Senin, 15 Februari 2016
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mendesain kebijakan impor sapi dan kerbau dari negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku. Penularan PMK di Indonesia akan melumpuhkan industri peternakan nasional.
Hal itu diungkapkan pengamat peternakan bidang kedokteran hewan yang juga mantan Direktur Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Soehadji, Minggu (14/2), di Jakarta.
Soehadji mengatakan, virus PMK terdiri dari tujuh tipe dengan 53 subtipe. "Setiap tipe dan subtipe berbeda ciri, sifat, dan cara penanganan," katanya.
Berdasarkan pengalaman, hanya virus PMK tipe O yang bisa diberantas. Virus PMK tipe O ini pernah menyerang Indonesia dan bisa diberantas.
Virus PMK tipe lain, terutama tipe A, sampai saat ini belum ada negara yang mampu memberantasnya secara tuntas. Virus PMK tipe A ini ada di India.
Hewan yang rentan tertular virus PMK adalah sapi, kerbau, kambing, domba, babi, dan jenis hewan sebangsanya. Hewan karier dapat mengandung virus inveksi selama 8-24 bulan atau 2 tahun.
Hewan sakit mengeluarkan virus selama 50 jam. Hewan yang berjarak 100 meter dari yang sakit dapat tertular dalam waktu 12 menit.
Virus PMK dapat bertahan hidup di luar tubuh hewan selama dua minggu dan bertahan berbulan-bulan di dalam sumsung tulang, kelenjar limpa, semen, dan epitel atau bahan yang mengandung protein. Virus ini tahan kekeringan dan angin.
Lalu lintas virus PMK bisa melalui daging atau produk asal hewan yang tidak diolah dan lalu lintas sampah.
"Virus PMK masih akan efektif terbawa angin sampai 120 km, bahkan 250 km," ujarnya. PMK merupakan salah satu penyakit hewan menular yang dikategorikan berbahaya dan masuk daftar penyakit list A Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE).
Pengaruh ke bisnis
Penularan PMK di suatu negara, seperti di Indonesia, dapat melumpuhkan industri peternakan nasional dan sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan bisnis atau perdagangan peternakan dan produk peternakan secara nasional dan dunia. Selain menyerang ternak, virus ini juga manusia.
Kondisi saat ini, 95 persen peternakan sapi nasional pelakunya peternak rakyat. Dengan lumpuhnya industri peternakan nasional, akan melumpuhkan sendi-sendi ekonomi rakyat.
Karena itu, Soehadji meminta agar kebijakan memasukkan sapi atau produk sapi dari India, baik dalam bentuk sapi maupun kerbau, dilakukan secara hati-hati.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan membuka keran impor sapi dan kerbau atau produk asal sapi dan kerbau dari India. Padahal, India belum bebas PMK.
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi-Kerbau Indonesia Teguh Boediyana mengatakan, langkah pemerintah membuka keran impor sapi dan kerbau atau produk sapi dan kerbau dari India terlalu berisiko demi keinginan untuk menurunkan harga daging sapi. Pemerintah bisa menjadikan peternak sapi rakyat sebagai tumbal. (MAS)
http://print.kompas.com/baca/2016/02/15/Impor-Sapi-India-Rugikan-Industri-Ternak
Lantas kenapa banyak produk sapi yang sudah beredar di Indonesia dari negara Jiran asal India bisa dibiarkan? Kenapa pula penyakit yang disebutkan tidak berjangkit? Pakar jika komentar yang berimbang jadi tidak membuat rakyat korban.
BalasHapus