Kamis, 20 Maret 2014
JAKARTA - Perum Bulog meminta dukungan semua pihak, untuk menstabilkan harga daging sapi. Pasalnya, Perum Bulog merasa ada hambatan untuk menstabilkan harga daging sapi yang diimpor dan dipasarkan di sejumlah tempat, bahkan ditolak di pasar-pasar strategis walaupun harganya di bawah harga umum.
"Kami mengimpor daging sapi untuk membantu rakyat, untuk memilih daging sapi beku apa segar yang ada dipasar-pasar dengan harga yang lebih murah." ujar Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso, di Jakarta seperti dirilis Bulog.
Sutarto mengatakan, pihaknya telah berupaya untuk menurunkan harga daging sapi. Upaya yang dilakukan Perum Bulog adalah dengan mempercepat pemasukan daging jenis secondary cuts asal Australia menggunakan pesawat udara selain pemasukan melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
"Meski demikian, dengan berbagai upaya kami dapat memasukkan daging melalui Bandara Soekarno-Hatta pada 16 Juli, dan operasi pasar langsung digelar pada 17 Juli. Sebenarnya, mendatangkan daging menggunakan pesawat udara membutuhkan biaya jauh lebih besar dibandingkan kapal laut yang memerlukan waktu sekitar 10 hari," ucapnya.
Pihaknya telah menghitung harga daging yang didatangkan dengan menggunakan pesawat udara dijual dengan harga Rp. 67.000,- sampai Rp. 77.000,-/kg dan dijual pedagang ke konsumen Rp 75.000,- sampai Rp. 85.000,-/kg. Setelah kedatangan melalui kapal laut terjadi penyesuaian harga akibat perbedaan jenis transportasi, harga jualnya menjadi Rp. 64.000,- sampai Rp. 73.000,-/kg dan dijual pedagang ke konsumen menjadi Rp. 77.000,- sampai Rp. 79.000,-/kg.
Sejak izin keluar pada 12 Juli lalu, Bulog telah mendatangkan 1.134 ton daging dari impor 3.000 ton yang ditugaskan pemerintah. Menurutnya, ini sudah termasuk cepat, sebab tidak ada importir daging yang dalam waktu satu bulan bisa memasukkan 1.000 ton. Adapun, daging yang telah terserap konsumen baru sekitar 302 ton, sehingga masih ada sisa 832 ton daging yang disimpan Bulog dalam coldstorage.
"Izin 3.000 ton ini sebenarnya sampai 31 Desember 2013. Kami sepakat dipercepat impornya, tapi menyalurkannya tidak mudah karena ada pihak-pihak yang dirasa menghambat. Antara lain ada isu daging sapi yang diimpor Bulog tidak halal, tidak segar dan mengandung hormon. Padahal, sebelumnya tidak ada isu seperti ini " tuturnya.
Dia memaparkan, untuk menurunkan harga daging sapi ini perlu melihat persoalan dari hulu sampai hilir. Misalnya, sebelum ke konsumen, daging dijual pedagang pasar dan ada juga yang masuk melalui industri pengolahan, misalnya untuk dibuat bakso dan sosis. Pedagang pasar dan industri pengolahan mendapatkan daging melalui distributor. Distributor mendapat daging dari rumah pemotongan hewan (RPH) atau dari importir. RPH mendapatkan daging melalui feedlotter atau dari peternak sapi lokal. Feedlotter mendapatkan sapi dari impor atau peternak dalam negeri.
"Kalau ingin memperbaiki harga, melihatnya dari hulu sampai hilir. Pertama, yang menentukan adalah ketersediaan sapi yang dipotong. Ketersediaan dari mana. diutamakan peternak dalam negeri dan dari feedlotter. Dari peternak cukup atau tidak, impor bagaimana? Kalau hitungan ini benar, harga pasti bisa dikendalikan dengan baik. Ini saja yang harus kita lihat. Ini harus dievaluasi, di mana letak bottleneck-nya," katanya.
Sebetulnya, kata Sutarto, pemerintah dapat mengandalkan Bulog menurunkan harga daging sapi apabila ada stok daging sebanyak 8% sampai 10% dari total jumlah konsumsi. Berkaca pada beras, Bulog berhasil mengendalikan harga beras lantaran memiliki stok beras sebanyak 8% sampai 10% dari total konsumsi untuk melakukan operasi pasar.
"Jumlah 3.000 ton daging sapi yang diimpor Bulog sangat kecil dibandingkan dengan jumlah konsumsi nasional yang mencapai 500.000 ton. Bahkan, dibandingkan dengan kuota impor daging 80.000 ton tahun ini ditambah sapi siap potong, jumlah 3.000 ton itu kecil sekali," ujarnya.
(dat03/wol)
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=319573:bulog-pasok-1134-ton-daging-impor&catid=18:bisnis&Itemid=95
Tidak ada komentar:
Posting Komentar