Jumat, 13 Mei 2016
JAKARTA – Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) akan merombak seluruh infrastruktur, untuk memperbaiki sistem penyimpanan sebagai stabilitas bahan pangan.
Rencana revolusioner tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar, yakni Rp 2,3 triliun. Direktur Utama (Dirut) Bulog, Djarot Kusumayakti mengakui, pihaknya sulit menampung pasokan bahan pangan di gudang penyimpanan yang dimiliki saat ini.
Karena itu, untuk dapat menyimpan pasokan beras dan bahan pangan lainnya, dibutuhkan perbaikan infrastruktur yang di antaranya harus memiliki pengering dan silo (gudang penyimpanan bahan pangan). ”Kita sudah bicarakan dengan kementerian, kalau kita akan perbaiki infrastruktur. Kita mulai dari pascapanen kita harus punya pengering. Setelah pengering, kita harus punya penyimpanan,” ujar Djarot di Jakarta, belum lama ini.
Sebenarnya, lanjut Djarot, saat ini Bulog sudah memiliki beberapa gudang penyimpanan bahan pangan di beberapa tempat. Sayangnya, gudang-gudang tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan penyimpanan bahan pangan. ”Gudang kita sudah ada, tetapi kualifikasinya harus sesuai tuntutan. Gudang jagung, gabah kering giling lebih efisien kalau disimpan di silo. Kenyataannya, kita butuh silo (yang lebih besar-Red). Kita ada, tapi kecil,” tuturnya.
Untuk merealisasikan rencana tersebut, Djarot memiliki beberapa solusi atas renovasi infrastruktur besar-besaran di Bulog, ditambah lagi ada dana dari Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 2 triliun. ”Kalau bisa, kita tinggal kasih dana internal Bulog Rp 400 miliar- Rp 500 miliar. Kalau itu belum bisa, maka saya mohon PMN yang digunakan untuk modal kerja bisa diswitch untuk investasi. Karena lebih mudah cari dana untuk modal kerja daripada investasi,” tutur Djarot.
Menurut dia, total biaya yang dibutuhkan untuk merombak infrastruktur Bulog tahap pertama minimal sebanyak Rp 2,3 triliun. ”Tahun ini dimulai, selesai awal tahun depan,” ujarnya.
Solid dan Tangguh
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengingatkan, masalah pangan tidak pernah selesai bagi seluruh negara di dunia. Masalahnya, mulai dari pertambahan jumlah penduduk, berkurangnya lahan pertanian sebagai konsekuensinya, perubahan iklim, serta kondisi yang berubah secara dinamis.
”Kenapa pangan ini selalu jadi masalah di berbagai negara?
Karena penduduk bertambah, lahan berkurang sebagai akibat penduduk sendiri. Selanjutnya masalah iklim. Apalagi ada climate change. Kemudian ada masalah lingkungan, juga persaingan makanan versus kepentingan energi. Jagung dan kelapa sawit itu apakah buat makanan apa buat bahan bakar,” papar JK di Jakarta, belum lama ini.
Menurut dia, beras di Indonesia mempunyai dinamika tersendiri, yaitu konsumsinya yang meningkat pesat, karena perubahan konsumsi makanan pokok dari sebagian suku di Indonesia. ”Karena orang Papua dan Maluku sekarang makan beras, dulu kan sagu. Juga penduduk bertambah pesat.
Kondisi yang berubah pesat seperti ini membutuhkan Bulog yang solid dan tangguh, sehingga dapat menjaga keseimbangan dan keadilan. Bagaimana petani tetap mau menanam padi, bagaimana rakyat dapat membeli beras dengan harga terjangkau. Jangan sampai kita tragis seperti Mesir,” kata dia.
Menurut JK, Mesir semula adalah negara pengekspor gandum, namun karena para petani di sana tidak merasakan keadilan dan keseimbangan, maka mereka menolak menanam, dan akhirnya Mesir menjadi negara pengimpor gandum dalam jumlah besar.
Dalam upaya untuk menstabilkan harga demi tercapainya keseimbangan dan keadilan, maka Bulog tidak menutup kemungkinan mengimpor beras. ”Jadi jangan takut impor bila memang beras tinggal sedikit. Terlambat impor bisa bahaya, harga beras bisa naik tinggi. Tugas Bulog sampai kapan pun menjaga stabilitas, karena Bulog bukan produsen, dan bukan ‘main distributor’. Karena ‘main distributor’ adalah pedagang. Jangan terlalu mudah mencap pedagang itu mafia. Jangan kesalahan akibat produksi kita turun, lalu yang disalahkan pedagang. Beras itu tidak tahan lama, jadi buat spekulasi juga riskan,” tegas JK.
JK menambahkan, untuk bisa berfungsi optimal, maka Bulog juga harus didukung oleh sistem informasi logistik yang andal. Terlebih lagi Indonesia adalah negara kepulauan yang konsekuensinya sistem distribusinya lebih sulit.(F4,viva-69)
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/bulog-akan-rombak-seluruh-infrastruktur/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar