Senin, 3 Agustus 2015
PEMERINTAH wajib mengamankan stok cadangan beras nasional untuk mengantisipasi berbagai kemungkinanan terburuk, seperti perang, bencana hingga konflik sosial. Antisipasi selalu diperlukan agar negara tidak terperangkap situasi rawan pangan, apalagi bencana kelaparan.
Ekses fenomena El Nino sudah dirasakan oleh semua orang di berbagai daerah. Terjadi kekeringan atau kemarau panjang, gagal panen, kebakaran hutan, kelangkaan air bersih, hingga ragam gangguan kesehatan. Selain bencana kekeringan, warga di sejumlah daerah juga terganggu oleh letusan lima gunung berapi. Gunung Raung di Pulau Jawa, Gunung Gamalama dan Dukono di kepulauan Maluku, Gunung Sinabung di Sumatera, dan Gunung Karangetang di Pulau Siau.
Hingga Agustus ini, luas areal persawahan yang dilanda kekeringan diperkirakan 110 ribu hektar. Dan, luas areal persawahan berstatus puso diperkirakan delapan ribu hektar. Juga dilaporkan bahwa hingga akhir Juli 2015 lalu,lima waduk dari 16 waduk utama di dalam negeri sudah defisit air.
Kalau gambarannya seperti itu, bukan mengada-ada jika banyak orang mulai khawatir tentang kemungkinan terjadinya kelangkaan bahan pangan di dalam negeri. Apalagi, di pasar kebutuhan pokok, harga juga cenderung tinggi. Kali ini, alasan yang dikemukakan adalah minimnya pasokan akibat kekeringan di daerah produksi.
Maka, sangat beralasan jika dimunculkan pertanyaan tentang bagaimana pemerintah mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terburuk itu, mengingat rentang waktu kekeringan bisa sampai Oktober 2015. Sejauh ini, yang tampak dipermukaan adalah upaya pemerintah mereduksi dampak kekeringan. Misalnya, menyediakan pompa untuk galian dangkal serta pembangunan embung. Dewasa ini terus dibangun 1,3 juta saluran air. Upaya itu layak diapresiasi.
Mereduksi dampak kekeringan pada areal persawahan memang menjadi keharusan. Tetapi, kekhawatiran utama saat ini adalah stok beras di dalam negeri. Mengingat kekeringan sudah berlangsung relatif lama sehingga menyebabkan gagal panen di beberapa tempat, masih amankah stok beras untuk menutup kebutuhan beberapa bulan ke depan? Pertanyaan inilah yang patut dijawab pemerintah.
Jawaban itu amat diperlukan untuk menetralisasi grafik harga beras di pasar. Sebab, kekeringan ekstrem saat ini bisa memicu spekulasi. Maka, keterbukaan pemerintah dan Perum Bulog tentang stok beras yang akurat diharapkan bisa meredam spekulasi.
Belum lama ini, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan produksi beras saat ini mencapai 1,39 juta ton, sehingga dia menjamin bahwa stok beras untuk enam bulan ke depan atau hingga akhir 2015, aman. Bulog pun mematok target posisi stok beras per Oktober 2015 bisa mencapai jumlah 2,5 juta ton. Karena itu, sudah dibuat kepastian bahwa pemerintah tidak akan impor beras sepanjang sisa tahun ini.
Mudah-mudahan, kepercayaan diri Pemerintah dan Bulog tidak berlebihan. Masalahnya adalah tingkat kepercayaan diri setinggi itu belum bisa menghilang kecemasan berbagai pihak terhadap kemungkinan terjadinya kelangkaan bahan pangan, utamanya beras, sebagai akibat kekeringan yang sangat ekstrem saat ini.
Kalau angka tentang stok beras yang disajikan Menteri Pertanian itu benar dan akurat, masyarakat tak perlu cemas karena hingga akhir 2015, keseimbangan permintaan dan penawaran beras di dalam negeri akan terjaga. Masyarakat mungkin mendesak agar Bulog bisa menekan harga beras dengan stok beras yang besar itu.
Stok beras yang aman hingga akhir tahun 2015 itu diharapkan bisa berlanjut hingga awal 2016. Sebab, setelah kekeringan ekstrem yang diperkirakan berlangsung hingga Oktober 2015, situasi ekstrem lainnya sudah menghadang, yakni curah hujan tinggi pada bulan-bulan awal tahun 2016. Seperti tahun-tahun terdahulu, pasokan kebutuhan pokok dan harga sering menjadi masalah karena alasan gangguan cuaca.***
http://www.suarakarya.id/2015/08/03/stok-beras-di-tengah-kekeringan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar