Senin, 02 Juni 2014

Menanti Konsep Kedaulatan Pangan Sang Calon Presiden

Senin, 2 Juni 2014

Kedaulatan sebuah negara dalam memenuhi kebutuhan pangan dan energi domestik dewasa ini menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Artinya, apapun alasan yang terjadi sebuah negara harus bekerja keras untuk menciptakan kedaulatan terhadap kedua sektor tersebut. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah saat ini Indonesia telah memiliki kedaulatan penuh terhadap pangan dan energi?
Pada masa lalu, bangsa ini memang pernah berjaya dalam produktifitas pangan nasional, khususnya beras. Bahkan menjadi rujukan beberapa negara importir beras. Akan tetapi kondisi tersebut kini telah berubah secara drastis. Setidaknya dalam dekade terakhir ini status Indonesia sebagai negara eksportir beras berubah menjadi importir. Bahkan tidak hanya terbatas pada komoditas beras saja, namun juga bahan pangan lainnya seperti, kedelai, gandum, gula, daging sapi, bawang merah dan bawang putih dan sebagainya. Beberapa kali Indonesia diterpa badai berupa krisis pangan yang berdampak sistemik. Disebut demikian karena krisis komoditas pangan tersebut telah berdampak pada terjadinya inflasi dan mengganggu stabilitas perekonomian nasional. Sehingga harus dilakukan importasi besar-besaran terhadap sejumlah komoditas pangan nasional.
Kebijakan impor terhadap sejumlah komoditas untuk memenuhi kelangkaan stok di dalam negeri ini pastilah bukan merupakan upaya problem solving atas masalah yang terjadi. Ibarat obat, hanya menghilangkan rasa sakit sementara, namun sumber penyakitnya belum teratasi. Kalau hal ini dilakukan secara terus menerus dalam jangka panjang tanpa ada upaya mengobati penyakit sesungguhnya, maka niscaya kita akan mengalami ketergantungan obat. Demikian juga dalam menyikapi persoalan pangan tersebut.
Oleh karena itu, persoalan ini tentunya harus diperhatikan secara serius supaya dapat segera diatasi akar masalah yang sesungguhnya terjadi. Lalu apa sesungguhnya yang menjadi akar persoalan dari kasus pangan ini? Tulisan sederhana ini berusaha untuk memberikan kontribusi pemikiran meskipun penulis mengetahui bahwa berbagai teori dan konsep yang telah disampaikan oleh para ahli mengenai persoalan pangan ini telah banyak bertebaran dimana-mana. Baik dalam sejumlah forum diskusi, seminar, tulisan artikel baik cetak maupun online.
Sebelum berbicara jauh mengenai akar persoalan pangan tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu apa pengertian pangan tersebut. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia beranggapan bahwa yang dikatakan dengan pangan adalah beras, sehingga tidak sedikit yang menjadikannya sebagai makanan pokok dalam setiap sajian menu. Padahal nyatanya tidak demikian. Pemahaman tentang definisi ini menurut hemat penulis sangat penting sebagai langkah awal untuk merumuskan strategi mewujudkan sistim kedaulatan pangan itu sendiri.
Dalam UU Tentang Pangan Nomor 7 tahun 1996 pasal 1 dijelaskan bahwa: ”Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman”.
Merujuk pada pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut pangan bukan hanya berarti beras atau komoditas tanaman seperti padi, jagung, dan kedelai saja, melainkan juga mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Dengan demikian, pangan tidak hanya dihasilkan oleh pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan, tetapi juga oleh industri pengolahan pangan. Kebutuhan pangan yang cukup tidak hanya dalam jumlah tetapi juga dari keragamannya, sebagai sumber asupan zat gizi makro (yang meliputi karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi mikro (yang meliputi vitamin dan mineral); untuk pertumbuhan, kesehatan, daya tahan fisik, kecerdasan dan produktivitas manusia (Riska Lestari, 2014).
Betapa pentingnya persoalan tersebut untuk diselesaikan secara tuntas, mengingat hingga kini kita masih senanntiasa dihantui dengan bayang-bayang melambungnya komoditas pangan. Apalagi menjelang romadlan dan ldul fitri yang sebentar lagi tiba, biasanya lonjakan harga-harga sejumlah kebutuhan pokok selalu terjadi. Kalau demikian yang terjadi, tentunya kenaaikan pada momentum tahun ini terasa lebih berat dari sebelumnya. Karena tahun ini kebetulan kedua momentum umat Islam tersebut berbarengan dengan pergantian tahun ajaran baru. Dimana para orang tua memiliki beban tambahan yaitu biaya sekolah anak.
Kita semua tentunya ingin mengetahui secara detail, apa kira-kira konsep para capres kita untuk menyelesaikan persoalan pokok rakyat tersebut. Yang kita harapkaan tentunya konsep yang luar biasa atau out of the box. Rakyat sudah bosan dengan menu yang biasa-biasa saja seperti yang terjadi saat ini. Rakyat juga sudah muak dengan janji-janji palsu. Karena yang lebih dibutuhkan saat ini adalaah langkah nyata yang bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat di semua lapisan.

Saikhunal Azhar
staf dewan riset daerah Jepara, pendidikan S1 UNISNU Jepara

http://politik.kompasiana.com/2014/06/02/menanti-konsep-kedaulatan-pangan-sang-calon-presiden-662151.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar