Jumat 14 Agustus 2015
JAKARTA, KOMPAS — Peternak dan industri penggemukan sapi mengakui memiliki stok sapi di tempat usaha penggemukan sapi mereka. Namun, sapi yang umumnya diimpor dari Australia itu belum bisa dilepas ke pasar karena belum siap potong.
Sementara itu, setelah aparat kepolisian menggeledah industri penggemukan sapi PT BPS dan PT TUM, Rabu (12/8), Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso menyatakan akan mengembangkan penyelidikan dugaan penimbunan sapi siap potong. Pihaknya akan mengembangkan pemeriksaan kepada sejumlah instansi, seperti Direktorat Bea dan Cukai, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Di tempat terpisah, Hendra dari humas perusahaan penggemukan sapi PT Juang Jaya Abdi Alam ketika dihubungi dari Lampung Selatan, pekan lalu, mengakui memiliki stok sapi. "Saat ini kami memiliki sekitar 9.000 ekor sapi, sebagian baru datang kemarin. Sapi-sapi tersebut baru siap potong sekitar bulan September-Oktober," kata Hendra.
Perusahaan Hendra biasanya mendapat sapi jenis Brahman Cross asal Australia berumur 2 tahun. Sapi impor ini butuh waktu tiga sampai empat bulan untuk penggemukan agar bobot sapi mencapai 500 kilogram.
"Kami bukan ingin menahan penjualan sapi. Perusahaan penggemukan sapi justru akan merugi bila terus-terusan menahan penjualan. Pasalnya, biaya pakan satu ekor sapi dapat menghabiskan Rp 5 juta," katanya.
Penggeledahan
Hingga kemarin, meskipun telah melakukan penggeledahan ke pusat penggemukan sapi PT BPS dan PT TUM, Bareskrim Polri belum menetapkan tersangka. Dua perusahaan itu adalah perusahaan penggemukan sapi yang berbasis di Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, Banten. Perusahaan itu menernakkan sapi dengan tujuan meningkatkan bobot badan sapi, selanjutnya sapi dijual untuk dipotong.
Dari penggeledahan itu, ujar Budi Waseso, pihaknya menemukan 21.993 ekor sapi milik dua perusahaan. Sekitar 5.000 ekor dari jumlah itu seharusnya siap dipotong, tetapi tetap berada di peternakan. Kepolisian menganggap perusahaan itu juga berwenang memotong sapi. "Kami masih mendalami penyebab tidak dilaksanakannya pemotongan di sana. Apakah karena alasan tak laku untuk dijual atau karena tak ada pembelinya," kata Budi.
Penyidik telah memeriksa pemilik PT BPS, BH dan PH, serta pemilik PT TUM, SH. Budi mengatakan, jika para pemilik perusahaan itu ditemukan dengan sengaja menyebabkan kelangkaan stok daging sapi di pasaran, pihaknya akan menindak dengan proses hukum pidana.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Victor Edison Simanjuntak menuturkan, belum ada tersangka dalam kasus ini karena pihaknya masih mendalami keterlibatan pihak lain yang diduga terlibat. Selain itu, tambahnya, kepolisian tengah melakukan verifikasi kepada Kementerian Pertanian terkait mekanisme operasional perusahaan tersebut.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, segala kebutuhan impor produk pertanian, termasuk impor sapi dan daging sapi, didasarkan atas kebutuhan nasional, bukan atas dasar keinginan.
Sementara itu, aparat Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menggerebek dua perusahaan importir dan penggemukan sapi potong, yaitu PT WMP di Cileungsi, Kabupaten Bogor, dan PT LML di Legok, Kabupaten Tangerang, Kamis (13/8). Sedikitnya tujuh orang telah dimintai keterangan sebagai saksi.
"Kami mendatangi dua perusahaan itu dalam upaya penyelidikan untuk memastikan apakah manajemen dua perusahaan itu melakukan kegiatan penimbunan sapi potong. Jadi, ini masih dalam rangkaian penyelidikan yang lebih mendalam," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Komisaris Besar Mudjiono.
(GER/SAN/RTS/RAY/MAS)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150814kompas/#/1/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar