Selasa, 5 Mei 2015
Anomali, Harga Beras Tinggi Saat Panen
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah membentuk tim gabungan untuk memantau gejolak harga beras di lapangan. Gejolak harga yang terjadi pada awal musim panen ini dinilai sebagai bentuk anomali. Pemerintah terus berupaya mengendalikan harga beras saat ini dengan sejumlah skenario.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, data dari Kementerian Pertanian dan Perum Bulog perlu disinkronkan. Kedua lembaga itu memiliki informasi yang berbeda terkait harga beras di pasaran. Dari Menteri Pertanian, Kalla menerima informasi bahwa harga beras turun di banyak tempat. Pada saat yang bersamaan, Kalla juga menerima informasi bahwa ada kenaikan harga beras di sejumlah tempat.
Kedua informasi itu, menurut Kalla, perlu diuji kebenarannya agar dapat dipakai sebagai dasar pemerintah mengambil langkah yang tepat. "Saya ingin ada tim bersama antara Bulog dan Kementerian Pertanian supaya dapat diketahui mana data yang benar," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Senin (4/5), di Jakarta.
Terkait serapan beras dari petani, Kalla mengakui, Perum Bulog masih sulit menyerap beras petani. Padahal, Bulog sudah mengiklankan pembelian beras petani di sejumlah media. Kalla menduga hal itu bisa disebabkan oleh kualitas beras petani yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur pemerintah.
Anomali
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah belum tahu secara persis penyebab terjadinya gejolak harga beras. Ia menilai kondisi seperti itu merupakan sebuah anomali karena di sejumlah daerah sudah ada panen raya, tetapi harga beras masih tetap tinggi.
"Ketika produksi melimpah, justru harga tinggi. Ini yang belum kami ketahui penyebabnya. Ini menurut saya anomali," kata Sofyan.
Adapun terkait kesulitan Perum Bulog menyerap beras petani, menurut Sofyan, karena Bulog terlalu menekankan pada kualitas beras. Sebelumnya banyak ditemukan kasus bahwa kualitas beras Perum Bulog rendah, yang menyebabkan banyak keluhan di masyarakat. Sekarang, Perum Bulog tidak mau lagi menerima beras dengan kualitas rendah. Hal inilah yang diduga sebagai penyebab serapan beras Bulog dari petani masih rendah.
"Di satu sisi, upaya mengontrol beras dari Bulog itu baik, tetapi di sisi lain menimbulkan dampak serapan yang rendah. Ada mata rantai yang terputus di sini, karena itu kami terus memonitor penyebab di lapangan," kata Sofyan.
Tim gabungan tentang beras akan terus memantau gejolak harga beras hingga dapat dikendalikan.
KUD sudah lama mati
Di lapangan, instrumen pengadaan beras sangat lemah. Saat ini hanya Perum Bulog dengan mitra dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang melakukan pengadaan. Koperasi unit desa (KUD), yang dulu merupakan ujung tombak pengadaan beras, sejak lima tahun lalu banyak yang mati.
Laporan dari sejumlah daerah sentra beras menunjukkan bahwa peran KUD relatif tidak ada lagi. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit.
"KUD yang ikut pengadaan tinggal satu. Dulu bisa mencapai 70 persen dari pengadaan," kata Kepala Subdivisi Regional Perum Bulog Kabupaten Indramayu Attar Rizal. Ia mengatakan tidak mengetahui keberadaan KUD saat ini.
Di pantai utara Pulau Jawa sangat sedikit KUD yang masih berdiri. Seorang warga mengatakan, bangunan dan mesin penggilingan sudah dibongkar. Bahkan, seng dan mesin sudah dijual oleh pengurus KUD.
Salah satu KUD yang masih ada, yaitu KUD Melati di Desa Tanjungpura, Kecamatan Karangampel, Indramayu, memiliki gudang dan penggilingan beras, tetapi kondisinya sudah jauh di bawah kapasitasnya.
"Bangunan ini didirikan tahun 1983. Dulu bisa menggiling hingga 20 ton, tetapi sekarang paling banyak cuma 8 ton. Pengurus KUD juga sudah tidak memasok beras ke Perum Bulog," kata Maryadi, karyawan KUD Melati.
Haryono, tokoh pertanian di Karawang, mengatakan, peran KUD sudah sangat lemah, bahkan banyak yang mati. Pengurusnya juga sudah bubar. "Padahal, penggilingan beras, gudang, dan lantai jemur merupakan aset pemerintah," katanya.
Dulu, KUD mendapatkan insentif dari pemerintah untuk melakukan pengadaan beras.
Untuk penyerapan gabah dan beras dari petani, Perum Bulog Subdivisi Regional Cirebon kini tidak lagi bekerja sama dengan KUD.
"Kami sebenarnya tidak menolak beras dan gabah dari mana pun, termasuk KUD. Hanya saja, sudah lebih dari lima tahun atau lebih, saya lupa tepatnya, KUD sudah tidak lagi menyetor kepada kami. Entah mengapa sudah tidak ada lagi setoran dari KUD. Sebagai gantinya, kami sekarang bekerja sama dengan Gapoktan," ujar Kepala Bulog Subdivisi Regional Cirebon Miftahul Ulum.
Ia menduga kini banyak KUD yang tidak aktif lagi. Ia bahkan tidak tahu pasti berapa jumlah KUD di Cirebon dan apakah koperasi pedesaan itu masih aktif di kawasan pertanian. Sebab, selama ini Bulog Subdivisi Regional Cirebon lebih banyak menerima gabah dan beras dari 3 gabungan kelompok tani yang bekerja sama dengannya, 2 unit pengelolaan gabah dan beras (UPGB), 2 satuan tugas pengadaan gabah dan beras, serta sekitar 70 mitra kerja Bulog berskala kecil dan besar.
Perum Bulog Divisi Regional Lampung juga mengatakan, saat ini tidak ada satu KUD pun yang menjadi mitranya.
"Saya tidak tahu apakah dulu pernah ada KUD yang menjadi mitra Perum Bulog Lampung. Yang pasti, saat ini tidak ada satu pun KUD yang bermitra dengan kami," ujar Kepala Bulog Divisi Regional Lampung Usep Karyana.
Intervensi pemerintah
Kementerian Perdagangan sedang menyiapkan peraturan untuk menstabilkan harga kebutuhan pokok melalui penetapan kebijakan perizinan dan pengendalian. Salah satu poin dari peraturan itu adalah memberikan wewenang kepada Menteri Perdagangan untuk mengintervensi pasar.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina menyatakan, pokok-pokok kebijakan itu akan dibuat dalam bentuk peraturan presiden. Saat ini tinggal menunggu ditandangani Presiden.
Di samping itu, Kementerian Perdagangan akan membentuk tim harga pangan. Tim itu terdiri dari pemerintah dan wakil pengusaha, asosiasi, dan petani. Tim harga pangan tersebut secara berkala akan memberikan rekomendasi menyangkut harga jual dan harga beli kepada menteri terkait.
Produksi padi
Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Bayu Krisnamurthi mengatakan, tidak terkendalinya pasar gabah dan harga beras saat ini merupakan dampak fundamental peningkatan produksi padi yang belum sesuai harapan. Pada saat yang sama terjadi pergeseran pola konsumsi beras oleh kelompok masyarakat kelas menengah-atas, yang terlambat direspons pemerintah.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, berdasarkan foto satelit, saat ini luas pertanaman padi yang ada adalah 4,5 juta hektar.
Pada bulan Mei ini akan panen 1,8 juta hektar, setara 10,8 juta gabah kering giling. Jika dikonversi dalam bentuk beras dengan kadar rendemen 60 persen, akan ada tambahan pasokan beras di pasar lebih dari 6 juta ton. Sementara konsumsi beras bulanan nasional 2,6 juta ton. Belum lagi ada panen pada bulan Juni dan Juli.
(HEN/REK/NIK/MAS/ETA/NIK/GER/NDY/MAR/PPG)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150505kompas/#/1/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar