Senin, 10 Oktober 2016

Kasus Beras Bulog bukan sekadar Pengoplosan

Minggu, 9 Oktober 2016  


PENYELIDIK Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri belum menetapkan status tersangka dalam kasus pengoplos­an beras milik Perum Bulog. Pihaknya masih memeriksa saksi-saksi yang mengetahui asal beras dan bagaimana bisa sampai ke AL, pemilik gudang beras di Pasar Induk Beras (PIB) Cipinang, Jakarta.

“Data yang kami punya baru informasi dan harus dibuktikan. Katanya AL dapat dari PT DSU, lalu harus dicek lagi mereka dapat dari mana?” ungkap Kasubdit Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Komisaris Besar Sandi Nugroho saat dihubungi, kemarin.

Perum Bulog, jelas Sandi, pasti akan dimintai keterangan khususnya terkait dengan mekanisme pendistribusian beras yang mereka kelola. Hal itu disebabkan kasus ini bukan sekadar pengoplosan, melainkan penyalahgunaan distribusi beras. “Kami akan jerat dengan UU 7/2014 tentang Perdagangan, UU Tindak Pidana Korupsi, UU Pangan, UU Tindak Pidana Pencucian Uang,” kata dia.

Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti saat dihubungi, kemarin, mengaku senang dengan terungkapnya kasus ini. Apalagi, beras itu merupakan beras public service obligation. Artinya, beras yang tidak diperjualbelikan secara luas, tapi khusus untuk kepentingan pelayanan masyarakat seperti operasi pasar dan bantuan bencana. “Untuk mengantisipasi kasus serupa di masa mendatang, kami sudah meminta Bareskrim mengawasi dan mengawal program operasi pasar Bulog. Nanti akan segera diputuskan bagaimana kerja samanya,” tegasnya.

Di mata Guru Besar Institut Pertanian Bogor Hermanto Siregar, kasus ini sangat destruktif bagi masyarakat. Ada dua klausul yang membuat masyarakat dirugikan. Pertama, beras subsidi salah sasaran. Kedua, penipuan karena harga beras subsidi jauh lebih murah jika dibandingkan dengan beras komersial.

“Kalau namanya beras subsidi, mestinya caranya jelas. Jadi kalau dia dioplos, itu berarti dimaksudkan untuk dijual. Untungnya lebih besar. Motif pedagang mengoplos untuk mendapat keuntungan lebih tinggi,” cecar Hermanto.
Untuk mencegah konsumen dirugikan dengan praktik peng­oplosan beras, Hermanto mengusulkan penerapan aturan agar semua beras, baik yang berkualitas tinggi maupun rendah, wajib dikemas. Bukan beras curah seperti selama ini. “Ini bukti pengawasan di Bulog juga lemah.”

Seperti diketahui, Bareskrim membongkar beras Bulog berbobot 400 ton dicampur/dioplos. Komposisinya 2/3 beras Bulog dari Thailand dan 1/3 beras Palm Mas di PIB Cipinang. (Beo/Fat/Pra/J-3)

http://www.mediaindonesia.com/news/read/71022/kasus-beras-bulog-bukan-sekadar-pengoplosan/2016-10-09#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar