Jumat, 30 Januari 2015
Metrotvnews.com, Jakarta: Banyaknya penolakan terhadap rencana penghapusan kebijakan program beras untuk rakyat miskin (Raskin), hendaknya menjadi pembelajaran bagi pemerintah. Bahwa ke depan, perubahan yang hendak dilakukan tidak dilakukan dengan tergesa-gesa.
Menurut Guru Besar FISIP Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo, pemerintah seharusnya melakukan penelitian dan kajian mendalam. Termasuk terhadap masyarakat yang membutuhkan Raskin. "Kesalahannya adalah, terlalu cepat melakukan perubahan," kata Paulus, melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (30/1/2015).
Pemerintah memang seharusnya mendengarkan masyarakat, terutama mereka yang selama ini menerima Raskin. Pemerintah harus tahu, apakah masyarakat sudah siap berubah atau tidak. Jika tidak, tentu akan mempunyai dampak lain yang tidak diinginkan, misalnya berbagai penolakan, seperti yang terjadi beberapa waktu belakangan.
"Jadi, pemerintah memang seharusnya benar-benar mendengarkan suara masyarakat," lanjut Paulus.
Sebagaimana diketahui, sebelum ini pemerintah berencana menghentikan program Raskin dan menggantikannya dengan e-money. Namun, setelah mendapat berbagai reaksi, akhirnya pemerintah menganulir rencana tersebut dan tetap melanjutkan program Raskin.
Pada tataran masyarakat, hampir seluruh penerima Raskin sempat resah ketika pemerintah menggulirkan rencana menghapus Raskin. Karena faktanya, tidak sedikit di antara mereka yang benar-benar miskin dan sudah berusia lanjut.
Sebelumnya, Nuraeni salah seorang nenek berusia 64 tahun, merasa sedih saat meluapkan perasaan terkait Raskin yang selama ini diterimanya. Warga Kampung Kuta Ateuh, Jurung Thaib, Kecamatan Sukakarya, Sabang, ini mengaku sangat terbantu, karena dari sisi ekonomi, dia memang tergolong miskin. "Kami benar-benar terbantu dengan adanya Raskin. Tolong jangan dihapus. Sedih sekali kalau sampai terjadi," ucapnya.
Tinggal seorang diri di rumah sederhananya, Nuraeni mengandalkan pemberian anak-anaknya untuk menopang kebutuhan sehari-hari. Namun karena anak-anaknya juga mempunyai kebutuhan rumah tangga, maka tidak setiap saat dia menerima pemberian. "Setiap bulan, kadang diberi Rp100 ribu-Rp200 ribu. Tetapi kadang juga tidak," katanya.
Menurut Nuraeni, Raskin memang menjadi tumpuan harapan. Kalau sudah ada beras, dia mengaku merasa tenang. Apapun lauknya tidak menjadi soal, meski hanya sekadar dengan sambal. "Tetapi kalau tidak ada beras, bagaimana nasib kami?" ujar dia.
AHL
http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/01/30/351858/pemerintah-diminta-perhatikan-suara-penerima-raskin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar