Rabu, 01 Juli 2015

Rantai Pasok Bawang Panjang

Rabu, 1 Juli 2015

CIREBON, KOMPAS — Rantai pasokan bawang merah yang panjang menjadi salah satu penyebab harga komoditas tersebut tidak stabil. Kementerian Pertanian berupaya memotong rantai pasokan itu untuk menjamin harga bawang merah agar tidak merugikan petani, sekaligus tidak memberatkan konsumen.

Hal itu diungkapkan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Selasa (30/6), saat mengikuti panen raya bawang merah di Desa Jatiseeng, Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Andi mengunjungi lahan bawang merah bersama Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Herman Khaeron dan anggota Komisi IV, Ono Surono.

"Problem bawang merah harus diselesaikan dari hulu ke hilir, tidak bisa parsial. Sebab, persoalannya mulai dari tanam, panen, distribusi panen, dan tata niaga bawang merah yang menghubungkan antara petani dan konsumen. Persoalan rantai pasokan yang terlalu panjang, misalnya, memungkinkan harga bawang merah yang Rp 6.000 per kilogram (kg) menjadi naik 600 persen sehingga sampai pada harga Rp 36.000 per kg. Yang kami upayakan ialah memotong rantai pasokan itu," katanya.

Amran mencontohkan, dari petani sampai ke konsumen, ada tiga sampai empat rantai yang harus dilewati oleh bawang merah. Keberadaan bandar atau tengkulak besar membuat rantai itu panjang dan memicu harga naik berlipat-lipat. "Di kota besar, harga bawang merah sampai Rp 36.000 per kg. Kami coba potong rantai pasokannya. Bulog langsung masuk. Dari petani, Bulog masuk dan menyerap hasil panennya, lalu diteruskan ke pasar konsumen. Harga bawang merah berangsur-angsur turun pada kisaran Rp 18.000-Rp 20.000 per kg," katanya.

Beberapa hari lalu, Amran melanjutkan, pihaknya menemui harga bawang merah dari petani jatuh ke angka Rp 6.000 per kg. Bulog mengintervensi dan membeli bawang merah petani sehingga harganya perlahan naik menjadi Rp 8.000 per kg. Begitu juga dengan harga bawang merah di Brebes, Jawa Tengah, yang sempat turun menjadi Rp 8.000 per kg, kini sampai pada harga Rp 12.000 per kg. Peran serta Perum Bulog menjadi penentu pengendalian harga tersebut.

"Saat ini, dari hasil penelusuran saya ke lima kabupaten penghasil bawang merah, harga Rp 10.000 per kg di tingkat petani sudah bisa memberikan keuntungan bagi mereka," kata Amran.

Reaktif

Menurut pakar perberasan yang juga profesor peneliti pada Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Husein Sawit, rencana Kementerian Perdagangan mewajibkan produsen beras menuliskan daerah asal beras pada kemasan sebagai langkah reaktif dan mengada-ada.

Dampak dari kebijakan itu, kata Husein, justru akan memicu terjadinya inefisiensi produksi beras. Dampaknya, harga beras akan semakin tinggi karena pedagang menambah biaya untuk menutup kenaikan biaya produksi. (REK/MAS)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150701kompas/#/18/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar