Selasa, 26 Mei 2015

Penetrasi oleh Pemerintah Lemah

Selasa, 26 Mei 2015

JAKARTA, KOMPAS — Kemampuan pemerintah memenetrasi harga pasar kebutuhan pokok, terutama beras, masih sangat lemah. Hal itu menyebabkan pedagang dengan leluasa mengatur harga pasar. Jika hal tersebut masih terjadi, konsumen dan petani yang dirugikan.

Hal itu mengemuka dalam talkshow Radio Republik Indonesia bertema "Pangan Kita" di Jakarta, Senin (25/5).

Pembicara dalam kegiatan itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina, anggota DPD Ajiep Padindang, dan Guru Besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santoso.

Ajiep Padindang mengemukakan, harga kebutuhan pokok kerap kali bergejolak di saat-saat tertentu. Di sisi lain, pemerintah kerap kesulitan menstabilkan harga karena mekanisme harga masih ditentukan pasar.

"Kenaikan harga beras beberapa waktu lalu, misalnya, membuat pemerintah sulit mengendalikan harga karena cadangan beras nasional sangat terbatas. Beras telah dikuasai pedagang, sedangkan Perum Bulog kesulitan menyerap. Karena itu, perlu ada regulasi yang memungkinkan pemerintah memenetrasi harga," ujarnya.

Memegang kendali

Dwi Andreas Santoso mengatakan, pemerintah seharusnya bisa memegang kendali untuk mengamankan stok dan harga pangan strategis, terutama beras. Selama ini, pedagang dan pengusaha penggilingan padi rata-rata menguasai stok beras 92-93 persen per tahun, sedangkan Bulog hanya 7-8 persen per tahun.

Maka, ketika harga beras tinggi, mereka yang mempunyai stok banyak yang untung. Sementara petani justru tidak untung sama sekali karena mereka menjual gabah kering panen dengan harga Rp 2.900-Rp 3.600 per kilogram.

"Harga beras itu lebih rendah dari harga gabah di tengkulak, yaitu Rp 4.400-Rp 4.700 per kilogram. Hal ini menunjukkan tidak hanya konsumen yang dirugikan, tetapi juga petani. Banyak gabah petani yang dibeli tidak sesuai dengan harga pembelian pemerintah," katanya.

Dwi menambahkan, hal itu menyebabkan tingkat kesejahteraan petani turun tajam beberapa bulan terakhir ini. Pada April 2015, ketika harga beras tetap bertahan tinggi, nilai tukar petani (NTP) justru jatuh.

Pada April 2015 NTP petani turun dibandingkan dengan Maret 2015, yaitu minus 1,37 dari 101,53 menjadi 100,14. NTP sektor tanaman pangan mengalami penurunan terbesar, yaitu minus 3,44, dan masuk ke ambang bahaya karena sudah di bawah 100, yaitu 97,33.

Operasi pasar

Srie Agustina mengemukakan, selama ini penetrasi harga beras di pasar dilakukan pemerintah melalui operasi pasar. Beberapa bulan yang lalu pemerintah menggelar operasi pasar untuk menurunkan harga beras yang melonjak.

Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan peraturan presiden tentang bahan pokok strategis dan penting.

"Salah satu isi regulasi itu adalah pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengintervensi harga ketika harga kebutuhan pokok naik tidak wajar. Di sisi lain, pemerintah juga tengah menata distribusi komoditas di setiap daerah untuk mengurangi disparitas harga," katanya. (HEN)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150526kompas/#/17/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar