Kamis, 21 Mei 2015

Pengusaha Genjot Produksi

Kamis, 21 Mei 2015

Persediaan Beras pada Ramadhan dan Lebaran Aman

CIBINONG, KOMPAS — Menjelang Ramadhan dan Lebaran, pelaku industri makanan dan minuman berharap bisa menggenjot produksi. Dengan demikian, diharapkan kinerja industri itu bergeliat setelah selama triwulan I-2015 hanya tumbuh 5 persen. Nilai pertumbuhan itu lebih rendah dibanding periode yang sama pada 2014.

”Selama triwulan I-2014, pertumbuhan industri makanan dan minuman mencapai 9 persen,” kata Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Bidang Kebijakan Publik Rachmat Hidayat di Jakarta, Rabu (20/5)

Penurunan pertumbuhan pada triwulan I-2015 itu disebabkan faktor pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Rupiah tetap tembus di atas Rp 13.000 per dollar AS. Kondisi ini mengakibatkan daya beli masyarakat berkurang.

Di sisi lain, bahan baku industri makanan dan minuman sangat bergantung pada impor. Pembelian bahan baku impor menggunakan mata uang dollar AS sehingga situasi semakin memberatkan pelaku industri.

”Kami mau memanfaatkan momentum ini untuk menggunakan bahan baku lokal, tetapi kami sulit. Suplai bahan baku lokal tidak mencukupi kebutuhan industri,” kata Rachmat. Susu, misalnya, kapasitas produksi hanya mampu memenuhi 40 persen keperluan industri.

Direktur Industri Minuman dan Tembakau Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Faiz Achmad mengatakan, target pertumbuhan industri sepanjang 2015 diperkirakan 6,65 persen, lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya, yaitu 7 persen.

Menurut Rachmat, pengusaha berharap pemerintah tidak mengabaikan kondisi itu. Koordinasi lintas kementerian dan lembaga diperlukan. ”Jangan sampai pada Ramadhan dan Lebaran, penurunan konsumsi berlanjut. Jika itu terjadi, kami semakin sulit memulihkan kinerja industri,” katanya.

Memantau harga

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, dan Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga memantau harga dan stok beras di Pasar Baru Cibinong, Bogor, Jawa Barat.

Andi Amran Sulaiman menegaskan, persediaan beras di pasar-pasar tradisional cukup melimpah. Harga beras medium di pasar-pasar itu rata-rata Rp 7.200 per kilogram.

”Saya pastikan persediaan beras selama Ramadhan dan Lebaran aman sehingga tidak perlu impor. Harganya juga tidak setinggi sebelumnya,” katanya.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi beras pada Mei-Juni diperkirakan 12,39 juta ton gabah kering giling (GKG).

Beras yang tersedia pada Mei-Juni diperkirakan 6,96 juta ton. Dengan kebutuhan beras selama Mei-Juni sebanyak 5,34 juta ton, masih ada surplus beras 1,6 juta ton beras pada akhir Juni.

Saat pemantauan, Puspayoga meminta Perum Bulog menggandeng koperasi unit desa (KUD) dalam penyerapan beras petani. Selama ini ada 1.905 KUD yang menyerap beras petani. Dengan demikian, KUD bisa berperan menyumbang ketahanan pangan nasional.

Puspayoga mengatakan, KUD tersebut tersebar di daerah-daerah lumbung padi di Jawa, Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat. KUD tersebut sudah lama membeli gabah dan beras dari petani.

”Saya akan mengusulkan kepada Bulog agar menggandeng dan menugaskan KUD terlibat dalam program ketahanan pangan,” katanya.

Di Papua yang tengah dirintis menjadi salah satu lumbung padi, lanjut Puspayoga, Kementerian Koperasi dan UKM akan segera mendirikan KUD.

Akan tetapi, awal bulan lalu, ketika Kompas menyusuri pantai utara Pulau Jawa, sangat jarang mendapati KUD yang masih hidup. Beberapa KUD sudah tidak lagi berdiri. Perum Bulog setempat juga mengaku tak mendapat beras dari KUD. (HEN/MED)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150521kompas/#/18/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar