Selasa, 24 Maret 2015
Harga Beras di Sulawesi Selatan Masih Tinggi
SEMARANG, KOMPAS — Pembagian beras untuk rakyat miskin sebaiknya dihentikan dan digantikan dengan bantuan uang tunai saja supaya warga tidak tergantung dengan beras. Penggantian raskin dengan uang tunai dapat mendorong warga mengonsumsi bahan pangan alternatif sesuai program diversifikasi pangan yang digariskan pemerintah.
Hal itu dikatakan Ketua Dewan Riset Jawa Tengah Daniel D Kameo, Senin (23/3) di Semarang, terkait banyaknya keluhan warga penerima beras untuk rakyat miskin (raskin), terutama terkait kualitas beras yang kurang baik. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo pun menemukan sekitar 240 ton raskin berkualitas buruk di sejumlah gudang awal Februari 2015.
”Program raskin itu sudah berlangsung 17 tahun. Program itu semestinya bisa dikelola dengan baik, termasuk penyediaan raskin makin berkualitas. Namun, kenyataannya problem raskin selalu sama, yakni mutu beras jelek, beras berkutu, dan tak layak dimakan,” ujar Daniel.
Daniel menyebutkan, menjaga kualitas beras yang disimpan lebih dari enam bulan tak mudah. Apalagi, pengawasan distribusi di lapangan tidak diimbangi dengan ketersediaan personel. Bulog sebagai penyedia raskin hanya berperan di tingkat distribusi.
Dengan minimnya pengawasan, raskin juga menciptakan masalah baru, selain kualitas berasnya. Masalah lain itu, antara lain, pembagian raskin tidak merata, raskin dinikmati orang yang tak berhak, serta tak jarang raskin dioplos dan dijual lagi.
Berdasarkan data di Pemprov Jateng, sasaran penerima raskin tahun 2013 sebanyak 2,4 juta rumah tangga. Masing-masing menerima 15 kilogram (kg) per bulan dengan harga tebus raskin Rp 1.600 per kg.
Kualitas medium
Wakil Kepala Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Jateng Siti Kuwati mengakui, raskin sebenarnya beras yang berkualitas setara beras medium. Beras itu hasil pengadaan Bulog yang disimpan minimal enam bulan.
Kualitas raskin berasal dari gabah dengan kadar air maksimal 15 persen. Beras dari gabah ini tak berubah rasanya meski disimpan lama. Dalam pembagian, raskin sebelumnya dicek kelayakannya oleh tim survei independen dan tim Bulog.
”Soal kualitas, Bulog memberi garansi, apabila raskin dinilai jelek dan tak layak konsumsi, akan diganti dengan beras yang bagus. Namun, Bulog tak bisa mengontrol kualitas beras saat lepas dari distribusi sebelum diterima warga miskin,” kata Siti Kuwati.
Soal temuan raskin yang bermutu jelek, Siti Kuwati menyatakan, setelah dilakukan pengecekan beras itu masih layak makan. Terbukti setelah diproses ulang dan dimasak, nasi dari raskin itu tetap enak rasanya.
Bulog juga mengakui kesulitan mencegah adanya praktik pengoplosan raskin atau pembagian raskin secara merata demi keadilan. Pola bagi rata itu membuat setiap rumah tangga hanya menerima 10 kg per bulan. Kebijakan membagi rata ditetapkan kelurahan atau aparat desa.
Untuk menjamin kualitas raskin, Bulog Jateng mulai pengadaan tahun 2015 memprioritaskan dalam bentuk gabah kering panen. Penyimpanan gabah lebih aman ketimbang beras.
Terus distribusikan
Bulog Divre Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat terus mendistribusikan raskin untuk menekan harga beras yang masih tinggi di tengah panen raya yang sedang berlangsung. Bulog juga terus menyerap hasil panen raya di sejumlah daerah untuk memenuhi target pengadaan raskin dan cadangan.
Menurut Kepala Bulog Divre Sulselbar Abdullah Djawas di Makassar, Senin, harga beras kualitas medium di Makassar dan sekitarnya, termasuk di Pasar Pa’Baeng-Baeng dan Toddopuli masih berkisar Rp 10.000-Rp 13.000 per kg. Padahal, harga beras jenis ini sebelumnya kurang dari Rp 9.000 per kg.
”Kami terus mendistribusikan raskin ke daerah untuk menekan harga. Harapan kami, jika warga miskin bisa memperoleh raskin, tak banyak lagi yang akan membeli beras dengan harga tinggi dan membuat harga berangsur turun. Seiring panen yang terus berlangsung dan ketersediaan beras yang mencukupi, harga beras secepatnya normal,” kata Djawas.
Saat ini, kata Djawas, Bulog Divre Sulselbar terus menyerap hasil panen raya yang akan berlangsung hingga pertengahan tahun. Penyerapan antara lain dilakukan di Kabupaten Polewali Mandar, Sulbar, serta Kabupaten Wajo, Pinrang, Parepare, Sidrap, Bone, dan Sinjai di Sulsel.
Di Kabupaten Jember, Jawa Timur, dilaporkan menjelang panen raya ini harga beras turun sekitar 10 persen. Beras kualitas premium dari Rp 11.000/kg menjadi Rp 10.000/kg, dan kualitas medium dari Rp 9.800/kg menjadi Rp 9.250/kg.
Fauzan, pedagang beras di Pasar Tanjung, Jember, Senin, menyebutkan, harga semua jenis beras mengalami penurunan. Kepala Bulog Divre Jatim Witono pun menyatakan siap membeli gabah petani di provinsi itu. (WHO/RWN/SIR/REN/ACI)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150324kompas/#/21/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar