Sabtu, 5 April 2014
JAKARTA, KOMPAS — Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap penyaluran beras untuk orang miskin untuk masyarakat berpenghasilan rendah menemukan banyak penyelewengan. KPK pun meminta pemerintah agar mendesain ulang program subsidi yang telah berjalan 15 tahun ini.
KPK, Kamis (3/4), memaparkan hasil kajian soal penyaluran beras untuk orang miskin (raskin) ini di hadapan perwakilan pemerintah. Mereka antara lain Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Ketua Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Mardiasmo, Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin, dan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial Hartono Laras.
Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, kajian terhadap penyaluran raskin merupakan bagian dari kewenangan KPK mencegah korupsi. ”Untuk menemukan persoalan di hilir dan hulu sekaligus. Yang terpenting agar program ini terhindar dari unsur tata kelola yang ada tindak pidana korupsinya,” katanya.
Ia mengakui, dari kajian KPK, ditemukan banyak penyelewengan dalam penyaluran raskin. Dalam praktiknya, penyaluran raskin ternyata tidak tepat dalam hal sasaran, jumlah, mutu, waktu, harga, dan administrasi. Persoalan data penerima menjadi masalah klasik. Dalam penghimpunan data rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) yang diperoleh BPS, ternyata pemerintah daerah kurang dilibatkan sehingga terjadi ketidaksesuaian dengan kondisi nyata.
”Beras raskin ini bocor kepada pihak-pihak lainnya dan ke pasar umum. Bahkan, ada indikasi jaringan semacam kartel dalam penyaluran beras raskin,” kata Busyro, merujuk penyaluran raskin di tingkat penerima yang disalahgunakan sehingga dijual kepada pengepul, tetapi pada akhirnya kembali dijual kepada RTS- PM.
Sesuai ketentuan, RTS-PM menerima 15 kilogram (kg) per bulan. Namun, praktiknya, pendistribusian raskin kerap tidak tepat jumlahnya. KPK menemukan, di sejumlah daerah, RTS-PM menerima kurang dari 15 kg per bulan dengan sejumlah alasan, seperti jumlah penerima melebihi dari daftar seharusnya.
Untuk mengantisipasi dampak sosial, mekanisme pembagian rata kepada seluruh RTS- PM dan warga miskin non-RTS- PM dengan mengurangi kuota yang seharusnya. ”Ada pejabat di Jatim yang menerapkan bagito, bagi roto, sehingga RTS-PM menerima 5 kg sampai 10 kg. Malah ada arisan selama tiga bulan sekali,” kata Busyro.
Dengan sejumlah penyelewengan itu, KPK, menurut Busyro, merekomendasikan agar kebijakan penyaluran raskin didesain ulang jika pemerintah ingin tetap meneruskan. Pemerintah juga diminta memperbaiki kebijakan dan mekanisme perhitungan subsidi agar transparan dan akuntabel. ”Setiap tahun daftar RTS-PM diklaim pemerintah turun, tetapi anggaran subsidinya meningkat,” katanya.
Menurut Deputi Perlindungan Sosial Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Chazali Husni Situmorang, ada 15 kementerian yang terlibat dalam penyaluran raskin ini. Ia mengatakan, ada 10 lokasi rawan yang harus dicermati. ”Dari 10 titik itu ada beberapa yang sudah kami ditemukan untuk dilakukan perbaikan,” katanya. (BIL)
http://epaper.kompas.com/kompas/books/140405kompas/#/18/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar