Rabu, 05 Oktober 2016

Beleid impor pangan membingungkan

Selasa, 04 Oktober 2016

JAKARTA. Demi stabilitas harga, pemerintah memilih membuka keran impor pangan selebar-lebarnya. Hanya, di sisi lain, pemerintah juga semakin selektif dalam memberikan izin impor. Yakni memperketat syarat importir dengan memberi berbagai kewajiban tambahan.

Lihat saja, beberapa kebijakan impor pangan seperti daging sapi (sapi bakalan), gula mentah bagi industri rafinasi, serta jagung. Untuk impor sapi semisal, pemerintah mensyaratkan importir sapi bakalan atau usaha penggemukan sapi (feedloter) untuk menyiapkan sapi indukan dengan komposisi 1:5. Ini artinya, feedloter harus menyediakan minimal 20% sapi indukan dari total sapi bakalan yang diimpor.

Sedangkan impor gula mentah untuk rafinasi, pemerintah mewajibkan pengusaha membuka perkebunan tebu di dalam negeri. Adapun, perusahaan pakan yang akan mengimpor jagung lewat Bulog juga wajib bermitra dengan petani jagung lokal untuk menyerap hasil panen mereka.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, syarat impor ketat merupakan komitmen pengusaha. "Pemerintah hanya menagih janji. Bila tak dipenuhi, (izin impor) tak diberikan," ujarnya. Enggar mengklaim, upaya ini dilakukan untuk menciptakan kedaulatan pangan. Bila impor pangan dibebaskan hanya untuk menekan harga, peternak dan petani lokal akan gulung tikar.

Problemnya, tujuan jangka panjang tersebut terbentur dengan kebutuhan mendesak. Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, industri pengguna membutuhkan gula mentah untuk kuartal IV-2016.

Kata dia, untuk mengimpor gula mentah dari Brasil butuh waktu lama. Sementara, di akhir tahun, biasanya ada kenaikan permintaan gula rafinasi dari industri makanan dan minuman. Jika menunggu memenuhi syarat membuka kebun, importir tak bisa mendatangkan gula dan industri bakal kekurangan pasokan.

Dilema itu juga terjadi di feedloter. Syarat harus membiakkan sapi berat lantaran investasinya tinggi dan feedloter kurang kompeten di bidang ini. Masalahnya, jika tak dituruti, izin impor tak akan turun. Konsekuensinya, pasokan daging impor minim. Upaya mengerem impor pangan dengan syarat ketat mustahil membawa hasil stabilitas harga pangan.

"Butuh pemantauan betul jika ingin sukses," ujar pengamat pertanian Hermanto Siregar (3/10).

Apalagi, kata pengamat industri pangan Andre Vincent Wenas, kebijakan pengetatan impor pangan belum berdampak pada peningkatan produksi pangan dalam negeri. Kebijakan mengerem impor pangan akan berhasil, jika ada peningkatan produksi dalam negeri. Ada baiknya, pemerintah tak membuat kebijakan jangka pendek untuk tujuan jangka panjang.

http://nasional.kontan.co.id/news/beleid-impor-pangan-membingungkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar