Kamis, 08 Oktober 2015
MedanBisnis - Mataram. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mendorong Perum Badan Urusan Logistik Divisi Regional NTB untuk mengevaluasi mekanisme pembelian gabah dan beras dari mitranya agar besaran serapan produksi petani bisa sesuai harapan bersama.
"Perlu dievaluasi mekanisme pembeliannya karena capaian serapan tidak sesuai dengan yang ditetapkan," kata Kepala Biro Ekonomi Sekretariat Daerah NTB, Manggaukang Raba, pada acara operasi pasar beras yang dilakukan Perum Badan Urusan Logistik Divre NTB, di Mataram, Kamis (8/10).
Menurut dia, evaluasi perlu dilakukan karena volume beras asal NTB yang dibawa keluar daerah oleh para pengusaha terus meningkat. Bahkan Bulog dari Bali justru membeli beras asal NTB untuk memenuhi targetnya.
Sementara Bulog NTB dengan alasan kualitas yang tidak sesuai standar, menjadi dasar tidak bisa membeli gabah panenan sebagian petani setempat.
Manggaukang menyebutkan, jumlah beras NTB yang dibawa keluar daerah periode Agustus 2015, sebanyak 32 ribu ton, meningkat menjadi 41 ribu ton lebih pada September 2015.
Beras tersebut keluar NTB melalui empat pelabuhan, yakni Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Pelabuhan di Kota Bima, Pelabuhan Badas, Kabupaten Sumbawa, dan Pelabuhan Lembar, Lombok Barat.
"Para pengusaha dari luar NTB terus memburu beras kita, apakah karena di daerahnya mahal, sedangkan di daerah kita murah atau ada kendala lain, sehingga Bulog sulit membeli produksi sebagian petani," ujarnya.
Ia juga menyoroti fakta beras menjadi komoditas yang berperan besar terhadap pembentukan inflasi di NTB, sementara nasional justru mengalami deflasi pada September.
Sebagai daerah penghasil beras terbesar ke lima untuk kebutuhan nasional, Manggaukang menilai sangat tidak masuk akal NTB mengalami inflasi karena harga beras.
"Masalah beras ini menjadi perhatian Tim Pengendali Inflasi Daerah NTB, termasuk juga Bulog," ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB H Husnul Fauzi, menyebut data produksi gabah kring giling (GKG) pada 2014, sebanyak 2,2 juta ton, sementara pada 2015 diperkirakan mencapai 2,3 juta ton lebih.
Ia menambahkan, jika melihat kebutuhan beras di dalam daerah hanya 35 persen dari total produksi, tidak seharusnya hargan beras melambung hingga Rp12.000/kg di pasaran.
"NTB surplus beras hingga 65 persen, tapi justru komoditas ini menjadi penyumbang inflasi. Ini tentu harus menjadi perhatian kita bersama," ujarnya. (ant)
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2015/10/08/191263/bulog-evaluasi-mekanisme-pembelian-beras/#.Vhb8AOztmko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar