Jumat, 24 Juli 2015

Bulog dan Gerai Perbatasan Dikaji

Jumat, 24 Juli 2015

JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perdagangan tengah mengkaji penempatan Bulog dan gerai di wilayah-wilayah perbatasan Indonesia dengan negara lain. Hal itu bertujuan mengurangi disparitas harga dan memenuhi kebutuhan bahan pangan masyarakat setempat.

"Selama ini, bahan pangan masyarakat di wilayah perbatasan banyak yang berasal dari negara lain. Wilayah itu juga susah dijangkau sehingga harga bahan pangan lebih mahal," kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel di Jakarta, Kamis (23/7).

Menurut Rachmat, gerai Bulog direncanakan ditempatkan di pasar-pasar rakyat yang telah direvitalisasi atau dibangun, termasuk di wilayah perbatasan. Bulog akan menyediakan bahan pangan pokok yang akan dijual kepada pedagang kecil, bukan konsumen.

Adapun gerai perbatasan sesuai rencana berupa toko penyedia bahan pokok dan ritel. Toko itu akan menjual bahan pangan, makanan, dan minuman dengan harga yang sama dengan di Jawa. "Jika diperlukan payung hukum akan dibuatkan. Jika membutuhkan subsidi akan diupayakan," ujarnya.

Rachmat menambahkan, perbatasan Entikong, Kalimantan Barat, dengan Sarawak, Malaysia, kemungkinan akan menjadi percontohan. Pemerintah setempat, pengusaha lokal, dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) akan dilibatkan.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina mengatakan, tujuan utama bukan mencari keuntungan ekonomis, melainkan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat perbatasan. Saat ini, konsepnya tengah dibahas dan dimatangkan. "Program ini merupakan kelanjutan dari gerai maritim. Melalui gerai maritim, bahan pangan bisa diangkut menggunakan kapal yang disubsidi dan didistribusikan ke perbatasan," katanya.

Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengemukakan, untuk merealisasikan gerai perbatasan, perlu ada studi kelayakan terlebih dahulu. Studi itu mencakup demografi atau populasi penduduk yang merupakan pasar utama, jalur transportasi, logistik, dan pusat distribusi. "Kami perlu mengetahui kemungkinan dampak sosial-ekonomi. Jangan sampai keberadaan gerai justru bergesekan dengan perdagangan yang sudah ada," katanya.

Roy menambahkan, bentuk gerai itu lebih pada toko konvensional, ritel waralaba, atau yang lain. Kalau waralaba, investasi diperkirakan Rp 450 juta-Rp 475 juta per toko. Insentif yang utama, ketersediaan infrastruktur dan logistik. Selama ini, hal itu yang menjadi kendala ritel tak berkembang di Indonesia timur dan perbatasan. (HEN)

http://print.kompas.com/baca/2015/07/24/Bulog-dan-Gerai-Perbatasan-Dikaji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar