Minggu, 06 Maret 2016

Bulog dan Tengkulak Berebut Gabah Petani

Minggu, 6 Maret 2016

Pertanian Sragen, Tengkulak berani memasang harga di atas HPP Rp3.700/kg.

Solopos.com, SRAGEN–Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Sub Divisi Regional (Subdivre) III Surakarta dan tengkulak berebut gabah petani pada musim panen (MP) I 2016. Tengkulak berani memasang harga di atas harga pembelian pemerintah (HPP) Rp3.700/kg yang dipakai dasar Bulog dalam pengadaan gabah.

Seorang pemilih penggilangan padi di Tunjung Semi, Bedoro, Sambungmacan, Sragen, Vendy, 35, mengatakan harga gabah pada pagi dan siang hari berbeda karena kadar airnya. Vendy yang juga tengkulak lokal di Bedoro, mengaku harga gabah kering panen (GKP) pagi hari berani membeli Rp3.500-Rp3.600/kg. Namun untuk GKP yang dipotong di atas pukul 11.00 WIB, Vendy berani membeli Rp3.800/kg.

“Harga itu berlaku sejak dua hari terakhir. Tiga pekan lalu, harga gabah itu bisa di atas Rp4.000/kg. Ketika intensitas hujan tinggi pada dua pekan lalu membuat harga gabah anjlok sampai Rp3.200/kg. Intensitas hujan membuat kadar air tinggi,” ujar dia.

Vendy berpatokan pada harga beras di penggilangan padi yang mencapai Rp8.000/kg. Harga beras dua hari terakhir, sambung dia, turun menjadi Rp7.500/kg. Para tengkulak besar yang juga mitra Bulog, kata dia, tak mau jual beras ke Bulog karena harganya hanya Rp7.300/kg dan tidak berani di atas HPP beras itu.

Seorang penebas padi asal Dukuh Bero, Bedoro, Sariyanto, 55, menjual gabah ke tengkulak dua hari terakhir senilai Rp3.850/kg. Sejak Februari hingga awal Maret, Sariyanto sudah membeli 50 patok dengan produksi 2-3 ton per patok. “Harganya ya bervariasi tergantung kualitas padinya. Biasanya saya beli minimal Rp6,5 juta per patok dan paling mahal Rp9,5 juta per patok. Untuk bibit padi, saya bisa lepas harga gabah Rp4.300/kg. Sedangkan untuk padi lokal ya jadi Rp3.850/kg,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, masih menyiapkan nama-nama anggota KTNA yang akan bergabung dalam satuan tugas (satgas) pengadan gabah yang dibentuk dari hasil kerja sama Bulog bersama KTNA dan gabungan kelompok tani (gapoktan). Suratno sendiri yang nantinya menjadi koordinator satgas tingkat kabupaten.

“Mulai pekan ini, kami sudah setor nama ke Bulog. Nanti setiap kecamatan diambil satu orang dari KTNA. Targetnya pekan ini sudah ada surat keputusan (SK) satgas dari Bulog kemudian dilanjutkan arahan teknis kerja penyerapan gabah dan beras,” ujar Suratno.

Di saat proses pembentukan satgas, Suratno mengalami dilema dengan kondisi harga gabah di pasangan yang merangkat naik melebihi HPP. Dia mendapat laporan harga gabah di tingkat pedagang tengkulak sampai Rp3.800/kg. Kalau Bulog hanya berani beli Rp3.7000/kg dengan kualitas kadar air 25% dan kadar hampa 10%, kata dia, ya Bulog harus bersaing dengan tengkulak.

“Bisa jadi satgas nanti harus berebut gabah dengan tengkulak. Tapi ketika tengkulak berani pasang harga tinggi otomatis Bulog terancam tak dapat barang. Jadi kerja satgas kesannya hanya formalitas saja. Saya khawatir justru ketika Bulog tak dapat gabah akan jadi alasan untuk impor beras,” tutur Suratno.

Solusi atas dilema harga gabah ini, sambung Suratno, harus diambil Kementerian Pertanian, yakni menaikan HPP gabah di atas Rp4.000/kg. Ketika HPP gabah tinggi, kata dia, maka persaingan berebut barang dengan tengkulak lebih kompetitif.

Terpisah, Kepala Perum Bulog Subdivre III Surakarta, Budhi Ganefiantara, mengatakan ketika Bulog dihadapkan pada harga gabah yang tinggi di atas HPP maka pilihan ada di tangan petani. Budhi tidak akan memaksakan Bulog membeli gabah dengan harga di atas HPP.

“Kami ini hanya penugasan dari pemerintah. Patokannya ya Inpres dan Permentan. Kami tidak berwenang menaikan HPP karena HPP itu wewenang pemerintah. Kami hanya ditugasi menyerap gabah petani. Kalau harga di pasaran lebih tinggi, kami tidak memaksa,” kata Budhi.

http://www.solopos.com/2016/03/06/pertanian-sragen-bulog-dan-tengkulak-berebut-gabah-petani-698179

Tidak ada komentar:

Posting Komentar