Minggu, 18 Oktober 2015
Lemahnya penyerapan beras oleh Perum Bulog menjadi salah satu alasan untuk memuluskan realisasi impor.
KETERGANTUNGAN Indonesia terhadap impor komoditas pangan tidak terlepas dari masalah keterbatasan lahan. Persoalan tersebut bisa diatasi dengan menerapkan teknologi yang mampu memacu produktivitas tanam-an pangan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengemukakan itu di sela rangkaian acara Hari Pangan Ke-35 Sedunia, di Jakabaring Sport City (JSC), Palembang, dan di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan, kemarin.
Seluruh kelompok tani, menurut Wapres, mesti bergerak bersama-sama mengimplementasikan teknologi tersebut. Ketika produktivitas pertanian dalam negeri dapat ditingkatkan, nilai impor pangan pun bakal berkurang.
"Kita semua mengurangi impor. Oleh karena itu, diperlukan produktivitas yang baik, jangan kita tergantung dari luar baik itu beras, jagung, kedelai, dan lain-lain," tegas Wapres seusai menandatangani Sampul Peringatan 70 Tahun FAO dalam perayaan Hari Pangan Dunia.
Menurut JK, saat ini pemerintah memfokuskan kebijakan untuk menjaga keseimbangan harga dan pasokan komoditas beras. Sebagian masyarakat diakui mengurangi konsumsi beras dan beralih ke jenis pangan lainnya. Namun, sayang pangan penggantinya pun berasal dari impor.
"Memang setiap tahun konsumsi beras itu per orang menurun karena di lain pihak ada impor gandum naik sebagai peralihan-peralihan dari konsumsi beras. Indonesia mengimpor gandum tujuh juta ton per tahun," cetus Wapres yang didamping Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, serta Gubernur Sumsel Alex Noerdin.
Hingga Agustus 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor jagung sebanyak 2,385 juta ton senilai US$522,9 juta (sekitar Rp7 triliun). Adapun impor beras khusus tercatat sebanyak 225.029 ton dengan nilai US$97,8 juta (sekitar Rp1,3 triliun). Tahun ini hingga September, pemerintah belum mengimpor beras medium.
Silang pendapat
Ketua Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengatakan masih banyak masalah yang dihadapi Indonesia sebagai negara agraris. Petani juga masih sering dibenturkan pada kebijakan pemerintah yang tidak mendukung, seperti besarnya impor pangan yang dilakukan dalam lima tahun terakhir.
Silang pendapat yang sempat mencuat di pemerintah terkait rencana impor beras pun memberikan ketidakpastian. "Impor beras dari Vietnam menunjukkan ada yang salah dalam pengelolaan produksi beras untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Kekurangan stok Bulog dan penurunan produksi akibat El Nino menjadi alasan untuk muluskan impor," tutur Henry dalam dialog Hari Pangan, di Jakarta, Jumat (16/10).
Ketua Departemen Kajian Aliansi Petani Indonesia Slamet Nurhadi menambahkan, tata produksi beras harus dibenahi. Target penyerapan 3,2 juta ton beras oleh Bulog terlihat masih sulit tereali-sasi. "Sejauh ini yang terserap baru 1,82 juta ton. Ini juga dijadikan alasan memuluskan impor. " Meski telah menjajaki impor beras dari Vietnam, Menteri Perdagangan Thomas Lembong menolak mengonfirmasi bahwa impor bakal direalisasikan. Ia menegaskan pemerintah bekerja keras mengamankan stok sekaligus menstabilkan harga beras. (Mus/E-1)
http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/16329/Wapres-Ingatkan-Pangkas-Impor/2015/10/18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar