Rabu, 20 Mei 2015

Ayo, Segera Kembalikan Peran Bulog

Rabu, 20 Mei 2015

Jakarta - Guna menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok untuk jangka panjang, pemerintah diminta mengembalikan peran Badan Usaha Logisitik (Bulog) dan memberikan kewenangan lebih untuk mengendalikan distribusi dan mengintervensi harga komoditas pokok.

Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Riza Damanik menilai penting bagi upaya menjaga stabilitas harga pangan strategis jangka panjang dengan mengembalikan peran Bulog dan memberi kewenangan lebih luas.

Bulog, katanya, tidak hanya diberi kewenangan menjaga suplai beras dan menyalurkannya kepada masyarakat miskin, tetapi juga menjaga suplai sejumlah komoditas strategis seperti tepung, gula, minyak sayur, kedelai, dan lain-lain. “Pemerintah juga harus melakukan intervensi terhadap kebutuhan pokok dengan tidak menyerahkan harga sepenuhnya kepada mekanisme pasar”, kata Riza, belum lama ini.

Intervensi dengan penetapan standar harga untuk sejumlah komoditas pokok dinilai bisa menjaga stabilitas harga jangka panjang. Serta diharapkan mampu meningkatkan produktivitas petani dengan adanya kepastian harga dari pemerintah dan mengurangi impor.

Selama ini, kata Riza, pemerintah sepenuhnya menyerahkan kendali harga kepada mekanisme pasar. Sehingga ketika keran impor dibuka, komoditas dari luar negeri membanjiri pasar domestik dengan harga murah, sehigga petani dalam negeri enggan memproduksi.

Dia menyebutkan lemahnya kontrol pemerintah terhadap harga kebutuhan pokok, menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap impor. Imbasnya, petani lokal sulit mengembangkan usaha pertanian berbasis kebutuhan pokok karena kalah bersaing dengan komoditas impor.

Menurut Riza, sudah seharusnya menjelang penerapan masyarakat ekonomi Asean (MEA) 2015, pemerintah mengembalikan peran Bulog tidak hanya menyangkut suplai beras, tetapi juga kebutuhan pokok lainnya.

Hal senada dikatakan pengamat ekonomi Universitas Mataram Ihsan Rois yang mendesak pemerintah mengembalikan fungsi bulog sebagai stabilisator harga pangan. Sehingga, bisa meminimalisir melonjaknya harga kebutuhan pangan seperti beras. Sejauh ini, badan urusan logistik itu terkesan hanya mengedepankan keuntungan daripada menyelesaikan permasalahan pangan dimasyarakat. “Kenaikan harga beras sejak beberapa pekan terakhir ini cukup menyulitkan masyarakat menengah ke bawah,” kata Ihsan.

Menurut Ihsan, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah kenaikan komoditas itu, belum memperlihatkan hasil yang nyata. Salah satu kebijakan yang dinilai bisa menjadi solusi adalah dengan mengembalikan fungsi Bulog sebagai stabilisator harga kebutuhan pangan. “Fungsi tersebut kan pernah diberlakukan diera presiden Suharto, sehingga harga pangan tidak sulit untuk dikendalikan,” ungkap Ihsan.

Ihsan juga menilai, tugas dan fungsi Bulog saat ini justru belum maksimal dalam mengendalikan harga beras. Operasi pasar yang dilakukan tidak berkontribusi besar dalam menekan harga beras. Belum lagi dihadapkan dengan persoalan kualitas beras bulog yang banyak dikritisi warga. “Kenaikan harga beras selalu menjadi permasalahan yang setiap tahun ditemukan. Persoalan itu muncul karena adanya permainan harga ditingkat distributor,” tandas Ihsan.

Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Fadhil Hasan juga meminta pemerintah Jokowi-JK harus segera mengembalikan peran dan fungsi Bulog. Fadhil menilai, kelemahan pemerintah dalam menjaga eksistensi Bulog telah menyebabkan tingginya harga-harga kebutuhan pokok di masyarakat.

Menurut Fadhil, peran Bulog berkurang ketika ada intervensi Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai bagian dari persyaratan pengucuran utang untuk mengatasi krisis keuangan moneter pada tahun 1998 lalu. Terkait kondisi saat itu, IMF meminta pemerintah Indonesia memangkas peran Bulog dan mendesak agar sejumlah jenis pangan dilepas sesuai mekanisme pasar.

Fadhil mengatakan, itu merupakan konsekuensi buruk dari IMF dalam konteks meminta agar pemerintah tidak mengintervensi mekanisme harga pangan dalam negeri. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Jokowi saat ini, Fadhil menilai ada itikad baik pemerintah dalam mengembalikan legitimasi Bulog dibawah kontrol pemerintah.

Mafia Beras

Sementara itu, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengatakan bahwa lonjakan harga beras yang terjadi saat ini lantaran target mafia beras ingin Pemerintah Jokowi melakukan impor beras sebanyak-banyaknya ke Indonesia. Mafia beras mengetahui mengenai program swasembada pangan hanya sebuah janji manis dari pemerintahan saja. "Oleh karenanya, langkah pertama yang akan dilakukan mafia adalah mendorong naiknya harga beras. Agar stok beras di gudang Bulog terkuras habis untuk operasi pasar dalam rangka stabiliasasi Harga," kata dia di Jakarta, kemarin.

Menurut Uchok, mafia beras sangat pintar membaca kebijakan beras era Jokowi ini. Kemudian mafia beras juga mempunyai keunggulan masalah keuangan yang mereka miliki sehingga pemerintahan dipaksa untuk melakukan impor beras sebanyak-banyaknya ke Indonesia. “Kemudian langkah yang akan dilakukan mafia beras yakni untuk mendorong pemerintah melakukan impor beras. Tujuan dari para mafia tersebut adalah menghilangkan stok beras di pasaran. Dengan demikian, pemerintah akan dipaksa untuk melakukan impor beras,” ujar Uchok.

Sedangkan untuk mengembalikan peran Bulog untuk menjadi buffer stock tidak akan bisa dilakukan dikarenakan banyak permasalahan yang terjadi di perusahaan ini. Bahkan realitanya, masyarakat lebih baik menjual beras melalui pasar daripada menjual ke Bulog. “Harus diganti terlebih dahulu orang-orang yang berada di Bulog maka pengendalian beras bisa dilakukan. Masih banyak orang yang bermasalah berada di tubuh Bulog sehingga permasalahan beras di Indonesia tidak akan tercapai,” imbuh Uchok.

Dia juga menuturkan pemerintah melakukan operasi pasar dengan menggelontorkan stok Bulog demi menurunkan harga dirasa akan percuma jika metode Harga Pembelian Pemerintah (HPP) tidak diubah. Pasalnya, melalui metode tersebut harga pembelian pemerintah dari masyarakat hanya sebesar Rp3.300 per kg. Padahal harga di pasar bisa mencapai sebesar Rp12.500. “HPP seharusnya lebih berfungsi sebagai batas terendah dari harga pasar, dan juga sebagai indikator perlu atau tidaknya impor beras,” ungkap Uchok. (bari, mohar, rin)

http://www.neraca.co.id/article/53953/ayo-segera-kembalikan-peran-bulog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar