Liputan6.com, Jakarta Masyarakat Indonesia selama ini masih mengeluhkan rendahnya kualitas beras bantuan yang diberikan pemerintah melalui program raskin.
Selaku penyedia, Bulog menyadari belum bisa meningkatkan kualitas beras raskin mengingat masih keterbatasan kemampuan Bulog dalam melakukan penyimpanan beras.
"Ini juga menjadi keprihatinan kami, karena kita tidak bisa menyalurkan beras yang segar, soalnya enam bulan surplus, enam bulan minus. Padahal penyaluran harus setiap bulan. Pasti lebih dari tiga bulan diminta kalau tidak bau, tidak mungkin, karena disimpan di negara tropis, tapi itu layak makan," ungkap Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso di Jakarta, Kamis (20/3/2014).
Untuk mengatasi hal itu, Sutarto mengaku sudah memiliki gambaran teknologi yang bisa meningkatkan kualitas beras dan kualitas penyimpanan.
Cara yang diterapkan menggunakan teknologi kompon dan CO2 stek. Namun hal itu diakui Sutarto memiliki biaya yang mahal.
Nantinya dengan teknologi itu akan mampu menjaga kualitas beras sampai satu tahun penyimpanan.
Selain itu, sebenarnya ada satu cara yang lebih murah yang bisa dilakukan Bulog untuk meningkatkan kualitas beras, yaitu dengan menggunakan model penyimpanan dalam bentuk gabah.
"Sayangnya tidak semua petani menjual gabah, karena kalau petani menjual beras dia dapat nilai tambah. Yang jual gabah itu model tebasan itu," kata Sutarto.
(Nurmayanti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar