Kamis, 07 Mei 2015

Impor Harus Terbuka

Kamis, 7 Mei 2015

Pedagang Pilih Simpan Gabah

JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan impor beras harus dilakukan secara transparan dalam setiap tahapan agar tidak memberi peluang aji mumpung. Pengawasan juga harus dilakukan secara ketat, pada semua tingkatan, untuk menutup kemungkinan terjadi berbagai praktik penyimpangan impor beras.

Menurut Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Jember Rudi Wibowo, saat dihubungi, Rabu (6/5), di Jember, Jawa Timur, pengalaman masa lalu menunjukkan amat sangat sulit bagi Perum Bulog untuk mencapai target pengadaan beras. "Saya kira impor mesti dilakukan untuk mengeliminasi dampak ekonomi dan politik yang mungkin bisa lebih negatif bagi stabilitas. Apalagi, dua bulan ke depan masuk hari raya Idul Fitri," katanya.

Tanpa memiliki stok beras yang besar untuk modal stabilisasi harga, sulit bagi Bulog untuk mengendalikan harga beras apabila sewaktu-waktu bergejolak.

Masalah yang terjadi beberapa bulan lalu, saat harga beras melambung tinggi hingga Rp 11.000 per kilogram, Perum Bulog tak mampu menurunkan harga, mengindikasikan Bulog tak punya kemampuan. Hal itu terjadi karena stok beras di Bulog tipis.

Meski perlu impor, harus disiapkan dengan baik agar tidak terjadi berbagai praktik penyimpangan. "Aji mumpung saya kira bisa dihindari dengan proses dan penugasan yang jelas dan transparan," katanya.

Transparan mulai dari penentuan besaran volume impor, siapa pelaksana, jenis atau kualitas beras yang akan diimpor, mau disimpan di mana beras tersebut, dan untuk keperluan apa.

Untuk itu harus ada kesesuaian antara kualitas dan volume beras impor yang diizinkan, dengan kualitas dan jenis beras yang masuk. Selain itu, impor harus dipastikan benar kesesuaian jenis dan kualitas, karena di sana peluang terjadinya penyimpangan.

Menimbun gabah

Di Magelang, Jawa Tengah, sejumlah pedagang dan pengelola penggilingan padi saat ini memilih menyimpan gabah dan menahan diri untuk tidak menggiling semua persediaan gabah menjadi beras. Upaya ini dilakukan untuk meminimalisasi kerugian akibat rendahnya harga beras di pasaran.

Zubaedah, pedagang gabah dan beras di Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, mengatakan, saat ini, ia masih menyimpan stok 20 ton gabah. Gabah itu direncanakan terus disimpan, sembari menunggu harga beras naik. "Saya baru akan menggiling sisa gabah itu ketika harga beras sudah mencapai lebih dari Rp 9.000 per kg," ujarnya.

Hal serupa dilakukan Yatno, pedagang lainnya. Puluhan ton gabah hasil panen beberapa bulan lalu, saat ini masih ia simpan.

Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri BP2KP Ninuk Rahayuningrum menambahkan, Perum Bulog sulit mendapat beras karena telah dibeli para pedagang. Para pedagang memanfaatkan hal itu karena sebelumnya pemerintah berkomitmen tidak akan mengimpor beras. (SIR/EGI/ODY/HEN/MAS)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150507kompas/#/17/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar