Selasa, 18 Oktober 2016
Di Pandeglang, Harga Gabah Kering Giling Jatuh, Jauh di Bawah HPP
PANDEGLANG – Keberadaan Badan Urusan Logistik (Bulog) yang diharapkan dapat menyerap hasil produksi, ternyata belum dapat dirasakan para petani. Lagi-lagi, petani menjadi korban dari para tengkulak yang seenaknya memainkan harga.
Produsen padi mengeluhkan ketidakstabilan harga padi di tingkat petani. Bahkan, kondisi tersebut terjadi dalam tempat dan waktu yang hampir bersamaan. Para tengkulak dilaporkan sesuka hati memainkan harga. Tak hanya itu, para tengkulak juga memanfaatkan tingginya ketergantungan petani terhadap mereka.
Bagi petani, mereka dihadapkan pada ketiadaan pilihan, selain menjual gabahnya kepada tengkulak. Sebab, peran Bulog yang bertugas menyerap gabah petani kalah lincah dan terkesan enggan menjemput hasil panen produsen.
Demikian dikeluhkan Abdul Latif (55) petani asal Desa Suka Damai, Kecamatan Pergelaran, Kabupaten Pandeglang, Banten ketika bertemu Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman dalam acara Tanam Padi, Senin (17/10). Abdul menjelaskan para tengkulak itu datang dari berbagai wiilayah, termasuk Cikarang dan Karawang, Jawa Barat serta Lampung.
“Jika harga benar-benar jatuh maka rumah akan dipenuhi padi, menunggu harga membaik. Tapi jika benar-benar kehabisan uang maka harga berapa pun akan dijual dan itu benar-benar menguntungkan tengkulak,” ungkapnya di di Pandeglang, Banten.
Seperti diketahui, harga gabah kering giling (GKG) di Kecamatan Pergelaran itu berubah-ubah, terkadang 4.600 rupiah per kilo gram (kg), selang beberapa rumah atau beberapa hari turun lagi ke harga 4.200 rupiah per kg dan selanjutnya anjlok hingga 3.700 rupiah per kg. Angka tersebut jauh dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar 4.600 rupiah per kg dan 3.750 ruiah per kg untuk Gabah Kering Panen (GKP).
Biaya Terkuras
Fakta tentang tengkulak itu pun dibenarkan pula oleh Sarti (34), petani lain di Padeglang. Menurutnya, penjualan gabah petani ke tengkulak karena Bulog enggan menjemput bola. Bulog disebut jarang menyerap hasil panen petani di daerah Suka Damai sehingga para petani dengan terpaksa menjual ke tengkulak meskipun harganya tidak sesuai.
Anjloknya harga di tingkat petani membuat mereka kesulitan untuk bekerja lagi pada musim tanam berikutnya karena kekurangan biaya. Biaya terkuras karena besarnya anggaran untuk operasional dan tidak mampu ditutupi oleh penjualan gabah ke tengkulak.
“Kami berharap Bulog bisa menyerap gabah petani, agar harganya tidak terpuruk seperti ini lagi,” paparnya.
Menyikapi kondisi itu, Mentan Amran meminta Bulog turun lapangan dan menyerap gabah petani. Mentan kesal atas adanya informasi tersebut, apalagi harganya bisa jatuh jauh di bawah HPP. Padahal, Presiden sudah menegaskan agar harga tidak boleh jauh di bawah HPP.
Mentan menegaskan Bulog sebagai lembaga yang dipercayakan untuk menyerap gabah harus membelinya. “Jika di bawah kewenangan saya, maka saya akan copot jabatan bapak,”tegasnya terhadap petugas Bulog yang datang ke lokasi tersebut.
Mentan mengatakan kesejahteraan petani harus diperhatikan, karena bekerja siang dan malam serta dengan cost yang tinggi untuk menggenjot produksi. Apabila negara tidak memperhatikan nasib mereka, akan berdampak buruk terhadap produktivitas nasional.
Karenanya, Mentan meminta Bupati Pandeglang, Irna Narulita untuk mengirim surat ke Mentan, tembusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait permasalahan pertanian di Pandeglang. ers/E-10
http://www.koran-jakarta.com/bulog-kalah-cepat-dari-tengkulak/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar