan, saat ini Bulog tengah mempersiapkan kedatangan gula dari Thailand yang akan tiba di Indonesia sekitar tanggal 28 atau 29 Juni pekan ini. Ia optimis masuknya gula tersebut akan turut mempercepat penurunan harga gula di pasaran.
Warga Karanganyar, Keluhkan Beras Berkutu dari Bulog
Minggu, 26 June 2016
KARANGANYAR, Lintas Solo–Sungguh ironis, beras untuk rakyat miskin (Raskin) yang kini diganti nama menjadi beras untuk rakyat sejahtera (Rastra) yang diterima ratusan warga Desa Bulurejo, Kecamatan Gondangrejo, berbau dan mengandung kutu. Karena tidak layak konsumsi, beras itupun lantas dijual kepada pengepul untuk diganti beras dengan kualitas baik.
Siti Mulyani (53) warga Dusun Grumbulrejo, RT 02 RW 01 Desa Bulurejo itu, sangat kecewa karena beras yang diterimanya tidak layak konsumsi.
“Bersanya sangat tidak layak konsumsi. Beras bau apek dan berkutu, karena tidak layak untuk dimakan, beras langsung saya jual,” katanya, Minggu (26/6/2016).
Siti dan warga lainnya mengaku sudah dua kali menerima rastra yang kualitasnya buruk. Menurut Siti, Rastra yang dibagikan dua bulan terakhir cukup baik. Tapi beras yang dibagikan Minggu lalu, kualitasnya buruk.
Ditambahkannya, gudang Bulog sebagai penyalur, tidak menarik kembali Rastra tersebut.
Karena tidak ditarik lantas beras memilih untuk dijual.
Sementara itu, Kepala Dusun Grumbulrejo, Bulkin, mengatakan, Rastra yang diterima warga setempat 15 kg seharga Rp 24 ribu. Rastra tersebut kemudian dibagikan secara merata kepada warga setempat.
”Yang menerima Rastra di Desa Bulurejo meliputi Dusun Mendungan, Cinet, Bulurejo, Gunung Duk, dan Jengglong. Ada 502 rumah tangga yang menerima Rastar,” katanya.
Terpisah, Kepala Subdivre Bulog Solo, Rizal mengatakan, segera menukar beras Rastra yang buruk. Untuk itu, Rizal meminta warga penerima segera melapor ke gudang Bulog, sehingga dapat segera dilakukan penukaran dengan beras kualitas bagus.
Dia menjelaskan, pembagian pada Januari hingga Maret, kualitas berasnya bagus. April sampai Juni, beras yang dibagikan kualitas medium.
“Jika memang ada beras yang kualitasnya buruk, segera melapor. Kami akan mengganti dengan beras yang baik,”tandasnya. |Iwan Iswanda.
http://www.lintassolo.com/web/2016/06/warga-karanganyar-keluhkan-beras-berkutu-dari-bulog/
KARANGANYAR, Lintas Solo–Sungguh ironis, beras untuk rakyat miskin (Raskin) yang kini diganti nama menjadi beras untuk rakyat sejahtera (Rastra) yang diterima ratusan warga Desa Bulurejo, Kecamatan Gondangrejo, berbau dan mengandung kutu. Karena tidak layak konsumsi, beras itupun lantas dijual kepada pengepul untuk diganti beras dengan kualitas baik.
Siti Mulyani (53) warga Dusun Grumbulrejo, RT 02 RW 01 Desa Bulurejo itu, sangat kecewa karena beras yang diterimanya tidak layak konsumsi.
“Bersanya sangat tidak layak konsumsi. Beras bau apek dan berkutu, karena tidak layak untuk dimakan, beras langsung saya jual,” katanya, Minggu (26/6/2016).
Siti dan warga lainnya mengaku sudah dua kali menerima rastra yang kualitasnya buruk. Menurut Siti, Rastra yang dibagikan dua bulan terakhir cukup baik. Tapi beras yang dibagikan Minggu lalu, kualitasnya buruk.
Ditambahkannya, gudang Bulog sebagai penyalur, tidak menarik kembali Rastra tersebut.
Karena tidak ditarik lantas beras memilih untuk dijual.
Sementara itu, Kepala Dusun Grumbulrejo, Bulkin, mengatakan, Rastra yang diterima warga setempat 15 kg seharga Rp 24 ribu. Rastra tersebut kemudian dibagikan secara merata kepada warga setempat.
”Yang menerima Rastra di Desa Bulurejo meliputi Dusun Mendungan, Cinet, Bulurejo, Gunung Duk, dan Jengglong. Ada 502 rumah tangga yang menerima Rastar,” katanya.
Terpisah, Kepala Subdivre Bulog Solo, Rizal mengatakan, segera menukar beras Rastra yang buruk. Untuk itu, Rizal meminta warga penerima segera melapor ke gudang Bulog, sehingga dapat segera dilakukan penukaran dengan beras kualitas bagus.
Dia menjelaskan, pembagian pada Januari hingga Maret, kualitas berasnya bagus. April sampai Juni, beras yang dibagikan kualitas medium.
“Jika memang ada beras yang kualitasnya buruk, segera melapor. Kami akan mengganti dengan beras yang baik,”tandasnya. |Iwan Iswanda.
http://www.lintassolo.com/web/2016/06/warga-karanganyar-keluhkan-beras-berkutu-dari-bulog/
Jumat, 24 Juni 2016
Optimisme Terukur
Jumat, 24 Juni 2016
Pemerintah sekarang lebih realistis dalam melihat persoalan dan merumuskan kebijakan pangan nasional. Kebijakan realistis itu tampak dari rasionalisasi impor bahan pangan, seperti daging sapi, yang semula sangat proteksionis berbasis kuota menjadi lebih terbuka.
Cara pandang yang realistis juga tampak dari pernyataan Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan kerja ke peternakan sapi PT Karya Anugerah Rumpin di Bogor, Jawa Barat?, pekan ini. Presiden mengatakan, swasembada daging sapi adalah program jangka panjang, butuh waktu dua periode pemerintahan (10 tahun) untuk mencapainya.
Meski tidak terang-terangan menyatakan pembenaran atas impor beras, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengungkapkan pandangan realistisnya. Lembong dalam rapat koordinasi pangan di Badan Pemeriksa Keuangan antara lain menyatakan, sejatinya impor beras 1,5 juta ton pada 2015 adalah jumlah yang sangat kecil atau hanya 5 persen daripada total konsumsi beras nasional 30 juta ton per tahun.
Dalam rapat koordinasi pangan di BPK, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman secara terbuka menyatakan bahwa dia tidak anti impor. Kalaupun terpaksa, impor pangan harus didasarkan pada kebutuhan, bukan keinginan.
Melihat pernyataan-pernyataan terbuka pejabat negara dan kebijakan-kebijakan terkait pangan akhir-akhir ini, tampaknya arah kebijakan pangan dan pembangunan pertanian pangan kita sedang berputar haluan. Bisa jadi ini muncul setelah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla belajar dari ketidakhati-hatian dalam pengambilan kebijakan terkait pangan pada awal-awal pemerintahannya.
Sekarang pemerintah bisa melihat persoalan pangan secara lebih utuh, bukan atas dasar pencitraan semata. Pemerintah sekarang memilih cara pandang dan sikap yang optimistis realistis.
Kebijakan pangan yang realistis tanpa dibarengi dengan optimisme yang terukur hanya akan menciptakan masalah dalam sistem produksi pangan nasional.
Pangan impor akan melanda negeri Indonesia bagaikan air bah, baik yang masuk secara resmi maupun ilegal. Ini karena ada kecenderungan, ketika kebijakan pangan lebih realistis, solusinya adalah impor. Pangan impor lebih digemari karena harga belinya lebih murah. Impor pangan akan memberi ruang lebih besar bagi para pemburu rente untuk bermain.
Kita senang karena pemerintah dan kita semua masih mempunyai sikap optimistis dalam membangun pertanian pangan Indonesia. Kita juga lebih senang ketika melihat pemerintah lebih realistis dalam melihat ketersediaan pangan dan kebutuhannya. (HERMAS E PRABOWO)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160624kompas/#/21/
Pemerintah sekarang lebih realistis dalam melihat persoalan dan merumuskan kebijakan pangan nasional. Kebijakan realistis itu tampak dari rasionalisasi impor bahan pangan, seperti daging sapi, yang semula sangat proteksionis berbasis kuota menjadi lebih terbuka.
Cara pandang yang realistis juga tampak dari pernyataan Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan kerja ke peternakan sapi PT Karya Anugerah Rumpin di Bogor, Jawa Barat?, pekan ini. Presiden mengatakan, swasembada daging sapi adalah program jangka panjang, butuh waktu dua periode pemerintahan (10 tahun) untuk mencapainya.
Meski tidak terang-terangan menyatakan pembenaran atas impor beras, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengungkapkan pandangan realistisnya. Lembong dalam rapat koordinasi pangan di Badan Pemeriksa Keuangan antara lain menyatakan, sejatinya impor beras 1,5 juta ton pada 2015 adalah jumlah yang sangat kecil atau hanya 5 persen daripada total konsumsi beras nasional 30 juta ton per tahun.
Dalam rapat koordinasi pangan di BPK, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman secara terbuka menyatakan bahwa dia tidak anti impor. Kalaupun terpaksa, impor pangan harus didasarkan pada kebutuhan, bukan keinginan.
Melihat pernyataan-pernyataan terbuka pejabat negara dan kebijakan-kebijakan terkait pangan akhir-akhir ini, tampaknya arah kebijakan pangan dan pembangunan pertanian pangan kita sedang berputar haluan. Bisa jadi ini muncul setelah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla belajar dari ketidakhati-hatian dalam pengambilan kebijakan terkait pangan pada awal-awal pemerintahannya.
Sekarang pemerintah bisa melihat persoalan pangan secara lebih utuh, bukan atas dasar pencitraan semata. Pemerintah sekarang memilih cara pandang dan sikap yang optimistis realistis.
Kebijakan pangan yang realistis tanpa dibarengi dengan optimisme yang terukur hanya akan menciptakan masalah dalam sistem produksi pangan nasional.
Pangan impor akan melanda negeri Indonesia bagaikan air bah, baik yang masuk secara resmi maupun ilegal. Ini karena ada kecenderungan, ketika kebijakan pangan lebih realistis, solusinya adalah impor. Pangan impor lebih digemari karena harga belinya lebih murah. Impor pangan akan memberi ruang lebih besar bagi para pemburu rente untuk bermain.
Kita senang karena pemerintah dan kita semua masih mempunyai sikap optimistis dalam membangun pertanian pangan Indonesia. Kita juga lebih senang ketika melihat pemerintah lebih realistis dalam melihat ketersediaan pangan dan kebutuhannya. (HERMAS E PRABOWO)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160624kompas/#/21/
Bulog Belum Optimalkan Serapan Jagung dan Kedelai Petani
Kamis, 23 Juni 2016
Jatim Newsroom – Perum Bulog sebagai stabilitator harga komoditi bahan pangan kini bukan hanya beras. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 48/2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional, maka Bulog kini juga menyerap jagung dan kedelai. Namun Perpres tersebut hingga kini belum diterima oleh Perum Bulog Divre Jatim.
“Perpres belum sampai sini. Jadi fokus kita masih pengadaan gabah dan beras. Kita belum lakukan optimalisasi pengadaan kedelai dan jagung. Prakteknya memang sudah beli tapi jumlah kecil di Tuban dan Lamongan,” kata Kepala Perum Bulog Divre Jatim, Witono, Kamis (23/6).
Menurutnya, dengan dasar Perpres itu pihaknya juga berharap ada PP (Peraturan Pemerintah). Dengan begitu, penyerapan bisa dioptimalkan. “Untuk jagung sementara ini kita masih impor sebanyak 500 ribu ton. Untuk kedelai Jatim memang belum swasembada, jadi kalau kurang atau defisit ya kemungkinan impor,” jelasnya.
Dalam Perpres tersebut dijelaskan pula untuk jenis bahan pangan lainnya. Seperti gula, minyak goreng, tepung terigu, bawang merah, cabai, daging sapi, daging ayam ras dan telur ayam, menteri yang menyelenggarakan urusan perdagangan dapat menugaskan kepada BUMN diluar Bulog atau kepada Bulog.
Secara rinci, tugas Bulog adalah melakukan pengamanan harga pangan di tingkat produsen dan konsumen, pengelolaan cadangan pangan pemerintah, serta penyediaan dan pendistribusian pangan.Selain itu tugas lain Bulog yakni melaksanakan impor pangan, pengembangan industri berbasis pangan, dan pengembangan pergudangan pangan.
Dengan adanya Perpres tersebut, Bulog dengan mudah bisa menangani komoditas lain tanpa harus menunggu surat penugasan. Sebab, dari akta pendiriannya, Bulog telah memiliki tugas baru yang diperluas selain komoditas beras. Pun demikian, Perpres perubahan juga tetap membuka peluang bagi Bulog untuk menyerap komoditas lain di luar padi, jagung, dan kedelai.
Mulai tahun ini, Bulog akan melakukan ekspansi usaha guna menyambut tugas baru tersebut. Salah satu yang diperbaiki adalah infrastruktur, mulai dari perbaikan infrastruktur pasca panen, pengering, cold storage, silo, dan gudang. Pembangunan infrastruktur ini ditargetkan mulai berlaku tahun ini dan selesai awal tahun 2017. (afr)
http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/bulog-belum-optimalkan-serapan-jagung-dan-kedelai-petani
Jatim Newsroom – Perum Bulog sebagai stabilitator harga komoditi bahan pangan kini bukan hanya beras. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 48/2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional, maka Bulog kini juga menyerap jagung dan kedelai. Namun Perpres tersebut hingga kini belum diterima oleh Perum Bulog Divre Jatim.
“Perpres belum sampai sini. Jadi fokus kita masih pengadaan gabah dan beras. Kita belum lakukan optimalisasi pengadaan kedelai dan jagung. Prakteknya memang sudah beli tapi jumlah kecil di Tuban dan Lamongan,” kata Kepala Perum Bulog Divre Jatim, Witono, Kamis (23/6).
Menurutnya, dengan dasar Perpres itu pihaknya juga berharap ada PP (Peraturan Pemerintah). Dengan begitu, penyerapan bisa dioptimalkan. “Untuk jagung sementara ini kita masih impor sebanyak 500 ribu ton. Untuk kedelai Jatim memang belum swasembada, jadi kalau kurang atau defisit ya kemungkinan impor,” jelasnya.
Dalam Perpres tersebut dijelaskan pula untuk jenis bahan pangan lainnya. Seperti gula, minyak goreng, tepung terigu, bawang merah, cabai, daging sapi, daging ayam ras dan telur ayam, menteri yang menyelenggarakan urusan perdagangan dapat menugaskan kepada BUMN diluar Bulog atau kepada Bulog.
Secara rinci, tugas Bulog adalah melakukan pengamanan harga pangan di tingkat produsen dan konsumen, pengelolaan cadangan pangan pemerintah, serta penyediaan dan pendistribusian pangan.Selain itu tugas lain Bulog yakni melaksanakan impor pangan, pengembangan industri berbasis pangan, dan pengembangan pergudangan pangan.
Dengan adanya Perpres tersebut, Bulog dengan mudah bisa menangani komoditas lain tanpa harus menunggu surat penugasan. Sebab, dari akta pendiriannya, Bulog telah memiliki tugas baru yang diperluas selain komoditas beras. Pun demikian, Perpres perubahan juga tetap membuka peluang bagi Bulog untuk menyerap komoditas lain di luar padi, jagung, dan kedelai.
Mulai tahun ini, Bulog akan melakukan ekspansi usaha guna menyambut tugas baru tersebut. Salah satu yang diperbaiki adalah infrastruktur, mulai dari perbaikan infrastruktur pasca panen, pengering, cold storage, silo, dan gudang. Pembangunan infrastruktur ini ditargetkan mulai berlaku tahun ini dan selesai awal tahun 2017. (afr)
http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/bulog-belum-optimalkan-serapan-jagung-dan-kedelai-petani
Minta PMN Rp 2 Triliun, Bulog Ingin Beli Alat Pengering
KAMIS, 23 JUNI 2016
TEMPO.CO, Jakarta - Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) meminta pemerintah menyuntikkan dana melalui penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 2 triliun. Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan sebagian besar dana itu akan digunakan untuk memperbaiki infrastruktur pascapanen, terutama untuk padi, jagung, dan kedelai.
“Yang paling krusial itu alat pengering,” ucap Djarot seusai rapat kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat di gedung DPR, Rabu, 22 Juni 2016.
Selama ini, menurut Djarot, produksi banyak yang terbuang akibat ketidaksediaan alat tersebut di tempat pertanian. Hasil panen, seperti pagi, jagung, dan kedelai, akan mudah terkena racun aflatoksin bila tak dikeringkan. "Kualitas hasil panen akan turun dan harganya akan jatuh kalau tidak dikelola dengan baik," ujar Djarot.
Terlebih, panen raya terjadi pada musim hujan dan hasil panen pun memiliki kadar air yang tinggi. Dengan demikian, lantai jemur menjadi tidak efektif karena hasil panen cenderung lembap. “Makanya, supaya efisien, kami ingin punya alat pengering terintegrasi dengan alat simpan,” tuturnya.
Djarot mengatakan, selama ini, Bulog tak memiliki cukup banyak alat pengering untuk padi. Bahkan, ucap Djarot, Bulog sama sekali tak memiliki alat pengering untuk jagung dan kedelai. “Makanya hasil produksi banyak terbuang,” ujarnya.
Bulog, tutur Djarot, hanya memiliki 120 alat pengering padi. Sebanyak 70 alat milik Bulog sendiri dan 50 sisanya pinjaman dari Bank Bukopin. Untuk 70 alat pengering milik Bulog berkapasitas 10 ton padi. Sedangkan 50 alat pengering milik Bank Bukopin berkapasitas 30 ton.
Belum lagi, kata dia, mesin lama ini tak efisien karena masih menggunakan minyak tanah. Bila mesin tersebut diganti dengan listrik, ongkosnya menjadi mahal. Karena itu, ia meminta anggaran untuk menambah dan membeli mesin pengering.
“Untuk jagung dan kedelai, kami tak memiliki alat pengering sama sekali,” ucapnya. Untuk jagung dan kedelai selama ini Bulog hanya mengandalkan sinar matahari. Maka tak heran bila jagung dan kedelai tak awet akibat kena racun.
Melalui dana PMN, ia berharap Bulog bisa membeli mesin pengering terintegrasi. Alat pengering itu diharapkan menyatu dengan gudang penyimpanan, silo, ataupun terpasang langsung pada alat pemroses. Dengan begitu, Bulog bisa menghasilkan padi siap jual sebanyak 1 ton per tahun. Bila PMN tersebut dikabulkan, Bulog akan membeli 22 alat pengering padi baru yang akan tersebar di tujuh lokasi di seluruh Indonesia.
Sedangkan untuk alat pengering jagung dan kedelai bisa dipakai bergantian. Djarot berharap Bulog bisa membeli 12-13 alat pengering untuk jagung atau kedelai. "Dengan alat pengering terintegrasi, nantinya produksi jagung dan kedelai bisa mencapai 45 ribu ton gudang per tahun," ujarnya.
BAGUS PRAESETIYO
TEMPO.CO, Jakarta - Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) meminta pemerintah menyuntikkan dana melalui penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 2 triliun. Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan sebagian besar dana itu akan digunakan untuk memperbaiki infrastruktur pascapanen, terutama untuk padi, jagung, dan kedelai.
“Yang paling krusial itu alat pengering,” ucap Djarot seusai rapat kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat di gedung DPR, Rabu, 22 Juni 2016.
Selama ini, menurut Djarot, produksi banyak yang terbuang akibat ketidaksediaan alat tersebut di tempat pertanian. Hasil panen, seperti pagi, jagung, dan kedelai, akan mudah terkena racun aflatoksin bila tak dikeringkan. "Kualitas hasil panen akan turun dan harganya akan jatuh kalau tidak dikelola dengan baik," ujar Djarot.
Terlebih, panen raya terjadi pada musim hujan dan hasil panen pun memiliki kadar air yang tinggi. Dengan demikian, lantai jemur menjadi tidak efektif karena hasil panen cenderung lembap. “Makanya, supaya efisien, kami ingin punya alat pengering terintegrasi dengan alat simpan,” tuturnya.
Djarot mengatakan, selama ini, Bulog tak memiliki cukup banyak alat pengering untuk padi. Bahkan, ucap Djarot, Bulog sama sekali tak memiliki alat pengering untuk jagung dan kedelai. “Makanya hasil produksi banyak terbuang,” ujarnya.
Bulog, tutur Djarot, hanya memiliki 120 alat pengering padi. Sebanyak 70 alat milik Bulog sendiri dan 50 sisanya pinjaman dari Bank Bukopin. Untuk 70 alat pengering milik Bulog berkapasitas 10 ton padi. Sedangkan 50 alat pengering milik Bank Bukopin berkapasitas 30 ton.
Belum lagi, kata dia, mesin lama ini tak efisien karena masih menggunakan minyak tanah. Bila mesin tersebut diganti dengan listrik, ongkosnya menjadi mahal. Karena itu, ia meminta anggaran untuk menambah dan membeli mesin pengering.
“Untuk jagung dan kedelai, kami tak memiliki alat pengering sama sekali,” ucapnya. Untuk jagung dan kedelai selama ini Bulog hanya mengandalkan sinar matahari. Maka tak heran bila jagung dan kedelai tak awet akibat kena racun.
Melalui dana PMN, ia berharap Bulog bisa membeli mesin pengering terintegrasi. Alat pengering itu diharapkan menyatu dengan gudang penyimpanan, silo, ataupun terpasang langsung pada alat pemroses. Dengan begitu, Bulog bisa menghasilkan padi siap jual sebanyak 1 ton per tahun. Bila PMN tersebut dikabulkan, Bulog akan membeli 22 alat pengering padi baru yang akan tersebar di tujuh lokasi di seluruh Indonesia.
Sedangkan untuk alat pengering jagung dan kedelai bisa dipakai bergantian. Djarot berharap Bulog bisa membeli 12-13 alat pengering untuk jagung atau kedelai. "Dengan alat pengering terintegrasi, nantinya produksi jagung dan kedelai bisa mencapai 45 ribu ton gudang per tahun," ujarnya.
BAGUS PRAESETIYO
Jokowi Instruksikan 11 Kewenangan Pangan Bulog, Keppresnya Hanya Segini
Kamis, 23 Juni 2016
JAKARTA - Direktur Pengadaan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog), Wahyu mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengeluarkan instruksi agar Bulog dikembalikan fungsinya dan diberi kewenangan untuk pengadaan 11 jenis pangan untuk rakyat.
Menyikapi hal tersebut, menurut Wahyu, Bulog bekerja cepat menyiapkan seluruh persyaratan yang diperlukan.
"Presiden pernah instruksikan Bulog diberi kewenangan untuk pengadaan 11 jenis pangan untuk rakyat. Karena itu, kami bekerja cepat menyiapkan seluruh persyaratan yang diperlukan," kata Wahyu, dalam Dialektika Demokrasi "Stabilitas Harga Pangan” di pressroom DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/6).
Sesuai dengan mekanismenya, ujar Wahyu, Bulog menyerahkan semua berkas termasuk rencana anggaran dan biaya kepada Menko Bidang Perekonomian untuk dilanjutkan kepada Presiden Joko Widodo.
Tapi, setelah semua proses selesai dan presiden menerbitkan keppresnya, lanjut lulusan Program Doktor Ilmu Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Padjadjaran Bandung itu, dari 11 kewenangan pengadaan pangan yang diinstruksikan, hanya tiga yang boleh dijalankan.
"Untuk saat ini, Bulog cukup berwenang untuk pengadaan beras, jagung dan kedelai. Delapannya lagi tunggu. Begitu bahasa keppresnya," imbuh Wahyu.
Sebagai penugasan dari presiden kata Wahyu, Bulog tetap menjalankan keppresnya secara baik.
"Tapi publik menilai bahwa pengaruh mafia sangat kuat, buktinya bisa menganulir instruksi presiden," pungkasnya.(fas/jpnn)
http://www.jpnn.com/read/2016/06/23/445349/Jokowi-Instruksikan-11-Kewenangan-Pangan-Bulog-Keppresnya-Hanya-Segini-
JAKARTA - Direktur Pengadaan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog), Wahyu mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengeluarkan instruksi agar Bulog dikembalikan fungsinya dan diberi kewenangan untuk pengadaan 11 jenis pangan untuk rakyat.
Menyikapi hal tersebut, menurut Wahyu, Bulog bekerja cepat menyiapkan seluruh persyaratan yang diperlukan.
"Presiden pernah instruksikan Bulog diberi kewenangan untuk pengadaan 11 jenis pangan untuk rakyat. Karena itu, kami bekerja cepat menyiapkan seluruh persyaratan yang diperlukan," kata Wahyu, dalam Dialektika Demokrasi "Stabilitas Harga Pangan” di pressroom DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/6).
Sesuai dengan mekanismenya, ujar Wahyu, Bulog menyerahkan semua berkas termasuk rencana anggaran dan biaya kepada Menko Bidang Perekonomian untuk dilanjutkan kepada Presiden Joko Widodo.
Tapi, setelah semua proses selesai dan presiden menerbitkan keppresnya, lanjut lulusan Program Doktor Ilmu Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Padjadjaran Bandung itu, dari 11 kewenangan pengadaan pangan yang diinstruksikan, hanya tiga yang boleh dijalankan.
"Untuk saat ini, Bulog cukup berwenang untuk pengadaan beras, jagung dan kedelai. Delapannya lagi tunggu. Begitu bahasa keppresnya," imbuh Wahyu.
Sebagai penugasan dari presiden kata Wahyu, Bulog tetap menjalankan keppresnya secara baik.
"Tapi publik menilai bahwa pengaruh mafia sangat kuat, buktinya bisa menganulir instruksi presiden," pungkasnya.(fas/jpnn)
http://www.jpnn.com/read/2016/06/23/445349/Jokowi-Instruksikan-11-Kewenangan-Pangan-Bulog-Keppresnya-Hanya-Segini-
Masih Perlukah Bulog Ada di Negeri Ini?
Kamis, 23 Juni 2016
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengungkapkan peranan Perum Bulog (Badan Urusan Logistik), harus ditingkatkan untuk mengatasi stabiiitas harga bahan pokok di Indonesia karena tidak ada Bulog saja harga sudah mahal, apalagi tidak ada badan ini.
“Selama harga bahan pokok tidak dikuasai negara melalui Bulog, maka hargapun akan terus mahal. Sebab, Bulog berperan untuk menekan harga di masyarakat, seperti beras, jika harga di pasaran tinggi, Bulog langsung melepas stocknya,” kata Herman menjelaskan soal stabilitas harga bahan pokok di Gedung DPR, Kamis (23/6).
Menurutnya, di China saja, penanganan bahan pokok langsung oleh negaranya sehingga harga di dalam negeri stabil tidak dapat dipermainkan oleh pengusaha lainnya.
Jadi, selama pemerintah belum terasa hadir untuk penanganan stabilitas harga bahan pokok, seperti harga tidak teratasi, mahal terus, maka tentunya timbul pertanyaan kemana saja pemerintahannya.
Sedangkan Direktur Pengadaan Bulog menambahkan sebenarnya ada keinginan pemerintah terutama Presiden Joko Widodo untuk menambah peranan Bulog menangani 11 komoditas bahan pangan seperti diantaranya beras, jagung, kedelai, cabe, bawang merah, tetapi setelah diproses oleh salah satu menteri hanya 3 komoditas, beras, jagung dan kedelai.
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengungkapkan peranan Perum Bulog (Badan Urusan Logistik), harus ditingkatkan untuk mengatasi stabiiitas harga bahan pokok di Indonesia karena tidak ada Bulog saja harga sudah mahal, apalagi tidak ada badan ini.
“Selama harga bahan pokok tidak dikuasai negara melalui Bulog, maka hargapun akan terus mahal. Sebab, Bulog berperan untuk menekan harga di masyarakat, seperti beras, jika harga di pasaran tinggi, Bulog langsung melepas stocknya,” kata Herman menjelaskan soal stabilitas harga bahan pokok di Gedung DPR, Kamis (23/6).
Menurutnya, di China saja, penanganan bahan pokok langsung oleh negaranya sehingga harga di dalam negeri stabil tidak dapat dipermainkan oleh pengusaha lainnya.
Jadi, selama pemerintah belum terasa hadir untuk penanganan stabilitas harga bahan pokok, seperti harga tidak teratasi, mahal terus, maka tentunya timbul pertanyaan kemana saja pemerintahannya.
Sedangkan Direktur Pengadaan Bulog menambahkan sebenarnya ada keinginan pemerintah terutama Presiden Joko Widodo untuk menambah peranan Bulog menangani 11 komoditas bahan pangan seperti diantaranya beras, jagung, kedelai, cabe, bawang merah, tetapi setelah diproses oleh salah satu menteri hanya 3 komoditas, beras, jagung dan kedelai.
Kamis, 23 Juni 2016
Soal Penggepalan 18 Ton Beras, Bulog Bilang Begini
Kamis, 23 Juni 2016
BENGKULU - Kepala Sub Drive Bulog Curup, Zulkifli SE menegaskan terkait dengan dugaan adanya penggelapan Raskin tersebut bukan salah dari petugas Bulog. Karena dalam proses pendistribusiannya sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Dijelaskan Zulkifli, proses pendustribusian tersebut dimulai setelah pihaknya menerima surat permintaan alokasi dari Pemkab Kabupaten Rejang Lebong tentang pendistribusian raskin khusus untuk satu desa yaitu Desa Simpang Beliti Kecamatan Binduriang.
“Setelah surat permintaan alokasi kita terima, selanjutnya kita menerbitkan bukti setor,” jelas Zulkifli.
Kemudian bukti setor yang mereka keluarkan tersebut dibawa oleh yang bersangkutan untuk melakukan penyetoran ke bank dengan harga Rp 1.600 per Kg. Setelah melakukan penyetoran kemudian, yang akan melakukan pengambilan raskin membawa bukti setoran ke Bulog.
Setelah itu Bulog mengeluarkan beras sesuai dengan jumlah nominal yang disetor yaitu sebanyak 18.180 Kg untuk enam bulan terhitung sejak bulan Januari hingga Juni ini. Petugs Bulog kemudian langsung memuat beras pada tiga kendaraan yang disiapkan Bolog.
Karena, menurut Zulkifli, berdasarkan kesepakatan dengan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong, dalam pendistribusian raskin, Bulog bertanggungjawab hingga kantor camat, kemudian di kantor camat dilakukan pemindahan dari mobil Bulog ke mobil yang biasanya sudah disiapkan oleh masing-masing kades termasuk yang terjadi Senin (20/6).
Setelah petugas Bulog tiba di kantor Camat Binduriang kemudian langsung dilkukan pemindahan ke mobil yang telah disiapkan.
“Kalau saat tertangkapnya menggunak mobil Bulog, maka jelas itu kesalahan petugas kami, namun saat diamankan bukan menggunakan mobil Bulog,” terang Zulkifli.
Khusus Desa Simpang Beliti, jumlah rumah tangga sasaran penerima raskin ini sebanyak 202 RT, setiap RTS akan menerima beras seberat 15 Kg atau 3,3 ton setiap bulannya.
Zulkifli juga mengungkapkan dari beberapa desa yang da di Kecamatan Binduriang memang Desa Simpang Beliti belum melakukan penembusan sejak bulan Januari. Sedangkan desa lainnya sudah melakukan penebusan hingga bulan Juni ini.
Terkait dengan sanksi yang mungkin akan dilakukan Bulog, menurut Zulkifli Bulog sebagai penyedia barang tidak bisa memberikan sanksi, karena menurutnya terkait dengan distribusi raskin sendiri ada pada pemerintah kabupaten karena Bulog sifaatnya hanya menerima permintan. Oleh karena itu, untuk masalah sanksi ada dengan pemerintah kabupaten.
“Kalau sanksi dari kita tidak ada, namun dengan adanya kejadian ini kita akan meningkatkan pengawasan agar tidak terulang lagi. Karena kasus ini merupakan yang pertama kalinya kami ketahui,” akhir Zulkifli.
Sedangkan Badan Urusan Logistik (Bulog) Divre Bengkulu, membantah petugas Bulog yang bermain dalam dugaan penggelapan 18 ton beras raskin yang diduga akan dibawa ke Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
Kepala Perum Bulog Divre Bengkulu, Imran Rasydy Abdullah mengatakan, tugas Bulog untuk menyalurkan raskin ke Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT) Kabupaten Rejang Lebong telah sesuai dengan prosedur.
“Saya sudah koordinasi dengan petugas kita di Rejang Lebong dan diketahui, itu bukan kita yang melakukan. Karena tugas kita sebagai penyalur ke kantor kecamatan sudah selesai. Terlepas itu dibagikan sudah dibagikan atau belum, itu menjadi anggung jawab dari pihak kecamatan,” tegas Imran kepada BE, kemarin.
Dikatakanya, sebelum mendistribusikan raskin, pihak pemerintah harus melakukan pelunasan pagu raskin untuk kecamatan yang akan disalurkan. Ketika telah lunas, maka Bulog akan langsung menyalurkan raskin kepada penerima manfaat dalam hal ini masyarakat, melalui pihak kecamatan dan kelurahan.
“Jadi tidak mungkin kita serahkan kepada yang bukan penerima manfaat. Apalagi harus keluar provinsi,” tegasnya.
Dari hasil penangkapan oleh Polsak PUT, 2 unit truk yang membawa raskin itu juga bukan truk milik Bulog. Sehingga dipastikan, akan larinya raskin ke provinsi tetangga, bukan dilakukan oleh pihak Bulog.
“Mobil yang mengangkutnya bukan dari mobil Bulog. Jadi kita sangat menyayangkan hal itu bisa terjadi,” bebernya.
Secara regulasi, Bulog memang bisa menyalurkan beras atar provinsi. Namun penyalurannya harus melalui pihak Bulog setempat, serta pendistribusiannya juga harus dilakukan oleh Bulog.
“Memang bisa disalurkan antar provinsi, tapi kita tidak pernah. Karena pemanfaatan baras di Bengkulu saja, terkadang kurang,” tegas Imran.
Dengan adanya temuan itu, Bulog menegaskan bahwa pihak penegak hukum harus mencari siapa yang menjadi dalang atas terjadinya pendistribusian beras Bulog secara ilegal itu. Sehingga kejadian ini tidak terulang kembali. “Ini baru pertama terjadi. Kita juga akan evaluasi dan lebih teliti, agar masalah ini tidak terjadi lagi,” tutupnya.(BE/ray/jpnn)
http://www.jpnn.com/read/2016/06/23/444513/Soal-Penggepalan-18-Ton-Beras-Bulog-Bilang-Begini-
BENGKULU - Kepala Sub Drive Bulog Curup, Zulkifli SE menegaskan terkait dengan dugaan adanya penggelapan Raskin tersebut bukan salah dari petugas Bulog. Karena dalam proses pendistribusiannya sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Dijelaskan Zulkifli, proses pendustribusian tersebut dimulai setelah pihaknya menerima surat permintaan alokasi dari Pemkab Kabupaten Rejang Lebong tentang pendistribusian raskin khusus untuk satu desa yaitu Desa Simpang Beliti Kecamatan Binduriang.
“Setelah surat permintaan alokasi kita terima, selanjutnya kita menerbitkan bukti setor,” jelas Zulkifli.
Kemudian bukti setor yang mereka keluarkan tersebut dibawa oleh yang bersangkutan untuk melakukan penyetoran ke bank dengan harga Rp 1.600 per Kg. Setelah melakukan penyetoran kemudian, yang akan melakukan pengambilan raskin membawa bukti setoran ke Bulog.
Setelah itu Bulog mengeluarkan beras sesuai dengan jumlah nominal yang disetor yaitu sebanyak 18.180 Kg untuk enam bulan terhitung sejak bulan Januari hingga Juni ini. Petugs Bulog kemudian langsung memuat beras pada tiga kendaraan yang disiapkan Bolog.
Karena, menurut Zulkifli, berdasarkan kesepakatan dengan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong, dalam pendistribusian raskin, Bulog bertanggungjawab hingga kantor camat, kemudian di kantor camat dilakukan pemindahan dari mobil Bulog ke mobil yang biasanya sudah disiapkan oleh masing-masing kades termasuk yang terjadi Senin (20/6).
Setelah petugas Bulog tiba di kantor Camat Binduriang kemudian langsung dilkukan pemindahan ke mobil yang telah disiapkan.
“Kalau saat tertangkapnya menggunak mobil Bulog, maka jelas itu kesalahan petugas kami, namun saat diamankan bukan menggunakan mobil Bulog,” terang Zulkifli.
Khusus Desa Simpang Beliti, jumlah rumah tangga sasaran penerima raskin ini sebanyak 202 RT, setiap RTS akan menerima beras seberat 15 Kg atau 3,3 ton setiap bulannya.
Zulkifli juga mengungkapkan dari beberapa desa yang da di Kecamatan Binduriang memang Desa Simpang Beliti belum melakukan penembusan sejak bulan Januari. Sedangkan desa lainnya sudah melakukan penebusan hingga bulan Juni ini.
Terkait dengan sanksi yang mungkin akan dilakukan Bulog, menurut Zulkifli Bulog sebagai penyedia barang tidak bisa memberikan sanksi, karena menurutnya terkait dengan distribusi raskin sendiri ada pada pemerintah kabupaten karena Bulog sifaatnya hanya menerima permintan. Oleh karena itu, untuk masalah sanksi ada dengan pemerintah kabupaten.
“Kalau sanksi dari kita tidak ada, namun dengan adanya kejadian ini kita akan meningkatkan pengawasan agar tidak terulang lagi. Karena kasus ini merupakan yang pertama kalinya kami ketahui,” akhir Zulkifli.
Sedangkan Badan Urusan Logistik (Bulog) Divre Bengkulu, membantah petugas Bulog yang bermain dalam dugaan penggelapan 18 ton beras raskin yang diduga akan dibawa ke Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
Kepala Perum Bulog Divre Bengkulu, Imran Rasydy Abdullah mengatakan, tugas Bulog untuk menyalurkan raskin ke Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT) Kabupaten Rejang Lebong telah sesuai dengan prosedur.
“Saya sudah koordinasi dengan petugas kita di Rejang Lebong dan diketahui, itu bukan kita yang melakukan. Karena tugas kita sebagai penyalur ke kantor kecamatan sudah selesai. Terlepas itu dibagikan sudah dibagikan atau belum, itu menjadi anggung jawab dari pihak kecamatan,” tegas Imran kepada BE, kemarin.
Dikatakanya, sebelum mendistribusikan raskin, pihak pemerintah harus melakukan pelunasan pagu raskin untuk kecamatan yang akan disalurkan. Ketika telah lunas, maka Bulog akan langsung menyalurkan raskin kepada penerima manfaat dalam hal ini masyarakat, melalui pihak kecamatan dan kelurahan.
“Jadi tidak mungkin kita serahkan kepada yang bukan penerima manfaat. Apalagi harus keluar provinsi,” tegasnya.
Dari hasil penangkapan oleh Polsak PUT, 2 unit truk yang membawa raskin itu juga bukan truk milik Bulog. Sehingga dipastikan, akan larinya raskin ke provinsi tetangga, bukan dilakukan oleh pihak Bulog.
“Mobil yang mengangkutnya bukan dari mobil Bulog. Jadi kita sangat menyayangkan hal itu bisa terjadi,” bebernya.
Secara regulasi, Bulog memang bisa menyalurkan beras atar provinsi. Namun penyalurannya harus melalui pihak Bulog setempat, serta pendistribusiannya juga harus dilakukan oleh Bulog.
“Memang bisa disalurkan antar provinsi, tapi kita tidak pernah. Karena pemanfaatan baras di Bengkulu saja, terkadang kurang,” tegas Imran.
Dengan adanya temuan itu, Bulog menegaskan bahwa pihak penegak hukum harus mencari siapa yang menjadi dalang atas terjadinya pendistribusian beras Bulog secara ilegal itu. Sehingga kejadian ini tidak terulang kembali. “Ini baru pertama terjadi. Kita juga akan evaluasi dan lebih teliti, agar masalah ini tidak terjadi lagi,” tutupnya.(BE/ray/jpnn)
http://www.jpnn.com/read/2016/06/23/444513/Soal-Penggepalan-18-Ton-Beras-Bulog-Bilang-Begini-
Soal Daging, Bulog hanya Pemain Cadangan
Rabu, 22 Juni 2016
JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan para menteri agar menurunkan harga daging sapi di bulan puasa hingga Rp80 ribu per kg. Namun hingga puasa ke 16 ini harga daging masih belum turun.
Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti mengungkapkan, penyebab utama sulitnya menurunkan harga daging sapi lantaran harga daging lokal masih lebih tinggi dari harga daging impor.
"Sesuatu yang perlu effort kuat, daging punya 2 sumber lokal dan impor. Masing-masing punya HPP (harga pokok penjualan) beda. Daging lokal HPP sedikit lebih mahal dibanding impor. Rata-rata impor HPP Rp70-80 ribu per kg, lokal Rp90-100 ribu per kg," ungkapnya di Gedung DPR, Rabu (22/6/2016).
Menurutnya untuk mengakali hal tersebut butuh upaya keras. Pasalnya untuk menurunkan harga daging lokal pemerintah harus mengorbankan peternak lokal.
"Dilema besar kalau kita memaksa daging lokal semurah impor. Karena ada unsur pengorbanan peternak rakyat harus dilakukan gerakan menurunkan harga. Selama ini daging impor ikutan harga lokal, mungkin di benak pemerintah ada sebuah shock bahwa selama bertahun-tahun daging impor ikut harga lokal. Harusnya ikutin harganya masing-masing," imbuhnya.
Oleh karena itu, pemerintah membuka keran impor. Agar daging impor memenuhi pasokan di pasar. Djarot juga merasa enggan disalahkan terkait tingginya harga daging. Pasalnya Bulog baru diinstruksikan untuk ikut menurunkan harga daging.
"Pertama Bulog ini khusus daging sebagai pemain cadangan. Karena pada awalnya di berdikari kemudian karena perlu penguatan Bulog turun ikut melakukan impor sudah dalam posisi agak terlambat. Akhir Mei di mana puasa 6 juni," pungkasnya.
(mrt)
http://economy.okezone.com/read/2016/06/22/320/1422675/soal-daging-bulog-hanya-pemain-cadangan
JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan para menteri agar menurunkan harga daging sapi di bulan puasa hingga Rp80 ribu per kg. Namun hingga puasa ke 16 ini harga daging masih belum turun.
Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti mengungkapkan, penyebab utama sulitnya menurunkan harga daging sapi lantaran harga daging lokal masih lebih tinggi dari harga daging impor.
"Sesuatu yang perlu effort kuat, daging punya 2 sumber lokal dan impor. Masing-masing punya HPP (harga pokok penjualan) beda. Daging lokal HPP sedikit lebih mahal dibanding impor. Rata-rata impor HPP Rp70-80 ribu per kg, lokal Rp90-100 ribu per kg," ungkapnya di Gedung DPR, Rabu (22/6/2016).
Menurutnya untuk mengakali hal tersebut butuh upaya keras. Pasalnya untuk menurunkan harga daging lokal pemerintah harus mengorbankan peternak lokal.
"Dilema besar kalau kita memaksa daging lokal semurah impor. Karena ada unsur pengorbanan peternak rakyat harus dilakukan gerakan menurunkan harga. Selama ini daging impor ikutan harga lokal, mungkin di benak pemerintah ada sebuah shock bahwa selama bertahun-tahun daging impor ikut harga lokal. Harusnya ikutin harganya masing-masing," imbuhnya.
Oleh karena itu, pemerintah membuka keran impor. Agar daging impor memenuhi pasokan di pasar. Djarot juga merasa enggan disalahkan terkait tingginya harga daging. Pasalnya Bulog baru diinstruksikan untuk ikut menurunkan harga daging.
"Pertama Bulog ini khusus daging sebagai pemain cadangan. Karena pada awalnya di berdikari kemudian karena perlu penguatan Bulog turun ikut melakukan impor sudah dalam posisi agak terlambat. Akhir Mei di mana puasa 6 juni," pungkasnya.
(mrt)
http://economy.okezone.com/read/2016/06/22/320/1422675/soal-daging-bulog-hanya-pemain-cadangan
Jika PMN Dipangkas, Bulog: Produksi Hasil Panen Tak Sempurna
RABU, 22 JUNI 2016
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Djarot Kusumayakti berharap penyertaan modal negara (PMN) yang diajukan pihaknya sebesar Rp 2 triliun bisa dikabulkan. Kalau dana itu dipotong, ia khawatir produksi dan distribusi hasil panen tidak akan optimal.
“Kalau tidak diberi dana sama sekali bagaimana? Ya jadi tidak sempurna,” kata Djarot seusai rapat kerja dengan Komisi VI di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 22 Juni 2016.
Saat ini, menurut Djarot, sistem pascapanen yang ada belum sempurna. Namun, bila nantinya permohonan dana tak sesuai dengan harapan atau malah tak diberi sama sekali, ia berkata produksi dan distribusi hasil panen akan tetap berjalan seperti biasa. Hanya, hasilnya tidak akan ideal.
Djarot menjelaskan, dana Rp 2 triliun tersebut akan digunakan untuk tiga komoditas yang ditugaskan pemerintah kepada Bulog. “Untuk penambahan, perbaikan, dan infrastruktur pascapanen,” tuturnya.
Adapun tiga komoditas itu adalah padi, jagung, dan kedelai. “Pajale,” ucap Djarot. Suntikan uang ini diharapkan bisa membuat hasil panen padi, jagung, dan kedelai menjadi tetap baik, bisa disimpan lama, dan memiliki nilai tambah.
Anggaran Rp 2 triliun yang diajukan kepada DPR ini, menurut Djarot, akan digunakan untuk membeli sarana pascapanen. “Seperti alat pengering, silo atau gudang penyimpanan, dan alat pemroses.”
Terkait dengan pencairan dana ini, Djarot optimistis wakil rakyat di Komisi VI akan mendukung Bulog dengan memberikan dana sesuai dengan permintaan Bulog. Menurut dia, tidak ada alasan bagi anggota Dewan mengabaikan pangan. “Saya yakin DPR paham akan hal ini sehingga permintaan ini didengar,” tuturnya.
BAGUS PRASETIYO
https://m.tempo.co/read/news/2016/06/22/090782217/jika-pmn-dipangkas-bulog-produksi-hasil-panen-tak-sempurna
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Djarot Kusumayakti berharap penyertaan modal negara (PMN) yang diajukan pihaknya sebesar Rp 2 triliun bisa dikabulkan. Kalau dana itu dipotong, ia khawatir produksi dan distribusi hasil panen tidak akan optimal.
“Kalau tidak diberi dana sama sekali bagaimana? Ya jadi tidak sempurna,” kata Djarot seusai rapat kerja dengan Komisi VI di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 22 Juni 2016.
Saat ini, menurut Djarot, sistem pascapanen yang ada belum sempurna. Namun, bila nantinya permohonan dana tak sesuai dengan harapan atau malah tak diberi sama sekali, ia berkata produksi dan distribusi hasil panen akan tetap berjalan seperti biasa. Hanya, hasilnya tidak akan ideal.
Djarot menjelaskan, dana Rp 2 triliun tersebut akan digunakan untuk tiga komoditas yang ditugaskan pemerintah kepada Bulog. “Untuk penambahan, perbaikan, dan infrastruktur pascapanen,” tuturnya.
Adapun tiga komoditas itu adalah padi, jagung, dan kedelai. “Pajale,” ucap Djarot. Suntikan uang ini diharapkan bisa membuat hasil panen padi, jagung, dan kedelai menjadi tetap baik, bisa disimpan lama, dan memiliki nilai tambah.
Anggaran Rp 2 triliun yang diajukan kepada DPR ini, menurut Djarot, akan digunakan untuk membeli sarana pascapanen. “Seperti alat pengering, silo atau gudang penyimpanan, dan alat pemroses.”
Terkait dengan pencairan dana ini, Djarot optimistis wakil rakyat di Komisi VI akan mendukung Bulog dengan memberikan dana sesuai dengan permintaan Bulog. Menurut dia, tidak ada alasan bagi anggota Dewan mengabaikan pangan. “Saya yakin DPR paham akan hal ini sehingga permintaan ini didengar,” tuturnya.
BAGUS PRASETIYO
https://m.tempo.co/read/news/2016/06/22/090782217/jika-pmn-dipangkas-bulog-produksi-hasil-panen-tak-sempurna
Rabu, 22 Juni 2016
Kebijakan Pangan Realistis
Rabu, 22 Juni 2016
Audit BPK: Data Produksi Padi Tidak Akuntabel
Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (kiri) mengunjungi harian Kompas di Jakarta, Selasa (21/6). Dalam kunjungan ini, Thomas diterima Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo dan Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Ninuk Mardiana Pambudy.
KOMPAS/PRIYOMBODO
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menegaskan, kebijakan pangan nasional kini lebih realistis dari yang sebelumnya sistem kuota. Yang terpenting bagaimana membangun kapasitas produksi pangan nasional agar efisien dan berdaya saing.
Hal itu diungkapkan Menteri Perdagangan, Selasa (21/6), di Jakarta saat berkunjung ke Kompas. "Membangun kapasitas produksi harus mulai dari dalam diri. Membangun kapasitas berhubungan dengan investasi," ujarnya.
Investasi tidak selalu dalam bentuk modal. Pedagang kaki lima berinvestasi dengan keringat. Ibu rumah tangga berinvestasi dengan waktu, yang lain berinvestasi dengan modal.
Thomas mengatakan, berbagai kebijakan proteksionis hanya akan membelit diri sendiri. "Kita tidak bisa impor bahan baku, barang modal, dan lain-lain sehingga industri tidak berkembang," katanya.
Masalah utama kita sekarang ada di sisi pasokan (supply side). Dengan segala bentuk larangan membuat pasokan tidak berkembang. Kebijakan larangan juga menciptakan berbagai bentuk penyimpangan.
Thomas mencontohkan, naiknya harga daging sapi tidak lepas dari kebijakan kuota impor sapi bakalan dan daging sapi pertengahan tahun sebelumnya. Juga adanya larangan swasta mengimpor daging sapi untuk pasar umum.
Dengan sistem kuota, izin impor daging sapi diberikan kepada tiga perusahaan BUMN, seperti Perum Bulog, PT Berdikari, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Dua perusahaan BUMN, yaitu Perum Bulog dan PT PPI, tidak bisa menjalankan impor dengan baik. Daging impor busuk. Hanya tinggal PT Berdikari. "Kalau hanya satu perusahaan, berpotensi terjadi penyimpangan," katanya.
Akhirnya diputuskan impor sapi dan daging sapi dibuka untuk umum. Swasta boleh mengimpor. Tidak ada lagi pembatasan kuota.
Thomas mengakui, impor akan menggerus produksi dalam negeri karena itu impor lebih diarahkan di luar barang-barang konsumtif.
Data tidak akuntabel
Dalam diskusi bertema "Kebijakan Pangan Nasional: Pengadaan Dalam Negeri Vs Impor" yang diselenggarakan Badan Pemeriksa Keuangan, Thomas mengungkapkan keyakinannya bahwa Indonesia akan mampu mewujudkan swasembada pangan seperti beras.
Dari aspek internal, sepanjang hidupnya dia belum pernah melihat ada kebijakan internal untuk mendukung pencapaian swasembada pangan seperti yang dilakukan oleh pemerintahan sekarang yang sifatnya mendasar.
Kebijakan itu di antaranya membangun 60 bendung/waduk di seluruh Indonesia. Belum lagi pembangunan jaringan irigasi dan sarana produksi pertanian. Anggaran pertanian juga meningkat besar.
Anggota IV BPK, Rizal Djalil, mengatakan, dari sisi politik dan politik anggaran, kebijakan pembangunan pertanian/pangan Indonesia sudah selesai. Apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat kampanye sudah dilakukan.
Anggaran Kementerian Pertanian naik 129 persen dari Rp 14 triliun tahun 2014 menjadi Rp 32,7 triliun. Itu di luar anggaran subsidi pupuk Rp 39 triliun.
Secara khusus BPK menyoroti soal data produksi padi yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Data produksi padi merupakan hasil perkalian luas panen dan produktivitas, yang merupakan hasil perhitungan Badan Pusat Statistik dengan Kementerian Pertanian beserta dinas pertanian di daerah.
"Ada conflict of interest dalam diri petugas KCD (kantor cabang dinas) karena di satu sisi mereka diberi target produksi, pada saat yang sama mereka menghitung luas panen," katanya.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam diskusi menyayangkan sikap yang percaya data kemiskinan dan inflasi BPS, tetapi tidak percaya data kenaikan produksi padi BPS. (MAS)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160622kompas/#/18/
Audit BPK: Data Produksi Padi Tidak Akuntabel
KOMPAS/PRIYOMBODO
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menegaskan, kebijakan pangan nasional kini lebih realistis dari yang sebelumnya sistem kuota. Yang terpenting bagaimana membangun kapasitas produksi pangan nasional agar efisien dan berdaya saing.
Hal itu diungkapkan Menteri Perdagangan, Selasa (21/6), di Jakarta saat berkunjung ke Kompas. "Membangun kapasitas produksi harus mulai dari dalam diri. Membangun kapasitas berhubungan dengan investasi," ujarnya.
Investasi tidak selalu dalam bentuk modal. Pedagang kaki lima berinvestasi dengan keringat. Ibu rumah tangga berinvestasi dengan waktu, yang lain berinvestasi dengan modal.
Thomas mengatakan, berbagai kebijakan proteksionis hanya akan membelit diri sendiri. "Kita tidak bisa impor bahan baku, barang modal, dan lain-lain sehingga industri tidak berkembang," katanya.
Masalah utama kita sekarang ada di sisi pasokan (supply side). Dengan segala bentuk larangan membuat pasokan tidak berkembang. Kebijakan larangan juga menciptakan berbagai bentuk penyimpangan.
Thomas mencontohkan, naiknya harga daging sapi tidak lepas dari kebijakan kuota impor sapi bakalan dan daging sapi pertengahan tahun sebelumnya. Juga adanya larangan swasta mengimpor daging sapi untuk pasar umum.
Dengan sistem kuota, izin impor daging sapi diberikan kepada tiga perusahaan BUMN, seperti Perum Bulog, PT Berdikari, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Dua perusahaan BUMN, yaitu Perum Bulog dan PT PPI, tidak bisa menjalankan impor dengan baik. Daging impor busuk. Hanya tinggal PT Berdikari. "Kalau hanya satu perusahaan, berpotensi terjadi penyimpangan," katanya.
Akhirnya diputuskan impor sapi dan daging sapi dibuka untuk umum. Swasta boleh mengimpor. Tidak ada lagi pembatasan kuota.
Thomas mengakui, impor akan menggerus produksi dalam negeri karena itu impor lebih diarahkan di luar barang-barang konsumtif.
Data tidak akuntabel
Dalam diskusi bertema "Kebijakan Pangan Nasional: Pengadaan Dalam Negeri Vs Impor" yang diselenggarakan Badan Pemeriksa Keuangan, Thomas mengungkapkan keyakinannya bahwa Indonesia akan mampu mewujudkan swasembada pangan seperti beras.
Dari aspek internal, sepanjang hidupnya dia belum pernah melihat ada kebijakan internal untuk mendukung pencapaian swasembada pangan seperti yang dilakukan oleh pemerintahan sekarang yang sifatnya mendasar.
Kebijakan itu di antaranya membangun 60 bendung/waduk di seluruh Indonesia. Belum lagi pembangunan jaringan irigasi dan sarana produksi pertanian. Anggaran pertanian juga meningkat besar.
Anggota IV BPK, Rizal Djalil, mengatakan, dari sisi politik dan politik anggaran, kebijakan pembangunan pertanian/pangan Indonesia sudah selesai. Apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat kampanye sudah dilakukan.
Anggaran Kementerian Pertanian naik 129 persen dari Rp 14 triliun tahun 2014 menjadi Rp 32,7 triliun. Itu di luar anggaran subsidi pupuk Rp 39 triliun.
Secara khusus BPK menyoroti soal data produksi padi yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Data produksi padi merupakan hasil perkalian luas panen dan produktivitas, yang merupakan hasil perhitungan Badan Pusat Statistik dengan Kementerian Pertanian beserta dinas pertanian di daerah.
"Ada conflict of interest dalam diri petugas KCD (kantor cabang dinas) karena di satu sisi mereka diberi target produksi, pada saat yang sama mereka menghitung luas panen," katanya.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam diskusi menyayangkan sikap yang percaya data kemiskinan dan inflasi BPS, tetapi tidak percaya data kenaikan produksi padi BPS. (MAS)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160622kompas/#/18/
Bicara dengan Data
Rabu, 22 Juni 2016
Ada kalimat bijak, "bicaralah dengan data". Data wajib ikut disajikan dalam setiap pembicaraan, pembahasan. Maknanya, agar pembicaraan tadi kian meyakinkan jika menggunakan data yang tepat. Jika demikian, semua keputusan yang akan diambil juga diyakini ketepatan, akurasi, dan bisa menyelesaikan permasalahan dengan lebih tuntas.
Bagaimana soal ketepatan dan akurasi data di negeri ini? Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam auditnya menemukan ada persoalan kronis terkait dengan data pangan. Data bermasalah berkaitan dengan data produksi dan produktivitas pangan. Demikian juga dalam data distribusi dan konsumsi pangan. Bahkan, juga berkaitan dengan data distribusi pupuk.
Alhasil, demikian BPK, terjadi kesenjangan dalam menghitung kebutuhan pangan dan penyediaan pangan. Kesenjangan ini menjadi pemicu terjadinya kegaduhan publik akibat dari harga pangan yang relatif tinggi, terutama pada saat kebutuhan meningkat menjelang hari raya, seperti Idul Fitri.
Lebih memprihatinkan lagi, secara implisit BPK mengatakan, masalah kronis data pangan ini membuat Indonesia sulit mengalkulasikan kebutuhan pangannya secara tepat. Sulit membuat strategi yang tepat dalam pengadaan pangan nasional. Boleh jadi juga, semua kebijakan impor pangan, entah beras, gula, sapi dan daging sapi, ataupun garam serta bawang, keliru semuanya.
Bicara soal data di negeri ini memang relatif lemah. Sejumlah pihak membuat data masing-masing yang kebanyakan mengakomodasi kepentingannya. Tak heran, Presiden Joko Widodo pernah meminta agar semua lembaga dan kementerian agar menggunakan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Kembali pentingnya "bicara dengan data" serta hasil audit BPK, sudah sepantasnya kualitas data di negeri ini ditingkatkan levelnya, akurasinya. Dikaitkan dengan seruan Presiden agar menggunakan data BPS, tentu saja diharapkan kualitas dan akurasi data BPS juga bisa diandalkan. Kecukupan tenaga, kompetensi, dan metode pengumpulan data harus yang memadai untuk menjamin akurasi dan kualitas data yang dihimpun. Sebuah keputusan jitu bisa diambil dari data ini.
Tak bisa ditampik bahwa keputusan dalam pengadaan pangan di negeri ini acap kali mengundang munculnya berbagai pertanyaan menggugat. Mengapa harus impor beras pada saat musim panen raya sebentar lagi datang? Impor ikan dilakukan bagi kebutuhan industri pengolahan ikan dalam negeri saat produksi ikan dilaporkan merebak. Demikian pula impor bawang pada saat panen berlangsung di sentra produksi bawang.
Semua keputusan pengadaan pangan melalui impor pada saat panen ini bisa saja terjadi karena sajian data produksi dan persediaan pangan yang buruk. Begitu juga dengan sajian data yang tidak akurat berkaitan dengan konsumsi dan kebutuhan pangan yang berlebihan. Pemerintah memilih mengimpor pangan karena khawatir kebutuhan pangan tidak terpenuhi dan harga pun melambung.
Suatu yang memprihatinkan dan tak bisa diterima apabila keputusan pengadaan pangan lewat impor ini karena memanipulasi data. Ada berbagai kepentingan yang berlindung di balik keputusan impor tadi. Yang pasti, manipulasi data terjadi karena sajian data tak pernah akurat. (PIETER P GERO)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160622kompas/#/17/
Ada kalimat bijak, "bicaralah dengan data". Data wajib ikut disajikan dalam setiap pembicaraan, pembahasan. Maknanya, agar pembicaraan tadi kian meyakinkan jika menggunakan data yang tepat. Jika demikian, semua keputusan yang akan diambil juga diyakini ketepatan, akurasi, dan bisa menyelesaikan permasalahan dengan lebih tuntas.
Bagaimana soal ketepatan dan akurasi data di negeri ini? Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam auditnya menemukan ada persoalan kronis terkait dengan data pangan. Data bermasalah berkaitan dengan data produksi dan produktivitas pangan. Demikian juga dalam data distribusi dan konsumsi pangan. Bahkan, juga berkaitan dengan data distribusi pupuk.
Alhasil, demikian BPK, terjadi kesenjangan dalam menghitung kebutuhan pangan dan penyediaan pangan. Kesenjangan ini menjadi pemicu terjadinya kegaduhan publik akibat dari harga pangan yang relatif tinggi, terutama pada saat kebutuhan meningkat menjelang hari raya, seperti Idul Fitri.
Lebih memprihatinkan lagi, secara implisit BPK mengatakan, masalah kronis data pangan ini membuat Indonesia sulit mengalkulasikan kebutuhan pangannya secara tepat. Sulit membuat strategi yang tepat dalam pengadaan pangan nasional. Boleh jadi juga, semua kebijakan impor pangan, entah beras, gula, sapi dan daging sapi, ataupun garam serta bawang, keliru semuanya.
Bicara soal data di negeri ini memang relatif lemah. Sejumlah pihak membuat data masing-masing yang kebanyakan mengakomodasi kepentingannya. Tak heran, Presiden Joko Widodo pernah meminta agar semua lembaga dan kementerian agar menggunakan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Kembali pentingnya "bicara dengan data" serta hasil audit BPK, sudah sepantasnya kualitas data di negeri ini ditingkatkan levelnya, akurasinya. Dikaitkan dengan seruan Presiden agar menggunakan data BPS, tentu saja diharapkan kualitas dan akurasi data BPS juga bisa diandalkan. Kecukupan tenaga, kompetensi, dan metode pengumpulan data harus yang memadai untuk menjamin akurasi dan kualitas data yang dihimpun. Sebuah keputusan jitu bisa diambil dari data ini.
Tak bisa ditampik bahwa keputusan dalam pengadaan pangan di negeri ini acap kali mengundang munculnya berbagai pertanyaan menggugat. Mengapa harus impor beras pada saat musim panen raya sebentar lagi datang? Impor ikan dilakukan bagi kebutuhan industri pengolahan ikan dalam negeri saat produksi ikan dilaporkan merebak. Demikian pula impor bawang pada saat panen berlangsung di sentra produksi bawang.
Semua keputusan pengadaan pangan melalui impor pada saat panen ini bisa saja terjadi karena sajian data produksi dan persediaan pangan yang buruk. Begitu juga dengan sajian data yang tidak akurat berkaitan dengan konsumsi dan kebutuhan pangan yang berlebihan. Pemerintah memilih mengimpor pangan karena khawatir kebutuhan pangan tidak terpenuhi dan harga pun melambung.
Suatu yang memprihatinkan dan tak bisa diterima apabila keputusan pengadaan pangan lewat impor ini karena memanipulasi data. Ada berbagai kepentingan yang berlindung di balik keputusan impor tadi. Yang pasti, manipulasi data terjadi karena sajian data tak pernah akurat. (PIETER P GERO)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160622kompas/#/17/
Operasi Pasar Bulog Tak Efektif Turunkan Harga Daging Sapi
RABU, 22 JUNI 2016
YOGYAKARTA - Memasuki pekan ketiga Ramadan, harga daging sapi tak kunjung turun dan masih bertahan di kisaran Rp 115-120 ribu per kilogram. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta, Budi Antono, mengatakan operasi pasar yang digelar Perum Bulog belum efektif menurunkan harga daging sapi. "Operasi pasar tidak signifikan menekan harga daging," kata Budi, kemarin.
Menurut Budi, tingginya permintaan membuat harga daging sapi di Yogyakarta sulit untuk turun. Ia menjelaskan, kebutuhan daging sapi warga Kota Yogyakarta dalam sehari mencapai 30 ekor. Sedangkan Bulog hanya menyiapkan dua ekor sapi per hari untuk keperluan operasi pasar.
Keberadaan daging sapi impor juga tak mampu membuat harga daging sapi turun. Konsumen, kata dia, lebih suka membeli daging sapi segar. Meski mahal, para pembeli yang kebanyakan pelaku usaha kuliner, seperti pedagang soto dan bakso, lebih memilih daging sapi lokal.
Pedagang daging sapi di Pasar Beringharjo, Ryan Hidayat, mengatakan mereka sulit menurunkan harga karena, dari rumah pemotongan hewan, harga daging sapi sudah mahal. Untuk daging sapi kualitas bagus atau tanpa gajih, ia bisa menjual Rp 120 ribu per kilogram. Tingginya harga daging sapi membuat jumlah pembeli menurun. Dalam sehari, Ryan mengaku hanya bisa menjual sepuluh kilogram daging sapi.
Hingga saat ini, Bulog DIY sudah memotong lima ekor sapi dan menjual daging sapi ke pasar dengan harga Rp 95 ribu. Untuk menurunkan harga daging sapi, terutama saat Ramadan, Bulog DIY sudah menyiapkan 60 sapi hingga H-2 Lebaran nanti.
Menurut juru bicara Bulog DIY, Yudha Ajipribawa, meski belum mampu menurunkan harga, penggelontoran daging sapi lokal itu paling tidak bisa membuat harga daging sapi di pasar bertahan atau tidak naik. Biasanya, kata dia, harga daging sapi terus naik menjelang Lebaran. Menurut dia, harga daging sapi di Yogyakarta belum pernah turun ke Rp 100 ribu per kilogram dalam tiga tahun terakhir
Ia menyatakan masyarakat tidak perlu panik atas mahalnya harga daging sapi. Bulog memastikan persediaan daging sapi masih aman. Operasi pasar bakal terus digelar agar seluruh lapisan masyarakat bisa menikmati daging dengan harga lebih murah. Di sejumlah pasar tradisional, harga daging sapi mahal, kata Yudha, karena dijual untuk melayani konsumen dengan segmentasi tertentu.
Di Semarang, Pemerintah Kota mulai menggelar pasar murah selama dua hari, kemarin dan hari ini. Pasar murah digelar di halaman Balai Kota Semarang dan akan dilanjutkan di halaman SMAN 3 Semarang. Pemerintah menggelontorkan 7.005 paket bahan pokok senilai Rp 100 ribu. "Kami jual dengan harga Rp 50 ribu, " kata Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
Pasar murah juga digelar Bank Indonesia perwakilan Semarang, Senin lalu. BI menjual aneka bahan pokok dengan harga murah di kantor Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, Semarang. Sekretaris Tim Pengendali Inflasi Daerah Provinsi Jawa Tengah, Ananda Pulungan, mengatakan lokasi ini sengaja dipilih karena cukup dekat dengan Pasar Kedungmundu dan Pasar Mrican. SHINTA MAHARANI | EDI FAISOL
http://koran.tempo.co/konten/2016/06/22/401022/Operasi-Pasar-Bulog-Tak-Efektif-Turunkan-Harga-Daging-Sapi
YOGYAKARTA - Memasuki pekan ketiga Ramadan, harga daging sapi tak kunjung turun dan masih bertahan di kisaran Rp 115-120 ribu per kilogram. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta, Budi Antono, mengatakan operasi pasar yang digelar Perum Bulog belum efektif menurunkan harga daging sapi. "Operasi pasar tidak signifikan menekan harga daging," kata Budi, kemarin.
Menurut Budi, tingginya permintaan membuat harga daging sapi di Yogyakarta sulit untuk turun. Ia menjelaskan, kebutuhan daging sapi warga Kota Yogyakarta dalam sehari mencapai 30 ekor. Sedangkan Bulog hanya menyiapkan dua ekor sapi per hari untuk keperluan operasi pasar.
Keberadaan daging sapi impor juga tak mampu membuat harga daging sapi turun. Konsumen, kata dia, lebih suka membeli daging sapi segar. Meski mahal, para pembeli yang kebanyakan pelaku usaha kuliner, seperti pedagang soto dan bakso, lebih memilih daging sapi lokal.
Pedagang daging sapi di Pasar Beringharjo, Ryan Hidayat, mengatakan mereka sulit menurunkan harga karena, dari rumah pemotongan hewan, harga daging sapi sudah mahal. Untuk daging sapi kualitas bagus atau tanpa gajih, ia bisa menjual Rp 120 ribu per kilogram. Tingginya harga daging sapi membuat jumlah pembeli menurun. Dalam sehari, Ryan mengaku hanya bisa menjual sepuluh kilogram daging sapi.
Hingga saat ini, Bulog DIY sudah memotong lima ekor sapi dan menjual daging sapi ke pasar dengan harga Rp 95 ribu. Untuk menurunkan harga daging sapi, terutama saat Ramadan, Bulog DIY sudah menyiapkan 60 sapi hingga H-2 Lebaran nanti.
Menurut juru bicara Bulog DIY, Yudha Ajipribawa, meski belum mampu menurunkan harga, penggelontoran daging sapi lokal itu paling tidak bisa membuat harga daging sapi di pasar bertahan atau tidak naik. Biasanya, kata dia, harga daging sapi terus naik menjelang Lebaran. Menurut dia, harga daging sapi di Yogyakarta belum pernah turun ke Rp 100 ribu per kilogram dalam tiga tahun terakhir
Ia menyatakan masyarakat tidak perlu panik atas mahalnya harga daging sapi. Bulog memastikan persediaan daging sapi masih aman. Operasi pasar bakal terus digelar agar seluruh lapisan masyarakat bisa menikmati daging dengan harga lebih murah. Di sejumlah pasar tradisional, harga daging sapi mahal, kata Yudha, karena dijual untuk melayani konsumen dengan segmentasi tertentu.
Di Semarang, Pemerintah Kota mulai menggelar pasar murah selama dua hari, kemarin dan hari ini. Pasar murah digelar di halaman Balai Kota Semarang dan akan dilanjutkan di halaman SMAN 3 Semarang. Pemerintah menggelontorkan 7.005 paket bahan pokok senilai Rp 100 ribu. "Kami jual dengan harga Rp 50 ribu, " kata Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
Pasar murah juga digelar Bank Indonesia perwakilan Semarang, Senin lalu. BI menjual aneka bahan pokok dengan harga murah di kantor Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, Semarang. Sekretaris Tim Pengendali Inflasi Daerah Provinsi Jawa Tengah, Ananda Pulungan, mengatakan lokasi ini sengaja dipilih karena cukup dekat dengan Pasar Kedungmundu dan Pasar Mrican. SHINTA MAHARANI | EDI FAISOL
http://koran.tempo.co/konten/2016/06/22/401022/Operasi-Pasar-Bulog-Tak-Efektif-Turunkan-Harga-Daging-Sapi
Beras Impor Tersisa di Gudang Bulog Jatim 110 Ribu Ton
Selasa, 21 Juni 2016
Jatim Newsroom – Impor beras yang dilakukan Perum Bulog sebagian ditransitkan di Jawa Timur. Dari total 520 ribu ton beras impor yang transit ke gudang Bulog melalui Pelabuhan Tanjung Perak tersebut, kini masih tersisa 110 ribu ton.
“Beras impor masih ada 110 ribu ton. Ini bukan untuk konsumsi masyarakat Jawa Timur. Sisa beras impor ini untuk masyarakat di Papua, NTT, dan wilayah Sumatera. Jadi beras impor ini cuma titip saja di gudang kita,” kata Kepala Perum Bulog Divre Jatim, Witono, Selasa (21/6).
Menurutnya, pengadaan gabah dan beras Divre Jatim mengutamakan pembelian dari petani. “Kita masih cukup jadi tidak impor. Masih tetap kedepankan pembelian (gabah dan beras) petani. Beras impor yang ada di gudang kita untuk daerah lain,” tegasnya.
Ia pun menjamin beras impor tersebut tak akan masuk ke pasar Jatim. “Jatim ini stoknya masih cukup sampai bulan Februari 2017 jadi tidak butuh beras impor. Untuk proses transit beras impor di Jatim, saya jamin aman,” tuturnya. Adapun transit beras impor tersebut disimpan di gudang Banjar Kemantren Buduran Sidoarjo, Gunung Gedangan di Mojokerto, dan Kejapanan Pasuruan.
Witono menjelaskan, beras impor peruntukannya bagi daerah lain yang kekurangan beras yakni untuk 21 provinsi se-Indonesia dari Aceh sampai Papua. “Mereka tidak punya gudang. Kalau langsung dikirim kesana apa ditaruh di lapangan, kan malah rusak berasnya, jadi ditransitkan di Jawa Timur,” ungkapnya.
Namun ia menjelaskan jika penyaluran beras impor untuk wilayah Jatim bisa saja terjadi jika sampai ada kekacauan, huru-hara, bencana alam. “Sejauh ini Jatim masih aman dan tidak perlu (beras impor). Kalau pun disalurkan untuk Jatim harus seizin presiden dan gubernur,” tegasnya.
Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Jatim, Jumadi mengatakan, untuk transit beras impor pihaknya juga melakukan upaya pengawasan. Jadi beras yang masuk bongkar di Pelabuhan Tanjung Perak, kata dia, selalu tercatat dan dilaporkan pada gubernur.
Bahkan, jika beras keluar gudang mau dikirim ke provinsi lain juga tetap tercatat dan dilaporkan pada gubernur. “Jadi tidak ada peluang untuk beras impor masuk atau merembes ke pasar lokal karena kebutuhan Jatim juga masih bisa terpenuhi dari stok pengadaan Bulog Jatim,” tukasnya. (afr)
http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/beras-impor-tersisa-di-gudang-bulog-jatim-110-ribu-ton
Jatim Newsroom – Impor beras yang dilakukan Perum Bulog sebagian ditransitkan di Jawa Timur. Dari total 520 ribu ton beras impor yang transit ke gudang Bulog melalui Pelabuhan Tanjung Perak tersebut, kini masih tersisa 110 ribu ton.
“Beras impor masih ada 110 ribu ton. Ini bukan untuk konsumsi masyarakat Jawa Timur. Sisa beras impor ini untuk masyarakat di Papua, NTT, dan wilayah Sumatera. Jadi beras impor ini cuma titip saja di gudang kita,” kata Kepala Perum Bulog Divre Jatim, Witono, Selasa (21/6).
Menurutnya, pengadaan gabah dan beras Divre Jatim mengutamakan pembelian dari petani. “Kita masih cukup jadi tidak impor. Masih tetap kedepankan pembelian (gabah dan beras) petani. Beras impor yang ada di gudang kita untuk daerah lain,” tegasnya.
Ia pun menjamin beras impor tersebut tak akan masuk ke pasar Jatim. “Jatim ini stoknya masih cukup sampai bulan Februari 2017 jadi tidak butuh beras impor. Untuk proses transit beras impor di Jatim, saya jamin aman,” tuturnya. Adapun transit beras impor tersebut disimpan di gudang Banjar Kemantren Buduran Sidoarjo, Gunung Gedangan di Mojokerto, dan Kejapanan Pasuruan.
Witono menjelaskan, beras impor peruntukannya bagi daerah lain yang kekurangan beras yakni untuk 21 provinsi se-Indonesia dari Aceh sampai Papua. “Mereka tidak punya gudang. Kalau langsung dikirim kesana apa ditaruh di lapangan, kan malah rusak berasnya, jadi ditransitkan di Jawa Timur,” ungkapnya.
Namun ia menjelaskan jika penyaluran beras impor untuk wilayah Jatim bisa saja terjadi jika sampai ada kekacauan, huru-hara, bencana alam. “Sejauh ini Jatim masih aman dan tidak perlu (beras impor). Kalau pun disalurkan untuk Jatim harus seizin presiden dan gubernur,” tegasnya.
Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Jatim, Jumadi mengatakan, untuk transit beras impor pihaknya juga melakukan upaya pengawasan. Jadi beras yang masuk bongkar di Pelabuhan Tanjung Perak, kata dia, selalu tercatat dan dilaporkan pada gubernur.
Bahkan, jika beras keluar gudang mau dikirim ke provinsi lain juga tetap tercatat dan dilaporkan pada gubernur. “Jadi tidak ada peluang untuk beras impor masuk atau merembes ke pasar lokal karena kebutuhan Jatim juga masih bisa terpenuhi dari stok pengadaan Bulog Jatim,” tukasnya. (afr)
http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/beras-impor-tersisa-di-gudang-bulog-jatim-110-ribu-ton
Ini Alasan Petani Enggan Jual Beras ke Bulog
Selasa, 21 Juni 2016
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MEMPAWAH - Plt Kepala Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan (P3K), Buntaran mengungkapkan saat ini adanya keengganan dari petani lokal dalam menjual produk pertanian mereka ke Bulog, khususnya beras.
"Sehingga dengan apapun alasannya tidak mungkin petani menjual beras ke Bulog, karena selisih harganya yang terlalu tinggi," ujarnya, Selasa (21/6/2016).
Ia mengatakan, harga beras di penggilingan antara Rp 9.500 sampai Rp 10.000, terkecuali yang relatif murah yakni di Kecamatan Anjongan yang hanya berkisar Rp 9.200.
Sementara dui Bulog, mematok harga beras sesuai harga standar nasional atau Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yakni Rp 7.300. "Sementara harga ini dari petani nyampai ke Bulog, jadi itu wajib dikurangi dengan cost transportasi itu," katanya.
Ia mengatakan, kondisi ini membuat petani lebih memilih menjual baik dari penggilingan ataupun tengkulak yang kemudian dijual ke luar daerah Mempawah.
"Ada yang dibawanya ke Kakap, ada yang dibawa di Pontianak. Jadi seolah-olah produk di Kabupaten Mempawah ini tidak tampak, karena hasil padinya ke mana," jelasnya.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MEMPAWAH - Plt Kepala Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan (P3K), Buntaran mengungkapkan saat ini adanya keengganan dari petani lokal dalam menjual produk pertanian mereka ke Bulog, khususnya beras.
"Sehingga dengan apapun alasannya tidak mungkin petani menjual beras ke Bulog, karena selisih harganya yang terlalu tinggi," ujarnya, Selasa (21/6/2016).
Ia mengatakan, harga beras di penggilingan antara Rp 9.500 sampai Rp 10.000, terkecuali yang relatif murah yakni di Kecamatan Anjongan yang hanya berkisar Rp 9.200.
Sementara dui Bulog, mematok harga beras sesuai harga standar nasional atau Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yakni Rp 7.300. "Sementara harga ini dari petani nyampai ke Bulog, jadi itu wajib dikurangi dengan cost transportasi itu," katanya.
Ia mengatakan, kondisi ini membuat petani lebih memilih menjual baik dari penggilingan ataupun tengkulak yang kemudian dijual ke luar daerah Mempawah.
"Ada yang dibawanya ke Kakap, ada yang dibawa di Pontianak. Jadi seolah-olah produk di Kabupaten Mempawah ini tidak tampak, karena hasil padinya ke mana," jelasnya.
Selasa, 21 Juni 2016
Ada Persoalan Kronis Terkait Data Pangan
Selasa, 21 Juni 2016
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya persoalan kronis terkait data produksi dan produktivitas pangan di lapangan. Persoalan kronis terkait data ini ikut memengaruhi kebijakan impor pangan yang tidak berdasarkan data yang jelas.
Demikian beberapa poin yang mengemuka dalam konferensi pers anggota IV BPK, Rizal Djalil, Senin (20/6), di Kantor BPK, di Jakarta. Persoalan itu ditemukan saat audit kebijakan kinerja pangan dan implementasinya.
BPK melihat kesenjangan kebutuhan pangan dan penyediaan pangan nasional menjadi pemicu terjadinya kegaduhan publik akibat harga pangan yang tinggi. Persoalan yang lebih mendasar terkait pangan adalah sejauh mana Indonesia dapat mengalkulasi kebutuhan pangannya secara tepat dan melakukan strategi jitu pengadaan pangan nasional.
Menurut Rizal, latar belakang pemeriksaan ini dipicu oleh kenaikan harga pangan yang kerap terjadi seperti pada saat ini. "Misalnya harga daging yang diminta presiden Rp 80.000 per kilogram, tetapi realitas di lapangannya bagaimana," kata Rizal.
"Ada persoalan data yang kronis terkait dengan produksi dan produktivitas hasil pangan di lapangan," katanya. Rizal menambahkan, juga ada persoalan terkait data distribusi dan konsumsi pangan.
Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Kelanjutan BPK Blucer Welington Rajagukguk menjelaskan, tidak adanya data yang akurat kerap menjadi penyebab masalah pangan. Padahal, dari hasil pemeriksaan BPK, terlihat data produksi masih mencukupi kebutuhan masyarakat. Karena itu, rasionalisasi impor harus jelas menggunakan data yang akurat.
Blucer mengatakan, sebenarnya masalah pangan dapat diselesaikan jika menyentuh ke dasarnya, yaitu sejauh mana Indonesia dapat mengalkulasi kebutuhan pangannya secara tepat dan akurat.
Tujuan akhir dari audit BPK ini, ujar Blucer, adalah memberikan rekomendasi bagaimana mengatasi masalah yang sering terjadi. "Harapannya, suatu saat bangsa kita dapat berproduksi lebih akurat, cadangan yang jelas, dan rasionalisasi yang menguntungkan rakyat," ujarnya.
Untuk mengungkap dan mencari solusi atas permasalahan tersebut, BPK berinisiatif menyelenggarakan pertemuan dan mendiskusikannya bersama berbagai pihak. Menurut Rizal, dalam diskusi itu, BPK akan menyerahkan hasil pemeriksaan kinerja pangan nasional.
Rizal kemarin sedikit membocorkan hasil audit kinerja pangan dan implementasinya. Semuanya karena BPK ingin mencari solusi atas kinerja pengadaan pangan dan mengkritisi mengapa impor dilakukan.
"Kami mempertajam apakah perlu impor atau tidak. Kalau memang perlu, ya impor saja. Masa BPK membiarkan rakyat kelaparan," ujar Rizal.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa menyambut baik upaya BPK untuk menyelesaikan masalah pangan nasional. Dari audit BPK diharapkan persoalan data pangan nasional ke depan bisa diperbaiki. Berbagai potensi penyimpangan juga bisa dilihat secara lebih mendetail.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Jember Rudi Wibowo mengatakan, ketidakakuratan data produksi pangan di atas pada saat itu bersumber dari ketidakcukupan tenaga, kompetensi, dan metode. Apalagi sejak era otonomi, tenaga-tenaga seperti mantri tani sepertinya kurang memperoleh perhatian. (MAS)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160621kompas/#/20/
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya persoalan kronis terkait data produksi dan produktivitas pangan di lapangan. Persoalan kronis terkait data ini ikut memengaruhi kebijakan impor pangan yang tidak berdasarkan data yang jelas.
Demikian beberapa poin yang mengemuka dalam konferensi pers anggota IV BPK, Rizal Djalil, Senin (20/6), di Kantor BPK, di Jakarta. Persoalan itu ditemukan saat audit kebijakan kinerja pangan dan implementasinya.
BPK melihat kesenjangan kebutuhan pangan dan penyediaan pangan nasional menjadi pemicu terjadinya kegaduhan publik akibat harga pangan yang tinggi. Persoalan yang lebih mendasar terkait pangan adalah sejauh mana Indonesia dapat mengalkulasi kebutuhan pangannya secara tepat dan melakukan strategi jitu pengadaan pangan nasional.
Menurut Rizal, latar belakang pemeriksaan ini dipicu oleh kenaikan harga pangan yang kerap terjadi seperti pada saat ini. "Misalnya harga daging yang diminta presiden Rp 80.000 per kilogram, tetapi realitas di lapangannya bagaimana," kata Rizal.
"Ada persoalan data yang kronis terkait dengan produksi dan produktivitas hasil pangan di lapangan," katanya. Rizal menambahkan, juga ada persoalan terkait data distribusi dan konsumsi pangan.
Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Kelanjutan BPK Blucer Welington Rajagukguk menjelaskan, tidak adanya data yang akurat kerap menjadi penyebab masalah pangan. Padahal, dari hasil pemeriksaan BPK, terlihat data produksi masih mencukupi kebutuhan masyarakat. Karena itu, rasionalisasi impor harus jelas menggunakan data yang akurat.
Blucer mengatakan, sebenarnya masalah pangan dapat diselesaikan jika menyentuh ke dasarnya, yaitu sejauh mana Indonesia dapat mengalkulasi kebutuhan pangannya secara tepat dan akurat.
Tujuan akhir dari audit BPK ini, ujar Blucer, adalah memberikan rekomendasi bagaimana mengatasi masalah yang sering terjadi. "Harapannya, suatu saat bangsa kita dapat berproduksi lebih akurat, cadangan yang jelas, dan rasionalisasi yang menguntungkan rakyat," ujarnya.
Untuk mengungkap dan mencari solusi atas permasalahan tersebut, BPK berinisiatif menyelenggarakan pertemuan dan mendiskusikannya bersama berbagai pihak. Menurut Rizal, dalam diskusi itu, BPK akan menyerahkan hasil pemeriksaan kinerja pangan nasional.
Rizal kemarin sedikit membocorkan hasil audit kinerja pangan dan implementasinya. Semuanya karena BPK ingin mencari solusi atas kinerja pengadaan pangan dan mengkritisi mengapa impor dilakukan.
"Kami mempertajam apakah perlu impor atau tidak. Kalau memang perlu, ya impor saja. Masa BPK membiarkan rakyat kelaparan," ujar Rizal.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa menyambut baik upaya BPK untuk menyelesaikan masalah pangan nasional. Dari audit BPK diharapkan persoalan data pangan nasional ke depan bisa diperbaiki. Berbagai potensi penyimpangan juga bisa dilihat secara lebih mendetail.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Jember Rudi Wibowo mengatakan, ketidakakuratan data produksi pangan di atas pada saat itu bersumber dari ketidakcukupan tenaga, kompetensi, dan metode. Apalagi sejak era otonomi, tenaga-tenaga seperti mantri tani sepertinya kurang memperoleh perhatian. (MAS)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160621kompas/#/20/
2,5 Persen Gabah Petani di Jepara Ditolak Bulog, Ada Apa?
Senin, 20 Juni 2016
MuriaNewsCom, Jepara – Sedikitnya 2,5 persen gabah dari petani di Jepara ditolak Badan Urusan Logistik (Bulog). Gabah yang ditolak tersebut dinilai tidak sesuai dengan standar kualitas yang diterapkan oleh pemerintah.
“Ada standar ketat yang ada dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyerapan Gabah dan Beras Petani. Hal itu membuat tak semua hasil panen petani Jepara yang akan dijual ke Bulog bisa diterima,” ujar Kepala Perum Bulog Sub Divre II Pati, Ahmad Kholisun.
Menurutnya, sebanyak 2,5 persen dari total gabah yang sudah terserap, ditolak oleh Bulog, karena di bawah standar. Sedangkan sampai saat ini, sebanyak 11 ribu ton gabah dari petani Jepara yang berhasil diserap Bulog.
“Sebenarnya target penyerapan gabah dan beras di Jepara tahun ini sebanyak 13,5 ribu ton. Tetapi 2,5 persen dari yang sudah kami terima saat ini, terpaksa kami tolak karena ada di bawah standar sesuai Inpres yang menjadi acuan kami,” terangnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, standar gabah yang sudah ditetapkan untuk mendukung program ketahanan nasional itu disyaratkan beberapa hal. Gabah kering panen (GKP) dalam negeri harus dengan kualitas kadar air maksimum 25 persen dan kadar hampa/kotoran maksimum 10 persen. GKP dengan standar itu dibeli dengan harga Rp 3.700/kilogram di petani, atau Rp 3.750/kilogram di penggilingan.
Sedangkan harga pembelian gabah kering giling (GKG) dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14 persen dan kadar hampa/kotoran maksimum 3 persen adalah Rp 4.600/kilogram di penggilingan, atau Rp 4.650/kilogram di gudang Perum Bulog. Adapun harga pembelian beras dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14 persen, butir patah maksimum 20 persen, kadar menir maksimum 2 persen dan derajat sosoh minimum 95 persen adalah Rp 7.300/kilogram di gudang Perum Bulog.
MuriaNewsCom, Jepara – Sedikitnya 2,5 persen gabah dari petani di Jepara ditolak Badan Urusan Logistik (Bulog). Gabah yang ditolak tersebut dinilai tidak sesuai dengan standar kualitas yang diterapkan oleh pemerintah.
“Ada standar ketat yang ada dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyerapan Gabah dan Beras Petani. Hal itu membuat tak semua hasil panen petani Jepara yang akan dijual ke Bulog bisa diterima,” ujar Kepala Perum Bulog Sub Divre II Pati, Ahmad Kholisun.
Menurutnya, sebanyak 2,5 persen dari total gabah yang sudah terserap, ditolak oleh Bulog, karena di bawah standar. Sedangkan sampai saat ini, sebanyak 11 ribu ton gabah dari petani Jepara yang berhasil diserap Bulog.
“Sebenarnya target penyerapan gabah dan beras di Jepara tahun ini sebanyak 13,5 ribu ton. Tetapi 2,5 persen dari yang sudah kami terima saat ini, terpaksa kami tolak karena ada di bawah standar sesuai Inpres yang menjadi acuan kami,” terangnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, standar gabah yang sudah ditetapkan untuk mendukung program ketahanan nasional itu disyaratkan beberapa hal. Gabah kering panen (GKP) dalam negeri harus dengan kualitas kadar air maksimum 25 persen dan kadar hampa/kotoran maksimum 10 persen. GKP dengan standar itu dibeli dengan harga Rp 3.700/kilogram di petani, atau Rp 3.750/kilogram di penggilingan.
Sedangkan harga pembelian gabah kering giling (GKG) dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14 persen dan kadar hampa/kotoran maksimum 3 persen adalah Rp 4.600/kilogram di penggilingan, atau Rp 4.650/kilogram di gudang Perum Bulog. Adapun harga pembelian beras dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14 persen, butir patah maksimum 20 persen, kadar menir maksimum 2 persen dan derajat sosoh minimum 95 persen adalah Rp 7.300/kilogram di gudang Perum Bulog.
Komisi IV DPR RI: Beras Rastra di Bulog Kota Cimahi Buruk
Senin, 20 Juni 2016
Sejumlah anggota komisi IV DPR RI melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke Gudang Bulog yang ada di Jalan Mahar Martanegara, Kota Cimahi, Senin (20/6/2016). Dalam sidak tersebut, mereka menemukan beras untuk keluarga pra sejahteta (rastra) dengan kualitas rendah.
Hal tersebut, mengundang kekecewaan dari para anggota dewan.
"Kita menemukan beras yang dibeli Bulog dan akan didistribusikan kualitasnya buruk, tapi kami harus cek lagi kalau dimasak itu bagus atau tidak," tegas Ketua Komisi IV DPR RI, Edhy Prabowo kepada wartawan usai sidak.
Menurutnya, rastra jangan hanya menjadi kewajiban pemerintah semata, sehingga kualitasnya diabaikan.
"Untuk apa dibagikan, tapi kalau tidak bisa diapa-apakan oleh masyarakat. Jangan hanya menjadi seremoni," tegasnya.
Ia melihat kualitasnya rendah, karena kondisi beras rastra di gudang bulog berwarna gelap, dan sedikit berbau. Padahal, beras yang dicek merupakan beras baru dilihat dari tanggal datangnya pada 10 Juni 2016.
Untuk itu, ia mendorong sejumlah pihak, memperbaiki permasalahan yang ada. Pasalnya, tidak semua merupakan kesalahan Bulog.
"Bulog juga tidak bisa disalahkan, atau Bulog melempar tanggung jawab. Yang paling baik, adalah memperbaiki permasalahan sama-sama, termasuk sistemnya," katanya.
http://m.galamedianews.com/bandung-raya/96735/komisi-iv-dpr-ri-beras-rastra-di-bulog-kota-cimahi-buruk.html
Sejumlah anggota komisi IV DPR RI melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke Gudang Bulog yang ada di Jalan Mahar Martanegara, Kota Cimahi, Senin (20/6/2016). Dalam sidak tersebut, mereka menemukan beras untuk keluarga pra sejahteta (rastra) dengan kualitas rendah.
Hal tersebut, mengundang kekecewaan dari para anggota dewan.
"Kita menemukan beras yang dibeli Bulog dan akan didistribusikan kualitasnya buruk, tapi kami harus cek lagi kalau dimasak itu bagus atau tidak," tegas Ketua Komisi IV DPR RI, Edhy Prabowo kepada wartawan usai sidak.
Menurutnya, rastra jangan hanya menjadi kewajiban pemerintah semata, sehingga kualitasnya diabaikan.
"Untuk apa dibagikan, tapi kalau tidak bisa diapa-apakan oleh masyarakat. Jangan hanya menjadi seremoni," tegasnya.
Ia melihat kualitasnya rendah, karena kondisi beras rastra di gudang bulog berwarna gelap, dan sedikit berbau. Padahal, beras yang dicek merupakan beras baru dilihat dari tanggal datangnya pada 10 Juni 2016.
Untuk itu, ia mendorong sejumlah pihak, memperbaiki permasalahan yang ada. Pasalnya, tidak semua merupakan kesalahan Bulog.
"Bulog juga tidak bisa disalahkan, atau Bulog melempar tanggung jawab. Yang paling baik, adalah memperbaiki permasalahan sama-sama, termasuk sistemnya," katanya.
http://m.galamedianews.com/bandung-raya/96735/komisi-iv-dpr-ri-beras-rastra-di-bulog-kota-cimahi-buruk.html
275 Ton Gabah Ditolak Bulog
Senin, 20 Juni 2016
KOTA - Sebanyak 275 ton gabah milik petani di Jepara tidak bisa masuk ke Bulog pada Musim Tanam (MT) I lalu. Itu karena gabah tersebut tak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.
Kepala Bulog Sub Divre II Pati Ahmad Kholisun mengatakan, gabah yang tidak bisa masuk ke Bulog milik petani di Jepara sekitar 2,5 persen dari 11 ton gabah yang sudah terserap di MT I. Adapun target serapan gabah milik petani di Jepara 2016 sebanyak 13,5 ton. ”Saat ini gabah sudah terserap sekitar 87 persen. Kekurangan tersebut akan dipenuhi di MT II dan MT III,” katanya
Kholisun mengatakan, standar gabah yang sudah ditetapkan untuk mendukung program ketahanan nasional ditentukan berdasarkan Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015. Ketentuan tersebut harus dipenuhi Bulog ketika menyerap gabah petani.
Standar berdasarkan Inpres itu, dijelaskan Kholisun, untuk gabah kering panen (GKP) kadar air maksimum 25 persen dan kadar kotoran 10 persen. Harganya Rp 3.700 per kilogram. Baca selengkapnya edisi cetak. (pin/zen)
KOTA - Sebanyak 275 ton gabah milik petani di Jepara tidak bisa masuk ke Bulog pada Musim Tanam (MT) I lalu. Itu karena gabah tersebut tak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.
Kepala Bulog Sub Divre II Pati Ahmad Kholisun mengatakan, gabah yang tidak bisa masuk ke Bulog milik petani di Jepara sekitar 2,5 persen dari 11 ton gabah yang sudah terserap di MT I. Adapun target serapan gabah milik petani di Jepara 2016 sebanyak 13,5 ton. ”Saat ini gabah sudah terserap sekitar 87 persen. Kekurangan tersebut akan dipenuhi di MT II dan MT III,” katanya
Kholisun mengatakan, standar gabah yang sudah ditetapkan untuk mendukung program ketahanan nasional ditentukan berdasarkan Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015. Ketentuan tersebut harus dipenuhi Bulog ketika menyerap gabah petani.
Standar berdasarkan Inpres itu, dijelaskan Kholisun, untuk gabah kering panen (GKP) kadar air maksimum 25 persen dan kadar kotoran 10 persen. Harganya Rp 3.700 per kilogram. Baca selengkapnya edisi cetak. (pin/zen)
Senin, 20 Juni 2016
DPR RI Desak Bulog Segera Gelontorkan Subsidi Harga Pangan
Senin, 20 Juni 2016
Merahputih Nasional- Anggota Komisi IV DPR RI, Mahfudz Siddiq meminta agar Bulog segera menggelontorkan subsidi harga pasar, mengingat saat ini harga sejumlah komoditi melonjak tajam.
Kendati Bulog saat ini sedang getol menggelar Operasi Pasar (OP) murah, ia menilai hal tersebut tidak akan merubah harga komiditi pasar. "Penurunan harga tersebut kemungkinan bakal terjadi, jika Bulog memberlakukan sistem subsidi dalam jumlah yang cukup besar," paparnya kepada wartawan, di Cirebon, Minggu (19/6).
Saat ini harga daging sapi dipasaran sudah mencapai Rp120 hingga Rp130 ribu. Mahfudz juga menilai, yang sebenarnya perlu dicermati oleh pemerintah saat ini adalah tentang kenaikan harga yang terjadi saat Ramadan dan lebaran merupakan siklus tahunan.
Politisi PKS itu bilang, seharusnya presiden tak usah panik untuk menyerukan para menterinya agar menjaga ketersedian stok pangan dan menurunkan harga pangan. “Kepanikan ini bukti bahwa pemerintah saat ini tidak mengantisipasi secara sistematis,” katanya. Kenaikan harga merupakan hal yang biasa terjadi, sehingga, pemerintah tak perlu terkejut melihat situasi tersebut.
lebih lanjut, katanya jauh-jauh hari sebelum jelang Ramadan dan lebaran, seharunya pemerintah bisa menyusun formula untuk menurunkan harga pangan. “Kalau sekarang mau diturunin, sudah susah."
Ia mengakui, saat ini ketersedian pangan memang relatif terjaga, namun harga sejumlah komiditi yang minta diturunkan masih belum menemukan titik terang. (Irm)
Merahputih Nasional- Anggota Komisi IV DPR RI, Mahfudz Siddiq meminta agar Bulog segera menggelontorkan subsidi harga pasar, mengingat saat ini harga sejumlah komoditi melonjak tajam.
Kendati Bulog saat ini sedang getol menggelar Operasi Pasar (OP) murah, ia menilai hal tersebut tidak akan merubah harga komiditi pasar. "Penurunan harga tersebut kemungkinan bakal terjadi, jika Bulog memberlakukan sistem subsidi dalam jumlah yang cukup besar," paparnya kepada wartawan, di Cirebon, Minggu (19/6).
Saat ini harga daging sapi dipasaran sudah mencapai Rp120 hingga Rp130 ribu. Mahfudz juga menilai, yang sebenarnya perlu dicermati oleh pemerintah saat ini adalah tentang kenaikan harga yang terjadi saat Ramadan dan lebaran merupakan siklus tahunan.
Politisi PKS itu bilang, seharusnya presiden tak usah panik untuk menyerukan para menterinya agar menjaga ketersedian stok pangan dan menurunkan harga pangan. “Kepanikan ini bukti bahwa pemerintah saat ini tidak mengantisipasi secara sistematis,” katanya. Kenaikan harga merupakan hal yang biasa terjadi, sehingga, pemerintah tak perlu terkejut melihat situasi tersebut.
lebih lanjut, katanya jauh-jauh hari sebelum jelang Ramadan dan lebaran, seharunya pemerintah bisa menyusun formula untuk menurunkan harga pangan. “Kalau sekarang mau diturunin, sudah susah."
Ia mengakui, saat ini ketersedian pangan memang relatif terjaga, namun harga sejumlah komiditi yang minta diturunkan masih belum menemukan titik terang. (Irm)
2,5 Persen Gabah Petani Ditolak Bulog
Senin, 20 Juni 2016
Tak Sesuai Inpres
JEPARA – Standar ketat yang termaktub dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyerapan Gabah dan Beras Petani membuat tak semua hasil panen petani Jepara yang akan dijual ke Bulog bisa diterima. Sebanyak 2,5 persen dari total gabah yang sudah terserap ditolak oleh Bulog karena di bawah standar.
Hal itu disampaikan Kepala Perum Bulog Sub Divre II Pati, Ahmad Kholisun, Minggu (19/8). Sampai saat ini, sebanyak 11 ribu ton gabah dari petani Jepara yang berhasil diserap Bulog. Adapun target penyerapan gabah dan beras di Kota Ukir tahun ini sebanyak 13,5 ribu ton.
‘’Yang akan dijual ke Bulog banyak. Tak semuanya bisa diterima. Sekitar 2,5 persen dari yang sudah kami terima saat ini, terpaksa kami tolak. Sebab, kualitasnya di bawah standar. Hal itu sesuai Inpres yang menjadi acuan kami,’’ papar Ahmad Kholisun.
Dia mengatakan, standar gabah yang sudah ditetapkan untuk mendukung program ketahanan nasional itu disyaratkan beberapa hal, yakni gabah kering panen (GKP) dalam negeri harus dengan kualitas kadar air maksimum 25 persen dan kadar hampa/kotoran maksimum 10 persen. GKP dengan standar itu dibeli dengan harga Rp 3.700/kilogram di petani atau Rp 3.750/kilogram di penggilingan.
Adapun harga pembelian gabah kering giling (GKG) dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14 persen dan kadar hampa/kotoran maksimum 3 persen adalah Rp 4.600/kilogram di penggilingan atau Rp 4.650/kilogram di gudang Perum Bulog.
Harga Pembelian
Adapun harga pembelian beras dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14 persen, butir patah maksimum 20 persen, kadar menir maksimum 2 persen dan derajat sosoh minimum 95 persen adalah Rp 7.300/kilogram di gudang Perum Bulog.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Jepara, Wasiyanto menjelaskan, target gabah yang bisa diserap oleh Bulog tahun ini optimistis bisa terpenuhi. Sebab, dari 43 ribu hektare lebih lahan yang ditanami padi pada musim tanam (MT-II) ini, baru dipanen sebanyak 25.249 hektare atau sebanya 56,5 persen.
Meski demikian, Wasiyanto mengingatkan jika penyerapan gabah dari petani di panen MT-II akan lebih sulit. Dari siklus yang ada, gabah pada MT-II harganya lebih mahal dari harga pada MT-I.
‘’Saat panen MT-II, tengkulak mau membeli gabah petani lebih tinggi. Dari Bulog, patokan harganya Rp 3.700 dan tidak bisa diubah, sebab berdasarkan Inpress,’’ imbuh Wasiyanto. (adp-64)
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/25-persen-gabah-petani-ditolak-bulog/
Tak Sesuai Inpres
JEPARA – Standar ketat yang termaktub dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyerapan Gabah dan Beras Petani membuat tak semua hasil panen petani Jepara yang akan dijual ke Bulog bisa diterima. Sebanyak 2,5 persen dari total gabah yang sudah terserap ditolak oleh Bulog karena di bawah standar.
Hal itu disampaikan Kepala Perum Bulog Sub Divre II Pati, Ahmad Kholisun, Minggu (19/8). Sampai saat ini, sebanyak 11 ribu ton gabah dari petani Jepara yang berhasil diserap Bulog. Adapun target penyerapan gabah dan beras di Kota Ukir tahun ini sebanyak 13,5 ribu ton.
‘’Yang akan dijual ke Bulog banyak. Tak semuanya bisa diterima. Sekitar 2,5 persen dari yang sudah kami terima saat ini, terpaksa kami tolak. Sebab, kualitasnya di bawah standar. Hal itu sesuai Inpres yang menjadi acuan kami,’’ papar Ahmad Kholisun.
Dia mengatakan, standar gabah yang sudah ditetapkan untuk mendukung program ketahanan nasional itu disyaratkan beberapa hal, yakni gabah kering panen (GKP) dalam negeri harus dengan kualitas kadar air maksimum 25 persen dan kadar hampa/kotoran maksimum 10 persen. GKP dengan standar itu dibeli dengan harga Rp 3.700/kilogram di petani atau Rp 3.750/kilogram di penggilingan.
Adapun harga pembelian gabah kering giling (GKG) dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14 persen dan kadar hampa/kotoran maksimum 3 persen adalah Rp 4.600/kilogram di penggilingan atau Rp 4.650/kilogram di gudang Perum Bulog.
Harga Pembelian
Adapun harga pembelian beras dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14 persen, butir patah maksimum 20 persen, kadar menir maksimum 2 persen dan derajat sosoh minimum 95 persen adalah Rp 7.300/kilogram di gudang Perum Bulog.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Jepara, Wasiyanto menjelaskan, target gabah yang bisa diserap oleh Bulog tahun ini optimistis bisa terpenuhi. Sebab, dari 43 ribu hektare lebih lahan yang ditanami padi pada musim tanam (MT-II) ini, baru dipanen sebanyak 25.249 hektare atau sebanya 56,5 persen.
Meski demikian, Wasiyanto mengingatkan jika penyerapan gabah dari petani di panen MT-II akan lebih sulit. Dari siklus yang ada, gabah pada MT-II harganya lebih mahal dari harga pada MT-I.
‘’Saat panen MT-II, tengkulak mau membeli gabah petani lebih tinggi. Dari Bulog, patokan harganya Rp 3.700 dan tidak bisa diubah, sebab berdasarkan Inpress,’’ imbuh Wasiyanto. (adp-64)
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/25-persen-gabah-petani-ditolak-bulog/
Pemerintah Fokus pada Stok Pangan Murah
Minggu, 19 Juni 2016
Harga Jual di Pasar Masih Tinggi.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah fokus pada penyediaan bahan pangan murah untuk menstabilkan harga. Upaya jangka pendek untuk memenuhinya adalah dengan membuka keran impor dan mendistribusikan ke konsumen melalui operasi pasar umum hingga khusus.
Upaya jangka panjang yang ditempuh pemerintah adalah membenahi stok, distribusi, dan memperkuat peran Bulog. Hal itu untuk memutus rantai pasok pangan agar lebih efisien.
Hal itu mengemuka dalam diskusi Teras Kita yang digelar Kagama, Kompas, dan Radio Sonora, di Jakarta, Sabtu (18/6). Hadir sebagai pembicara Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Wahyu Suparyono, serta Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Teguh Boediyana, dimoderatori wartawan Kompas, Banu Astono.
Thomas Lembong mengatakan, setiap komoditas pangan pokok mempunyai persoalan masing-masing. Pemerintah akan membenahi persoalan itu satu per satu dari hulu hingga hilir.
Pembenahan itu mulai dari pembenahan dan penggunaan data yang sama, produksi, pengadaan sarana dan prasarana pascapanen, industrialisasi pangan, serta rantai pasok. Pemerintah juga akan menyeimbangkan neraca ekspor dan impor pangan.
”Selama swasembada belum tercapai 100 persen, apabila terjadi defisit pasokan, kita akan mengimpor. Namun, sebaliknya, jika terjadi kelebihan stok, kita akan mengekspor. Itu komitmen kami,” kata Lembong.
Pada tahun ini pemerintah memutuskan mengimpor beras, daging sapi, dan gula mentah karena stok kurang.
Daging sapi, misalnya, stok berkurang karena pemerintah terlalu percaya diri sehingga memutuskan mengurangi impor sapi bakalan secara drastis dan mendadak.
Impor sapi bakalan yang semula rata-rata 160.000 ekor per triwulan menjadi hanya 50.000 ekor per triwulan.
”Kami memperburuk situasi itu pada awal tahun. Seharusnya kami mengeluarkan izin impor 650.000 ekor untuk setahun ke depan, ternyata pada awal tahun hanya menerbitkan izin 180.000 ekor. Hal itu menyebabkan kelangkaan pasokan sehingga memicu harga tinggi,” katanya.
Lembong menambahkan, awal untuk mengamankan kebutuhan dalam negeri, pemerintah menutup impor oleh swasta. Tujuannya agar tidak terjadi sistem oligopoli. Kebijakannya, izin impor hanya diberikan kepada BUMN, yakni Perum Bulog, PT Berdikari, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia.
Namun, realisasinya yang mampu mengimpor hanya PT Berdikari. Kondisi pasokan makin seret karena ”pipa” sapi impor makin kecil. Pemerintah lalu memutuskan membuka keran impor daging sapi beku kepada swasta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging sapi murah Rp 80.000 per kg.
Daging sapi
Dalam diskusi tersebut terungkap daging sapi beku yang tersedia di pasar adalah jenis CL 95 (mengandung 5 persen lemak) dan CL 85 (mengandung 15 persen lemak. Daging sapi beku ini umumnya digunakan untuk berbagai produk olahan. Harga daging sapi ini Rp 80.000 per kg hingga Rp 90.000 per kg.
Hal itu diakui Wahyu Suparyono. Menurut Wahyu, harga sejumlah pangan pokok, terutama daging sapi, memang masih tinggi. Kendati begitu, Bulog memastikan masyarakat bisa mendapatkan daging sapi beku dengan harga murah sesuai dengan instruksi Presiden.
Bulog menyediakannya melalui Rumah Pangan Kita (RPK), operasi pasar di perumahan- perumahan, dan mengelar pasar murah di instansi-instansi pemerintah. Hingga saat ini Bulog telah mendistribusikan 20.000 ton daging sapi beku.
”Selain daging sapi beku, Bulog juga menyediakan beras medium dan premium serta bawang merah. Melalui operasi pasar dan RPK, kami secara otomatis memotong rantai pasok pangan,” ujarnya.
Swasembada gagal
Sementara itu, Teguh Boediyana mengatakan, titik pangkal dari persoalan harga adalah kegagalan program swasembada pangan. Daging sapi, misalnya, pemerintah telah mengeluarkan dana sekitar Rp 18 triliun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, tetapi Indonesia masih belum swasembada daging sapi.
Di sisi lain, lemahnya mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat ikut berkontribusi dalam pembentukan harga daging sapi. Selama nilai dollar AS di atas Rp 10.000, harga daging sapi per kg hidup sebesar Rp 43.000-Rp 44.000.
”Pemerintah tiba-tiba membuka impor daging sapi secara besar-besaran. Banyak pemain baru yang masuk. Ini perlu dicermati. Jangan sampai nanti impor justru mendominasi setelah lebaran ini sehingga peternak lokal terabaikan,” katanya.
Sementara itu, sampai saat ini berdasarkan data Kementerian Perdagangan per 17 Juni 2016, rata-rata nasional harga daging sapi mencapai Rp 114.630 per kg, beras medium Rp 10.580 per kg, bawang merah Rp 37.110 per kg, daging ayam ras Rp 32.300 per kg, dan telur ayam ras Rp 24.040 per kg.
Harga itu masih jauh di atas target yang ditetapkan Presiden. Untuk harga daging sapi ditetapkan Rp 80.000 per kg, bawang merah Rp 25.000 per kg, beras Rp 9.500 per kg, dan telur ayam Rp 23.000 per kg. Hanya daging ayam ras yang harganya di bawah harga yang diinstruksikan Presiden, yaitu Rp 35.300 per kg.
Jika harga-harga bahan pangan itu masih tinggi, ini akan berpengaruh ke inflasi. Pada Jumat lalu, Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada Juni 2016 sebesar 0,6 persen. Inflasi disumbang dari kenaikan harga komoditas dari kelompok volatile food, terutama daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan minyak goreng.
Dalam diskusi itu juga terungkap alasan Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar harga daging sapi harus Rp 80.000 per kg. Lembong menuturkan, Presiden ingin harga daging sapi di Indonesia seperti di Malaysia.
Sebelumnya, Presiden mengirim utusan ke Malaysia dan Singapura untuk memantau harga daging sapi. Harga daging sapi di pasar modern dan tradisional kedua negara itu Rp 70.000 per kg-Rp 80.000 per kg.
”Dengan kamera ponsel, mereka memotret harga daging di supermarket dan pasar tradisional di sana dan dikirimkan kepada Presiden,” kata Lembong.
Menanggapi hal itu, Teguh mengatakan, daging di Malaysia dan Singapura rendah karena itu daging sapi impor, bukan daging lokal.
Mereka tidak mempunyai peternakan rakyat sehingga harus mengimpor daging. (HEN)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160619kompas/#/1/
Harga Jual di Pasar Masih Tinggi.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah fokus pada penyediaan bahan pangan murah untuk menstabilkan harga. Upaya jangka pendek untuk memenuhinya adalah dengan membuka keran impor dan mendistribusikan ke konsumen melalui operasi pasar umum hingga khusus.
Upaya jangka panjang yang ditempuh pemerintah adalah membenahi stok, distribusi, dan memperkuat peran Bulog. Hal itu untuk memutus rantai pasok pangan agar lebih efisien.
Hal itu mengemuka dalam diskusi Teras Kita yang digelar Kagama, Kompas, dan Radio Sonora, di Jakarta, Sabtu (18/6). Hadir sebagai pembicara Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Wahyu Suparyono, serta Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Teguh Boediyana, dimoderatori wartawan Kompas, Banu Astono.
Thomas Lembong mengatakan, setiap komoditas pangan pokok mempunyai persoalan masing-masing. Pemerintah akan membenahi persoalan itu satu per satu dari hulu hingga hilir.
Pembenahan itu mulai dari pembenahan dan penggunaan data yang sama, produksi, pengadaan sarana dan prasarana pascapanen, industrialisasi pangan, serta rantai pasok. Pemerintah juga akan menyeimbangkan neraca ekspor dan impor pangan.
”Selama swasembada belum tercapai 100 persen, apabila terjadi defisit pasokan, kita akan mengimpor. Namun, sebaliknya, jika terjadi kelebihan stok, kita akan mengekspor. Itu komitmen kami,” kata Lembong.
Pada tahun ini pemerintah memutuskan mengimpor beras, daging sapi, dan gula mentah karena stok kurang.
Daging sapi, misalnya, stok berkurang karena pemerintah terlalu percaya diri sehingga memutuskan mengurangi impor sapi bakalan secara drastis dan mendadak.
Impor sapi bakalan yang semula rata-rata 160.000 ekor per triwulan menjadi hanya 50.000 ekor per triwulan.
”Kami memperburuk situasi itu pada awal tahun. Seharusnya kami mengeluarkan izin impor 650.000 ekor untuk setahun ke depan, ternyata pada awal tahun hanya menerbitkan izin 180.000 ekor. Hal itu menyebabkan kelangkaan pasokan sehingga memicu harga tinggi,” katanya.
Lembong menambahkan, awal untuk mengamankan kebutuhan dalam negeri, pemerintah menutup impor oleh swasta. Tujuannya agar tidak terjadi sistem oligopoli. Kebijakannya, izin impor hanya diberikan kepada BUMN, yakni Perum Bulog, PT Berdikari, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia.
Namun, realisasinya yang mampu mengimpor hanya PT Berdikari. Kondisi pasokan makin seret karena ”pipa” sapi impor makin kecil. Pemerintah lalu memutuskan membuka keran impor daging sapi beku kepada swasta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging sapi murah Rp 80.000 per kg.
Daging sapi
Dalam diskusi tersebut terungkap daging sapi beku yang tersedia di pasar adalah jenis CL 95 (mengandung 5 persen lemak) dan CL 85 (mengandung 15 persen lemak. Daging sapi beku ini umumnya digunakan untuk berbagai produk olahan. Harga daging sapi ini Rp 80.000 per kg hingga Rp 90.000 per kg.
Hal itu diakui Wahyu Suparyono. Menurut Wahyu, harga sejumlah pangan pokok, terutama daging sapi, memang masih tinggi. Kendati begitu, Bulog memastikan masyarakat bisa mendapatkan daging sapi beku dengan harga murah sesuai dengan instruksi Presiden.
Bulog menyediakannya melalui Rumah Pangan Kita (RPK), operasi pasar di perumahan- perumahan, dan mengelar pasar murah di instansi-instansi pemerintah. Hingga saat ini Bulog telah mendistribusikan 20.000 ton daging sapi beku.
”Selain daging sapi beku, Bulog juga menyediakan beras medium dan premium serta bawang merah. Melalui operasi pasar dan RPK, kami secara otomatis memotong rantai pasok pangan,” ujarnya.
Swasembada gagal
Sementara itu, Teguh Boediyana mengatakan, titik pangkal dari persoalan harga adalah kegagalan program swasembada pangan. Daging sapi, misalnya, pemerintah telah mengeluarkan dana sekitar Rp 18 triliun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, tetapi Indonesia masih belum swasembada daging sapi.
Di sisi lain, lemahnya mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat ikut berkontribusi dalam pembentukan harga daging sapi. Selama nilai dollar AS di atas Rp 10.000, harga daging sapi per kg hidup sebesar Rp 43.000-Rp 44.000.
”Pemerintah tiba-tiba membuka impor daging sapi secara besar-besaran. Banyak pemain baru yang masuk. Ini perlu dicermati. Jangan sampai nanti impor justru mendominasi setelah lebaran ini sehingga peternak lokal terabaikan,” katanya.
Sementara itu, sampai saat ini berdasarkan data Kementerian Perdagangan per 17 Juni 2016, rata-rata nasional harga daging sapi mencapai Rp 114.630 per kg, beras medium Rp 10.580 per kg, bawang merah Rp 37.110 per kg, daging ayam ras Rp 32.300 per kg, dan telur ayam ras Rp 24.040 per kg.
Harga itu masih jauh di atas target yang ditetapkan Presiden. Untuk harga daging sapi ditetapkan Rp 80.000 per kg, bawang merah Rp 25.000 per kg, beras Rp 9.500 per kg, dan telur ayam Rp 23.000 per kg. Hanya daging ayam ras yang harganya di bawah harga yang diinstruksikan Presiden, yaitu Rp 35.300 per kg.
Jika harga-harga bahan pangan itu masih tinggi, ini akan berpengaruh ke inflasi. Pada Jumat lalu, Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada Juni 2016 sebesar 0,6 persen. Inflasi disumbang dari kenaikan harga komoditas dari kelompok volatile food, terutama daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan minyak goreng.
Dalam diskusi itu juga terungkap alasan Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar harga daging sapi harus Rp 80.000 per kg. Lembong menuturkan, Presiden ingin harga daging sapi di Indonesia seperti di Malaysia.
Sebelumnya, Presiden mengirim utusan ke Malaysia dan Singapura untuk memantau harga daging sapi. Harga daging sapi di pasar modern dan tradisional kedua negara itu Rp 70.000 per kg-Rp 80.000 per kg.
”Dengan kamera ponsel, mereka memotret harga daging di supermarket dan pasar tradisional di sana dan dikirimkan kepada Presiden,” kata Lembong.
Menanggapi hal itu, Teguh mengatakan, daging di Malaysia dan Singapura rendah karena itu daging sapi impor, bukan daging lokal.
Mereka tidak mempunyai peternakan rakyat sehingga harus mengimpor daging. (HEN)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160619kompas/#/1/
Sabtu, 18 Juni 2016
Petani Keluhkan Harga Gabah Bulog
Sabtu,18 Juni 2016
SRAGEN – Para petani di Bumi Sukowati mengeluhkan rendahnya harga beras dari Bulog. Selain itu, mereka juga kesulitan memasok gabah lantaran sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.
Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno kemarin mengatakan, selama ini harga Bulog lebih rendah daripada harga pasar, petani lebih memilih melemparkan gabahnya ke mekanisme pasar. Wajar apabila penyerapan gabah Bulog di Sragen masih rendah. “Harga pembelian pemerintah (HPP) itu harus disesuaikan minimal 2 kali setahun. Kalau harga pasar lebih tinggi, petani pasti memilih yang lebih tinggi. Kami lihat Pemerintah tidak berpihak kepada petani,” ujarnya.
Selain terkait HPP, pihaknya menyayangkan sejumlah persyaratan yang dibebankan petani dalam setiap gabah yang disetorkan. Salah satunya yakni terkait kriteria kekeringan gabah hingga sistem pembayaran yang dirasa menyulitkan petani. “Bulog itu punya kriteria yang harus dipenuhi dan itu tidak bisa dipenuhi petani. Sistem petani tidak mempunyai mesin pengeringan. Pembayarannya lewat bank, itu bagi petani ribet,” paparnya.
Dirinya lebih setuju, apabila Bulog menjalankan mekanisme jemput bola ke lapangan langsung. Selain langsung menyerap gabah petani, perputaran uang langsung dilakukan di muka tidak menunggu proses administrasi yang berbelit-belit. “Jadi barang dilihat, harganya berapa ditimbang langsung dibayar. Bagi petani ini lebih cepat,”kata dia.
Suratno mengungkapkan keuntungan yang didapatkan petani saat ini tidaklah banyak. Bahkan dari sekitar 3.000 meter persegi lahan pertaniannya hanya menghasilkan keuntungan sekali panen Rp 2 juta – Rp 4 juta. Daripada menjual ke Bulog dengan persyaratan tertentu, kata dia, ia tentu lebih memilih menjualnya ke pasar. “Kalau dari Bulog, sekarang harganya paling Rp 7.300/kg, kalau di pasar harga IR itu bisa mencapai Rp 7.800-8.900/kg,” kata dia.
Sementara itu, seorang petani Nglorog Sragen, Sugeng Riyanto (40) mengaku pesimistis Bulog mau membeli gabah dari petani saat musim panen kali ini. Pasalnya Bulog diketahui hanya mau membeli dengan gabah kualitas bagus. Dirinya memilih menjual gabahnya ke pasar lantaran lebih mudah dan harganya relatif lebih mahal.
Sesuai Mekanisme
Sementara itu, Kepala Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Subdivisi Regional (Kasubdivre) III Surakarta, Rizal menegaskan pembelian gabah dari petani dilakukan sesuai dengan mekanisme. “Silakan kalau mau setor. Harga di kita sesuai ketentuan Rp 7.300/kg. Tidak ada yang susah, sesuai mekanisme saja,” katanya.
Sebagaiamana diberitakan, penyerapan gabah dari petani yang dilakukan oleh Bulog Subdivisi Regional (Subdivre) III Surakarta di Bumi Sukowati diketahui masih rendah. Dari target penyerapan 65.- 970 ton gabah kering giling (GKG) yang harus dipasok, baru 36 persen atau sekitar 23.749 ton yang sudah terpenuhi. (shd-68)
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/petani-keluhkan-harga-gabah-bulog/
SRAGEN – Para petani di Bumi Sukowati mengeluhkan rendahnya harga beras dari Bulog. Selain itu, mereka juga kesulitan memasok gabah lantaran sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.
Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno kemarin mengatakan, selama ini harga Bulog lebih rendah daripada harga pasar, petani lebih memilih melemparkan gabahnya ke mekanisme pasar. Wajar apabila penyerapan gabah Bulog di Sragen masih rendah. “Harga pembelian pemerintah (HPP) itu harus disesuaikan minimal 2 kali setahun. Kalau harga pasar lebih tinggi, petani pasti memilih yang lebih tinggi. Kami lihat Pemerintah tidak berpihak kepada petani,” ujarnya.
Selain terkait HPP, pihaknya menyayangkan sejumlah persyaratan yang dibebankan petani dalam setiap gabah yang disetorkan. Salah satunya yakni terkait kriteria kekeringan gabah hingga sistem pembayaran yang dirasa menyulitkan petani. “Bulog itu punya kriteria yang harus dipenuhi dan itu tidak bisa dipenuhi petani. Sistem petani tidak mempunyai mesin pengeringan. Pembayarannya lewat bank, itu bagi petani ribet,” paparnya.
Dirinya lebih setuju, apabila Bulog menjalankan mekanisme jemput bola ke lapangan langsung. Selain langsung menyerap gabah petani, perputaran uang langsung dilakukan di muka tidak menunggu proses administrasi yang berbelit-belit. “Jadi barang dilihat, harganya berapa ditimbang langsung dibayar. Bagi petani ini lebih cepat,”kata dia.
Suratno mengungkapkan keuntungan yang didapatkan petani saat ini tidaklah banyak. Bahkan dari sekitar 3.000 meter persegi lahan pertaniannya hanya menghasilkan keuntungan sekali panen Rp 2 juta – Rp 4 juta. Daripada menjual ke Bulog dengan persyaratan tertentu, kata dia, ia tentu lebih memilih menjualnya ke pasar. “Kalau dari Bulog, sekarang harganya paling Rp 7.300/kg, kalau di pasar harga IR itu bisa mencapai Rp 7.800-8.900/kg,” kata dia.
Sementara itu, seorang petani Nglorog Sragen, Sugeng Riyanto (40) mengaku pesimistis Bulog mau membeli gabah dari petani saat musim panen kali ini. Pasalnya Bulog diketahui hanya mau membeli dengan gabah kualitas bagus. Dirinya memilih menjual gabahnya ke pasar lantaran lebih mudah dan harganya relatif lebih mahal.
Sesuai Mekanisme
Sementara itu, Kepala Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Subdivisi Regional (Kasubdivre) III Surakarta, Rizal menegaskan pembelian gabah dari petani dilakukan sesuai dengan mekanisme. “Silakan kalau mau setor. Harga di kita sesuai ketentuan Rp 7.300/kg. Tidak ada yang susah, sesuai mekanisme saja,” katanya.
Sebagaiamana diberitakan, penyerapan gabah dari petani yang dilakukan oleh Bulog Subdivisi Regional (Subdivre) III Surakarta di Bumi Sukowati diketahui masih rendah. Dari target penyerapan 65.- 970 ton gabah kering giling (GKG) yang harus dipasok, baru 36 persen atau sekitar 23.749 ton yang sudah terpenuhi. (shd-68)
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/petani-keluhkan-harga-gabah-bulog/
Kendalikan harga, Bulog dapat izin impor gula
Jumat, 17 Juni 2016
Jakarta. Pemerintah benar-benar memaksimalkan peranan Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk stabilisasi harga saat ramadhan hingga akhir tahun nanti. Setelah memberikan izin impor untuk daging dan bawang merah, awal Juni Bulog juga telah mendapat persetujuan impor gula kristal putih (GKP) sebanyak 100.000 ton.
Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag), Karyanto Suprih mengatakan, izin impor tersebut berlaku sampai September-Oktober 2016. "Surat tugas (untuk impor) dari Kementerian BUMN," kata Karyanto, Jumat (17/6).
Menurut Karyanto, izin impor GKP diberikan karena beberapa alasan. Pertama, di dalam negeri stok gula sudah tidak ada lagi. Kedua, bila izin impor diberikan dalam bentuk raw sugar atau gula mentah perlu waktu yang lama untuk dibuat menjadi gula putih siap konsumsi.
Apalagi, saat ini harga gula di pasaran sudah tinggi. Sehingga perlu waktu yang cepat untuk dilakukan stabilisasi harga gula. "Kalau menurut Menteri BUMN, di lapangan harga masih tinggi. Raw sugar perlu waktu, gula putih lebih cepat," ujar Karyanto.
Walau izin impor sudah diberikan, namun realisasi impor masih belum dilakukan oleh Bulog. Walau mepet, Karyanto bilang impor GKP dapat dengan cepat didatangkan ke dalam negeri. Salah satu negara potensial untuk impor adalah Thailand.
Sekadar catatan, saat ini harga gula dalam negeri rata-rata berada dikisaran Rp 15.000 per kilogram (kg). Padahal idealnya, harga gula konsumsi ditingkat retail berada pada level Rp 12.000 per kg.
Sekretaris Jenderal DPN Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), M Nur Khabsyin mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan langkah yang dilakukan oleh pemerintah yang jor-joran dalam membuka kran impor gula.
Menurut APTRI, saat ini musim giling tebu sudah mulai dilakukan. Selain itu, gula PPI juga sudah disalurkan. "Stok cukup. Kalau Bulog diizinkan impor dan digelontorkan ke pasar pada saat ramadan ini maka akan terjadi kelebihan," kata Nur.
Pihaknya berharap pemerintah untuk membatalkan impor GKP oleh Bulog tersebut dalam waktu dekat ini. Menurutnya, kalau diberikan izin impor seharusnya dilakukan pada akhir tahun untuk memenuhi kekurangan diawal tahun 2017.
Jakarta. Pemerintah benar-benar memaksimalkan peranan Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk stabilisasi harga saat ramadhan hingga akhir tahun nanti. Setelah memberikan izin impor untuk daging dan bawang merah, awal Juni Bulog juga telah mendapat persetujuan impor gula kristal putih (GKP) sebanyak 100.000 ton.
Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag), Karyanto Suprih mengatakan, izin impor tersebut berlaku sampai September-Oktober 2016. "Surat tugas (untuk impor) dari Kementerian BUMN," kata Karyanto, Jumat (17/6).
Menurut Karyanto, izin impor GKP diberikan karena beberapa alasan. Pertama, di dalam negeri stok gula sudah tidak ada lagi. Kedua, bila izin impor diberikan dalam bentuk raw sugar atau gula mentah perlu waktu yang lama untuk dibuat menjadi gula putih siap konsumsi.
Apalagi, saat ini harga gula di pasaran sudah tinggi. Sehingga perlu waktu yang cepat untuk dilakukan stabilisasi harga gula. "Kalau menurut Menteri BUMN, di lapangan harga masih tinggi. Raw sugar perlu waktu, gula putih lebih cepat," ujar Karyanto.
Walau izin impor sudah diberikan, namun realisasi impor masih belum dilakukan oleh Bulog. Walau mepet, Karyanto bilang impor GKP dapat dengan cepat didatangkan ke dalam negeri. Salah satu negara potensial untuk impor adalah Thailand.
Sekadar catatan, saat ini harga gula dalam negeri rata-rata berada dikisaran Rp 15.000 per kilogram (kg). Padahal idealnya, harga gula konsumsi ditingkat retail berada pada level Rp 12.000 per kg.
Sekretaris Jenderal DPN Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), M Nur Khabsyin mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan langkah yang dilakukan oleh pemerintah yang jor-joran dalam membuka kran impor gula.
Menurut APTRI, saat ini musim giling tebu sudah mulai dilakukan. Selain itu, gula PPI juga sudah disalurkan. "Stok cukup. Kalau Bulog diizinkan impor dan digelontorkan ke pasar pada saat ramadan ini maka akan terjadi kelebihan," kata Nur.
Pihaknya berharap pemerintah untuk membatalkan impor GKP oleh Bulog tersebut dalam waktu dekat ini. Menurutnya, kalau diberikan izin impor seharusnya dilakukan pada akhir tahun untuk memenuhi kekurangan diawal tahun 2017.
Jumat, 17 Juni 2016
Belajar dari Harga Pangan
Jum'at, 17 Juni 2016
Harga bahan makanan yang tak kunjung turun, meskipun pemerintah melakukan sejumlah upaya, mendorong kita mencari akar masalah.
Pemerintah sebelumnya menginginkan harga gula, bawang merah, minyak goreng, daging ayam dan telur, serta daging sapi harus turun dari harga sebelum bulan puasa, bukan sekadar stabil.
Harga-harga bahan makanan tersebut tak banyak bergerak turun meskipun dilakukan berbagai upaya. Daging beku diimpor dengan penunjukan langsung importir selain Bulog. Operasi pasar terus dilakukan di berbagai tempat.
Sejumlah peternak dan pengusaha daging sapi rakyat mengatakan, apabila dipaksa menurunkan harga sesuai keinginan pemerintah, mereka akan rugi karena di bawah biaya produksi.
Dari perkembangan tersebut, kita dapat belajar satu hal, yaitu mengenali struktur biaya dan harga setiap komoditas menjadi penting untuk pengambilan kebijakan.
Harga terbentuk karena biaya produksi yang melekat pada komoditas, misalnya biaya bibit, pupuk dan pestisida pada tanaman pangan, atau harga pakan serta anakan sapi dan ayam. Harga juga dibentuk oleh biaya di luar komoditas, seperti biaya gudang, penyusutan, musim tanam, nilai tukar rupiah, dan kebijakan pemerintah.
Setiap komoditas memiliki struktur biaya khas. Bawang merah, misalnya, susut bobotnya cukup tinggi, sekitar 30 persen, dan tidak tahan lama tanpa penyimpanan suhu rendah. Jika ditambah ongkos transportasi, selisih menjadi cukup tinggi antara harga di konsumen dan di petani.
Nilai tukar rupiah sangat menentukan harga daging dan telur ayam karena 70 persen biaya produksi ditentukan harga pakan yang separuhnya adalah jagung dan sebagian besar masih impor. Sementara induk untuk anak ayam (DOC) seluruhnya diimpor.
Begitu pula daging sapi. Pemerintah ingin segera berswasembada, tetapi peternakan dalam negeri yang sebagian besar diusahakan rakyat belum mampu memenuhi kebutuhan. Pemerintah menetapkan kuota impor sapi bakalan setiap tiga bulanan, menyebabkan Indonesia harus membeli mahal dari Australia sebagai sumber utama sapi impor kita. Negara itu memilih menjual sapinya ke negara lain yang membuat kontrak jangka panjang karena lebih memberikan kepastian pasar.
Agar tahun depan kita tidak kembali menghadapi kerepotan yang sama bila bulan puasa dan Lebaran tiba, perencanaan jangka panjang menjadi penting.
Kita mengharap pemerintah dapat arif dan bijaksana berdialog dengan para pemangku kepentingan, dari petani, peternak, pengusaha, hingga pedagang, agar bersama menjaga ketersediaan pangan dengan harga yang dapat diterima masyarakat dan pemangku kepentingan.
Harga bahan makanan yang tak kunjung turun, meskipun pemerintah melakukan sejumlah upaya, mendorong kita mencari akar masalah.
Pemerintah sebelumnya menginginkan harga gula, bawang merah, minyak goreng, daging ayam dan telur, serta daging sapi harus turun dari harga sebelum bulan puasa, bukan sekadar stabil.
Harga-harga bahan makanan tersebut tak banyak bergerak turun meskipun dilakukan berbagai upaya. Daging beku diimpor dengan penunjukan langsung importir selain Bulog. Operasi pasar terus dilakukan di berbagai tempat.
Sejumlah peternak dan pengusaha daging sapi rakyat mengatakan, apabila dipaksa menurunkan harga sesuai keinginan pemerintah, mereka akan rugi karena di bawah biaya produksi.
Dari perkembangan tersebut, kita dapat belajar satu hal, yaitu mengenali struktur biaya dan harga setiap komoditas menjadi penting untuk pengambilan kebijakan.
Harga terbentuk karena biaya produksi yang melekat pada komoditas, misalnya biaya bibit, pupuk dan pestisida pada tanaman pangan, atau harga pakan serta anakan sapi dan ayam. Harga juga dibentuk oleh biaya di luar komoditas, seperti biaya gudang, penyusutan, musim tanam, nilai tukar rupiah, dan kebijakan pemerintah.
Setiap komoditas memiliki struktur biaya khas. Bawang merah, misalnya, susut bobotnya cukup tinggi, sekitar 30 persen, dan tidak tahan lama tanpa penyimpanan suhu rendah. Jika ditambah ongkos transportasi, selisih menjadi cukup tinggi antara harga di konsumen dan di petani.
Nilai tukar rupiah sangat menentukan harga daging dan telur ayam karena 70 persen biaya produksi ditentukan harga pakan yang separuhnya adalah jagung dan sebagian besar masih impor. Sementara induk untuk anak ayam (DOC) seluruhnya diimpor.
Begitu pula daging sapi. Pemerintah ingin segera berswasembada, tetapi peternakan dalam negeri yang sebagian besar diusahakan rakyat belum mampu memenuhi kebutuhan. Pemerintah menetapkan kuota impor sapi bakalan setiap tiga bulanan, menyebabkan Indonesia harus membeli mahal dari Australia sebagai sumber utama sapi impor kita. Negara itu memilih menjual sapinya ke negara lain yang membuat kontrak jangka panjang karena lebih memberikan kepastian pasar.
Agar tahun depan kita tidak kembali menghadapi kerepotan yang sama bila bulan puasa dan Lebaran tiba, perencanaan jangka panjang menjadi penting.
Kita mengharap pemerintah dapat arif dan bijaksana berdialog dengan para pemangku kepentingan, dari petani, peternak, pengusaha, hingga pedagang, agar bersama menjaga ketersediaan pangan dengan harga yang dapat diterima masyarakat dan pemangku kepentingan.
Langganan:
Postingan (Atom)