Kamis, 10 Maret 2016

Bulog Maksimalkan Penyerapan Gabah Petani

Kamis, 10 Maret 2016

Klaten - Perum Bulog optimistis target pengadaan gabah sebanyak 1,25 juta ton tahun ini akan tercapai. Perusahaan pelat merah tersebut telah mengerahkan pasukannya untuk menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya pada musim panen raya Maret-April tahun ini, mulai dari memaksimalkan peran satuan kerja (satker) pengadaan di divisi regional Bulog di seluruh Indonesia, menggandeng Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), juga menjalin kerja sama dengan BUMN lain di antaranya PT Pertani.

Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu mengungkapkan, pihaknya tahun ini menargetkan pengadaan domestik sebanyak 4 juta ton setara beras dengan 1,25 juta ton di antaranya dalam bentuk gabah. Pengadaan domestik dilakukan Bulog dalam menjalankan perannya sebagai stabilisator harga di tingkat petani. “Bulog tidak bisa melakukan hal itu sendiri, namun butuh dukungan pihak lain. Karena itulah, Bulog mulai tahun ini tak hanya mengandalkan satker, namun juga menggandeng KTNA, perusahaan BUMN, bahkan perusahaan swasta,” kata dia saat Gelar Pasukan Satker Bulog-KTNA di Gudang Bulog Meger di Klaten, Selasa (8/3).

Untuk pertama kalinya, kata Wahyu, KTNA dilibatkan dalam pengadaan domestik dengan pertimbangan KTNA merupakan organisasi petani/kelompok tani (poktan) yang paling kuat dan memiliki akses dan informasi atas kondisi petani dan harga gabah di tingkat petani. Kerja sama dengan KTNA diharapkan berkontribusi 25-30% dari total pengadaan domestik Bulog tahun ini. “Kami gandeng KTNA karena kami ingin menyerap gabah sebanyak-banyaknya dari petani pada musim panen tahun ini, mari serap gabah petani sebanyak-banyaknya, sama-sama bergerak membeli gabah petani,” ungkap Wahyu.

Dalam penyerapan gabah petani, kata dia, pihaknya mengacu Inpres No 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah yang di dalamnya mengatur tentang harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah/beras. Untuk gabah yang kualitasnya di luar ketentuan Inpres No 5 Tahun 2015, Bulog mengacu pada ketentuan harga rafaksi yang diatur dalam Permentan No 71/Permentan/PP.200/12/2015 tentang Pedoman Harga Pembelian Gabah di Luar Kualitas oleh Pemerintah di Penggilingan. “Karena itu kalau ada informasi harga gabah jatuh, segera beritahu kami untuk segera kami beli, kami akan liat kualitasnya dan pembeliannya mengacu aturan yang ada,” kata dia.

Wahyu menuturkan, pada prinsipnya pengadaan domestik baik dalam bentuk beras maupun gabah akan dilakukan secara maksimal di daerah sentra produksi, mulai dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Lampung, bahkan Sulawesi Selatan. “Soal anggaran kami tidak batasi, berapapun kami siap, kami sudah mendapatkan komitmen dari bank BUMN untuk penyerapan beras dan gabah sebanyak-banyaknya dari petani. Tujuannya agar harga di petani stabil dan tidak jatuh, kalau saat ini harga gabah petani mulai turun iya, namun kalau jatuh sepertinya tidak,” jelas dia.

Dia mengatakan, kendala utama penyerapan gabah tahun ini adalah kadar air yang tinggi akibat musim panen yang terjadi kalah musim hujan. Untuk mengatasinya, Bulog membutuhkan fasilitas pengering (dryer) dalam jumlah tidak sedikit. “Kami berupaya menambah fasilitas pengering, untuk jangka pendek kami pinjam-sewa dengan pihak ketiga, baik perusahaan swasta maupun BUMN. Misalnya, kami sewa dryer milik Pertani. Kunci penyerapan gabah saat panen terjadi pada musim hujan adalah pengering,” kata dia.

Wahyu menuturkan, selain kendala fasilitas pengering, kendala lainnya adalah kapasitas gudang. Saat ini, total kapasitas gudang Perum Bulog adalah 4 juta ton dan peruntukkannya mayoritas untuk beras. Untuk mengatasi keterbatasan dari sisi kuantitas dan kualitas gudang tersebut, Bulog melakukan kerja sama dengan Kementerin Desa untuk pengembangan lumbung pangan masyarakat. “Jadi gabah tidak harus dibawa ke gudang Bulog, cukup disimpan di lumbung pangan masyarakat. Pengelolanya bisa pemerintah daerah (pemda), kalau kami harus sewa tidak masalah, apabila digratiskan tentu lebih senang,” jelas dia.

Lebih jauh Wahyu mengatakan, penguasaan Bulog akan beras/gabah nasional memang masih terbatas. Perum Bulog berharap bisa menguasai pasokan beras/gabah nasional 10% atau lebih. Dengan target pengadaan domestik 4 juta ton setara beras, Bulog akan menguasai 12% pasokan gabah nasional atau sekitar 8-9 juta ton gabah kering giling (GKG). Pada 2015, pengadaan domestik Bulog hanya 2,7 juta ton dari target 3,2 juta ton, realisasi pengadaan tersebut setara dengan 5-6% pasokan gabah nasional. “Kalau kami bisa menguasai 10% pasokan beras/gabah nasional itu sudah sangat fantastis, tahun lalu kami hanya menguasai 5-6% pasokan gabah dalam bentuk GKG, tahun ini diharapkan bisa 12%,” ungkap dia.

Faktor Musim

Ketua KTNA Winarno Tohir menuturkan, dengan luas tanam 8,1 juta ha tidak mudah bagi Bulog untuk melakukan penyerapan gabah petani secara mandiri. Karena itulah KTNA merasa perlu terlibat, bukan untuk membantu Bulog namun lebih kepada menjaga agar harga gabah di petani tidak jatuh saat panen raya berlangsung seperti saat ini. “Kami akan pantau apabila memang ternyata ada informasi harga jatuh saat panen raya, apakah memang harga jatuh karena kualitasnya tidak sesuai ketentuan sehingga tidak dibeli Bulog atau penyebab lainnya. Yang pasti sekarang ini sudah ada ketentuan rafaksi yang menjadi acuan Bulog untuk membeli gabah petani yang kualitasnya di luar ketentuan Inpres,” kata dia.

Mengacu Inpres No 5 Tahun 2015, HPP untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani ditetapkan Rp 3.700 per kilogram (kg) dan Rp 3.750 per kg untuk GKP di tingkat penggilingan, sedangkan untuk gabah kering giling (GKG) ditetapkan Rp 4.600 per kg di tingkat petani dan Rp 4.650 per kg di gudang di Bulog. Sedangkan harga beras (medium) ditetapkan sebesar Rp 7.300 per kg. Menurut Winarno, potensi penurunan harga gabah di tingkat petani saat ini memang terbuka lebar karena panen terjadi saat musim hujan. “Potensi harga gabah petani di bawah HPP sangat besar karena panen dilakukan pas hujan sehingga harga rendah. Karena itu, KTNA kerja sama dengan Bulog, nanti komunikasi harus intensif sehingga waktu panen, lokasi panen, dan harga bisa segera diinformasikan ke Bulog,” kata dia.

Sedangkan Direktur Produksi Pertani Agung Darmawan mengatakan, pihaknya memiliki 70 unit pengering dengan kapasitas pengeringan 30 ton per hari. Bulog menyewa fasilitas milik Pertani dengan tarif Rp 200-250 per kg. “Kami sama-sama BUMN, jadi saling bersinergi. Kami menyewakan fasilitas pengering ke Bulog, di sisi lain kami juga melakukan pengadaan gabah dari petani (GKP/gabah kering sawah) untuk kami keringkan sendiri lalu kami jual ke Bulog dengan harga mengacu Inpres No 5 Tahun 2015,” jelas dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar