Rabu, 24 Agustus 2016

Kebutuhan Dasar Belum Dipenuhi

Rabu,24 Agustus 2016

JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pasca 71 tahun merdeka, Indonesia belum terbebas dari sejumlah soal kebutuhan dasar. Kebutuhan pokok rakyat yang baru bisa teratasi adalah sektor sandang. Sementara kebutuhan pangan dan papan belum bisa dipenuhi mandiri. Inilah yang membuat Republik Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negara maju.

Refleksi itu disampaikan Wapres Kalla sebelum membuka Rapat Koordinasi Nasional "Aparat Pengawasan Internal Pemerintah 2016" di Aula Gandhi, Kantor Badan Pengawasan dan Keuangan Pemerintah (BPKP), Selasa (23/8), di Jakarta. "Sejak zaman (Presiden) Soekarno, Soeharto, dan presiden lain, secara sederhana, selalu disampaikan, ada tiga kebutuhan pokok bangsa ini, yaitu sandang, pangan, dan papan (perumahan). Setelah kami evaluasi, dari tiga masalah pokok, baru satu yang bisa diatasi, yaitu sandang," kata Kalla.

Adapun persoalan papan dan pangan masih belum tertangani tuntas hingga kini. Kebutuhan pangan, misalnya, hingga saat ini masih diimpor karena produksi dalam negeri masih kurang. "Kita pernah dapat penghargaan swasembada pangan dari FAO tahun 1984, serta apresiasi 2008-2009 karena tak impor beras, tetapi kita tak mampu mempertahankannya akibat tak bisa antisipasi penduduk bertambah dan produktivitas turun," kata Kalla.

Begitu pun soal kebutuhan perumahan, banyak warga yang tinggal di kawasan kumuh. "Kita pernah canangkan bangun 1.000 tower dan 1 juta rumah, tetapi soal tanah juga harga yang sangat mahal. Sementara kita tak fokus dengan masalah," ujarnya.

Negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, diakui Kalla, telah selesaikan persoalan-persoalan dasar itu. Kenyataan itu menunjukkan pemerintah masih belum punya ketahanan pangan dan perumahan yang baik. "Bidang infrastruktur dan energi kita lebih ketinggalan dibanding negara lain. Tak kalah penting, kita juga perlu memikirkan sektor pendidikan dan kesehatan yang masih kurang," ujarnya.

Menurut Kalla, persoalan tersebut muncul karena kebijakan yang tak tepat sehingga sejumlah sektor alami kemunduran. "Misalnya, pengelolaan keuangan negara. Bertahun-tahun kita boros untuk subsidi BBM yang salah sasaran sehingga 15 tahun, banyak uang negara habis sia-sia. Oleh karena itu, kita kehilangan kesempatan besar jadi negara maju. Kemajuan yang kita capai tertatih-tatih," kata Kalla seraya mengajak semua pihak menggali akar masalahnya.

Hal serupa disampaikan Presiden Joko Widodo saat pidato kenegaraan memperingati ulang tahun ke-71 Kemerdekaan RI di hadapan anggota DPR dan DPD, pekan lalu. "Indonesia masih belum mampu memutus rantai kemiskinan, pengangguran, ketimpangan, dan kesenjangan sosial. Bertahun-tahun, di setiap era, pemerintah bekerja keras mengatasi tantangan itu. Hanya tantangan tiap Presiden berbeda-beda di tengah tatanan baru dunia dan kompetisi global," ujarnya.

Putuskan pemburu rente

Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Achmad Erani Yustika membenarkan bahwa kebutuhan dasar tersebut sebagai realitas yang tak bisa disembunyikan dan selalu dicoba diuraikan oleh pemerintah dari waktu ke waktu.

"Saatnya bagi pemerintahan Jokowi-Kalla dan juga saya yang di dalamnya (pemerintahan) untuk tak lari dan memunggungi soal pangan dan papan rakyat yang menjadi tanggung jawab negara," kata Erani.

Menurut Erani, apa pun persoalan terkait pangan dan papan, seperti soal harga, pasokan dan kebutuhan lahan, pemerintah harus berani benar-benar memutus kepentingan pelaku usaha yang kerap berada di baliknya dan hanya menjadi pemburu rente untuk kepentingan pribadi.

(NDY/HAR)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160824kompas/#/2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar