Jumat, 03 Juli 2015

Bukan Sekadar Angka

Jumat, 3 Juli 2015

Di tengah prediksi cuaca yang kurang bersahabat bagi pertanaman dan manajemen produksi padi yang belum tertata baik pada awal musim tanam padi musim hujan 2014, secara mengejutkan produksi padi 2015 diperkirakan naik signifikan.

BPS memperkirakan produksi padi nasional naik 6,64 persen, atau mencapai 75,55 juta ton gabah kering giling (GKG). Apabila dikonversi dalam beras dengan rendemen 63 persen dari GKG menjadi beras, produksi padi di atas setara 47,6 juta ton beras. Naiknya angka produksi padi nasional ini membawa kabar baik, sekaligus kabar buruk. Bila angka itu benar adanya, Indonesia setidaknya pada 2015 tidak perlu mengimpor beras.

Produksi beras 47,6 juta ton lebih dari cukup memenuhi kebutuhan konsumsi beras bulanan rakyat Indonesia yang hanya 2,6 juta ton, setara 31,2 juta ton per tahun.

Dengan perhitungan sederhana itu, setidaknya pada 2015 ini produksi beras nasional surplus 16,4 juta ton. Surplus produksi beras (termasuk di dalamnya dalam bentuk gabah) itu ada di tangan petani, perusahaan penggilingan padi, pedagang beras, pusat perbelanjaan, dan rumah tangga.

Surplus produksi beras 16,4 juta ton adalah jumlah yang luar biasa besar, bisa memenuhi kebutuhan beras nasional selama lebih dari enam bulan lamanya.

Dengan surplus beras di pasar sebanyak itu, dijamin pasar beras jenuh dan pedagang beras gentar. Para spekulan dipastikan tidak berani menyimpan beras terlalu lama. Apabila menyimpan sebulan saja mereka bakal takut menghadapi harga yang tiba-tiba jatuh.

Dengan total perusahaan penggilingan padi skala kecil, sedang, dan besar yang mencapai 180.000 di Indonesia, mereka setidaknya bisa menyimpan 90 ton beras untuk setiap gudang. Untuk menampung beras sebanyak 90 ton itu dibutuhkan gudang 200 meter persegi.

Bagaimana kalau angka itu tidak benar? Hal ini akan menjadi kabar buruk. Apabila angka produksi padi 2015 dijadikan basis pemerintah untuk memutuskan perlunya impor atau tidak impor beras, sudah pasti keputusannya tidak impor. Pemerintah telanjur memutuskan untuk tidak impor beras, sementara realitas produksi di lapangan ada kekurangan pasokan, maka gejolak harga beras tidak akan terelakkan.

Pemerintah harus lebih cermat. Pada musim panen kali ini, harga beras relatif tinggi. Realisasi pengadaan beras oleh Perum Bulog juga rendah. Di beberapa daerah, perusahaan penggilingan padi skala kecil tutup karena tidak mendapat pasokan bahan baku gabah. Hal ini menjadi tanda produksi bermasalah.

Produksi padi harus naik, tetapi kita membutuhkan produksi padi lebih dari sekadar angka.

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150703kompas/#/21/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar