Melimpahnya cadangan pangan dunia tidak lepas dari kondisi ekonomi global yang diperkirakan relatif membaik yang dicirikan dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dunia yang meningkat dari 2,1 persen tahun 2013 menjadi 2,8 persen pada 2014.
Berdasarkan itu, cadangan pangan dunia, khususnya beras, jagung, kedelai, dan gandum, diprediksi akan mengalami kenaikan berkisar 1,4 hingga 10,1 persen. Kondisi itu juga menjadikan cadangan pangan dunia tahun 2014 relatif aman tapi berpotensi menekan harga pangan yang masuk ke Indonesia.
Berbagai gambaran prospek ekonomi dan produksi pertanian 2014 tersebut mengindikasikan produksi pangan 2014 akan sangat kompetitif. Lebih dari itu, pertumbuhan PDB yang membaik diperkirakan terjadi di negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, China, dan India.
Prospek pertanian 2014 tersebut menempatkan Indonesia pada dua pilihan, yakni bakal terseret arus impor pangan atau menjadikannya sebagai peluang pengembangan pangan nasional. Pilihan itu tidak mudah sebab kondisi pertanian Indonesia belum menggembirakan.
Pemerintah mengakui bahwa pelaksanaan pembangunan pertanian pada 2013 tidak mudah karena banyak tantangan lingkungan strategik yang dihadapi, misalnya tingginya konversi lahan pertanian, keterbatasan perluasan areal baru pertanian, belum memadainya infrastruktur pertanian, belum berkembangnya industri hilir, terbatasnya dukungan pembiayaan sektor pertanian, adanya anomali iklim, serta gejolak harga pangan global yang berpengaruh menekan peningkatan produksi pertanian Indonesia.
Lebih dari itu, kebijakan pertanian nasional juga tidak tecermin dari anggaran yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Terbukti, anggaran pertanian hanya 16 triliun rupiah atau tidak lebih dari 2 persen dari total APBN, yakni 1.200 triliun rupiah. Padahal, peningkatan anggaran pertanian mutlak diperlukan agar produktivitas pangan meningkat dan fokus pembangunan tepat sasaran. Toh, hingga saat ini, sebagian besar rakyat Indonesia adalah petani.
Selain itu, dengan fokus pada pengembangan pertanian, kebijakan pemerintah menjadi terintegrasi. Tidak seperti sekarang ini, kebijakannya terpisah-pisah. Misalnya, pupuk untuk pertanian berada di bawah Kementerian Perindustrian, irigasi di bawah Kementerian PU, dan pemasaran produk pertanian berada di bawah Kementerian Perdagangan.
Tak cuma itu, visi antar kementerian tidak nyambung, dan terjadi persoalan irigasi, persoalan impor, dan persoalan produksi. Antar kementerian justru saling meniadakan dan tidak saling mendukung. Kementerian Pertanian ingin mendorong produksi, tetapi lahan tidak didukung Badan Pertanahan Nasional, bahkan Kementerian Perdagangan terus membuka impor.
Nah, daripada Kementerian Pertanian merasa berat menghadapi tantangan di tahun politik ini, lebih tepat jika pemerintah segera mengimplementasikan Undang-Undang No 18/2012 tentang Pangan, terutama Pasal 126, 127, dan 128, yang mengamanatkan kelembagaan pangan yang bertugas melaksanakan tugas pemerintah utamanya mewujudkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan.
Kelembagaan berada di bawah dan bertanggung jawab pada presiden. Jika lembaga otoritas pangan itu tidak segera dibentuk, sementara posisi pemerintah dalam peran, fungsi, dan tanggung jawab dalam pengaturan, serta pelaksanaan pembangunan pertanian lemah, persoalan pangan akan selalu merugikan rakyat. Padahal, masyarakat sudah bosan disuguhi persoalan lintas kementerian yang tidak satu visi dan Kementerian Koordinator Perekonomian yang tidak mampu menuntaskan persoalan pangan nasional.
http://koran-jakarta.com/?2886-segera%20bentuk%20lembaga%20pangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar