Senin, 09 Juni 2014

Ironi Bangsa Beras vs Komitmen Ketahanan Pangan Capres-Cawapres

Minggu, 8 Juni 2014

Baru saja kemarin saya pulang dari Jogja. Kebetulan saya bertempat tinggal di Semarang. Ketika menyusuri jalan di daerah persawahan tepatnya di kawasan Bantul hingga Sleman, saya melihat pemandangan yang berbeda. Biasanya ketika saya melewati area persawahan sejak kecil dulu, saya selalu melihat pemandangan yang indah dipandang mata. Area persawahan masih luas sekali kala itu, namun kini yang saya lihat berubah menjadi bangunan-bangunan baru. Banyak pula yang masih membangun rumah-rumah. Area persawahan makin menciut, tergusur oleh hadirnya bangunan rumah-rumah dan pusat pertokoan yang baru. Begitu juga di daerah Jawa Tengah, di sepanjang perjalanan menuju Jogja, kini pemandangannya jauh berbeda, bangunan-bangunan baru mulai menghiasi area persawahan. Lalu saya berpikir kalau keadaan ini dibiarkan, mungkin 10-15 tahun mendatang akan makin sulit mencari lahan persawahan. Saya tidak dapat membayangkan negara ini suatu saat nanti akan mengalami defisit bahan pangan akibat makin banyak tergusurnya lahan persawahan.

Dulu bangsa kita memang pernah berjaya dimana pada tahun 1984 kita berhasil mencapai swasembada beras dengan menghasilkan 28,5 juta ton beras dalam waktu satu tahun, bahkan saat itu beras 100.000 ton disalurkan oleh pemerintah ke daerah-daerah yang mengalami kelaparan khususnya negara-negara di Afrika. Bandingkan dengan situasi saat ini ketika pemerintah selalu mengandalkan impor beras dari negara lain, bahkan dari negara seperti Vietnam yang dulu pada awalnya mereka belajar bagaimana meningkatkan produksi pertanian kepada bangsa kita. Dan setelah saya mencari informasi lewat internet, ada fakta yang mencengangkan dimana berdasarkan data Kadin, luas lahan pertanian Indonesia saat ini hanya 7,75 juta hektar, dengan populasi sekitar 240 juta jiwa. Berbeda dengan Thailand yang luas lahan pertanian di seluruh negara tersebut mencapai 31,84 juta hektar! Padahal jumlah penduduknya hanya sekitar 61 juta jiwa. Sungguh ironis memang. Membahas masalah ketahanan pangan, mendekati pemilihan presiden kali ini ada baiknya kita mengetahui program ketahanan pangan dari kedua pasangan capres-cawapres yang sudah ditetapkan. Berikut ini adalah reviewnya.

Prabowo-Hatta Fokus Pada Ketahanan Pangan



Untuk mewujudkan kedaulatan pangan, pasangan Prabowo-Hatta berupaya mencetak lahan baru untuk meningkatkan produksi pangan. Caranya yakni dengan membuka 2 juta hektar lahan baru untuk meningkatkan produksi pangan antara lain beras, jagung, sagu, kedelai dan tebu. Dengan lahan baru itu diperkirakan dapat mempekerjakan lebih dari 12 juta orang.

Selain itu program nyata dalam pembangunan dibidang ekonomi adalah adanya kepastian pangan dengan meningkatkan produksinya. Pihaknya juga akan mempercepat pengembangan inovasi dan teknologi serta pembangunan industri pengolahan pangan untuk meningkatkan produktifitas pertanian rakyat.

Program lain yang disusun adalah pembangunan pabrik pupuk urea dan NPK berkapasitas 4 juta ton dan juga menjanjikan harga pangan yang menguntungkan petani sekaligus terjangkau bagi konsumen.

Jokowi-JK Genjot Produksi

Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan mengupayakan program desa berbasis produksi. Melalui program ini, kegiatan pertanian di daerah pedesaan diaktifkan kembali agar produksi pangan dalam negeri meningkat.  Kebijakan ini dibuat untuk menekan kebijakan impor pangan.
Langkah-langkah yang akan ditempuh untuk menuju desa berbasis produksi, antara lain pelatihan kepada petani agar dapat memproduksi dan menggunakan pupuk kompos, pestisida alam, serta sosialisasi penggunaan benih produksi dalam negeri.Melalui langkah-langkah tersebut, diharapkan tidak akan lagi membebani petani dengan biaya produksi yang besar dan keuntungan para petani dapat meningkat, sehingga pada tahun 2019 direncanakan akan terwujud 1000 desa berdaulat pangan.

Program unggulan lain adalah pembangunan bank khusus pertanian, umkm, serta koperasi. Reformasi dan kepemilikan tanah seluas 9 juta hektar juga akan dilakukan.Jokowi juga mengatakan bahwa Subsidi BBM yang berlaku saat ini akan dialihkan kepada petani dan nelayan.

Program-program unggulan dibidang ketahanan pangan sudah disusun oleh para calon pemimpin bangsa ini, sekarang tinggal kita yang menentukan yang mana yang terbaik. Suka atau tidak suka, bagi pemenangnya harus kita dukung dan awasi agar janji-janjinya dapat terwujud demi terciptanya kesejahteraan rakyat sesuai dengan apa yang dicita-dicitakan oleh para pendiri bangsa. Sekian.

Bagas Adisuharjo

http://m.kompasiana.com/post/read/660622/2/ironi-bangsa-beras-vs-komitmen-ketahanan-pangan-capres-cawapres.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar