Kamis, 8 Januari 2015
“Kapitalisme harus dilenyapkan, rubuhkanlah imperialisme”
“Kapitalisme adalah sistem pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi yang oleh karenanya menjadi sebabnya nilai lebih tidak jatuh ditangan kaum buruh melainkan jatuh di dalam tangan kaum majikan”
“Imperialisme adalah suatu nafsu, suatu sistem menguasai atau mempengaruhi ekonomi bangsa lain atau negeri, suatu sistem merajai atau mengendalikan ekonomi atau negeri bangsa lain”, Bung Karno (Indonesia Menggugat 1930).
Di negara-negara yang sedang tumbuh dan berkembang, sektor agraris adalah tulang punggung kehidupan rakyatnya. Sebagai negara agraris Indonesia kaya dengan ragam tanaman pangan dan holtikultura (budidaya tanaman kebun). Ragam tanaman pangan juga menunjukkan kebiasaan masyarakat dalam menkomsumsi bahan dasar makanan berupa beras, sagu, singkong, jagung. Dimasa lalu beras menjadi bahan dasar makanan yang cukup langka sehingga bisa membedakan strata/kelas masyarakat yang mengkonsumsinya mengingat masyarakat dulu masih banyak mengkonsumi makanan pokok berbahan dasar beras dicampur singkong, beras dicampur jagung. Dimasa penjajahan Belanda urusan pangan diatur sebuah badan Voedings Middelen Fonds (VMF) yang bertugas membeli, menjual, dan menyediakan bahan makanan. Dalam masa penjajahan Jepang, VMF dibekukan dan dibentuk Nanyo Kohatsu Kaisha atau Nan'yō Kōhatsu Kabushiki Kaisha.
Pada awal masa kemerdekaan Republik Indonesia periode tahun 1945-1949 dimana Negara Kesatuan Republik Indonesia pasca Proklamasi harus menjadi Negara Indonesia Serikat berdasarkan perjanjian Linggarjati 10 November 1946. Keinginan Belanda untuk menguasai kembali Indonesia dengan Agresi Militer tahun 1947 dan 1948 diakhiri dengan kesepakatan Konferensi Meja Bundar 1949 yang melahirkan Negara Republik Indonesia Serikat yang terdiri dari Negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Sehingga penanganan masalah pangan, pemasaran beras di wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Kementrian Pengawasan Makanan Rakyat - Jawatan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan. Sedangkan daerah-daerah yang diduduki Belanda dilakukan VMF.
Pada tanggal 19 Mei 1950 melalui Piagam Persetujuan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian VMF dibubarkan dan dibentuk Yayasan Bahan Makanan yang berada di bawah Kementrian Pertanian. Selanjutnya diubah menjadi Yayasan Urusan Bahan Makanan dibawah Kementrian Perekonomian. Sedangkan pelaksanaan pembelian padi dilakukan oleh Yayasan Badan Pembelian Padi yang dibentuk di daerah-daerah dan diketuai oleh Gubernur.
Presiden Soekarno melalui Peraturan Presiden No.3 Tahun 1964 membentuk Dewan Bahan Makanan dan melebur Yayasan Urusan Bahan Makanan dan Yayasan Badan Pembelian Padi menjadi Badan Pelaksana Urusan Pangan yang bertugas mengurus bahan pangan, mengurus pengangkutan dan pengolahannya, menyimpan dan menyalurkannya menurut ketentuan dari Dewan Bahan Makanan.
Pasca peristiwa 30 September / 1 Oktober 1965, Presiden Soekarno membentuk Kabinet Ampera I (25 Juli 1966-17 Oktober 1967) dan mengangkat Soeharto sebagai Ketua Presidium merangkap Menteri Utama Bidang Hankam merangkap Panglima Angkatan Darat.
Dan penanganan pengendalian operasional bahan pokok kebutuhan hidup dilaksanakan oleh Komando Logistik Nasional (Kolognas) yang dibentuk dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 87 Tahun 1966. Selanjutnya pada tanggal 10 Mei 1967, lembaga tersebut dibubarkan dan dibentuk Badan Urusan Logistik (Bulog) berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/Kep/1967 sebelum Soeharto diangkat sebagai pejabat Presiden merangkap Menhankam oleh MPRS dan mengkakhiri kekuasaan politik Soekarno.
Soeharto menyadari bahwa menjaga ketersediaan pangan rakyat kala itu adalah penting sehingga menjadikan Bulog sebagai kekuatan strategis dalam menjaga stabilitas politik diawal kekuasaannya. Dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang dimulai April 1969, melalui Keppres RI No.11/1969 tanggal 22 Januari 1969, peran Bulog dari penunjang peningkatan produksi pangan menjadi stok persediaan (buffer stock holder) dan distribusi. Kemudian dengan Keppres No.39/1978 tanggal 5 Nopember 1978 Bulog mempunyai tugas pokok melaksanakan pengendalian harga beras, gabah, gandum dan bahan pokok lainnya guna menjaga kestabilan harga, baik bagi produsen maupun konsumen sesuai dengan kebijaksanaan umum Pemerintah. Akhirnya pemerintahan Soeharto berhasil mencapai swasembada beras tahun 1984.
Atas rekomendasi International Monetery Fund (IMF) melalui Keppres RI No.45 tahun 1997 tugas pokok Bulog hanya dibatasi untuk komoditi beras dan gula pasir. Tugas ini lebih diciutkan lagi dengan Keppres RI No.19 tahun 1998 dimana peran Bulog hanya mengelola komoditi beras saja.
Kemudian agar dapat berperan sebagai alat perekonomian negara yang efisien dan akuntabel sehingga mampu memperkuat perekonomian nasional, maka Bulog harus memiliki kemandirian di dalam mengelola bidang usahanya. Karena Bulog dinilai telah memiliki kemampuan yang memadai untuk dapat memperoleh kemandirian, otonomi, dan tanggung jawab yang lebih besar dalam mengelola usaha logistik pangan pokok secara nasional baik yang bersifat pelayanan masyarakat maupun bersifat komersial maka Lembaga Pemerintah Non Departemen Bulog berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003 yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri menetapkan menjadi Perusahaan Umum (Perum) Bulog tanggal 20 Januari 2003.
Sebagaimana prinsip penyelenggaraan Perusahaan, Bulog berorientasi keuntungan dengan menyelenggarakan usaha logistik pangan pokok yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Dan dalam hal tertentu melaksanakan tugas-tugas tertentu yang diberikan Pemerintah dalam pengamanan harga pangan pokok, pengelolaan cadangan pangan Pemerintah dan distribusi pangan pokok kepada golongan masyarakat tertentu, khususnya pangan pokok beras dan pangan pokok lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam rangka ketahanan pangan. Dalam perkembangannya periode 2004-2014, Bulog gagal melaksanakan stabilisasi harga pangan, gagal menyelenggarakan ketersediaan pangan (kelangkaan kedelai misalnya, skandal daging sapi) dan bahkan mengancam upaya mewujudkan kedaulatan pangan. Kegagalan ini tidak sepenuhnya menjadi tanggungjawab Bulog mengingat Pemerintah begitu masif membuka keran impor dan kurang perhatian terhadap sektor pertanian.
Melihat strategisnya peran Bulog dalam menjamin stabilitas dan ketersediaan pangan rakyat yang bisa berdampak kepada stabilitas politik maka kami menaruh harapan besar pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla mampu merealisasikan Indonesia swasembada beras, kedelai, jagung dan bahan pangan lainnya dalam waktu tiga tahun mendatang dengan upaya membangun infrastruktur pertanian, mengurangi impor dan merangsang kegairahan petani untuk meningkatkan produksi dengan jaminan harga hasil panen yang layak.
BIDANG KETAHAN PANGAN
DPP KOMITE NASIONAL PEMUDA INDONESIA
MASA BHAKTI 2011-2014
(diusulkan dalam Rakernas 22-24 Oktober 2012 di Lombok, Nusa Tenggara Barat)
PENGANTAR
Berbicara pangan tentu tidak sebatas konsumsi yang paling mendasar yang dibutuhkan rakyat. Namun pangan sesungguhnya menyangkut keberlangsungan hidup umat manusia dimuka bumi ini. Kita tentu masih ingat apa yang pernah menimpa negara Ethiopia dekade tahun 1980an yang mengakibatkan korban kematian akibat kekurangan pangan. Dan PBB pun memperhatikan khusus atas pentingnya menjaga ketersediaan pangan melalui FAO.
Seperti kita ketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang mengikuti “deret ukur” seiring dengan kemajuan dibidang kedokteran dengan dapat ditekannya angka kematian bayi. Namun tentu permasalahan tidak berhenti sampai disana karena laju pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali juga akan berdampak sosial. Oleh karena itu maka laju pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan ketersediaan pangan yang cukup, layanan kesehatan yang baik, pendidikan yang bermutu. Melalui pendidikan yang berkualitas pemerintah harus mendorong lahirnya sumber daya manusia yang mampu mengelola kompetensinya dalam menggerakkan lembaga-lembaga riset dalam rangka menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan untuk rakyat. Sehingga bentangan katulistiwa nan subur, keanekaragaman hayati yang terbesar di dunia serta garis pantai terpanjang di dunia yang dianugerahkan Tuhan dapat kita kelola potensi alamnya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
PERMASALAHAN
Dalam pemerintahan era Reformasi ini perhatian elit dan rakyat lebih banyak tercurah pada kebebasan demokrasi utamanya larut dalam hiruk pikuk pentas politik baik skala lokal maupun nasional. Akibatnya postur APBN dan APBD hanya mendapatkan porsi kecil dalam belanja publik. Padahal salahsatu tolak ukur kemajuan peradaban dapat diukur dari terjaminnya dengan baik infrastuktur. Baik itu sektor transportasi jalan, dermaga/pelabuhan, sektor pertanian yakni bangunan jaringan irigasi, lembaga riset/laboratorium, pabrik untuk ketersediaan pupuk. Saat ini kebijakan pemerintah belum maksimal membuat regulasi yang melindungi tidak terjadinya perubahan tata guna lahan, mereformasi agraria, dst.
Berikut beberapa permasalahan yang membutuhkan kebijakan publik yang memihak rakyat:
Krisis pangan akibat perubahan iklim global.
Gagal panen sering sekali diakibatkan bukan semata karena perubahan iklim. Disinilah sesungguhnya dibutuhkan tangan-tangan negara untuk mensupervisi petani agar tak lagi hanya mengandalkan pengalaman dan pengamatan astronomi secara tradisional saat bercocok tanam. Intervensi teknologi itu menjadi penting dalam menentukan waktu tanam, varietas terbaik, kebutuhan akan pupuk dalam meningkatkan unsur hara, kebutuhan air serta pasca produksi manakala menghasilkan panen yang berlimpah
Krisis ekonomi Amerika dan Eropa harus menjadi momentum kebangkitan ekonomi nasional. Pangsa pasar Indonesia yang besar akan mampu menyerap produk nasional. Kenapa kita harus impor jika mampu memenuhi konsumsi nasional? Bukankah hal yang memalukan bangsa ini harus impor kedelai sehingga makanan khas rakyat Indonesia yakni tahu dan tempe sempat hilang dari pasar karena terganggunya pasokan kedelai?
Bulog sebagai perusahaan negara harus dikembalikan fungsinya sebagai badan yang menjaga stabilitas produksi, konsumsi dan harga pangan nasional
Pemerintah belum memberikan akses kepada rakyat khususnya petani atas pemanfaatan tanah. Tanah-tanah di Indonesia hanya dimiliki tidak lebih dari 20% warga negara Indonesia yang tidak tertutup kemungkinan juga melakukan kerusakan ekosistem, seperti pembakaran hutan untuk kepentingan kebun kelapa sawit. Oleh karena itu reformasi agraria menjadi penting dengan maraknya kasus sengketa petani dengan pengusaha, petani dengan aparat.
Produksi pupuk nasional sangat bergantung kepada perubahan harga minyak. Padahal seharusnya pupuk harus dijamin ketersediaan dan harganya untuk petani dengan terjangkau. Biaya produksi pupuk harusnya bisa ditekan jika menggunakan energi murah seperti gas atau batubara yang melimpah di negeri ini.
Produksi daging khususnya daging sapi masih didominasi produk impor dari Australia. Mengapa sampai hari ini negara belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi nasional?
Tiga per empat luas bentangan laut Indonesia yang kaya akan potensi sumber daya laut belum maksimal memberikan konsumsi protein rakyat Indonesia. Banyak sekali kasus-kasus pencurian ikan oleh nelayan-nelayan asing. Negara seakan mengabaikan bahwa negara kita adalah negara kepulauan (archipelago) dan kurang dalam upaya menggerakkan dan menumbuhkan jiwa bahari di kalangan generasi muda.
RENCANA PROGRAM
Mengikuti kegiatan-kegiatan atau kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan bersama Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan, Komisi IV DPRRI, OKP, LSM dan Swasta.
Menjalin hubungan dan komunikasi antar instansi terkait, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan, Komisi IV DPRRI, OKP, LSM dan Swasta
Menyelenggarakan seminar ketahan dan kedaulatan pangan, menyangkut kebijakan, penyuluhan pertanian dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan dan utuk nelayan dalam rangka mengangkat kesejahteraan penduduk pesisir
Pemberian bantuan bibit varietas unggul padi, singkong, bantuan pupuk, tenaga penyuluh, benih ikan, bibit penggemukan sapi, kambing, dll
Menyelenggarakan kunjungan ke tempat lumbung-lumbung produksi pangan serta kampung-kampung pesisir/kampung nelayan untuk menumbuhkan jiwa bahari di kalangan generasi muda
Mengkampanyekan Indonesia berdaulat atas pangan
Memberikan informasi melalui media cetak maupun elektronik ke masyarakat ibukota secara berkala
Mengajak pemerintah dan swasta untuk membangun Museum Ketahanan Pangan. Dalam museum tersebut ditempatkan dokumentasi sumber daya hayati Indonesia, catatan kebijakan-kebijakan di sektor agraris, sektor kelautan, dokumentasi pembangunan infrastruktur waduk Jatiluhur, Karangkates, Kedungombo, dll, varietas unggul yang pernah dihasilkan putra-putra bangsa, data statistik yang menunjukkan produksi untuk komoditi tertentu pada masa tertentu sehingga memberikan gambaran umum tentang Indonesia dan masa depan Kedaulatan dan Ketahan Pangan Indonesia
BIDANG KETAHANAN PANGAN
DEWAN PIMPINAN PUSAT
KOMITE NASIONAL PEMUDA INDONESIA
Ketua: I Ketut Guna Artha
http://m.kompasiana.com/post/read/695473/3/bulog-dan-masa-depan-kedaulatan-pangan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar