Selasa, 08 Maret 2016

Harga Gabah Masih Cekik Petani

Senin, 7 Maret 2016

NGAWI – Harga gabah ditingkat petani masih fluktuatif pasca kedatangan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, pekan lalu. Petani masih menjerit dengan harga gabah dibawah standar Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan Rp 3.700 per kilogram untuk Gabah Kering Panen (GKP). Petani masih dihadapkan dengan kondisi yang memaksanya untuk menjual gabah ke tengkulak. Akibatnya, banyak petani yang merugi dengan hasil penjualan padi yang ada saat ini. “Tengkulak menghargai gabah cuma Rp 2.900 per kilogram, ditawarkan Rp 3.000 malah tidak laku,’’ tutur Sumarni salah seorang petani asal Mantingan.

Dia mengatakan, jika pertimbangan tengkulak membeli gabah tersebut dengan harga murah lantaran kualitasnya jelek. Dia menuturkan, tengkulak menganggap padi tersebut dipanen karena ambruk dan terendam air. Petani dianggap memanen padi secara paksa. Petani pun terpaksa menjual gabahnya lantaran takut tak laku dipasaran. ‘’Saya jual apa adanya saja,’’ bebernya.

Hal yang sama dialami Kamini seorang petani di Jogorogo. Dia baru menjual gabah hasil panen sawahnya tiga hari lalu. GKP miliknya hanya dihargai Rp 3.200 per kilonya. Harga tersebut termasuk karung zak yang digunakan sebagai tempat penyimpanan. Padahal, panen sebelumnya petani masih bisa menjual dengan harga Rp 3.400 per kilogram, tidak termasuk karungnya. “Jelas rugi, dengan harga yang ditawarkan tengkulak itu tidak sesuai. Tapi ditawarkan dengan harga lebih tinggi tidak mau,’’ ucapnya.

Kadisperta, Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Ngawi Marsudi mengatakan telah berkoordinasi dengan perum Bulog. Dia mengatakan, pemerintah akan membeli GKP petani dengan harga normal. Dia menuturkan, untuk wilayah Ngawi Timur, gabah ditawar dengan harga Rp 3.700 per kilo dari Bulog. Harga tersebut ditetapkan mulai minggu ini. Dia pun sepakat menyalahkan tengkulak atas kondisi yang terjadi saat ini. “Itu memang permainan tengkulak,’’ ujarnya.

Dia menambahkan, meskipun semua harga kewenangannya ada di Bulog, Disperta dan TPH Ngawi tak ingin lepas tangan. Dia menegaskan, memiliki perantana penghubung untuk menjembatani antara petani dengan Bulog. Disperta dan TPH enggan pula disalahkan jika harga gabah anjlok ketika musim panen. Seperti yang terjadi selama ini. “Kami tidak berhak membeli hasil petani, tapi kami bisa jadi mediator antara Bulog dengan mereka (Petani, Red). Kami tetap mengawasi, khususnya wilayah Barat yang belum ada pengawasan langsung,’’ pungkasnya. (mg2/dip)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar