Selasa, 28 Januari 2014

Bea Cukai Sebut Beras Vietnam Yang Beredar Impornya Atas Izin Kemendag

Selasa, 28 Januari 2014

RMOL. Teka-teki soal beredarnya beras impor asal Vietnam mulai terkuak. Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai mengungkapkan beras itu masuk secara legal dan ada izin dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2013.

“Beras Vietnam yang mem­banjiri Pasar Induk Cipinang bu­kan berasal dari penye­lun­dupan, namun benar-benar di­impor me­lalui Tanjung Priok dan Belawan, dan memang ada per­izinannya dari Kemendag (Ke­men­terian Perdagangan),” jelas Di­rektur Penerimaan dan Infor­masi Cukai dan Pabean Susi­wi­yono dalam rilisnya yang dite­rima Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Susiwiyono, jenis be­ras yang dapat diimpor diatur da­lam Lampiran II Peraturan Men­teri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008, di ma­na un­tuk beras lain-lain (Kode HS 1006.30.90.00 yang sesuai Buku Tarif Kepa­bea­nan Indonesia 2012 berubah ke Kode HS 1006.30.99.00) hanya bisa di­im­por dengan tingkat ke­pecahan 5-25 persen oleh Perum Bulog.

“Semestinya tidak ada impor­tasi beras tersebut dan tidak akan beredar di Pasar Induk Cipinang sebagaimana yang dipertanyakan pedagang beras Cipinang,” cetus Susi­wi­yono.

Namun faktanya, sesuai data surat perizinan impor yang diter­bitkan Kemendag dan diterima Bea Cukai untuk dilayani di sistem layanan impor, terdapat 58 im­portir lain selain Bulog yang di­berikan izin untuk mengimpor beras jenis yang dipermasalahkan tersebut (Kode HS 1006.30.99.00) yang berasal dari Vietnam.

Berda­sarkan data impor dari Bea Cukai, menurut Susiwiyono, terdapat importasi sebanyak 83 kali dengan jumlah 16.900 Ton.

Dia mengatakan, Surat Perse­tujuan Impor (SPI) diterbitkan pada 2013 oleh Kemendag de­ng­an menggunakan Kode HS 1006.30.99.00. Semuanya ma­suk melalui Pelabuhan Tanjung Priok dan Belawan.

 Keseluruhan importasi beras dengan Kode HS dimaksud telah dilengkapi dengan laporan sur­veyor total sebanyak 83 Doku­men Pemberitahuan Impor Ba­rang (PIB) dan 83 laporan sur­veyor yang telah diterbitkan dan dikirimkan oleh Kemendag me­lalui Portal Indonesia National Single Window.

“Jadi impor beras asal Vietnam yang diprotes oleh pedagang Ci­pinang itu benar-benar ada. Bah­kan jumlahnya sudah men­capai 83 kali impor,” tegas Susiwiyono.

Dia menambahkan, dasar hu­kum impor beras adalah Per­aturan Menteri Perdagangan No­mor 12/M-DAG/PER/4/2008, sebagaimana diperbarui dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 35/M-DAG/PER/8/2009 dan Peraturan Menteri Per­da­gangan Nomor: 06/ M-DAG/PER/2/2012.

Dalam aturan itu disebutkan, impor beras untuk keperluan tertentu untuk kesehatan dan konsumsi khusus, hanya dapat dilakukan oleh importir terdaf­tar yang telah mendapat perse­tujuan impor (kuota) dari Men­teri Perdagangan.

Menanggapi data Bea Cukai, Wakil Menteri Perdagangan (Wa­men­dag) Bayu Krisnamurthi keu­keuh beras Vietnam yang ber­edar di pasar Induk Cipinang ada­lah be­ras ilegal. “Yang legal ada­lah jenis beras khusus. Di luar itu ilegal,” tegasnya di Jakarta, ke­marin.

Menurut Bayu, pihaknya ha­nya memberikan rekomendasi im­por beras umum dengan kua­litas medium kepada Perum Bu­log untuk operasi pasar. Se­dang­kan untuk perusahaan swasta (importir umum), impor beras umum haram dilakukan.

Perusahaan swasta hanya boleh mendatangkan jenis beras khusus yang tidak diproduksi di Indo­ne­sia. Hal ini, kata Bayu, sesuai de­ngan Peraturan Menteri Perda­gangan Nomor 12/M-DAG/PER/2/2008. “Yang diberikan izinnya adalah beras khusus untuk ke­perluan tertentu,” ujarnya.

Lalu, beras khusus jenis apa yang boleh diimpor perusahaan swasta, Bayu menyebut beberapa contoh jenis beras yang bisa di­impor perusahaan swasta. “An­tara lain beras japonica (Jepang), thai hom mali (Thailand), beras ketan dan beras pecah,” tuturnya.

Untuk diketahui, adanya per­edaran beras impor asal Viet­nam dilaporkan oleh pedagang Pa­sar Induk Cipinang Billy Haryanto kepada Wamendag Ba­yu Krisna­murthi dan Menko Per­ekonomian Hatta Rajasa saat mela­kukan operasi pasar, Rabu (22/1).

Dalam keluhannya, pedagang mengatakan, beras tersebut harga­nya lebih murah dibanding beras yang dijualnya. Apalagi beras ter­sebut mempunyai surat dari Di­rek­torat Jenderal (Ditjen) Per­da­gangan Luar Negeri Kemendag.
Hatta meminta Kemen­dag me­nindak­lan­juti temuan ter­sebut. “Kalau me­mang ada (beras ile­gal) tangkap saja. Cari datanya dan tang­kap orangnya,” tegas Hatta.  ***

http://m.rmol.co/news.php?id=141610

Tidak ada komentar:

Posting Komentar