KASUS megaskandal korupsi proyek pembangunan kompleks olahraga Hambalang, Bogor, betul-betul menguras energi dan waktu. Komisi antirasywah yang mestinya bisa segera menuntaskan perkara Hambalang dan kemudian berlari cepat mengusut kasus-kasus korupsi yang lain malah seperti tersandera.
KPK seolah kehilangan keahlian untuk mengurai labirin duit korupsi yang diduga tidak hanya mengalir ke tempat yang jauh, tapi juga ke lingkup terdekat mereka, yakni orang dalam KPK sendiri. Beberapa waktu lalu kabar itu masih berupa desas-desus, tetapi kini dugaan salah satu mantan pejabat eselon dua KPK bermain api telah menjadi fakta di persidangan.
Pada sidang perkara Hambalang di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin, dengan terdakwa Teuku Bagus Mokhamad Noor terkuak bahwa pada 2011 ada aliran dana sebesar Rp2 miliar kepada Deputi Penindakan KPK saat itu, Ade Rahardja, untuk mengamankan kasus Hambalang agar tidak naik ke tingkat penyidikan.
Dahsyat, bukan? Benar atau tidaknya memang belum bisa dibuktikan, biar itu menjadi urusan persidangan di pengadilan. Namun, mendengar ada dugaan ‘pengamanan’ kasus Hambalang oleh internal KPK saja sudah membuat kita bergidik dan tak habis pikir.
Sudah sebegitu kuatkah jari-jari kotor korupsi mencengkeram kehidupan bangsa ini sehingga komisi yang begitu digadang-gadang bakal memberangus korupsi hingga ke akar-akarnya pun begitu mudahnya terkontaminasi? Lalu kepada siapakah kita mesti menggantungkan harapan atas pemberantasan rasywah di negeri ini jika lembaga yang mestinya menangani itu ternyata tidak steril dari nafsu penghambaan terhadap uang?
Fakta tersebut juga kian menegaskan kasus Hambalang benar-benar menjadi pertaruhan kredibilitas KPK. Sebelum ini, publik tak pernah lelah mendorong KPK agar selalu menjaga stok keberanian mereka untuk menuntaskan drama skandal Hambalang tanpa tekanan dan intervensi politik. Dari sisi itu, independensi KPK yang dipertaruhkan.
Kini, dengan dugaan adanya bekas pejabat KPK menerima aliran dana korupsi, berarti integritas KPK yang dipertaruhkan. Integritas lembaga itu akan berada di titik terendah bila kesaksian di persidangan kemarin terbukti benar di kemudian hari.
Dengan indeks korupsi yang belum juga beranjak turun dari level tinggi, bangsa ini jelas masih membutuhkan KPK. KPK tetap harus menjadi garda terdepan dalam upaya memerangi korupsi. Namun, tentu bukan KPK yang kotor yang kita butuhkan, melainkan KPK yang mampu memadukan antara keberanian, independensi, dan kebersihan diri.
Karena itu, demi tegaknya kepercayaan publik, KPK tidak boleh menutup diri atau bahkan menutup-nutupi, bila memang orang yang pernah menjadi bagian dari diri mereka yang rusak dan ternoda.
Suap tetaplah suap, siapa pun pelakunya. Kini publik menunggu keseriusan KPK mengusut sekaligus membersihkan diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar