Jumat, 8 Mei 2015
Petani Menolak Impor Beras
BURU, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia malu jika terus bergantung pada impor beras dari Vietnam dan Thailand. Alasannya, Indonesia adalah negeri kaya dan makmur, dan memiliki lahan subur untuk memproduksi hasil pertanian.
"Jadi, tidak perlu impor beras lagi. Kita harus bisa memenuhi kebutuhan beras kita sendiri. Masa beras impor, jagung impor, kedelai impor, daging pun impor. Semuanya kok impor. Kita harus tanam sendiri sehingga tidak bergantung pada mereka," kata Presiden Joko Widodo di Desa Wanareja, Kecamatan Waepo, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, Kamis (7/5).
Salah satu cara meningkatkan produksi beras, menurut Presiden, Pulau Buru bisa menyumbang pasokan beras dengan menjadi lumbung padi bagi Provinsi Maluku. Untuk itu, Maluku tidak perlu mendatangkan beras dari luar provinsi.
Presiden menambahkan, lahan di Pulau Buru sebetulnya bisa dioptimalkan sampai 10.000 hektar (ha) untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Namun, saat ini, baru sekitar 5.000 ha lahan yang bisa dimanfaatkan.
"Oleh karena itu, saya harapkan dalam dua tahun, tambahan 5.000 hektar lahan bisa digarap lagi sehingga produktivitas beras meningkat. Saya sudah titip benih padi dan jagung ditambah untuk 10.000 ha. Traktornya jadi 20 unit. Memang, perlu sistem pengairan dan cara penanaman yang baik," katanya. Dalam dua tahun, ia berjanji datang untuk mengecek dan panen raya.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan, pihaknya belum memutuskan mengimpor beras. "Kami masih tunggu hasil panen raya di beberapa daerah," ujarnya.
Gubernur Maluku Said Assagaff mengatakan, Pulau Buru selama ini dikenal sebagai penghasil padi dan jagung yang patut diperhitungkan. "Dengan tambahan lahan 10.000 ha, produksi semakin meningkat," katanya.
Di Jakarta, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, kebijakan pemerintah membuka peluang impor beras untuk mengantisipasi kemungkinan produksi beras menurun karena cuaca buruk dan musim kemarau. Banyak laporan akan keberhasilan panen di sejumlah daerah, tetapi di sebagian daerah ada yang terlambat panen.
Saat disinggung stok beras menjelang Lebaran, hal itu tidak menjadi soal karena konsumsi beras justru diprediksi menurun. "Kalau hari biasa makan tiga kali, pada bulan puasa makan dua kali, otomatis konsumsi beras turun," kata Jusuf Kalla.
Petani tak setuju
Petani dan pedagang beras di wilayah Brebes dan Tegal, Jawa Tengah, tidak setuju dengan opsi pemerintah yang akan membuka keran impor beras. Hal itu karena impor beras hanya akan mengakibatkan harga beras anjlok sehingga merugikan petani.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kabupaten Brebes Masrukhi Bachro mengatakan, saat ini, pemerintah sedang memacu petani untuk bisa mewujudkan swasembada pangan. Apabila pemerintah mengimpor beras, hal itu justru akan bertentangan dengan upaya pemerintah mewujudkan swasembada pangan.
Impor beras akan mengakibatkan harga beras turun sehingga akan membuat semangat petani kendor. "Petani sekarang sedang semangat, harga beras membaik. Kalau impor, mereka akan kecewa," ujarnya.
Untuk mencapai swasembada pangan, pemerintah juga telah menggelontorkan anggaran yang besar, antara lain anggaran untuk perbaikan infrastruktur pertanian. Kalau pemerintah mengimpor beras, berarti anggaran besar yang sudah dikeluarkan akan sia-sia. Oleh karena itu, menurut Bachro, petani menolak opsi pemerintah mengimpor beras.
(HAR/WHY/FRN/ODY/ WIE/GRE)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150508kompas/#/21/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar