Kepemimpinan Nasional | NKRI Harus Dipertahankan dengan Pemerataan Pembangunan
JAKARTA – Pemimpin yang bisa membangun perekonomian rakyat pasti akan dicintai rakyat. Itulah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Lagi pula, tidak ada ekonomi negara yang tangguh di dunia tanpa dasar perekonomian rakyat yang kuat. Setelah fondasi perekonomian rakyat kuat, baru kemudian masuk ke penguatan teknologi. Dengan kata lain, kalau dasarnya rapuh, tidak mungkin perekonomian nasional kuat.
Pemimpin masa depan juga harus memunyai visi dan misi mencintai rakyat. Untuk itu, pemimpin harus bisa mempertahankan NKRI dengan pemerataan pembangunan.
Ini artinya, pemimpin harus bisa membuat kebijakan yang adil, seperti mendorong daerah yang sudah mampu menajdi lebih besar, sedangkan bagi daerah yang belum mampu diberikan perhatian khusus untuk bisa memperbaiki ketertinggalannya.
"Di sinilah pentingnya pemimpin yang bisa membuat kebijakan adil. Artinya, kebijakannya harus spesifik sesuai dengan yang dibutuhkan daerah bersangkutan atau case by case sehingga ekonominya terbangun," kata Ekonom Universitas Airlangga Surabaya, Tjuk K Sukiadi, saat dihubungi, Jumat (14/3).
Dia kemudian mencontohkan tentang kebutuhan energi bagi pembangunan ekonomi. "Karena energi sangat penting, seharusnya dibuat kebijakan pembangunan kemandirian energi di setiap pelosok daerah. Sebab, tidak masuk akal jika semua kebutuhan energi dikirim dari Surabaya," papar Tjuk.
Dia mengungkapkan setiap daerah sesungguhnya memunyai potensi energi sendiri-sendiri sehingga tidak harus menggunakan bahan bakar minyak (BBM). "Potensi itu bisa etanol, panas bumi, dan lain-lain. Terpenting adalah menggunakan kekuatan energi masing-masing daerah," jelas Tjuk.
Setelah kemandirian energi, imbuh Tjuk, tahap kedua adalah pengembangan industri yang berkaitan dengan agrikultur setempat. Ini artinya, di setiap daerah harus ada kemandirian pangan.
"Kebijakan pangan selama ini tidak masuk akal. Contohnya, pemerintah malah mengirim beras ke Papua, sementara petani sagu menjadi tidak berkembang di sana. Padahal, sebelum ada Bulog, penduduk Papua tidak pernah kelaparan," jelasnya.
Tjuk menegaskan pemimpin masa depan sebaiknya tidak memunyai catatan kelam masa lalu. Pemimpin masa depan adalah yang mencintai rakyat dengan perbuatan. Pemimpin yang prorakyat ini akan membangun kesejahteraan rakyat demi NKRI.
Mempertahankan NKRI itu tidak bisa dengan senjata, tapi dengan kemakmuran. Untuk itu, daerah terpencil harus menjadi program utama pemerintah pusat.
Tuntutan Rakyat
Ekonom Indef, Ahmad Erani Yustika, menambahkan membangun perekonomian rakyat merupakan tuntutan rakyat sejak dulu agar bangsa Indonesia tidak tertinggal dengan bangsa lain. Namun, karena pemerintah tidak mempersiapkannya, wajar jika Indonesia selalu kalah dalam bersaing dengan negara lain.
"Contohnya dalam perdagangan pasar bebas. Semua negara di dunia sudah mempersiapkannya, tapi kita yang ikut tanda tangan terlihat tidak berbuat apa-apa," katanya.
Erani menyatakan pemimpin masa depan seharusnya membuat kebijakan lebih fokus pada golongan menengah ke bawah, yang berarti mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas, terutama di sektor pertanian dan industri padat karya. Selain itu, investasi harus berbasis sumber daya ekonomi domestik dan pelakunya UMKM dan koperasi.
Berkaitan dengan sumber daya alam (SDA), Erani menyatakan pengelolaan sumber daya alam sesuai amanat konstitusi, yakni seluruhnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
"SDA tidak boleh lagi dijual murah kepada asing, bahkan dijadikan ajang korupsi," ungkapnya.
Mengenai alokasi APBN, Erani mengusulkan harus dirombak total sehingga anggaran dipakai untuk kepentingan rakyat, bukan aparat. Belanja birokrasi dikurangi semaksimal mungkin dan korupsi diberantas.
"Dan terpenting lagi, sektor keuangan harus membela dan menafkahi sektor riil, jangan seperti sekarang, duit bank hanya untuk properti dan pengusaha besar pemilik bank," jelas Erani.
Erani membenarkan pengembangan industri berteknologi tinggi, seperti mekanisasi dan teknologi informasi, membutuhkan supply chain yang luas. Industri tinggi juga membutuhkan komponen dasar dan infrastruktur yang terpadu.
"Makanya, lucu kita undang perusahaan raksasa teknologi asal Taiwan, Foxconn Technologi Co Ltd, tapi kita tidak memunyai industri dasar. Menyesatkan pula kalau kita mengaku punya industri, tapi sesungguhnya cuma merajut atau assembling," katanya.
Lagi pula, imbuh Erani, kita tidak perlu bangga dengan keinginan Foxcon membangun pabrik di Jakarta. Sebab, Foxconn datang dengan sejumlah permintaan, yakni buruh murah, keringanan pajak, tanah, dan bebas bea masuk komponen.
"Kalau industri hanya mengandalkan buruh murah, maka kita kembali lagi ke zaman tukang lem sepatu sehingga akan terus jauh tertinggal. Kita juga tidak memunyai nilai tambah karena tergantung principal di luar negeri," jelas Erani.
Asal muasal semua yang terjadi itu adalah sistem kroni yang mematikan, yakni pejabat korup yang membuat kebijakan korup dan sibuk mengurus kroninya. Pejabat ini hanya mementingkan diri sendiri. Yang penting, setelah tidak menjabat lagi atau pensiun menjadi orang kaya.
Di sinilah dibutuhkan pemimpin masa depan yang bisa memimpin para wirausaha berinovasi di dalam negeri. Untuk itu, kita bisa memulainya dengan memberikan kesempatan kepada pengusaha nasional. Jangan selalu bergantung pada asing. YK/SB/mza/AR-2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar