Jumat, 3 Juli 2015
Peran Koperasi Akan Ditingkatkan
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perdagangan akan menempatkan gudang mini Perum Bulog di pasar-pasar rakyat atau tradisional yang telah direvitalisasi. Hal itu merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi spekulasi harga dan mengembalikan fungsi Bulog sebagai penjaga stok dan stabilitator harga. Percontohan gudang segera dibuat.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Kamis (2/7), di Jakarta, mengatakan, pemerintah akan memberikan tempat sebagai gudang mini Perum Bulog di pasar rakyat yang telah direvitalisasi. Selama lima tahun, pemerintah akan merevitalisasi 5.000 pasar.
Berarti akan ada 5.000 tempat bagi Perum Bulog. Ketika harga bahan pokok terutama beras tinggi, Bulog akan menjual beras tersebut kepada pedagang kecil atau pengecer di pasar tersebut dengan harga lebih terjangkau.
"Upaya tersebut dalam rangka mengatasi spekulasi harga. Upaya itu juga untuk memutus rantai pasokan bahan pokok yang panjang. Kami terus berkomunikasi intensif dengan Bulog. Dalam waktu dekat ini, kami akan merealisasikannya di sejumlah pasar sebagai percontohan," kata Rachmat.
Menurut Rachmat, selain mengembalikan fungsi Bulog, kebijakan itu juga bertujuan mengembalikan fungsi pasar rakyat. Pasar harus bisa berperan sebagai penyedia kebutuhan pokok dengan harga terjangkau bagi masyarakat.
Kemendag juga bekerja sama dengan Kementerian Pertanian serta Kementerian Koperasi dan UKM untuk melengkapi fasilitas pasar. Peran koperasi di pasar akan ditingkatkan dan gudang berpendingin akan disediakan.
"Koperasi bisa berperan sebagai pemberi kredit lunak kepada pedagang. Kami juga akan menjadikan pasar sebagai sentra perdagangan produk pertanian dan peternakan khas daerah," ujarnya.
Berdasarkan data Kemendag, pada tahun ini pemerintah akan merevitalisasi dan membangun 1.000 pasar dengan dana senilai total Rp 2,3 triliun. Sebanyak 675 pasar masih dalam tahap pembangunan dengan dana Rp 1,07 triliun.
Di samping itu, lanjut Rachmat, untuk menjaga stabilitas harga dan melindungi konsumen dari lonjakan harga bahan pokok, Kemendag sedang merampungkan pembahasan peraturan menteri perdagangan tentang penetapan harga dan penyimpanan bahan pokok.
Hal itu sebagai tindak lanjut atas ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan Harga dan Penyimpanan Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. "Kami menargetkan Permendag itu rampung tahun ini dan bisa diterapkan pada tahun depan. Sosialisasi tentang Permendag itu juga akan kami lakukan," katanya.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Ardiansyah Parman mengemukakan, kebijakan tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pasal 12 UU tersebut menyebutkan pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab atas ketersediaan dan keterjangkauan pangan.
"Karena itu, pemerintah berkewajiban mengelola stabilisasi pasokan, harga, cadangan, dan distribusi pangan pokok. Pemerintah juga harus mengelola sumber penyediaan pangan tersebut dari cadangan nasional dan produksi dalam negeri," ujarnya.
Bahan makanan
Dari sentra pangan Jawa Timur dilaporkan inflasi tertinggi pada Juni sebesar 0,54 persen di Surabaya dan 0,20 persen di Kabupaten Jember. Inflasi Jatim lebih rendah daripada angka nasional karena upaya pemerintah daerah mengendalikan harga kebutuhan pokok.
Kepala Badan Pusat Statistik Jatim M Sairi Hasbullah, di Surabaya, menjelaskan, dari tujuh kelompok pengeluaran, semua mengalami inflasi. Kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi adalah bahan makanan 0,92 persen, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,79 persen, sandang 0,47 persen, dan kesehatan 0,35 persen. Adapun inflasi terendah adalah kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,08 persen.
Penyumbang inflasi untuk bahan makanan adalah minuman, rokok, dan tembakau yang mengontribusi 0,13 persen terhadap pencapaian inflasi Juni 2015. Penyumbang inflasi terendah adalah transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. (HEN/ETA)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150703kompas/#/23/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar