Jumat, 7 Agustus 2015
Langkah untuk mengatasi fenomena iklim penyebab kekeringan, El Nino, harus segera dilaksanakan karena dampaknya semakin terasa.
Data sejumlah lembaga meteorologi dunia, termasuk NOAA di Amerika Serikat, memperlihatkan fenomena El Nino yang mengakibatkan iklim kering di Indonesia menunjukkan tanda menguat, seiring menghangatnya suhu permukaan laut di seluruh timur Samudra Pasifik.
Dalam prakiraan NOAA, peluang El Nino berlangsung hingga akhir musim dingin di belahan utara bumi awal tahun depan adalah 90 persen. Peluang pengaruh berlangsung hingga awal musim semi adalah 80 persen.
Data tersedia mengindikasikan, intensitas El Nino tahun 2015-2016 sama kuat dengan kejadian 1997-1998.
Presiden Joko Widodo pekan lalu memerintahkan para menteri mengantisipasi dampak El Nino, antara lain membantu petani yang gagal panen dan menyiapkan cadangan beras pemerintah hingga 2,5 juta ton.
Pemerintah memiliki dana cadangan pangan Rp 3,5 triliun, Rp 1,5 triliun di antaranya untuk memenuhi cadangan beras pemerintah.
Presiden sampai saat ini memilih tidak mengimpor beras, karena itu tugas Bulog menyiapkan stok beras sangat penting. Bulog harus memiliki kelenturan dalam membeli gabah yang harganya bergerak naik.
Apabila prediksi intensitas El Nino tahun ini sama kuat dengan kejadian tahun 1997-1998 terbukti, pemerintah perlu waspada. Bukan hanya dalam stok beras, melainkan juga seluruh bahan pangan, termasuk ternak.
Tahun 1997-1998 pemerintah terpaksa mengimpor beras hingga 5 juta ton. Meskipun kini sistem peringatan dini oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika semakin baik, hal tersebut harus tecermin dalam program kerja di lapangan hingga di tingkat masyarakat.
Pada saat bersamaan produksi pangan 2015 harus benar-benar meningkat seperti prediksi pemerintah. Kementerian Pertanian percaya diri produksi gabah kering giling (GKG) tahun ini 75,5 juta ton dan menjadi 75,2 juta ton GKG apabila kekeringan benar terjadi. Jumlah itu tetap lebih besar dari produksi 2014 sebanyak 70 juta ton GKG.
Pemerintah telah menyiapkan langkah jangka pendek, seperti menyediakan pompa air, membuka akses untuk rakyat pada lahan pemerintah yang memiliki sumber air, hingga bom air untuk mengatasi kebakaran hutan.
Meski begitu, ke depan, penanganan kekeringan harus diubah, jangan lagi baru bekerja ketika kekeringan tiba.
Harus ada cara sistematis mengatasi dampak kekeringan. Mulai dari membangun embung dan menyiapkan tangki air untuk keperluan manusia dan ternak, pengedukan waduk dan sungai, hingga menghijaukan kembali daerah aliran sungai yang rusak parah.
Langkah tersebut dapat dikaitkan dengan upaya menggerakkan ekonomi rakyat dan mengurangi kemiskinan melalui program padat karya, sekaligus meningkatkan ketahanan pangan.
Alam akan menguji kesiapan pemerintah, terutama produksi pangan. Ada baiknya kewaspadaan terus dijaga agar rakyat tidak sengsara karenanya.
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150807kompas/#/6/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar