Rabu, 29 Juli 2015

Program Ekonomi Kerakyatan Diapresiasi

Rabu, 29 Juli 2015

Kurs Rupiah Jadi Tantangan

JAKARTA, KOMPAS — Kepuasan publik terhadap kinerja ekonomi pemerintah meningkat. Secara khusus, masyarakat memberikan apresiasi pada program-program perbaikan pasar tradisional serta pemberdayaan petani dan nelayan. Akan tetapi, mereka berharap pemerintah membuka lapangan kerja serta mengendalikan harga dan kurs rupiah.

Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah di bidang ekonomi mengalami peningkatan pada sembilan bulan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Survei Litbang Kompas pada 25 Juni hingga 7 Juli memperlihatkan kepuasan publik mencapai 44,2 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan kepuasan publik pada enam bulan pemerintahan Jokowi-Kalla, yaitu 37,5 persen, tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan masa tiga bulan pemerintahan mereka, yaitu 49,6 persen.

Informasi yang dihimpun Kompas dari sejumlah kalangan sejak Minggu hingga Selasa (28/7), masyarakat mengapresiasi program kerja yang terkait dengan masyarakat kecil, seperti pedagang pasar, petani, dan nelayan.

Kepuasan masyarakat terlihat dalam pengembangan pasar tradisional. Apalagi ada program revitalisasi dan pembangunan 5.000 pasar tradisional selama lima tahun ke depan. Setiap tahun, pemerintah berkomitmen merevitalisasi dan membangun 5.000 pasar tradisional.

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia Abdullah Mansuri di Jakarta mengatakan, masyarakat puas dengan kinerja ekonomi pemerintah karena benar-benar menggarap sektor ekonomi kerakyatan. Salah satunya, merealisasikan revitalisasi dan pembangunan pasar tradisional.

Pemerintah juga cepat menangani pasar tradisional yang terbakar. Setiap terjadi kebakaran, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, langsung terjun ke lokasi dan segera menanganinya.

"Pencairan dana bagi pasar yang terbakar atau terdampak bencana banjir juga sangat cepat. Pembangunan pasar yang terkena bencana yang dahulu memakan waktu 1-2 tahun sekarang maksimal setahun sudah tertangani," ujarnya.

Omzet pasar yang sudah direvitalisasi, lanjut Abdullah, naik mulai dari 50 persen hingga lebih dari 100 persen. Kondisi ini harus terus dikembangkan atau setidaknya dipertahankan. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah sebagai pengelola pasar tradisional.

Tidak pilih-pilih

content

Sardiyanto (53), petani padi warga Dukuh Kemuning, Desa Tumbukan, Kecamatan Karangdowo, Klaten, Jawa Tengah, mengungkapkan, sebagai petani, dirinya merasa banyak perubahan dari pemerintah menyangkut pemberian bantuan atau subsidi. "Sekarang lebih transparan dan semua petani dibantu, tidak dipilih-pilih," katanya.

Sebagai petani dengan lahan 1.700 meter persegi, Sardiyanto mendapat bantuan benih, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja. Kualitas benih juga apa adanya, tidak jelek.

Petani diajarkan bertanam padi sistem jajar legowo sehingga produktivitas tanaman padinya bisa meningkat 15 persen. Bantuan bibit padi 5 kilogram juga diterima secara utuh.

Hal yang menggembirakan, petani bisa langsung mengajukan proposal bantuan, memonitor perkembangan bantuan, dan berkomunikasi secara baik dengan petugas di Pemerintah Daerah Klaten. Berbeda dengan dulu, petani merasakan tidak ada informasi transparan, termasuk besar bantuan yang akan diberikan dan kapan diberikannya.

Nelayan juga mengapresiasi kebijakan perdana Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam masa awal pemerintahan Jokowi, yakni penghentian sementara (moratorium) izin kapal-kapal ikan buatan luar negeri.

Dampaknya, gerak kapal-kapal buatan luar negeri seolah senyap bersama terhentinya kegiatan operasional kapal. Sebanyak 1.132 kapal buatan luar negeri yang dihentikan izinnya kini masih menunggu analisis dan evaluasi kelayakan perizinan kapal oleh tim Satuan Tugas Pencegahan dan Pemberantasan Perikanan Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur (IUU Fishing).

"Kebijakan moratorium semakin mempertegas apa yang sudah dilakukan masyarakat dalam memerangi pencurian ikan," ujar Robertino Hanebora, nelayan di Kampung Sima, Distrik Yaur, Nabire, Papua.

Dalam sehari, nelayan tradisional yang umumnya berangkat melaut sore hari dan pulang pagi hari kini bisa memperoleh hingga 2 ton ikan untuk kapal ukuran 5 gros ton. Sebelumnya, perolehan mereka di bawah 2 ton.

Max Binur, pengurus organisasi nelayan Belantara Papua, mengatakan, kebijakan pemberantasan penangkapan ikan ilegal semakin memperbanyak tangkapan nelayan kecil dan tradisional di perairan Sorong hingga Raja Ampat.

Akan tetapi, terkait bahan pokok, pemerintah dinilai kurang dapat mengendalikan harga karena pemerintah tidak mempunyai stok. Selama ini, perdagangan bahan pokok dikuasai pedagang besar sehingga mereka bisa berspekulasi dan mempermainkan harga.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Ngadiran mengingatkan, harga bahan pokok di pasar tradisional masih rawan bergejolak.

Rupiah

Nilai tukar rupiah juga disoroti responden dalam survei. Rupiah berturut-turut melemah sejak 13 Juli 2015 hingga posisi Rp 13.460 per dollar AS hari Selasa. Posisi rupiah kemarin merupakan yang terlemah pada tahun ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin turun 56,529 poin atau 1,185 persen menjadi 4.714,756. Posisi kemarin lebih rendah dibandingkan dengan posisi penutupan perdagangan saham 2014 di Bursa Efek Indonesia yang mencapai 5.226,94.

Menurut pengajar Unika Indonesia Atma Jaya, Jakarta, A Prasetyantoko, melorotnya IHSG beberapa hari terakhir lebih banyak disebabkan rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Fed. Kenaikan suku bunga The Fed berisiko menyedot likuiditas global ke negara itu.

Adapun ekonom Standard Chartered Bank Indonesia, Eric Alexander Sugandi, berpendapat, IHSG turut terseret bursa Tiongkok yang anjlok lebih dari 8 persen pada Senin lalu.

(MED/MAS/CAS/HEN/LKT/LAS/IDR)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150729kompas/#/1/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar