Senin, 26 Januari 2015

Kendalikan Harga dengan Sanksi

Minggu, 25 Januari 2015

KENDALI harga dengan intervensi pemerintah memerlukan instrumen hukum yang dilengkapi sanksi tegas bagi pelanggarnya. Itu harus disertai pengawasan di seluruh daerah yang cukup sulit terlaksana.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengemukakan hal tersebut ketika dihubungi Media Indonesia, kemarin. "Tanpa instrumen hukum, bagaimana dapat mengontrol penjual?" tanya dia.

Menurut Enny, pemerintah bisa menerapkan aturan harga batas atas dan batas bawah untuk kebutuhan pokok seperti yang dilakukan Malaysia. Kendati begitu, tidak mudah mengawasi para pedagang, terutama yang bergerak di sektor informal. "Kalau untuk ritel modern dan besar mudah."

Lebih lanjut, Enny menyarankan akan lebih mudah apabila pemerintah menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) final untuk barang-barang konsumsi. Pengenaan PPN seperti itu untuk memastikan harga yang diterima konsumen sesuai harga yang dibanderol pabrik atau produsen.

Sebelumnya, Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengatakan pemerintah dapat melibatkan Perum Bulog untuk mengontrol harga. Peran Bulog untuk memengaruhi harga terbukti cukup ampuh di masa lalu.

"Bagaimana agar Bulog dapat berperan lebih banyak dan kalau ada kelemahan seperti di masa lalu, itu yang seharusnya diperbaiki," ungkap Ngadiran, Jumat (23/1).

Dalam pertemuan dengan para bupati se-Indonesia, di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (22/1) Presiden Joko Widodo telah mengingatkan pentingnya menjaga inflasi dalam upaya mengejar target pertumbuhan ekonomi nasional yang dipatok di kisaran 5,6%-5,8% pada tahun ini.

Pemerintah daerah bersama tim pengendalian inflasi daerah (TPID) bertanggung jawab untuk menekan gejolak harga.

Enggan turun
Harga barang pokok, khususnya pangan, di berbagai daerah relatif bergeming. Enggan mengikuti harga bahan bakar minyak (BBM) yang turun per 12 Januari lalu.

Menurut Normansyah, seorang pedagang di Pasar Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangkaraya, hingga kini pihak agen belum menurunkan harga. Oleh sebab itu, ia masih menjual barang kebutuhan pokok dengan harga lama. Harga yang mengikuti penaikan harga BBM per November lalu.

Bahkan di Makassar, harga-harga di pasar tradisional merangkak naik antara Rp100 dan Rp5.000. Seperti harga beras medium naik dari Rp7.000 menjadi Rp8.500 per liter. Gula pasir dari Rp13.000/kg jadi Rp13.500/kg, minyak goreng curah dari Rp15.000 menjadi Rp16.000/liter, dan telur ayam negeri dari Rp1.400 jadi Rp1.500 per butir.

Demikian pula di Bandar Lampung, harga beras mulai naik yang meliputi semua merek. Di Pasar Natar dan Panjang, Bandar Lampung, beras merek Rojolele dan Wayang naik berkisar Rp1.000 hingga Rp2.000, dari Rp240.000/karung dengan isi 25 kg menjadi Rp242.000/karung. Begitu juga dengan merek Ratu, yang biasa dijual ke konsumen Rp250.000/karung isi 25 kg kini menjadi Rp252.000 di Pasar Bawah dan Bambukuning.

Sebaliknya, Perum Bulog Kantor Subdivisi Regional Malang, Jawa Timur, mengklaim berhasil menekan harga beras untuk turun melalui operasi pasar.

"Sekarang OP sudah dihentikan. Hasilnya menggembirakan. Harga beras medium di pasaran Rp7.300/kg," ungkap Kepala Bulog Subdivisi Regional Malang Arsyad, di Malang, kemarin.

Menurut Arsyad, operasi pasar (OP) dilakukan sejak November 2014 dan dihentikan awal Januari lalu. Sebelum OP digelar, harga beras medium mencapai Rp9.000/kg.(YK/NV/LN/BN/SS/E-1)

http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/7587/Kendalikan-Harga-dengan-Sanksi/2015/01/25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar