TUJUANprogram subsidi beras untuk rakyat miskin (raskin) sebagai pengurang beban pengeluaran rumah tangga sasaran (RTS) dengan terpenuhinya sebagian kebutuhan pangan beras ternyata belum sepenuhnya terlaksana dengan baik.
Di lapangan berbagai permasalahan terutama distribusi soal program raskin masih sering terjadi hingga sekarang, tak terkecuali di Kabupaten Banyumas. Temuan anggota DPRD Banyumas beberapa waktu lalu yang melihat bahwa raskin telah terdistribusi menjadi ”rasta” atau beras yang dibagi rata kepada masyarakat tak sepenuhnya salah. Hal itu hanya salah satu permasalahan yang terlihat di lapangan.
Masalah-masalah lain membuktikan bahwa prinsip dan target penyaluran raskin secara tepat sasaran, tepat harga, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu dan tepat administrasi belum sepenuhnya terimplementasi. Di Banyumas sendiri, pengawasan dan pemantauan penyaluran raskin oleh pemerintah desa dan satgas raskin desa tak dapat langsung terpantau sampai ke tingkat RT secara menyeluruh.
Kenyataan di lapangan khususnya di tingkat masyarakat, penyaluran raskin sebagai barang bersubsidi kerap menimbulkan pro-kontra. Tak jarang keberadaan program raskin juga berdampak pada ketidakharmonisan sosial masyarakat. Sosialisasi Maksimal ”Pemerintah desa sudah memberikan sosialisasi semaksimal mungkin terkait program raskin, tentang berapa jumlah, siapa sasaran, berapa harga dan sebagainya. Namun memang kenyataan di lapangan tak seideal sebagaimana yang dituliskan dalam prosedur yang ada,” kata Agus Srinarno, Pj Kepala Desa Cibangkong, Kecamatan Pekuncen.
Dijelaskan Agus, tak semua masyarakat memiliki kesadaran dan pemahamanan yang sama dalam program raskin. Padahal sosialisasi dan upaya peningkatan kesadaran masyarakat terkait program bagi rakyat miskin terus dilakukan. Hal ini diyakininya dirasakan oleh pemerintah desa lainnya. ”Raskin sebagai program subsidi, memang seperti program BLT (bantuan langsung tunai). Meski sering dianggap miring, namun masyarakat tetap membutuhkan. Pemerintah desa di level paling bawh sering mengalami dilema, namun kami semaksimal mungkin menjalankan sesuai prosedur yang ada,” jelasnya.
Satgas Raskin Desa Cibangkong, Panut Ahmadi, men- gatakan pihaknya telah berupaya menyalurkan raskin sebagaimana prosedur yang diamanatkan. Dari mulai pengambilan raskin dari Bulog hingga tingkat desa, ia terus memantau dengan jelas. Ia pun telah memberikan keterangan tentang prosedur penyaluran dan administrasi kepada masyarakat. Pemahaman tentang pedoman umum raskin 2015 kepada satgas ataupun tokoh masyarakat, kata Panut, memang sangat penting untuk meminimalisasi kesalahpahaman atau keluhan terhadap program raskin di masyarakat. ”Contohnya saja, selama ini pemahaman kualitas raskin masih berbeda-beda. Tak bisa dipungkiri kalau masyarakat menginginkan kalau beras raskin dapat sepadan dengan beras kualitas premium,” jelasnya.
Berbedanya harga dan kualitas beras raskin juga menjadikan perbedaan perlakuan terhadap para penerimanya. Sebagian RTS penerima raskin memang benarbenar memanfaatkan raskin untuk konsumsi sehari-hari, namun ada pula yang memanfaatkannya untuk kebutuhan lain. Lebih Putih Warga penerima raskin asal Cibangkong, Pekuncen, Sutinah, mengaku harus menyosoh (menggiling kembali) raskin ke penggilingan padi sebelum dikonsumsi sebagai nasi. Maksud dari penyosohan adalah untuk membersihkan dan memutihkan kembali raskin, meski sebenarnya mengalami penyusutan. ”Kalau disosoh akan lebih putih dan bersih dan bisa langsung dimasak. Itupun terkadang harus dicampur dengan beras lain, sehingga dapat lebih enak dimakan,” katanya.
Selain dikonsumsi sebagai makanan pokok sehari-hari, beras raskin juga umumnya digunakan masyarakat untuk kebutuhan lain seperti untuk memberikan sumbangan kepada saudara atau tetangga yang mempunyai hajat tertentu seperti nikahan, sunatan dan sebagainya. Tak heran jika hasil sumbangan orang hajatan itu sebagian besar merupakan beras raskin. ”Karena merupakan beras raskin, maka beras sumbangan juga harganya cukup rendah dibanding beras biasa.
Makanya kalau ada orang hajatan yang bertepatan dengan pembagian raskin, nahas sekali karena sebagian besar beras hasil sumbangan itu dipastiakn beras raskin. Selain untuk beras sumbang, raskin juga sering menjadi bahan pembuat tepung beras,” jelas Triyah, warga Pekuncen.
Meski dijual dengan harga subsidi Rp 1600 per kilogram, namun seringkali ada RTS yang tak sanggup menebus langsung jumlah 15 kilogram paket raskin tersebut. Akibatnya hal ini juga kerap membuat kesulitan penyaluran raskin secara tepat jumlah, sasaran, dan tepat waktu. (Susanto-17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar