Persoalan Beras Akumulasi Masalah yang Tak Tuntas
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah perlu memperbaiki manajemen perberasan nasional sehingga tidak terjadi kekurangan pasokan dan kenaikan harga beras yang tinggi. Jika perbaikan manajemen tak dilakukan, lonjakan harga beras secara siklis akan terus terjadi.
Hal itu diungkapkan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin, Senin (2/3), di Jakarta. Usulan itu didasarkan pada potensi kenaikan harga beras pada Juni-Juli 2015 karena tekanan permintaan.
Strategi stabilisasi harga beras, menurut Bustanul, memerlukan integrasi kebijakan produksi, referensi harga gabah dan beras, subsidi harga beras untuk rakyat miskin (raskin), operasi pasar, dan sistem tata niaga beras. Langkah pemerintah menstabilkan harga terkesan tambal sulam.
Pengamat pertanian yang juga mantan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Siswono Yudo Husodo mengatakan, persoalan beras yang terjadi sekarang merupakan akumulasi masalah yang belum diselesaikan secara tuntas pada pemerintahan sebelumnya.
Siswono mencontohkan, DPR pernah mengingatkan pemerintah agar menginformasikan bakal terjadi kemarau panjang pada akhir 2014. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika juga sudah mengingatkan pemerintah sebelumnya. Namun, hal itu kurang direspons dengan baik.
Selain itu, lanjut Siswono, persoalan alokasi pupuk bersubsidi yang sempat kurang meski kemudian dipenuhi. Masalah raskin juga menjadi persoalan karena alokasi November-Desember 2014 sudah dimajukan penyalurannya ke Januari-Februari 2014.
Siswono meminta pemerintah mengaudit stok beras di gudang Perum Bulog yang dinyatakan sebanyak 1,4 juta ton. Bukan tidak mungkin stok yang tercatat jauh lebih besar daripada yang ada di gudang.
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, kenaikan harga beras secara tidak wajar disebabkab pasokan beras berkurang. Beras untuk raskin pada November dan Desember 2014 tidak dibagikan karena sudah dibagikan pada bulan-bulan sebelumnya.
Hal itu, kata Sofyan, mengakibatkan masyarakat tidak mendapatkan pasokan raskin sebanyak 464.000 ton. "Kemudian, pada Januari-Februari 2015, realisasi raskin juga tidak sebanyak seharusnya. Sampai akhir Februari, raskin yang disuplai mendekati 300.000 ton. Padahal, seharusnya mencapai 464.000 ton," katanya.
Sofyan menambahkan, pemerintah mulai menghitung harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras. "Kami akan menyesuaikan harga dengan harga gabah dan beras saat ini. Harganya sedikit lebih tinggi daripada tahun lalu," ujarnya.
Lumbung pangan
Wakil Ketua Umum Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Natsir Mansyur mengatakan, lumbung-lumbung pangan daerah perlu ditumbuhkan kembali. Dengan adanya cadangan pangan masyarakat dan daerah, harga beras tidak akan bisa dipermainkan.
Lumbung pangan diamanatkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Sesuai UU itu, pemerintah pusat dan daerah memfasilitasi pengembangan cadangan pangan masyarakat sesuai dengan kearifan lokal.
Pada 2014, sasaran program itu adalah pengembangan lumbung pangan masyarakat sebanyak 652 kelompok lumbung pangan masyarakat. Sebanyak 407 kelompok merupakan pengembangan baru dan 245 kelompok merupakan kelompok lama yang perlu diperkuat kemandiriannya.
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150303kompas/#/17/ |
(MAS/NAD/HEN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar